RETREAT PERPISAHAN HASE KANNA
(Bagian 5)

(Penerjemah : Hikari)


Pagi kedua di Hokkaido, Kanna dipeluk Misaki dan terbangun kekurangan napas karena tekanan berat dari dadanya. Ini terasa lembut, wangi, dan dia tidak tahu alasan kenapa Iori berisik. Jika bisa, Kanna ingin dilahirkan dalam gaya seperti Misaki.

Sarapan sudah selesai dengan layanan kamar, dan setelah membangunkan Iori di kamar tempat Sorata menginap, Kanna masuk ke mobil Misaki lagi seperti kemarin.

Dia dibawa ke pabrik bir.

Murid-murid kelas tiga Suiko mengunjungi pabrik olahan susu, tapi mereka sepertinya gagal melakukan pemesanan karena kelebihan kapasitas.

Tiga orang, Kanna, Iori, dan Misaki, tidak punya pilihan selain menyaksikan proses produksi bir. Di luar dugaan ini populer, dan ada sedikit orang yang telah datang berkunjung sejak pagi. Juga ada banyak orang dewasa. Dia menduga alasan terbaik pada tahap ini adalah saat mereka selesai melihatnya, mereka bisa mencicipi bir segar.

Anak-anak di bawah umur seperti Kanna dan yang lain minum jus sebagai ganti bir dan tur pun selesai.

“Apa kalian siap? Kalian semua! Ke Otaru!”

Setelah tur di pabrik bir, Kanna dan kawan-kawan menuju Otara dengan mobil. Jalanan di sisi laut itu terbuka dan memberikan perasaan nyaman.

Mendengar lagu BGM misterius MIsaki dan menyaksikan pemandangan indah, mobil itu sampai di Otaru. Lamanya sekitar satu jam.

Mereka menghentikan mobil di area parkir hotel dan melengkapi check-in lebih awal. Mereka memilih lantai atas hotel untuk menginap. Ruang yang luar biasa luas dan mewah. Sekarang sudah setengah dua siang. Di area parkir di bawah mereka, bis-bis yang ditumpangi anak kelas tiga Suiko muncul satu per satu. Para murid telah tiba dengan membawa barang bawaan mereka ke hotel. Di antaranya, ada keberadaan yang menarik perhatian. Dia adalah Mashiro.

Seperti yang dia katakan kemarin, dia akan berjalan-jalan mengelilingi Otaru dengan Sorata. Dia sendiri tidak mengatakannya, tapi ini adalah kencan, ya ’kan?

"... ...."

Kanna menggeleng kepala agar tidak terlalu banyak berpikir.

“Karena Kouhai-kun dan teman-teman sepertinya akan jam bebas setelah ini, kita juga akan melakukannya!”

Misaki memiliki buku panduan acara retreat perpisahan ini yang dia dapatkan dari suatu tempat.

"Ya, ini."

Dia menyodorkan buku panduan perjalanan pada Kanna dan Iori. Di sampulnya tertulis "Sapporo · Otaru" dengan huruf-huruf besar..

"Kalau begitu, bubar!!"

Segera setelah itu, Misaki melompat keluar dari kamar.

“Aku mau makan kepiting!”

Teriakan penuh semangatnya menjauh seiring langkah kakinya.

Karena ada sesuatu yang perlu dikhawatirkan, Kanna memutuskan untuk pergi keluar beberapa saat lagi.

Dia turun ke lobi di lantai pertama dengan lift.

Pertama-tama dia memeriksa ke kiri dan ke kanan. Dia tidak menemukan orang yang dia inginkan. Murid-murid kelas tiga Suiko mungkin sedang bersantai di kamar tempat mereka memasukkan barang-barangnya.

Kanna mencondongkan diri ke bayang-bayang sebuah pilar yang merupakan titik buta dari jalur yang menghubungkan aula lift dengan pintu masuk.

Setelah menunggu sekitar lima menit, beberapa grup turun dan pergi ke Otaru. Sekitar lima menit lagi, orang yang Kanna tunggu pun muncul.

Dia tidak akan mengobrol dengan Sorata. Pemuda itu akan pergi dari hotel tanpa menunggu siapapun. Kanna tidak berpikir bahwa Sorata akan bertemu Mashiro di lobi, tapi gadis itu ternyata salah.

Kanna memutuskan untuk mengikutinya dari belakang, lebih dari sepuluh meter jauhnya dari Sorata.

Karena Sorata berjalan sambil memandangi pemandangan sekitar, dia tidak merasakan apapun yang janggal. Sambil memikirkan alasan kalau-kalau pemuda itu berbalik, Kanna pergi ke depan stasiun Otaru.

Kanna menghindari jalan besar dan bersembunyi di balik sebuah mobil.

Sorata berdiri di dekat pintu keluar stasiun. Kelihatannya dia sedang mengecek waktu dengan melihat handphonenya.

Jam di stasiun  menunjukkan pukul dua tepat.

Kelihatannya, dia sepertinya akan bertemu Mashiro di stasiun Otaru. Ini makin lama makin terlihat seperti kencan.

Mungkin waktu janjiannya adalah pukul dua.

Kanna pikir Mashiro akan segera tiba, jadi dia mengalihkan matanya ke arah hotel. Tapi, untuk saat ini gadis itu tidak terlihat. Penampilannya itu, begitu Mashiro terlihat, dia pasti akan menarik perhatian.

Tapi setelah menunggu selama lima menit, dia tidak melihat Mashiro meskipun rasanya sudah cukup lama. Lima belas menit berlalu. Jika menyadarinya, akan jadi dua puluh menit dalam sepuluh detik lagi.

Selama itu, Sorata tidak begitu terburu-buru atau frustrasi, tapi dia memperhatikan handphonenya beberapa kali dan hanya sesekali menempelkan handphonenya itu ke telinga.

Tiba-tiba, seseorang menepuk bahunya saat sudah tiga puluh menit menunggu.

"Tangkap!"

Di luar dugaan, jeritan pun terdengar.

"Apa yang kau lakukan?"

Dia berbalik dan di sana Iori sedang berdiri.

“Selain itu, kau sekarang kelihatan seperti seorang gadis! Apa kau demam?”

“Kau, apa matamu itu rusak? Aku ini benar-benar seorang gadis!”

“Jadi, apa yang sedang kau lakukan?”

"......Itu..."

Saat mengalihkan pandangan ke Sorata, dia bertemu mata dengan Sorata yang melihat ke arahnya.

Kanna buru-buru jongkok dan menarik tangan Iori.

“Aaaaaaa! Aku diserang, diseret, ufff, ufff!”

Dia cepat-cepat membekap mulut Iori dengan kedua tangan.

“Diam.”

"Uff!”

Kanna memeriksa Sorata lagi. Untuk saat ini, sepertinya tidak terlihat buruk. Dia tidak melihat ke arah sini lagi. Malahan, dia sedang melihat ke arah hotel.

Mashiro mungkin sudah sampai. Saat dia berpikir begitu, Kanna mengalihkan matanya.

Dan begitu dia melihatnya, Kanna kehilangan kata-kata.

Sehelai gaun putih, topi dengan pinggiran lebar yang dipinjam dari Misaki kemarin. Setelah membetulkan sandalnya sebentar, dia bergegas menuju Sorata.

“Oh, Sorata-senpai dan Shiina-senpai.”

Menempel ke kaca mobil, Iori juga mencuri-curi lihat.

“Ada yang salah dengan Shiina-senpai hari ini, ya ’kan? Apa, peri? Malaikat? Dewi!? Bidadari?”

Tidak heran Iori terdengar begitu bersemangat.

Tentang itu, Mashiro yang berdandan tipis benar-benar cantik. Kanna tidak bisa mendengar apa yang mereka berdua bicarakan, tapi Sorata terlihat gugup di depan Mashiro.

Rasanya pemuda itu sepertinya tidak bisa melihat secara langsung ke wajah Mashiro. Bahkan dari sini pun Kanna bisa melihat bahwa wajah Sorata merona merah.

Sorata dan Mashiro berjalan bersisian. Tidak, Mashiro sedikit tertinggal. Ada suasana malu-malu seperti sepasang kekasih yang baru saja pergi keluar.

“Jadi, apa yang kau lakukan?”

Iori memandangi Kanna dengan mata sedikit menyipit.

Tapi Kanna sendiri penasaran dengan apa yang dirinya lakukan.

Ini tidaklah normal. Haruskah dia kembali ke hotel sekarang? Dia mempertimbangkan ini, tapi pikirannya tidak terarah ke sana sama sekali.

Kebalikannya, Kanna malah bangkit berdiri dan mencari punggung Sorata dan Mashiro yang semakin mengecil lalu mengejarnya.

“Kau mengabaikanku? Benar begitu!?”

“Jangan ikuti aku!”

Sorata dan Mashiro, yang beranjak dari stasiun Otaru, datang ke lokasi turis terkenal di Otaru, ke kanal. Ada banyak turis lainnya juga di sana.

Sorata duduk di bangku terdekat dan menyaksikan Mashiro membuat sketsa di depan pagar.

Kanna duduk di bangku sebelahnya supaya tidak terlalu dekat. Sorata dapat terhalang oleh sekumpulan turis lain.

“Jadi, apa benar kau melakukannya?”

“Kenapa kau mengikutiku?”

“Aku, kau tahu…”

Iori memandang jauh ke depan.

"Apa?"

“Entah kenapa, aku akan menyaksikan kencan Sorata-senpai. Itu sulit, ya ‘kan? Aku tidak tahu apa yang dilakukan saat kencan.”

“Kau tidak perlu khawatir soal itu.”

“Yah, yah, aku akan bisa melakukannya dengan kekuatan cinta.”

“Karena tidak ada hari untukmu berkencan.”

“Jangan mengatakan hal yang menakutkan!”

“Jangan bicara keras-keras.”

Iori dengan santai menggambar tubuhnya saat mendengarkan umpatan itu dengan serius.

“Ah~ Aku menginginkannya, aku menginginkanmu~”

Terhalang, dia bermain-main dengan tanah. Dia menyebalkan.

“Aku akan mengajarimu satu cara yang bagus.”

“Apa? Apa?”

“Diam dan mainkan piano. Karena wajahmu lumayan, perempuan bodoh akan terpikat.”

“Dada memang bagus,:

“Jadi, kau sebaiknya tidak mengatakan itu!”

“Hussh~! Senpai juga bilang begitu.”

Kanna menutup mulut Iori dengan tangannya.

“Sebentar saja, tolong hentikan.”

Tangan Iori berpindah karena melawan. Untuk sesaat, tangannya berada di dada Kanna.

“Bo, bodoh! Jangan menyentuhnya!”

“Oh, kelihatannya mereka akan pergi ke suatu tempat.”

Diberitahu begitu, Kanna melihat ke arah Sorata dan Mashiro. Sorata sedang berdiri dari bangkunya.

“Ngomong-ngomong, kau.”

“Ada apa?”

“Apa ada lempeng besi di dadamu itu?”

“Apa maksudmu?”

“Itu tidak berlekuk seperti keyboard.”

“Matilah kau.”

Kanna tanpa ekspresi menyerang selangkangan Iori dengan lututnya.

"Gyaaaaaaaaaaaaaaaaaa!"

Sebuah jeritan sepenuh jiwa Iori bergema di kanal.

Sorata dan Mashiro mulai berpindah dari kanal, berjalan menuju ke utara di mana bangunan-bangunan tua berpusat.

Kanna mengikuti jejak mereka dari kejauhan. Dari belakang, Iori datang dengan cara jalan yang aneh.

“Apa kau tidak belajar bahwa orang-orang tidak mau melakukan hal yang menjijikkan saat mereka dipukul orang?”

Iori mengajukan protes sambil memegangi selangkangannya.

“Itu tidak baik, tapi itu sakit. Aku tidak tahu.”

“Ok, jadi karena itu kau bisa melakukannya… oh, ini sakit, masih sakit. Kalau aku tidak bisa menggunakanya, kau harus tanggung jawab.”

“Apa, itu artinya kau mau pacaran denganku?”

“Oh, tidak. Aku tidak mengatakan hal itu—maksudku adalah soal aku yang tidak bisa menghasilkan keturunan… Oh, tapi apa itu yang kumaksud?”

Entah kenapa, Kanna tambah bingung dan meninggalkan dia sendirian.

Sorata dan Mashiro berhenti di tengah jalan.

Walau begitu, Kanna tidak bisa mendengar suara mereka karena dia jauh. Tapi suasananya stagnan. Tidak terlihat berbahaya, tapi dia merasakan kecanggungan dari interaksi mereka.

“Apa mereka bertengkar?”

Karena Iori pun bisa mengerti, mungkin ini benar-benar serius. Kanna tidak pernah mengira dia akan melihat adegan seperti ini, jadi pikirannya tidak bisa segera memproses kenyataan di depan matanya. Jantungnya berdegup kencang.

Walaupun Sorata dan Mashiro mulai berjalan lagi, suasana di sekitar mereka tidak berubah.

Setelah itu, Sorata dan Mashiro menghabiskan waktu itu bengkel kerajinan kaca, Mereka makan Baumkuchen di toko permen, melihat-lihat toko-toko kotak musik dan lilin.

Nampaknya ada sebuah peristiwa. Mashiro kelupaan buku sketsanya di toko suvenir yang mereka datangi. Karena Sorata dan Mashiro kelihatannya tidak menyadari apapun, Kanna mengambil buku sketsa itu dari penjaga toko dan memegangnya.

Sampai terakhir, Sorata dan Mashiro kelihatan agak canggung. Entah apa yang mereka lakukan, suasananya makin lama makin muram. Itulah kesan yang didapat.

Walau begitu, dengan kecantikan Mashiro yang seperti itu di depannya, apa yang membuat Sorata tidak puas? Dia tidak tahu apa yang pemuda itu pikirkan. Kanna tidak dapat memahami ke mana arah perasaan Sorata.

"Maaf, sebentar."

"Apa?"

“Bukan cuma aku yang capek menguntit orang. Kurasa ini terlalu berlebihan sebagai orang mesum.”

“Apa perlu kutendang lagi?”

"JANGAN!"

Iori cepat-cepat melompat menjauh, meninggalkan Kanna di belakangnya. Kanna juga perlahan mengikuti Sorata dan Mashiro yang kembali ke hotel.




Sebelumnya | Daftar Isi | Selanjutnya