BAB 1
(Translater : Fulcrum)


Tahun 2096, Shiba bersaudara sudah naik kelas 2 SMA. Di Kompetisi Sembilan Sekolah tahun ini, muncul sebuah konspirasi. Ini, cerita ini bukan ‘rahasia’, sebenarnya, ini adalah cerita yang seharusnya ‘disampaikan’ ke semua orang.


2 Juli 2096, sebuah berita mengejutkan terdengar oleh OSIS SMA 1. Itu adalah pengumuman tentang perubahan di Kompetisi Sembilan Sekolah, ‘Kompetisi Sihir Nasional tingkat SMA’. Berita tersebut mengatakan akan adanya kompetisi yang berisiko tinggi untuk para peserta, yang berbau militer, sebagai akibat Insiden Yokohama pada penyihir akhir-akhir ini. Namun, itu sebenarnya hanya konspirasi di balik layar untuk pengembangan senjata sihir baru. Tatsuya sudah menerima informasi via email anonim tentang senjata humanoid terlarang ‘Boneka Parasite’, yang menggunakan Parasite, akan diuji coba penggunaannya di Kompetisi Sembilan Sekolah, di perlombaan Steeplechase Cross-country.

Rencana itu berbahaya dan tak berperikemanusiaan, mengorbankan murid SMA sebagai kelinci percobaan di perlombaan Steeplechase Cross-country demi percobaan senjata baru. Tatsuya yang berpartisipasi di Kompetisi Sembilan Sekolah sebagai staf teknis SMA 1, mengambil tindakan untuk mencegah hal itu.

Dalam konspirasi itu, ‘Steeplechase Cross-country dilaksanakan di Fuji, di saat yang sama Tatsuya berhadapan dengan 16 boneka Parasite. Dia mengalahkannya semuanya, terlepas luka-luka yang diterimanya.

Walau begitu, di Agustus 2096, itu bukanlah satu-satunya pertarungan yang terjadi di kaki Gunung Fuji. Dari sudut pandang orang luar, para murid SMA mengincar mahkota kemenangan Kompetisi Sembilan Sekolah, mengikuti perlombaan-perlombaan yang menggunakan sihir. Terlebih lagi, …..disini, Aku mau menceritakan salah satu pertarungan antara murid-murid SMA Sihir.


13 Agustus 2096. Malam kesembilan Kompetisi Sembilan Sekolah, di tempat makan SMA 1, suasana was-was yang dirasakan beberapa hari lalu berubah penuh semangat.

“Mitsui-san, selamat atas kemenanganmu.”

“Satomi-san juga, selamat sudah menjadi runner-up.”

“Kalian berdua berhasil meraih dua posisi teratas. Sama seperti tahun lalu!”

Honoka dan Subaru dikelilingi oleh gadis-gadis kelas 3 yang memberikan selamat pada mereka.

“Nakajou-san, terima kasih atas kerja kerasnya. Seperti yang diharapkan, kau melakukan penyesuaian yang menakjubkan dengan memanfaatkan keahlian Satomi.”

“Terima kasih, Isori-kun. Tapi pada akhirnya, aku tetap kalah dari Shiba-kun.”

“Tidak apa-apa, bukan? Karena kita satu tim. Selain itu, kalau dia sudah beda cerita.” hibur Isori untuk Azusa.

“Shiba, kerja bagus.”

“Seperti biasa, kerjamu luar biasa”. 

Di samping Hattori yang memberikan selamat kepada Tatsuya dengan sikap yang sedikit kaku, berdiri Kirihara yang menyapa Tatsuya dengan tawa (mungkin, karena melihat sikap temannya). Meja mereka bukanlah satu-satunya meja yang membicarakan tentang perlombaan hari itu, kebanyakan meja juga membicarakan hal yang sama. Pemandangan itu tidaklah mengejutkan jika mengingat apa yang sudah terjadi.

Sampai hari keempat, SMA 1 hanya duduk di posisi kedua dengan perolehan 390 poin. Ada selisih 60 poin dari posisi pertama, yang diduduki oleh SMA 3. Kemarin, SMA 3 berhasil mencapai 580 poin, sementara SMA 1 masih tertinggal di 575 poin.

Dan hari ini, akhir hari ke sembilan, SMA 1 berhasil membalik keadaan, SMA 3 mengumpulkan 600 poin, sementara SMA 1 655 poin. Mereka akhirnya berhasil berada di puncak setelah ketinggalan dari SMA 3 yang memimpin sejak hari kedua.

Dengan adanya murid-murid tahun lalu, ‘trio terkuat’ yang telah lulus, SMA 1 tidak pernah mengalami kesulitan sama sekali. Murid-murid sekarang harus berusaha mati-matian. Itu semua karena adanya persaingan yang ketat.

“Hattori, masih terlalu cepat untuk senang. Kita masih punya perlombaan lain besok.”

Seorang anak kelas 3, Minakami Kerry, berbicara kepada Hattori dari belakangnya. Tatsuya yang duduk di samping Hattori, menawarkan kursinya sambil membawa pergi nampannya, Kerry mengucapkan “Terima kasih” sebelum duduk di tempat itu.

“Yoshida-kun, duduklah.”

Di samping Kerry, di depan Hattori, Sawaki duduk, mengagumi anak kelas satu yang ikut di kompetisi. Dipanggil Kerry, Mikihiko memutuskan untuk menuruti permintaannya.

“Kalau kita kalah, maka usaha gadis-gadis itu untuk membalik keadaan akan sia-sia.”

“Aku tahu. Aku akan memenangkan kompetisi besok seperti hari ini. Lalu, semuanya akan membuat SMA 1 jadi juara.”

Kalau mereka menang di Monolith Code besok, selisih poin antara SMA 1 dan 3 akan menjadi 95 poin. Dari peraturan tahun ini, selisih sebesar itu bisa dengan mudah berubah bergantung pada hasil perolehan poin di Steeplechase Cross-country, tapi tetap saja mereka akan menang.

Secara keseluruhan ada sepuluh ronde di cabang Monolith Code yang dilakukan secara berkelompok, di ronde kelima, baik SMA 1 dan 3 sudah memeroleh empat menang dan nol kekalahan. Mereka tidak kalah satu ronde pun. Mereka benar-benar seimbang.

“Ah. Akhirnya, besok kita akan berhadapan langsung dengan SMA 3 dan kita harus menang apapun yang terjadi.”

Menanggapi perkataan keras Hattori, Kerry juga mengatakan hal yang sama kerasnya. Lalu, ia memandang ke orang di sampingnya, Mikihiko

“Yoshida, kupercayakan semuanya padamu.”

“Akan kulakukan yang terbaik.”

Namun, Mikihiko menjawab dengan tegas meskipun pertanyaan ini dilontarkan begitu mendadak. Dia mencerminkan antusiasme yang tinggi di wajahnya, menurut kedua senpainya.


Mengalirkan Psion ke CADnya. Di bagian tengah CAD, batu sensitif Eidos yang mengonversi sinyal Psion merespon sinyal elektrik tersebut. Dengan begitu, keluaran yang dihasilkan akan diteruskan menuju area kalkulasi sihir tubuhnya.

“….Ya, ini cukup. Penyesuaiannya luar biasa seperti biasa, Tatsuya.”

“Lagipula memang itu pekerjaanku.”

Tatsuya membalas pujian Mikihiko dengan sikap yang agak tidak acuh.

Mikihiko juga tahu kalau apa yang Tatsuya katakan bukan main-main. Dia memang bersungguh-sunggu menjalankan tugasnya, tanpa menyombongkan hasil kerjanya. Itulah kelebihannya. Penyesuaian Tatsuya lebih fokus pada pembentukan sistem sihir dasar untuk CAD, tidak hanya pada tekniknya saja.

“Sebenarnya, akan lebih baik kalau aku bisa menggunakan apa yang biasanya kau pakai, Mikihiko. Tahan-tahan saja kalau ada sedikit perbedaan.”

“Tidak, ini sudah cukup. Aku yakin ini sudah bagus sekali dibanding dengan murid-murid sekolah lain yang menggunakan CAD yang lebih buruk daripada milik kita.”

Apa yang Tatsuya katakan bukan untuk merendah diri. Yang dimaksudnya adalah alat yang mulai digunakan Mikihiko sejak musim dingin lalu. Alat itu bisa dibilang berbentuk Ofuda[1] logam, memanjang dari bagian utama hingga terhubung dengan punggung lengannya, berperan sebagai osilator gelombang Psion, terbuat dari campuran logam sensitif sihir. Itu bisa dibilang seperti gabungan jimat-CAD yang digunakan untuk melakukan sihir.

Berbeda dengan CAD, Ofuda miliknya meneruskan rangkaian sihir menuju osilator, yang mana sudah dilengkapi dengan pola-pola mantranya, dan membawa gelombang Psion melalui permukaan osilator dari area kalkulasi sihir. Proses itu menciptakan sebuah perintah semi-otomatis kepada para roh, yang mulai saat itu, prosesnya akan sama dengan sihir pada umumnya. Sihir yang dihasilkan hampir menyamai kecepatan sihir yang digunakan dengan CAD, Mikihiko dengan Ofuda-nya mampu menggunakan sihir dengan mantra-mantranya.

Sayangnya, peraturan Kompetisi Sembilan Sekolah melarang penggunaan sinyal Psion dari mantra. Sempat terpikir bagi mereka untuk menggunakan CAD tipe aktivasi tunggal, tapi itu juga melanggar peraturan untuk tidak menggunakan CAD ukuran tipis. Setelah kehabisan ide, akhirnya, Tatsuya hanya bisa membuat ulang dan menyesuaikan sistem yang akan diprogramnya di CAD yang disediakan.

Tatsuya tidak puas dengan hal itu. Namun, Mikihiko sepertinya merasa sudah cukup. Tahun lalu, dia juga menggunakan CAD yang diprogram Tatsuya terburu-buru di waktu yang mepet untuk Monolith Code anak kelas 1, tapi dia bisa merasakan ketidaknyamanan itu karena ada perbedaan yang terasa. Tahun lalu, dia khawatir apa ia bisa menggunakannya dengan baik atau tidak, tapi sekarang sudah berbeda. Dia dapat menggunakan sihir tanpa kesulitan, terasa lebih luwes.

“Keterlaluan rasanya kalau aku terus mengeluh. Mulai sekarang, semuanya tanggung jawab pemain, bukan teknisi lagi, ini waktunya untuk berjuang.”

“Ah. Miki kau baru saja mengatakannya hal yang bersemangat sekali.”

Tatsuya dan Mikihiko menoleh ke arah pintu masuk mobil teknisi itu, setelah tiba-tiba mendengar suara itu. Wajah Erika terlihat di pintu itu, di bawah tenda.

“Erika, ada apa?”

“Kukira semuanya sudah selesai setelah tidak ada gelombang Psion yang kurasakan. Apa kau mau minum teh? Semuanya sudah menunggu.”

“Kau sengaja datang untuk memanggil kami?”

“Ya. Lagipula kami dari tadi ada di sebelah mobil kalian.” 

Setelah mendengar perkataan Erika, Tatsuya mengarahkan pandangannya ke Mikihiko.

“Mikihiko, bagaimana denganmu? Karena penyesuaiannya sudah selesai, apa kau tidak lebih baik beristirahat saja di kamarmu?”

“Tidak, aku akan bergabung dengan yang lain. Aku tidurnya nanti saja.”

“Baik.”

Erika pergi meninggalkan mobil itu. Tatsuya dan Mikihiko mengikutinya dari belakang. Sudah ada meja lipat yang dipasang tepat di samping mobil itu. Di atas kepala mereka sudah terpasang tenda yang memanjang sampai atap mobil teknisi. Mereka terlihat seperti sedang berkemah.

Semua kursi mereka sudah disiapkan. Tatsuya duduk di antara Mikihiko dan Miyuki, sementara Mikihiko duduk di samping Mizuki.

“Onii-sama, terima kasih atas kerja kerasnya.” Miyuki menjulurkan secangkir kopi kepada Tatsuya,

“Umm, Yoshida-kun. Ini silakan.” Mizuki menuangkan teh hijau ke cangkir Mikihiko.

“Ah, kau sampai repot-repot menyiapkannya terpisah. Terima kasih, Shibata-san.”

Seperti yang dikatakan Mikihiko, satu-satunya orang yang minum teh hijau hanya dirinya seorang.

“Tapi yang khusus menyiapkan teh itu Pixie.”

“Tapi bagaimana pun juga Yoshida-kun hanya bisa melihat Mizuki.”

Dua orang yang mengatakan itu tidak duduk di meja itu. Karena jumlah kursi yang ada tidak cukup, mereka duduk di meja lain. Tapi meja mereka tidak jauh juga dari Tatsuya dan yang lain.

“Subaru! Eimi! Jangan mengejeknya!”

“Honoka. Kau iri ‘kan?”

“Tidak, sama sekali tidak! Aku tidak iri sama sekali!” (entah kenapa Honoka mengatakannya dengan sedikit dialek Kansai.)

“Eimi, tenanglah…. Aku sudah tidak tahu lagi dia orang mana.”

“Lebih tepatnya, dari mana kau belajar dialek itu?”

“Apa itu benar-benar dialek?”

Mendengar percakapan kacau dari meja sebelah, Mikihiko hanya tersenyum malu.

“Mikihiko, ternyata kau masih bisa tenang. Kukira kau akan tertekan.”

Leo yang duduk di depannya mengatakannya, Mikihiko menggelengkan kepalanya sambil tertawa.

“Aku tidak tenang sama sekali. Bagaimana menjelaskannya, semangatku tiba-tiba muncul begitu saja. Walaupun aku tidak memikirkannya, aku punya perasaan ‘harus menang’.”

“Hee…. Miki, suasana hatimu sepertinya sedang bagus.”

Erika melontarkan sebuah celetukan yang serius setelah mendengar ucapan Mikihiko.

“Jarang melihatmu punya kepercayaan diri seperti itu. Walaupun ini tidak seperti dirimu biasanya, kalau memang seperti itu, sepertinya kita tidak perlu khawatir lagi tentang besok.”

“Ya, aku pasti akan menang.”

Tekanan besar mulai menyelimutinya setelah itu. Namun, kalau dia mengingat hari-hari dimana dia tidak bisa ikut di perlombaan ini, saat ini dia cukup senang. 

(Benar. Kupikir aku tidak akan pernah bisa merasakan perasaan seperti ini lagi. Kalau bukan karena hari itu…….. sejak dulu……) 

Sekarang aku yakin, itu bukanlah suatu kecelakaan. Insiden itu terjadi demi mempersiapkanku untuk semua ini, kupikir aku perlu menjalani semua penderitaan ini sendirian, tapi sekarang, aku bisa mengerti mengapa aku seperti itu.


Insiden ini terjadi 6 bulan sebelum masuk SMA, yang mana membuatku tidak dapat menggunakan sihir seperti sebelumnya. Walaupun aku tidak ditolak, aku dinilai tidak mampu mendapat status sebagai murid dengan emblem bunga kelopak delapan, dan menjadi seorang weed. Kesempatan itu datang saat itu.

Namun, itu adalah kehendak yang di ‘atas’. Tepatnya karena aku murid Golongan 2, aku punya teman, dan aku bisa menjadikannya temanku. Kutukan ini di saat yang sama menjadi sebuah berkah. Aku mengalami lebih banyak hal berharga daripada sebuah emblem. Ini semua ada karena hari itu, aku yakin. 17 Agustus 2094. 7 Juli kalender Lunar, malam Tanabata. Mikihiko terdiam mengingat perasaannya hari itu.

17 Agustus 2094, 7 Juli kalender Lunar, malam Tanabata, ritual penting tahunan yang dilaksanakan di kediaman Yoshida.

Nama ritual itu ‘Hoshi Oroshi no Gi’. Ritual itu bukanlah sebuah ritual keagamaan ortodoks, yang mungkin disebut oleh para orang religius tradisional sebagai ‘pemujaan setan’ dan digabungkan dengan ajaran Shinto dari Keluarga Yoshida, ‘Koushin’, ritual itu mampu mengendalikan cuaca dalam skala ‘negara’ via Roh Ilahi, sebuah badan informasi independen skala besar (yang juga disebut informasi yang terisolasi) yang mana ritual itu menimbulkan persaingan antar anggota keluarga. Yang dimaksud ‘negara’ di sini sebenarnya adalah sebutan kuno untuk prefektur.

Teknik kuno ini menunjukkan keahlian seseorang, dan dijadikan sebagai penentu penerus keluarga selanjutnya. Namun, ritual ini nantinya dipandang berdarah, dan sekarang Keluarga Yoshida memutuskan untuk memilih penerusnya dari putra tertuanya.

Tetapi, walaupun sudah tidak digunakan sebagai metode pemilihan kepala keluarga di era modern, upacara ini masih memegang nilai penting yang menentukan penyihir terbaik dalam keluarga. Selain itu, kalau ada saudara atau sepupu yang dapat melaksanakan ritual ‘Hoshi Oroshi no Gi’ lebih baik daripada sang putra tertua, seperti yang ada di aturan tak tertulis Keluarga Yoshida, maka putra tertua itu pun harus menyerahkan posisinya kepada orang tersebut. Kenyataannya, di keluarga itu, ayah Mikihiko adalah salah satunya, yang mana anak kedua dari empat bersaudara.

Saat ini, penerus Keluarga Yoshida adalah kakak Mikihiko. Mikihiko adalah satu-satunya adik, kakaknya tidak punya saudara perempuan. Tapi ia memiliki sembilan sepupu laki-laki. Bisa dibilang keluarga utama, yang hanya punya dua anak, adalah keluarga yang kecil, karena pohon keluarga penyihir kuno umumnya memiliki banyak keturunan. Terutama, saudara kepala keluarga saat ini yang bersaing ketat di ritual itu setiap tahunnya.

Awalnya, di usianya yang masih muda, sampai tahun lalu Mikihiko menunjukkan perkembangan kemampuan sihir yang cukup luar biasa untuk dapat menggantikan Motohiko sebagai calon penerus, Mikihiko adalah satu-satunya adik Motohiko. Mikihiko juga disebut ‘anak jenius Keluarga Yoshida’ yang kemampuannya dalam Sihir Jinji (atau yang biasa disebut Sihir Roh, elemen utama Keluarga Yoshida) melampaui kakaknya, yang membuatnya dirumorkan sebagai kepala keluarga selanjutnya.

Faktanya, di ritual tahun lalu, Mikihiko menunjukkan suatu kemampuan yang hanya bisa disaingi oleh ayahnya, kepala keluarga saat ini.

Mikihiko tidak pernah ingin menjadi penerus merebut posisi kakaknya. Dia hanyalah seorang yang rendah hati, dan tidak cocok menjadi pemimpin. Dia sendiri, sadar akan hal tersebut, berpikir kalau kakaknya cocok menjadi penerus keluarganya. Keinginannya, ambisinya, berada di tempat yang berbeda.

Sang Roh Ilahi ‘Dewa Naga’ yang berada di puncak segala roh alam. Ia bermaksud untuk menyempurnakan ritual ini dengan tangannya sendiri.

Itulah ambisi Mikihiko. Keinginan Nenek moyang Keluarga Yoshida.

Nenek moyang Keluarga Yoshida dikatakan berasal dari kalangan pawang hujan. Mereka bukan berasal dari Yoshida Shinto[2] yang terkenal, melainkan hanyalah seorang pawang hujan yang rendah hati di desanya. Tapi, yang membedakan adalah nenek moyang Keluarga Yoshida memiliki kekuatan yang luar biasa. Manusia yang lebih hebat daripada hewan, bukan hanya dalam membaca angin dan awan, tapi juga kemampuan untuk mendatangkan hujan. Namun, itu masih kecil. Kekuatannya bisa mengumpulkan semua awan di langit dengan aliran angin, asalkan itu awan hujan. Saat kekeringan panjang, udara pun kering, tidak ada yang bisa dilakukannya. Desa dimana ia tinggal kebetulan hancur karena kekeringan. Para warga desa lupa akan siapa yang selama ini membantu mereka, jadi sang Nenek moyang memergikan awan-awan ke tempat lain sebagai balasannya.

Karena itu, keturunan pawang hujan dari Gunung Fuji itu terus mencari cara untuk menghadapi kekeringan dengan menggunakan kekuatan alam yang diwarisi dari keturunannya. Membendung sungai, membuat sebuah kolam.

Merubah aliran air bawah tanah, untuk membuat tanah yang dulunya gersang menjadi subur.

Mengendalikan pergerakan angin skala besar, untuk mengumpulkan awan dari tempat yang jauh. Dalam percobaan itu, Keluarga Yoshida sampai pada suatu kesimpulan.

Lagipula, tidak peduli sihir apapun yang mereka gunakan, mereka tidak bisa melakukan apa-apa jika tidak ada air.

Untuk menghadapi kekeringan, perlu adanya air. Jadi, dari mana air itu berasal?

Di masa kekeringan, dimana tempat yang ada air? Kalau dipikir-pikir jawabannya tidak sulit.

Dari laut.

Mereka sampai pada kesimpulan tentang ‘siklus hujan’.

Di Jepang, saat berbicara tentang penguasa laut, maka yang terlintas adalah naga. Itu adalah konsep Buddhisme, tapi ini semua tidak ada hubungannya dengan Buddhisme. Penguasa laut, Suijin[3]. Naga penguasa Ryugu-jo[4], yang turun dari Surga dengan menaiki awan, dan menciptakan awan dan hujan, ‘Ryujin[5]’. Itulah teknik pengendalian hujan yang dicari-cari Keluarga Yoshida.

Nenek moyang Keluarga Yoshida adalah sekelompok pemuja naga, pertapa yang belajar di jalan Onmyoudo[6] dan Shugendou[7] demi mencapai teknik sang naga, mereka adalah pendeta pelindung naga. Pada akhirnya, mereka mengesampingkan tujuan mereka untuk mengatasi kekeringan, sejak mereka mengetahui tentang sang naga, yang menjadi objek pemujaan mereka. Akibatnya, Keluarga Yoshida saat ini disebut sebagai penyihir kuno agung.

Doktrin Keluarga Yoshida, menempatkan naga di puncak segala roh alam. Teknik pemanggilan roh lain, yang melayani sang Roh Ilahi, dijadikan sebagai batu loncatan bagi mereka untuk dapat memanggil sang Roh Ilahi yang membawa mereka pada sang naga.

Mampu menggunakan ‘Teknik Pemanggil Dewa’ dengan tangannya sendiri. Itulah harapan Mikihiko, karena itu posisi kepala keluarga menjadi penghalang impiannya, yang mana membuatnya perlu mendedikasikan waktunya untuk itu, daripada mengurusi jalannya keluarga dan hal yang lain.

Oleh karena itu, ritual ‘Hoshi Oroshi no Gi’ ini adalah waktu yang tepat untuk bersaing dengan kakaknya, untuk menilai apakah kakaknya mampu memanggil sang Roh Ilahi. Motohiko ditunjuk sebagai praktisi ketiga, tebat sebelum Mikihiko. Urutan ini ditentukan dari hasil ritual ‘Hoshi Oroshi no Gi’ tahun lalu.

Motohiko menggunakan sihirnya.

Mikihiko mulai memerhatikan performa kakaknya dengan serius.

Hubungan mereka tidak terlalu buruk. Meskipun ada rentang usia di antara mereka, Motohiko tujuh tahun lebih tua daripada Mikihiko, hubungan mereka baik-baik saja dan tidak ada pertengkaran, Mikihiko menghormati kakaknya, dan Motohiko melindungi adiknya dari sentimen akibat kemampuan hebatnya.

Saat mereka kecil, Mikihiko diajari oleh Motohiko.

Saat talenta Mikihiko mulai melebihi kemampuan Motohiko, Mikihiko mulai berlatih sendiri. Dia secara tidak sadar tidak ingin dibanding-bandingkan dengan kakaknya, tentang kemampuan mereka. Ia tidak senang mendengar kalau kemampuannya telah melampaui kakaknya.

Namun, dia tidak akan menyepelekan ritual ini begitu saja.

Dia ingin menunjukkan kalau dia, dirinya, pantas menggunakan ‘Teknik Pemanggil Dewa’. Oleh karena itu, dia memerhatikan performa kakaknya dengan serius, saingan terbesarnya.

Kakaknya sudah sampai di cermin altar. Cermin di altar itu dipasang menghadap ke Selatan, untuk memantulkan Bintang Utara.

Kakaknya terlihat menyentuh cermin itu, Mikihiko terkejut melihatnya.

Benda yang ada di tangan Motohiko adalah Tamagushi, cabang pohon Sakaki, pohon sakral di ajaran Shinto.

Walaupun sihir Keluarga Yoshida punya elemen-elemen ajaran Shinto, dasar sihirnya sebagian besar dipengaruhi oleh Onmyoudo.

Namun, ritual yang akan dilakukan Motohiko sepertinya berasal dari ajaran Shinto. Daripada melakukan ritual Shinto itu sendiri, dia mencoba untuk memanggil Roh Ilahi menggunakan bantuan roh itu sendiri.

(Itu Yuushide[8], bukan….?)

Cabang pohon Sakaki itu dipersembahkan, diikatkan pada Yuushide, yang sekarang sudah tidak berguna, Mikihiko menebak kalau Yuushide itu terbuat dari kapas. Terlebih lagi, Yuushide itu tidak dibuat dengan dilipat, tapi dengan cara diikat.

(Membuat jimat dari kapas, apa bisa diikat dengan benang?) 

Mikihiko merasa kalau itu adalah peralatan sihir yang berasal dari teknik sekte lain, dan bukan yang digunakan Keluarga Yoshida. Yang berpikiran seperti itu bukan hanya dirinya seorang, ada beberapa orang dari keluarga yang terlihat sepemikiran saat melihat ritual itu. Mereka sama bingungnya dengan Mikihiko melihat Motohiko menggunakan metode itu.

Selagi Motohiko memersembahkan cabang pohon sakral miliknya, dia memersembahkannya pada Bintang Utara, dan bukan pada kuil itu. Bintang Utara, adalah bintang yang juga menggambarkan sang Dewa Naga.

Itu bukanlah sihir ataupun mantra. Tidak ada yang keluar dari mulutnya. Itu adalah ‘kekuatan’, yang disebut kekuatan spiritual, atau kekuatan sihir, atau disebut ‘kuasa’ oleh Keluarga Yoshida, yang telah dipersiapkannya untuk hari itu.

(Kekuatan itu terhubung?)

Mikihiko dengan jelas merasakan kalau kakaknya terhubung dengan ‘sesuatu’. Sesuatu yang lebih besar dari manusia.

Wajah Motohiko berubah pucat akibat tekanan mental yang dirasakannya. Untuk dapat memanggil Roh Ilahi yang belum pernah dipanggilnya, dia berusaha mati-matian agar dapat terhubung, dan memperkuat koneksi itu. Angin bertiup.

Cabang pohon yang dipersembahkan Motohiko, baju, dan rambutnya bergoyang ke mana-mana. Hal itu juga dirasakan Mikihiko, ayah mereka, dan semua orang yang menyaksikan.

Sebenarnya, tidak ada angin yang bertiup. Namun, mereka semua merasakan adanya angin. Perlahan-lahan semakin kuat, segera setelahnya datanglah terpaan angin yang lebih kuat, yang hampir sekuat badai.

“Fuujin[9]?”

Di tengah-tengah tempat yang terasa seperti ditiup angin, terdengar suara orang.

“Itu ‘angin’ Fuujin, ‘kan?”

Mendengar suara itu, Mikihiko menatap ke langit malam. Semua di kanan dan kirinya juga melihat ke langit.

Setelah melihat ke langit untuk beberapa saat, sebuah pusaran angin mulai terbentuk.

“Apa ia baru saja memanggil Fuujin…..?”

Serangkaian gumaman mulai menyebar di altar.

Suasana tempat itu masih sama. Mikihiko adalah salah satu diantara mereka yang melihat ke langit malam, dia merasakan sebuah tekanan besar yang membuat ia terdiam. Tidak lama setelahnya, angin itu berhenti.

Motohiko mengakhiri ritualnya dengan napas yang tersenggal-senggal, sebelum menunduk kepada anggota keluarga yang lain dengan tampilan kelelahan.

Tepuk tangan terdengar riuh. Di tengah antusiasme mereka, beberapa anggota keluarga memuji Motohiko. Performanya jauh di atas ekspektasi mereka. Seperti yang diharapkan dari calon penerus.

Penghargaan pengguna sihir terbaik tahun ini jatuh kepada Motohiko. Mikihiko benar-benar sependapat dengan pemikiran mereka, tapi tidak dengan yang terakhir.

(Memang benar, performa sihir kakaknya luar biasa. Dia bahkan membuat sendiri peralatan sihirnya, dia memahami semuanya dengan baik dan mempersiapkan semuanya hari ini dengan baik.)

Pikir Mikihiko selagi melihat kakaknya yang turun dari altar, dibantu oleh murid-murid perempuan yang membantu jalannya upacara. Kakaknya sudah menggunakan semua tenaganya untuk dapat memanggil Fuujin.

Dia melakukan yang terbaik pada ritual penting ini. Itu saja, menunjukkan kalau kakaknya pantas dihormati, pikir Mikihiko. Itulah mengapa, aku, Mikihiko menenangkan dirinya. Saat dia merasa sudah cukup tenang, dia bangkit dari tempat duduknya.

Suasana sudah kembali tenang. Tatapan seluruh keluarga tertuju pada Mikihiko yang berjalan menuju altar ritual.

Ritual itu dilakukan di sebuah lapangan. Itu adalah lapangan khusus ritual di pedalaman gunung, tapi angin malam sering bertiup ditemani dengan suara serangga dan gemerisik daun. Tapi, saat ini, satu-satunya suara yang mereka dengar hanyalah langkah kaki Mikihiko yang menaiki tangga menuju altar.

Mikihiko mengatur napasnya. Dia mengeluarkan seikat jimat dari lengan bajunya, dan menaruh mereka membentuk kipas. Itu tidak terbentuk dari satu jimat, tapi sembilan jimat yang dirajut jadi satu, butuh waktu tiga bulan baginya untuk menulis mantranya.

“Tunggu, Mikihiko.”

Orang yang memanggilnya adalah sang kepala keluarga, ayah Mikihiko, Sachihiko. Menghentikan seorang penyihir yang akan melaksanakan ritual. Walaupun dia adalah kepala keluarga, aneh baginya untuk menghentikan ritual seperti itu. Mikihiko, tanpa kelihatan terusik, menoleh ke ayahnya dan mengabaikan jimat-jimatnya.

“Ada apa, Chichi-ue?”

Namun, semua bisa melihat ia tidak benar-benar tenang, saat menjawab panggilan ayahnya selagi masih berada di altar. Menurut tata krama, dia tidak seharusnya menjawab seorang kepala keluarga dari posisi yang lebih tinggi daripada sang kepala keluarga.

“Apa yang akan kau lakukan kali ini?”

Namun, hal seperti itu tidak dipedulikan Sachihiko. Dia jelas terlihat kesal untuk alasan yang lain.

Setelah sedikit ragu, Mikihiko akhirnya menjawab kepadanya dengan tegas.

“Aku bermaksud untuk memanggil Ryujin.”

Perkataannya itu memunculkan keributan di antara yang lain. Separuh orang di tempat itu terkejut berkata “tidak mungkin”, dan sisanya sudah menduga hal ini dan berkata “akhirnya”.

“Hentikan!”

Namun, reaksi Sachihiko berbeda dari dugaan semua orang.

“Kenapa begitu? Apa yang akan kupanggil seharusnya terserah padaku.”

Yang setuju dengan bantahan Mikihiko bukan cuma satu dua orang. Keputusannya sudah bulat. Kesepian dan harga dirinya, tidak bisa dihentikan bahkan oleh ayahnya sekalipun. Sachihiko juga mengerti apa yang ada di hatinya. Tapi, dia akan menghentikan anaknya.

“Mikihiko, apa kau benar-benar ingin menaggil Ryujin tanpa menggunakan ‘Crystal Eye’?”

Terdengar lagi keributan baru di antara anggota yang lain setelah mendengar perkataan sang kepala keluarga.

“Itu…… aku tidak butuh barang seperti itu.”

“Mikihiko, jumlah informasi yang dimiliki sang naga tidak bisa dibandingkan dengan Roh Ilahi lainnya.”

Ekspresi Mikihiko terlihat berubah mendengar kata ‘jumlah informasi’ yang keluar dari mulut Sachihiko.

Sihir Keluarga Yoshida tidak didasarkan pada agama apapun. Mereka menggabungkan berbagai teknik yang ada tanpa memandang latar belakangnya. Mereka bahkan tidak ragu untuk menggunakan Imikirawa[10] dan Jahou[11]. (Mereka menggunakan Jahou pada teknik mereka setelah sang penemu teknik itu sudah tiada. Karena itu, mereka tidak menolak keberadaan ‘sekte sesat’ karena sihir mereka.)

Namun, meski hal seperti itu sudah dibantah oleh perkembangan Sihir Modern dalam satu abad terakhir, dan bahkan diantara mereka, banyak orang yang juga berpikir seperti itu. Alasannya kompleks, tapi pengaruh Sihir Modern memang ada pada mereka.

Sachihiko adalah salah satu orang yang dengan aktif terus mempertanyakan Sihir Modern, dan seringkali mendapat penolakan dari keluarganya. Dia akan mencoba memaksakan pemikirannya pada mereka yang bertentangan dengan dirinya.

“Bukankah sihir keluarga kita bekerja seperti ini?”

Walau begitu, mereka juga tidak terlalu menyukai Sihir Modern. Sachihiko mencoba untuk menahan anaknya menggunakan teori Sihir Modern yang akan menyinggung perasaan anggota keluarga mereka.

“Naga adalah sebuah badan informasi independen dari sebuah aliran air yang deras. Informasi itu berisi tentang pengendalian air, udara, dan api, terlebih lagi, juga masih ada banyak hal lain. Itulah kenapa kita membutuhkan ‘Crystal Eye’ untuk dapat melihat informasi sang naga laut.”

Dengan kata lain, untuk dapat memanggil naga, dibutuhkan lebih dari satu penyihir. Satu orang untuk mengontrolnya, dan orang lain yang memanggil sang Roh Ilahi, dan satu orang lagi untuk menahan kekuatan roh tersebut, itulah elemen penting dalam pemanggilan Roh Ilahi, yang disimpulkan Keluarga Yoshida sejauh ini.

“Kalau menurutku, Chichi-ue, itu semua hanya hipotesis.” Namun, Mikihiko menyampaikan opininya secara terbuka tentang studi leluhurnya.

“Sejak awal, Crytal Eye yang dapat memanggil Raja Naga sendiri tidak pernah ada, itu hanya legenda. Keluarga Yoshida sudah ada selama 200 tahun, tapi tidak ada seorang pun yang memiliki Crystal Eye. Aku rasa ini sudah saatnya bagi kita untuk melangkah ke depan.”

Tidak ada seorang murid pun di tempat itu yang bertentangan dengan Mikihiko. Beberapa anggota keluarga bahkan juga tersenyum mendengarnya. Mereka sudah lelah menunggu. Pemilik Crystal Eye yang tak pernah ditemukan, tidak peduli seberapa keras mereka mencarinya.

“Dunia ini sudah mampu menggunakan sihir, yang mana mereka kira legenda. Kita tidak bisa menganggapnya tidak ada hanya karena kita belum bisa menemukannya.” Sanggahan Sachihiko menarik perhatian lebih banyak orang.

“Itu karena kita menutupi pengetahuan kita…..”

“Tapi, sihir itu nyata. Kita dikelilingi oleh begitu banyak bukti. Bagi mereka yang tidak tahu tentang sihir, mengiranya legenda, tapi untuk kebanyakan orang sihir dianggap sebagai suatu realita sekarang. Mikihiko, kenapa kau berpikir kalau Crystal Eye hanyalah legenda yang tidak ada?”

Mikihiko tidak ingin menjawab pertanyaan ayahnya.

“Bahkan jika benda itu memang ada, tetap saja tidak ada gunanya karena kita tidak bisa menemukannya. Jika aku tidak bisa menemukannya selagi aku masih hidup, maka itu tidak ada koneksinya denganku. Crystal Eye tidak ada, jadi tidak ada salahnya bagiku untuk mencoba jalan lain.” Sebaliknya, Mikihiko memberikan teorinya.

“Chichi-ue. Kenapa ritual ‘Hoshi Oroshi no Gi’ ini ada? Apa makna sesungguhnya bagi Keluarga Yoshida?” Perkataannya barusan, menjadi pukulan baginya. Itu karena Sachihiko adalah kepala keluarga dan ia menolak argumen Mikihiko.

“…..Motohiko, kau juga coba katakan sesuatu pada Mikihiko.” Sachihiko bukan berbicara sebagai kepala keluarga, tapi sebagai seorang ayah pada putra tertuanya.

“Chichi-ue, aku tidak bisa bilang apa-apa kepada Mikihiko saat ini.” Namun, Motohiko tidak dapat memenuhi permintaan Sachihiko.

“Sebenarnya, aku juga ingin memanggilnya. Tapi, aku tidak sekuat itu. Karena itu, aku setuju dengan perkataan Mikihiko.” Katanya sambil tersenyum, bahkan sambil tidak bisa menopang badannya sendiri.

“Terlebih lagi, ‘Hoshi Oroshi no Gi’ adalah waktu dimana seorang penyihir menunjukkan kemampuan sihirnya pada seluruh keluarga. Sebagai kakaknya, aku tidak bisa mengganggunya.”

“Ani-ue…..” Setelah mendapat pembelaan seperti itu, Mikihiko tidak bisa berkata-kata.

“Tapi, Mikihiko, jangan ceroboh. Semuanya disini tahu kemapuanmu, dan kita semua tahu ini sulit. Kalau kau merasa tidak bisa melanjutkan, segera hentikan sihirmu.”

“Akan kuingat itu.” Bahkan Mikihiko tahu kalau kakaknya berkata seperti itu karena dia ingin memenangkan ‘Hoshi Oroshi no Gi’ tahun ini.

Kakaknya hanya khawatir akan kondisinya sendiri. Setelah mendengar perkataan kakaknya, Mikihiko merasa agak kesal, dia tidak terima. Mikihiko mengerti betul hal itu. Tetapi, di saat yang sama, dia berpikir kalau dirinya harus berhasil apapun yang terjadi.

Mikihiko menghadap ke cermin altar. Kali ini tidak ada seorang pun yang berusaha menghentikannya. Dia menjulurkan jimatnya sekali lagi. Dia membaca karakter-karakter yang tertulis, sebagai cara untuk menjalankan sihirnya. Di Sihir Modern, gelombang Psion digambarkan sebagai jimat, untuk membentuk formula sihir, dimana setiap bagiannya berperan menerima sinyal dari area kalkuasi sihir.

Lalu, menggabungkan formula-formula sihir yang ada untuk dimasukkan kembali ke jimat. Dengan begitu, jimat yang ada menjadi pengendali untuk memanggil roh, yang mana, sebuah badan informasi independen. Pengendalian yang dimaksud bukanlah kendali penuh, tapi hanya untuk berkomunikasi.

Dengan kata lain, roh hanyalah badan informasi Psion yang menyimpan informasi fenomena alam. Tidak memiliki energi apapun, karena mereka bukanlah manifestasi dari suatu fenomena akibat tidak adanya informasi pada mereka tentang kejadian.

Badan informasi Psion menunjukkan kejadian dari suatu roh. Wujud asli Sihir Roh menyebabkan badan informasi independen yang ada untuk berubah, dengan mengakses badan informasi Psion, sihir tersebut mengambil masukan dari badan informasi Psion.

Untuk memanggil suatu roh, pertama-tama seorang penyihir perlu menarik perhatian sang roh. Namun, mereka tidak perlu mencari dimana roh itu berada. ‘Ryujin’ adalah sebuah badan informasi independen dari aliran air yang deras. Tidak mungkin ada orang yang tidak bisa menemukan badan informasi sebesar itu.

Masalahnya ada disini. Untuk mengakses badan informasi itu, tidaklah semudah mengendalikan awan. Mereka perlu menyamakannya dengan gelombangnya, seperti menyetel radio. Tapi, proses itu lebih kompleks. Panjang gelombang dan frekuensinya terus berubah-ubah. Proses ini rasanya sama seperti mendekripsi kode sandi. Mereka perlu mempertimbangkan beberapa faktor seperti seberapa besar badan informasinya, seberapa besar perubahan panjang gelombangnya.

Sekali sudah bisa menemukan gelombangnya, masalah selanjutnya yang menunggu ialah besarnya jumlah informasi yang ada. Jumlah informasi yang ada di suatu mahluk hidup tidak melebihi jumlah informasi yang dapat diterima roh manusia, tapi jumlah informasi yang terpapar pada kesadaran manusia hanya berjumlah sedikit. Sebaliknya, manusia akan tidak bisa menahan informasi dari suatu fenomena alam. Biasanya, manusia akan segera hilang kesadaraan. Walaupun, manusia tidaklah sering menerima informasi dari suatu fenomena alam, itu tetap saja gagal dari sudut pandang sihir.

Dengan adanya Crystal Eye maka mereka dapat menyesuaikan gelombang dengan mudah. Tapi, proses itu akan memberikan tekanan yang besar pada seorang penyihir, dan pada akhirnya, semuanya itu akan dialami oleh sang pengguna sihir. Mikihiko merasa kalau dirinya tidak butuh Crystal Eye karena itu hanya berguna untuk menyesuaikan gelombang. Kalau hanya untuk itu, dia juga bisa melakukannya sendiri. Mikihiko menyimpulkan kalau dengan memfokuskan jimatnya sebagai pengendali, dia akan dapat menangkap tanda keberadaan Ryujin tepat setelahnya. Sejauh ini, semuanya berjalan seperti perhitungannya. Namun, dia tidak bisa menyesuaikannya dengan baik. Bahkan dengan membaca frekuensi dan panjang gelombangnya, keduanya segera berubah. Perubahannya terlalu rumit, dan akhirnya, proses itu memakan terlalu banyak energi pengguna sihir.

Meski begitu, Mikihiko terus memfokuskan konsentrasinya, sebagai orang yang disebut-sebut ‘anak jenius’, dia terus menyesuaikan Psion-nya dengan Ryujin perlahan-lahan. Para anggota keluarga yang lain merasakan apa yang dia rasakan saat mereka melihatnya. Muncul keributan mengelilingi altar tersebut, 

Aku terhubung.

Aku terhubung.

Aku terhubung.

Keributan itu berubah. Mendengar hal tersebut dari seorang penyihir tingkat tinggi. 

(…Aku berhasil!)

Ia menemukan penyesuaian yang tepat. Mikihiko merespon seperti itu, tapi tiba-tiba.

Penuhi……

Suara gaung di pegunungan, suara deburan ombak, itulah suara yang sampai kepada Mikihiko (Halusinasi pendengaran?) Jelas, suara-suara itu tidak didengar oleh telinganya. Mikihiko mengabaikan suara-suara itu, dia mengalirkan Psion-nya untuk menyelaraskan koneksinya agar lebih kuat dengan sang naga, menerima gelombang Psion targetnya.

Penuhi….. Suara itu terdengar makin dekat daripada sebelumnya.

Penuhi…..

Semakin banyak Psion yang Mikihiko terima, semakin keras suara itu terdengar.

Penuhi…..

(Ini, apa ini suara Ryujin?) 

Mustahil, pikir Mikihiko. Naga itu memanggilnya, padahal ia hanyalah badan informasi independen dari sebuah aliran air yang deras. Namun, berbeda dari yang dipikirkannya, segera setelah itu, sebuah suara naga yang keras dan besar membangkitkan kesadarannya.

Penuhi aku!

“Uwaaaaaaaaa!”


Mikihiko berteriak sangat keras.

Dia tidak sadar akan itu.

Kesadarannya terbakar, lebih terasa panas daripada sakit.

Sumber sihirnya, tempat dimana area kalkulasi sihir berada menurut Sihir Modern, dipaksa untuk berjalan dengan kecepatan tinggi.

Segera setelah menyadari hal itu, Mikihiko lupa tentang itu.

Dia tidak bisa mengingat apapun.

Banyak sekali Psion yang diambil darinya.

Menurutnya, itu semua telah dicuri.

Menurutnya, itu semua telah dimakan.

Dia tidak tahan akan semua itu, Mikihiko lalu hilang kesadaran.


Januari 2095. Kediaman Yoshida. Di depan dojo, ada taman, ada seorang lelaki yang terlihat sedang mengatur-atur CAD bentuk terminalnya. Tangan lelaki itu tidak berhenti sedikit pun. Setelah mengulangi hal yang sama seratus sampai seribu kali, dia merasa nyaman menggunakan teknologi itu di tangannya. Ditempatkan sebuah obor di hadapannya. Matanya sedang menatapnya, menatapi obor tak berapi itu. Kira-kita satu detik setelah ia selesai menggunakan CADnya, obor itu menyala.

“Sial!” kutuk lelaki itu.

“Pelan! Terlalu lambat! Kenapa aku jadi seperti ini!”

Ujian masuk SMA Sihir sudah semakin dekat, kutuk Mikihiko sambil merenung. Lima bulan yang lalu, malam ritual. Mikihiko terbangun setelah pingsan, dia tidak mampu menggunakan sihir dengan baik sejak itu.

Dia bisa mengaktifkan rangkaian sihir. Hasil dan kekuatan sihirnya juga sama seperti sebelumnya. Tapi, kecepatannya berubah total.

Sihirnya terasa pelan tidak peduli berapa kali dia mencobanya. Dia terus merasa kalau dia seharusnya bisa menggunakan sihir lebih cepat.

Ayahnya berkata “Itu cuma perasaanmu saja”.

Kakaknya juga mengatakan hal yang sama. Mereka berdua bilang kalau Mikihiko dapat menggunakan sihir dengan kecepatan yang sama seperti sebelumnya. Kakaknya, Motohiko, menghibur Mikihiko kalau dia juga gugup saat ritual itu gagal. Tetapi, Mikihiko tidak percaya hal itu. Dia sudah tidak sabar.

Aku seharusnya bisa menggunakan sihir itu lebih cepat.

Aku seharusnya bisa menggunakan sihir lebih luwes daripada ini.

Dia tidak sabar, ceroboh, dia tidak bisa mendapat hasil yang diinginkannya karena ketidak sabarannya, Mikihiko benar-benar tidak bisa menggunakan sihir dengan baik saat ini.

Ayahnya, Sachihiko, meminta Mikihiko untuk beristirahat dari latihannya. Dia bilang kalau dia tidak akan membiarkan Mikihiko ceroboh lagi.

Mikihiko beristirahat dari latihannya, dan mencoba ikut Lembaga Bimbingan Belajar Sihir. Karena dia tidak bisa menggunakan sihir sebaik sebelumnya, dia pikir semuanya bisa kembali seperti semula kalau dia mempelajari sains Sihir Modern. Walaupun dia masih tidak bisa menggunakan sihir dengan luwes, dia tidak bisa memercayai ayah dan kakaknya.

Namun, Lembaga Bimbingan Belajar Sihir pun tidak memberikan hasil yang memuaskan. Itu karena Lembaga Bimbingan Belajar Sihir tidak mengajarkan sihir tingkat tinggi. Mereka hanya mengajarkan sihir sistematik tunggal dengan CAD yang cukup untuk ujian masuk SMA Sihir dan teori dasar tentang sihir. 

Mikihiko membaca semua literatur teori sihir. Dia mencoba sihir sistematik tunggal yang diajarkan, berkali-kali, menggunakan CAD tipe lamanya.

Ratusan kali, ribuan kali.

Walau begitu, kekuatannya tidak kembali.

Mematikan obor itu dengan roh air. Dia memerintahkan roh-roh yang ada untuk meningkatkan kelembapan, Mikihiko kembali ke posisi awalnya untuk mengulang latihannya. Saat dia baru akan mengendalikan CADnya, Mikihiko mendengar suara kakaknya.

“Mikihiko, ini waktunya sekolah” Mikihiko dengan keras kepala memandangi obor itu, tapi tidak lama setelahnya, dia merilekskan kembali dirinya.

“Ani-ue, maaf membuatmu sampai harus memanggilku” Mikihiko tidak berhenti berbicara dengan kakak dan ayahnya. Dia tidak menyalahkan mereka. Dia tetap sopan, seperti yang lain, cuma dia terlihat seakan memasang ‘tembok’ dengan mereka.

“Mikihiko, jangan begitu. Semua orang bisa seperti itu” Motohiko secara tulus mengkhawatirkan adiknya, hanya untuk ditinggal pergi adiknya dengan tundukan dari adiknya.

“Bahkan dengan memaksakan dirimu, terkadang tidak semua hal bisa berjalan seperti yang diinginkan.”

“Aku mengerti” Dari luar, Mikihiko terlihat menerima nasihat kakaknya. Faktanya, Motohiko juga kelelahan setelah dia memanggil Roh Ilahi ‘Fuujin’, tapi Mikihiko tidak terlihat menyadari hal itu. Dia kira hanya dirinyalah yang menderita.

“Jangan terlalu dipikirkan. Terkadang kita memang harus menjalani jalan yang sulit dan tidak ada jalan pintas.”

“Terima kasih sebelumnya” Mikihiko pergi menuju rumah utama setelah menunduk pada kakaknya. Setelah masuk ke ruang keluarga, dia berkata kalau dia sudah tidak ada waktu untuk sarapan kepada ayah-ibunya, Mikihiko segera menuju ke sekolah sendiri.


14 Agustus 2096.

“Selamat pagi, Tatsuya.”

“Selamat pagi, Mikihiko. Apa tidurmu nyenyak?”

“Haha……., tidurku nyenyak, dan fisikku juga sedang dalam kondisi baik.”

“Tentu saja, kau terlihat baik-baik saja” Seperti biasa, dia bersikap canggung kapanpun Tatsuya menatapnya, setelah sekian lama, Mikihiko merasakan kepercayaan pada dirinya.

(Aku baru ingat, Kompetisi Sembilan Sekolah tahun lalu lah yang mengangkatku dari keputusasaan itu.)

Kemarin malam, dia mengingat hari-hari penuh deritanya. Kenangannya tidak menyakitkan, untuk alasan tertentu. Itu mungkin karena itu semua sudah menjadi masa lalu bagi Mikihiko. Sebaliknya, dia sekarang malu akan dirinya yang tidak percaya pada keluarganya.

“Ada apa, Mikihiko? Kenapa kau tiba-tiba tertawa?”

“Eh? Apa aku tertawa?”

“Apa kau mengingat sesuatu? Orang aneh.”

“……Tatsuya. Bisakah kau tidak terlalu serius itu membuatku tidak tenang. Aku jadi gugup.”

“Tentu saja, itu cuma bercanda” Suaranya tidak menunjukkan kalau dia bercanda, Mikihiko jadi gugup mendengarnya. Dengan pembicaraan tidak penting seperti itu, Mikihiko terlihat seakan mengingat hari-hari indah itu.

Mikihiko tidak diperbolehkan ikut di ritual ‘Hoshi Oroshi no Gi’ tahun lalu. Ayahnya berkata “Kau seharusnya sadar keadaanmu”, dan terpaksa mengikuti Kompetisi Sembilan Sekolah.

Tahun ini, ‘Hoshi Oroshi no Gi’ akan dilaksanakan setelah Kompetisi Sembilan Sekolah, tanggal 24 Agustus, tapi ini sudah terlalu dekat. Mikihiko juga tidak akan ikut tahun ini. Dia tidak siap untuk ritualnya. Sekarang, yang penting adalah Kompetisi Sembilan Sekolah.

“Ayo berhenti bercanda, ini waktunya untuk penyesuaian akhir.”

Diminta oleh Tatsuya, kesadaran Mikihiko kembali ke dunia nyata. Dia mendekati alat penyesuai, memasang kacamata pengukurnya, dan menaruh tangannya di panel.

“Kau memang kelihatan baik-baik saja. Tapi kau terlalu bersemangat.”

“Eh, kenapa kau bisa tahu!?” Tatsuya sedikit tertawa mendengar kekaguman Mikihiko.

“Emosi termasuk bagian dari pushion. Mizuki seharusnya bisa melihatnya, tapi mustahil untuk mengukurnya dengan mesin. Namun, aku merasakannya dari gelombang Psion-mu. Gelombang Psion dipengaruhi oleh emosi.”

“Hee…. Aku baru tahu itu.”

“Mikihiko, ini bukan waktunya untuk kagum” Mikihiko menunjukkan kekagumannya pada kecanggihan teknologi itu, tapi Tatsuya segera menghentikannya.

“Tidak baik kalau kau terlalu bersemangat. Kau harus tetap tenang, seharusnya sekarang kau bisa menggunakan Sihir Kuno-mu lebih baik, ‘kan?”

Mendengar perkataan Tatsuya, Mikihiko membalasnya dengan senyuman kecut.

“Ya. Sihir Kuno umumnya dipengaruhi keadaan psikis dan tidak seperti Sihir Modern yang pasti.”

Mikihiko menghela napas. Jika dipikir-pikir, dia bisa bernapas lebih tenang daripada Kompetisi Sembilan Sekolah tahun lalu saat sedang menggunakan sihir. Dia tidak pernah berpikir akan mendengar hal seperti itu datang dari Erika, ingatannya bagus.

“Bagaimana sekarang?” Mikihiko menaruh tangannya di panel lagi.

“Tidak ada masalah. Seperti yang diharapkan, kau dapat menyesuaikannya dengan cepat” ‘Yang hebat adalah dirimu’, meski Mikihiko tidak mengatakannya. Dia takut kalau itu akan terdengar seperti kebohongan.

Mikihiko dapat bangkit karena dia ikut di Monolith Code di tim yang sama dengan Tatsuya. Lebih tepatnya, setelah dia menggunakan CAD yang disesuaikan Tatsuya saat lomba Monolith Code.

Sekarang, dia tahu alasan ketidakmampuannya. Itu, lagipula, seperti yang dikatakan kakaknya, dia hanya sedang terpuruk saja, bukan kehilangan kemampuan sihirnya. Di malam ritual, suara yang didengarnya di tengah-tengah menggunakan sihir.

Penuhi aku!

Suara itu jelas, suara ‘Ryujin’. Badan informasi independen besar yang diaksesnya, meminta kecepatan pemrosesan informasi yang lebih cepat, yang tidak bisa dipenuhinya sehingga tidak dapat memertahankan koneksinya, karena itu, menyebabkan arus balik sihir. Di saat yang sama, kemampuan pemrosesan yang dibutuhkan untuk memanggil ‘Ryujin’ melebihi kemampuannya, area kalkulasi sihirnya bekerja melebihi batasnya sehingga membuatnya pingsan. Hilangnya Psion yang dirasakannya adalah efek samping dari penggunaan formula sihir yang berlebih.

Alasan yang membuatnya merasa kalau kecepatan sihirnya menurun adalah kemampuannya yang mengalami akselerasi. Tentu saja, itu terasa pelan. Karena dia merasakan sihirnya seperti itu, kecepatan kerja area kalkukasi sihirnya yang normal terasa pelan, itulah alasannya. Sama saja seperti kalau kau pindah ke jalan biasa setelah dari jalan tol, seakan-akan kecepatanmu melambat.

Lalu, saat mencoba keras untuk merubah kebiasaan area kalkulasi sihirnya yang normal, kondisinya memburuk, hal ini juga berpengaruh. Usahanya yang salah mengacaukan semua pencapaiannya sebelumnya. Apa yang dikatakan ayahnya saat itu benar, kalau dia memang perlu istirahat latihan.

Murid lain di SMA 1 mungkin tidak sadar, satu-satunya yang sadar mungkin hanya ‘Miyuki-san’, rangkaian sihir yang Tatsuya rancang benar-benar luar biasa, mampu memacu seorang penyihir hingga ke batasnya. Dia membuang bagian-bagian yang tidak penting, dan menyesuaikannya agar sesuai dengan karakteristik sihir penggunanya, karena sihir, area kalkulasi sihirnya juga bekerja seperti itu. Tidak seperti Sihir Modern yang secara tidak sadar membentuk rangkaian sihirnya sendiri, bergantung pada tipe awalan sihirnya, Mikihiko menyadarinya saat dia terbiasa membuat rangkaian sihirnya sendiri sebagai seorang penyihir kuno, meskipun itu tidak efisien.

Mikihiko juga memaksakan area kalkulasi sihirnya secara tidak sengaja saat Tatsuya menyesuaikan CADnya tahun lalu saat Monolith Code. Saat dia menggunakan sihirnya yang mana rangkaiannya sudah diatur Tatsuya, rasanya lebih cepat daripada pembentukan rangkaian sihir yang diambil paksa oleh ‘Ryujin’. Di kondisi terbaiknya, Mikihiko pernah mengalami kecepatan yang lebih tinggi daripada saat itu, dan akhirnya berhasil menghindari ilusi dari ‘Ryujin’.

“Mikihiko, apa kau bisa mencobanya?”

“…Apa kau sudah selesai? Entah bagaimana, kau cepat sekali.” Mendengar perkataan Mikihiko, teknisi yang mengurusi Hattori dan Kerry tersenyum kecut. Mereka bahkan tidak menunjukkan sedikit pun kecemburuan.

Mikihiko menaruh CAD dari Tatsuya di tangan kirinya. Agar dapat dipegangnya di satu tangan, dia harus memegangnya dengan ibu jari, rasanya ringan dan tipis. Di belakangnya, ada tali untuk mengikatkannya ke tangan, kecuali bagian ibu jari, agar tidak mudah jatuh. Kelima tombolnya disusun melengkung, dengan tombol ‘enter’ di belakang jari telunjuk. Itu adalah tipe yang mengutamakan preferensi banyaknya rangkaian sihir.

Awalan sihirnya terbuka, dia menghentikan sihirnya sebelum teraktivasi. Walaupun dia tidak pernah memikirkanya, itu terasa luar biasa bagi Mikihiko. Itu terasa lebih baik daripada sebelumnya, di saat yang mepet seperti ini.

“Ini tidak ada masalah. Dengan ini, aku seharusnya bisa melakukan yang terbaik”. Para teknisi yang lain tertawa; mereka tidak mengerti maksud perkataan Mikihiko. Mikihiko mencoba untuk berkata kalau ‘Aku akan berusaha sebaik mungkin hari ini’.

“Berhati-hatilah. Ini hanya bisa disesuaikan dengan penyihirnya sendiri.”

“Aku tahu. Untungnya, di ronde kedua nanti bisa agak istirahat. Antara ronde satu dan dua juga ada selang waktu yang panjang, ada juga istirahat makan siang sebelum pertandingan siang. Stamina tidak ada masalah.”

“Itu benar. Kita beruntung urutan pertandingannya seperti itu.”

“Keberuntungan juga termasuk kemampuan” balas Hattori dan Kerry pada perkataan Mikihiko. Babak final Monolith Code, tim SMA 1 sepertinya dapat santai di posisi yang baik.

Pertandingan pertama, SMA 1 Vs SMA 6, mengambil tempat di padang rumput.

Sebenarnya, Mikihiko tidak terlalu senang dengan tempat itu. Pertahanan Monolith diserahkan pada ‘Offset Magic’ milik Minakami Kerry. Setidaknya, Mikihiko hanya dapat membantunya mencegah serangan sihir yang terlihat. Penyerangan diserahkan kepada Hattori, mereka berhasil menembus pertahanan SMA 6 dengan kombinasi sihir yang baik.

Hari kedua, pertandingan pertama, berakhir dengan kemenangan telak.

Diantara 3 ronde hari ini, akhirnya ronde kedua mereka akan berhadapan dengan SMA 3. Untungnya, karena peraturan lomba Steeplechase Cross-country tahun ini, kuda hitam mereka tidak ada. Ichijou Masaki ikut dalam perlombaan Ice Pillar Break dan bukan Monolith Code.

Baik Ichijou Masaki ataupun Kichijouji Shinkurou tidak ada di tim SMA 3. Namun, mereka tetap menjadi lawan terbesar SMA 1.

Pertandingan mereka dilakukan di bukit. Ada banyak bukit yang membujur dari kiri ke kanan, tapi tempat itu juga memiliki sebuah kolam besar.

(Air…..) Penyebab kejatuhannya adalah Roh Ilahi air. Namun, itu tetap saja menjadi keahlian Mikihiko.

“Yoshida, ayo gunakan itu, yang kau gunakan tahun lalu di pertandingan anak kelas 1.”

Segera setelah diumumkan kalau tempat pertandingan mereka adalah area perbukitan, Kerry menanggapinya dengan sebuah senyuman licik. Monolith Code anak kelas 1 tahun lalu, SMA 1 dan SMA 9 bertanding di perbukitan, mereka menang tanpa pertarungan sedikit pun karena Mikihiko yang menutupi seluruh tempat dengan ‘Fog Barrier’.

“Minakami-senpai, apa SMA 3 tidak sudah tahu strategi itu?” Hattori diam saja mengenai itu.

“Aku rasa kita bisa bertaruh kalau mereka sudah mengetahui hal itu, tapi…… Shiba, bagaimana menurutmu?” Kerry bertanya pada Tatsuya selagi memikirkan perkataan Mikihiko. Tatsuya dan Mikihiko menunjukkan sebuah senyuman kecut di wajah mereka. Namun, Kerry adalah kakak kelas mereka. Mikihiko menyerah dan menjelaskannya.

Tatsuya. Terlebih lagi, Mikihiko juga ingin mendengar ide Tatsuya.

“Walaupun, kita mungkin perlu menyusun strategi baru, strategi itu mungkin efektif.”

“Apa yang dirubah?” Untuk menjawab Hattori, Tatsuya mulai menjelaskan strateginya.

Mulai dari awal, sebuah kabut tebal akan menyelimuti perbukitan itu.

Para penonton di tribune bersorak. Banyak penonton yang menyaksikan Kompetisi Sembilan Sekolah teringat akan perlombaan anak kelas 1 tahun lalu.

SMA 3 sepertinya sudah menduga hal ini. Mereka mengaktifkan pelindung dalam radius 15 meter dari pusat monolith, untuk mencegah masuknya kabut.

Jarak sihir non-sistematik sandi monolith adalah 10 meter. Pelindung itu tidak mencegah para pemain SMA 1 untuk menerobos masuk, karena itu tidak berfungsi untuk menghalau sihir dari luar. Namun, di saat pelindung itu diaktifkan, pemain SMA 3 tahu kalau mereka tidak akan mampu mendeteksi dimana lawan mereka akan datang. 3 pemain SMA 3 mengelilingi monolith itu dan mengambil posisi siap.

Tindakan SMA 3 tidaklah salah. Umumnya, sihir jangkauan luas seperti ini memang tidak untuk digunakan dalam waktu lama. Strategi ini digunakan setelah mereka memelajari pertandingan SMA 1 dengan SMA 9 yang hanya memakan waktu kurang dari 5 menit.

Tetapi, bahkan setelah 5 menit, kabut itu hanya makin tebal.

Pemain SMA 3 tidak tahu rincian tentang Sihir Roh. Sihir Roh melakukan perubahan fenomena melalui badan informasi independen, penyihir mampu menjalankan proses itu sebanyak jumlah badan informasi independen saat itu.

Saat mereka sudah sampai di batas kemampuan mereka, semuanya akan menjadi kemenangan SMA 1. Tatsuya tidak benar-benar membaca dan menitik strategi SMA 3. Dia membuat strategi ini dengan memertimbangkan banyak faktor. Dia memprediksi kalau strategi yang dipersiapkan SMA 3 ialah untuk menghadapi ‘Fog Barrier’. Dia merencanakan langkah selanjutnya dengan memprediksi respon mereka selanjutnya.

Tatsuya tidak melakukan hal spesial, ataupun luar biasa, faktanya, itu adalah strategi yang cukup jelas. Dia memprediksi tindakan lawan, dan membuat pencegahannya. Prediksinya tepat terjadi, jadi pencegahannya bisa digunakan.

Ini membuat strategi susunannya bisa dijalankan. Para pemain SMA 3 terus menerus menggunakan pelindung itu, tapi kelelahan mulai mereka rasakan. Terlebih lagi, dari tim SMA 1, Mikihiko bukan satu-satunya orang yang bekerja. Hattori juga berada dekat tempat itu untuk siap menyerang.

Hattori dipastikan bisa melihat oleh Mikihiko, si pengendali kabut, dia sudah mendekat hingga 30 meter dari posisi SMA 3. Lalu, dia mentarget area di sekitar pelindung SMA 3 dengan es kering, tanpa menyentuh pelindung itu. Es kering, yang jatuh ke tanah akan menghilang membasahi batuan dan rerumputan di tanah. Suara es kering yang jatuh ke tanah ditutupi oleh Kerry dengan suara petir buatan. Suara petir yang menggema di bukit itu membantu mencegah kecurigaan pemain SMA 3.

Kerry membuat bebatuan bukit disana untuk bergerak, atau membuat bunyi jatuhnya batu. Para penonton menyoraki performa Kerry, selagi mengundang kecurigaan tim SMA 3.

Lalu, setelah 15 menit berjalan, tim SMA 3 mulai tidak sabar dan akhirnya bergerak. Mereka memperluas pelindung mereka hingga dua kali lipat radius awal, dan para penyerang mereka mulai keluar pelindung. Segera setelahnya, mereka terperangkah dalam jaring-jaring petir di tanah. Kombinasi sihir yang Hattori kuasai, ‘Slithering Sanders’. Sihir itu tidak bekerja dengan potensi terbaiknya karena pakaian pemain yang tidak sepenuhnya basah, tapi dia sudah mempersiapkan hal lain untuk mengatasi hal tersebut. Sudah ada sihir lebih kuat yang siap membantunya mengatasi hal tersebut.

Sebuah petir menyambar dari luar pelindung, para pemain lain di dalamnya menjadi kesal. Mereka bahkan tidak menyadari kalau lawan mereka ada di dekat mereka, dan mereka hanya tenang-tenang saja.

Pelindung mereka melebar. Seketika, sebuah terpaan angin meniup bebatuan di tempat itu dan menyerang mereka. Itu adalah variasi sihir Hattori, ‘Linear Sandstorm’. Meskipun, itu seharusnya disebut ‘Linear Stonestorm’, yang terpenting tujuannya adalah melumpuhkan pelindung SMA 3.

Bebatuan itu memasuki pelindung, semua batu itu basah dan lembap, dengan tetesan kabut yang menipis dengan karbon dioksida. ‘Slithering Sanders’ menemukan jalan baru, untuk mendekati monolith SMA 3. Sihir itu berjalan seiringan dengan kabut dan karbon dioksida.

Di hadapan Hattori, yang berjongkok untuk menyembunyikan dirinya, sebuah pancaran petir yang indah sekaligus menakutkan sedang mengelilingi pemain SMA 3.

Dengan kemenangan melawan SMA 3, Hattori, Kerry, dan Mikihiko berdiri di hadapan tribune pendukung SMA 1.

Para pemain melambaikan tangan mereka.

Mikihiko menemukan Mizuki, bertepuk tangan bahagia, di tengah tribune penonton.

Gadis yang memiliki Crystal Eye, benda yang selama ini belum ditemukan Keluarga Yoshida selama lebih dari 200 tahun.

Kalau saja dia ada di sana dua tahun yang lalu, ritual itu mungkin akan sukses.

Kalau saja dia ada di sana, dia akan berhasil menggunakan ‘Teknik Pemanggil Dewa’.

Mikihiko menggelengkan kepalanya, menghilangkan semua pikiran-pikiran itu dari kepalanya.

Dia tidak menyadarinya sekarang. Dia masih belum memenangkan Monolith Code di Kompetisi Sembilan Sekolah.

Lagipula, dia tidak bisa bertindak seperti itu seenaknya. Dia perlu menjelaskan dulu apa itu ‘Crystal Eye’ dan ‘Teknik Pemanggil Dewa’, dan meminta kerja samanya dulu. Untuk nantinya, dia masih belum tahu apa yang akan terjadi di masa depan mereka berdua, Mikihiko dan Mizuki. Dia bahkan tidak yakin kalau mereka akan tetap menjalin hubungan sebagai teman baik.

Yang terpenting semoga semua ekspektasinya bisa terwujud. Pikir Mikihiko.

Demi Tatsuya yang sudah membantunya mengembalikan kekuatan yang dikiranya sudah hilang, (meski dia tidak ingin mengakuinya) demi Erika yang mengkhawatirkan dirinya, dan teman-temannya yang mendukungnya, sekarang mari berjuang yang sebaik mungkin untuk menang.

Mikihiko bersumpah di dalam hatinya.






[1] Kertas mantra yang digunakan dalam kepercayaan Shinto.
[2] Sekte agama Shinto yang muncul pada era Sengoku melalui ajaran dari Yoshida Kanetomo.
[3] Naga air. Suijin & Ryujin sering disamakan sebagai satu entitas
[4] Istana bawah laut sang Penguasa Laut, Ryujin.
[5] Dewa naga. Suijin & Ryujin sering disamakan sebagai satu entitas.
[6] Kosmologi esoterik Jepang dengan gabungan Buddhisme dan okultisme.
[7] Ajaran yang menggabungkan konsep Shintoisme dan Buddhisme.
[8] Kapas yang diikat dan digantung dalam ajaran Shinto untuk menghormati Dewa.
[9] Naga angin.
[10] Teknik terlarang.
[11] Ajaran agama sesat.