WARNA DUA LUKISAN

(Part 5)

(Translator : Hikari)


Kemudian, seminggu sebelum kelulusan yang tenang. 

Mashiro yang kembali ke Kamar 202 di Sakurasou terbakar semangatnya untuk menggambar manga seperti sebelumnya, dan Sorata terus menguji secara perlahan apakah ada masalah dengan versi master dari “Rhythm Battlers”.

Bahkan walaupun sudah berbaikan, mendadak berkencan, dan Sorata tidak pernah berhenti di dalam kamarnya.

Hanya menghabiskan waktu bersama-sama, Setiap hari, mereka memasak bersama, mengucapkan “selamat malam” sebelum pergi tidur, dan di pagi hari saling menyapa dengan senyum “selamat pagi”. Terkadang, Mashiro dengan buku sketsa datang ke kamar dan mengerjakan name seperti biasanya. Setelah itu, mereka pergi keluar untuk membeli barang-barang di area belanja sesekali.

Mereka juga tidak mengatakan apapun. Mereka tidak berharap. Mereka terus menjaga jarak seperti biasa. Bagi Sorata dan Mashiro, ini adalah cara terbaik untuk hidup bersama.

Ini adalah jarak yang sama dengan sebelum mereka berpacaran.

Ini adalah hal yang alamiah tanpa kemustahilan.

"Sorata"

"Ada apa?"

"Hanya memanggil."

"Apa maksudnya itu?"

Tidak ada artinya, tapi bukan berarti tidak bermakna. Dia mengulanginya setiap hari. Sebuah rasa penasaran dan seulas senyum meluap. Mungkin, Sorata berpikir ini adalah waktu yang menyenangkan sejak Mashiro menjadi kekasihnya.

Kemudian… Sementara diliputi kebahagiaan kecil, pekan terakhir masa SMA mereka pun lewat. 

8 Maret. Hari upacara kelulusan.

Dalam udara yang masih terasa dingin, upacara kelulusan kelas tiga termasuk Sorata dan Mashiro dimulai tepat waktu.

Sekitar 1.000 siswa berkumpul di gedung olahraga dan banyak karyawan sekolah serta siswa-siswa lainnya yang menyaksikan mereka. Pernyataan dibukanya acara menggetarkan suasana muram.

Program upacara kelulusan berlangsung dalam suasana tenang. Ini sama sekali berbeda dengan tahun lalu. Peristiwa semacam pembacaan pidato dari siswa yang tidak dijadwalkan tidak terjadi. Ini normal.

Akan tetapi, sepertinya penjagaan telah dipersiapkan bagi murid-murid Sakurasou, dan beberapa guru datang dan melirik Sorata selama upacara. Dari siswa-siswa di sekeliling, ‘Apa kalian tidak akan melakukan apa-apa tahun ini?’. Harapan penyelaan semacam itu bisa terlihat.

Mereka semua kelihatannya kecewa karena Sorata berpura-pura tidak menyadarinya.

Pertama, ayo membuat alasan. Misaki dan Jin adalah orang-orang yang menyebabkan keributan tahun lalu.

Sampai saat itu, Sorata tidak diberitahu oleh Misaki kalau dia akan membacakan pidato.

Sorata dan yang lainnya juga kaget, dan yang lebih mengejutkan lagi mereka tinggal bersama-sama di Sakurasou.

Saat pidato dilakukan tanpa masalah, sebuah helaan napas lega mengalir dari barisan guru. Kelihatannya tahun lalu telah menjadi sebuah trauma. Dia merasa sedikit bersalah.

Presentasi telah selesai dan upacara kelulusan akhirnya rampung. Setelah menyanyikan lagi, ada pernyataan penutup, dan kemudian Sorata serta murid-murid yang lulus pun diantar pergi.

Siswa-siswa di departemen musik menyiapkan pertunjukkan.

Di antara mereka, Sorata menemukan seseorang yang tidak asing lagi. Iori, berjalan selangkah demi selangkah maju ke depan piano. Setelah dia menarik napas dalam-dalam, dia duduk di kursinya, dan menempatkan tangan di atas tuts.

Aula jadi sedikit riuh. Semua orang tahu bahwa anak baru di departemen musik mematahkan lengannya tiga bulan sebelum masuk. Sebagai seorang penampil itu adalah cedera berat… Karena itulah dia merasa kacau.

Untuk menutupinya, sang konduktor bersikap bijaksana. Setelah keheningan sesaat, iringan pun mengalir. Sebuah paduan suara dari semua siswa yang memainkan sebuah lagu.

Awalnya, Iori yang memainkan dan membuatnya merasa mungkin saja dia melakukan kesalahan.

Sambil mendengarkan suara yang dimainkan, rasa gelisah pun menghilang. Sambil memperhatikan sosok Iori yang sedang memainkan piano dengan jelas, Sorata bahkan ingat rasa aman.

Secara teknis, para siswa lainnya dari departemen musik akan bermain dengan terampil.

Bahkan sekalipun orang-orang mahir mendengarnya, ini tetaplah sebuah pertunjukkan yang bagus.

Tapi bagi Sorata, ini adalah sebuah hadiah dari seorang adik kelas yang menyenangkan.

Ketika lagunya berakhir, tepuk tangan bergemuruh sahut-menyahut.

Itu adalah sebuah pujian bagi Iori yang selesai memainkan piano. Dia mendapat tepuk tangan yang memberinya selamat atas kebangkitannya.

Dia berpikir bahwa sangat sulit untuk mengatasinya, tapi benar-benar berpikir bahwa Iori akan baik-baik saja, Sorata bertepuk tangan lebih keras daripada orang lain.

Iori, yang berada di atas panggung, menanggapi dengan mengangkat kedua tangan. Segera setelah itu, dia diberitahu oleh guru departemen musik “Jangan terbawa suasana” dan tengkuknya disambar.

"Guuh!"

Dan, mic terdekat mengeluarkan suara kacau.

Ada banyak suara tawa di aula.

Sorata juga tertawa dengan terbahak-bahak. Ryuunosuke tersenyum, Nanami tersenyum sambil menangis. Rita melambaikan tangan pada Iori. Mashiro hanya memandangi Iori.

Selain dari itu, tanpa adanya peristiwa yang tidak biasa, upacara kelulusan berakhir dengan sukses.

Setelah kembali ke ruang kelas sesudah upacara, Sorata dan teman-teman sekelasnya mendapat pertemuan kelas terakhir.

Wali kelas mereka, Shiroyama Koharu, menyambut mereka dengan air mata dan tidak tahu harus berkata apa. Tetapi tetap saja pada akhirnya, 

“Semuanya, selamat atas kelulusan kalian!”

Dia menyunggingkan seulas senyum. Ada banyak gadis yang menangis. Nanami yang duduk di sebelah Sorata adalah salah satunya. Dia sudah lama  terisak-isak sejak akhir upacara.

“Baiklah kalau begitu, Aoyama-san, tolong ya!”

“Ya, semua… berdiri!”

Suara Nanami, yang berada di urutan pertama absensi, mengikuti perintah. Semua orang secara alamiah berkata, “Terima kasih banyak.”

Beberapa teman sekelas mulai mengambil foto di sekitar Koharu, yang lain dengan teman-teman dekat mereka, dan beberapa teman sekelas lain menulis di album kelulusan.

Ada seorang teman sekelas yang meninggalkan pesan selamat tinggal di papan tulis. Rasa terima kasih untuk kehidupan SMA-nya dan kata-kata yang disampaikan bagi para adik kelas yang akan datang ke kelas ini di musim semi juga ditulis di sana. Dan kemudian, perasaan bagi seseorang yang belum tersampaikan….

Semua orang tidak akan segera pulang. Mereka mengucapkan selamat tinggal. Kalau mereka terus saling berhubungan, mereka bisa bertemu lagi nantinya. Nomor telepon dan alamat teman-temanmu harus tercatat di handphonemu. Akan tetapi, adalah hal yang lumrah kalau kau datang ke sekolah dan itu tidak akan seperti ini sampai sekarang. Karena dia tahu itu, mungkin sulit untuk keluar dari ruang kelas dengan mudah.

Untuk beberapa waktu, Sorata tenggelam dalam suasana kelulusan.

"Kanda, ayo."

Ryuunosuke pergi dari kursinya dan mengajaknya.

"Aa...."

Hari ini masih ada hal penting lainnya.

Hasil dari “Rhythm Battlers” yang menantang sesi penilaian judul. Harusnya akan segera keluar.

Mereka berdua menuju ke atap sekolah.

Ketika dia membuka pintu dan melangkah keluar, sudah ada Mashiro, RIta, Iori dan Kanna yang berkumpul.

Entah kenapa mereka duduk dalam posisi melingkar. Urutannya sesuai dengan posisi duduk di ruang makan Sakurasou.

Sesuai urutan jam, Kanna, Iori, Ryuunosuke, Sorata, Mashiro, lalu Rita.

Di tengah-tengah, Sorata menaruh handphone.

Sudah hampir pukul sebelas. Totsuka bilang bahwa komite penilaian akan dimulai pukul sepuluh, jadi sudah hampir waktunya untuk hasilnya muncul. 

“Itu tidak berdering.”

Di saat Iori berkata demikian tanpa sadar, cahaya di layar handphone menyala. Apa yang terpampang di sana adalah nomor telepon perusahaan yang selalu dipakai Totsuka untuk menghubunginya.

"..."

Ketegangan merambat ke semua orang.

Sorata menjulurkan tangan ke handphone itu sambil menenangkan jantungnya. Dia bernapas pelan dan menekan tombol penjawab sebelum mendekatkan ke telinga.

"Ya, ini Kanda"

“Rapatnya sudah selesai, selamat!”

Dia mendengar suara penuh semangat Totsuka. Dia lupa untuk menyebutkan nama dan tidak ada salam sapa seperti biasa.

Waktu jeda sesaat, sebuah aliran listrik menyambar seluruh tubuh Sorata. Sekujur tubuhnya gemetar, energi yang meledak-ledak terkumpul di pusat tubuh. Jika dia memikirkan itu, pori-pori seluruh tubuhnya terbuka lebar untuk melepaskan hawa panas ke luar kali ini.

Dia ingin meneriakkan sesuatu, tapi suaranya tidak keluar. Hanya tinggal sedikit lagi saja dari mulutnya yang terbuka. Dia ingin mengungkapkan perasaan ini pada semua orang secepatnya, tapi dia tidak bisa mengatakan apapun.

Jadi, dia memandangi orang-orang yang berkumpul… Pada Ryuunosuke, Rita, Iori, Kanna, dan Mashiro, Sorata membelalakkan matanya lebar-lebar.

"Yossh, lolos!"

Iori melompat tinggi, mengekspresikan dengan seluruh tubuhnya. Selain itu, Kanna menghela napas lega.

Setelah melakukan tos, Rita mencoba untuk memeluk Ryuunosuke yang tidak sadarkan diri. Ryuunosuke yang diincar itu bersembunyi di belakang Sorata, sejak sebelumnya mengetahui bahaya.

Mashiro dengan suara pelan berkata, “Selamat.”

Sekali lagi… Sekarang Sorata baru saja menyadari Mashiro.

"Kanda-san?"

“Oh ya, maafkan aku.… Maaf karena anggota tim ada di sebelahku. Ngomong-ngomong, terima kasih banyak.”

“Secepat mungkin, bisakah kau datang ke rapat pukul 3 besok siang? Ayo tetapkan pengaturan untuk komersialisasinya.”

“Aku mengerti, tidak masalah.”

Dia mendengar suaranya bergetar. Tubuhnya gemetar. Mimpinya menjadi kenyataan.

“Kau akan sibuk lagi.”

“Aku akan melakukan yang terbaik!”

“Dan kurasa akan lebih menyenangkan daripada sebelumnya.”

Suara Totsuka terdengar ringan.

"Ya!"

Hati Sorata penuh dengan rasa senang dan semangat.

“Terima kasih banyak untuk dukunganmu.”

“Terima kasih juga, terima kasih!”

Teleponnya dimatikan. Sorata menarik napas dalam-dalam dan perlahan menghembuskanya. Dia menaruh handphonenya.

"Kanda"

Saat mengangkat wajah, Ryuunosuke menggenggam tangan dengan sulit.

Sorata memegang tangannya kuat-kuat dengan emosi yang lebih menyesakkan. Telapak tangannya terasa kebas. Akan tetapi, rasa kebas itu memberi tahu Sorata dengan jelas bahwa ini adalah kenyataan.

Awan yang menyegarkan berpencar nyaman di langit…. ….

“Baiklah kalau begitu, ayo rayakan kelulusan Kouhai-kun, Mashiron, Dragon dan kelolosan penilaia judul ‘Rhythm Battlers’ ~ Kanpa~i!”

"Kanpa~i!"

Malam itu, hot pot disajikan di meja Sakurasou sebagaimana harusnya. Di dinding ada spanduk bertuliskan "Perayaan Kelulusan" dan sehelai kain bertuliskan "Menang". Bahkan hidangan yang dibariskan di meja, semuanya itu disiapkan oleh Misaki.

Ada sembilan orang yang mengelilingi meja seluruhnya. Sebagai tambahan selain Sorata, Mashiro, Ryuunosuke, Rita, Iori, dan Chihiro yang adalah penghuni Sakurasou saat ini, tetangga mereka Misaki dan Yuuko yang merupakan adik Sorata juga ikut serta.

"Iya~, ini hebat~, ikan kakap memang enak!"

Misaki dalam suasana hati yang bagus sepanjang waktu.

Kelulusan Sorata dan lolosnya penilaian judul tersampaikan dengan kuat dari pikirannya.

"Piano Iori, itu benar-benar luar biasa."

Rita berkata sambil mengupas kepiting.

"Tanganmu benar-benar hebat."

"Soal itu, aku bisa berhasil kalau aku melatihnya beberapa lama."

Iori tertawa malu.

"Siapa ya yang berlatih keras diam-diam sejak para senpai tidak pergi sekolah?"

Kanna berbicara santai.

"Bukannya sudah kubilang untuk jaga rahasia?"

"Aku penasaran apa kau mau aku mengatakan itu."

Dengan wajah aneh, Kanna mengatakannya. Itu sudah jelas disengaja.

"Kau ..."

Mengabaikan Iori yang mendendam, Kanna melanjutkan lebih jauh.

“Dia juga diminta oleh guru untuk membantu mengiringi dengan piano beberapa kali, awalnya itu cukup keren.”

"Wow"

Tidak ingin mendengarkan lebih lanjut, Iori beralih menyantap kepiting.

“Oh iya, adiknya Kanda.”

Chihiro bersuara saat dia teringat sesuatu sambil menempelkan mulutnya ke kaleng bir.

"Ada apa?"

Yuuko membalas sambil mengupas kepiting.

“Kau akan tinggal di Sakurasou mulai April.”

Sorata terkejut karena pemberitahuan yang konyol itu sampai-sampai melompat dari kursinya. Kanna juga membuka mulutnya dengan kaget.

"Aku berhasil!"

Hanya Yuuko yang mengangkat kedua tangannya untuk mengekspresikan kemenangannya.

“Dia sedang dikawal di asrama karena dia membuat lukisan aneh di dinding asrama biasa.”

Sebelum mengajukan pertanyaan, Chihiro memberitahu mereka demikian.

“....Apa kau masih melakukan hal kekanak-kanakan semacam itu?”

“Yuuko punya semangat tempur futsushi!”

Mungkin, dia tidak mengerti maksudnya.

“Tapi di bulan April, tidak ada Sorata-senpai.”

Kanna mengingatkan dengan tenang.

"Ha! Gabi~n."

Yuuko terguncang saat dia menyadari hal itu. Bagaimana bisa otaknya begitu lemah.

“Kejam sekali, Onii-chan!”

“Yang kejam itu adalah otakmu.”

"Baka!"

"Bukan baka."

Sambil berkata begitu, Sorata menaruh rumput laut yang digunakan untuk hot pot ke mangkuk Yuuko.

"Wakame!" (Rumput laut)

Itu adalah rumput laut yang Yuuko ingin sekali makan. Gadis itu pun berhenti khawatir sama sekali. Tidak ada habisnya kebodohan Yuuko.

“Adik Sorata-senpai bodoh, ya?”

Dengan wajah serius, Iori bergumam santai.

“Aku bisa belajar lebih baik daripada kau, Aku tidak akan dapat nilai merah.”

"Baka na." (bodoh)

"Baka ne." (Idiot)

Kanna memelototi Iori dengan sengit.

“Ini berkat Kanna-san yang mengajariku belajar sebelum ujian.”

Dia benar-benar menghargai hal itu. Bahkan saat-saat sibuk ketika produksi game Sorata, Yuuko muncul sebelum ujian dan benar-benar mengganggu. Adalah sebuah bantuan besar kanna menolongnya belajar.

“Kalau kau terlibat dalam kekuatan persahabatan Kanna-chan denganku, aku tidak bisa lolos ujian.”

“Pada dasarnya, Yuuko mungkin mengganggu.”

“Ini, lihat, Onii-chan! Aku mengambilnya dalam dua hari.”

Yuuko dengan bangga menunjukkan bagian belakang handphonenya. Ada foto stiker yang menempel di sana. Yuuko memeluk dari samping dan mencium pipi Kanna yang sedikit kesal.

“Selain itu, lihat ini juga!”

Kali ini, Yuuko menunjukkan gambar di dalam handphone.

Foto pertama ada di dalam tempat karaoke. Dia mengambil foto seorang gadis yang sedang menyanyi dengan sebuah mikrofon. Diperhatikan lagi, gadis itu diambil fotonya dengan telapak tangan di depan kamera, sepertinya dia mengatakan untuk tidak mengambil foto. Foto kedua ada di game center. Dia sedang memeluk boneka hewan.

Sorata mengangkat wajahnya dari foto dan matanya bertemu dengan Kanna.

“Karena Kanda-san keras kepala mengajakku, kami akhirnya pergi keluar.”

Kelihatannya menyenangkan. Bisa dibilang begitu saat ada foto penuh sedang memeluk boneka hewan di dadanya.

“Yah, bagaimana dengan janji kau akan pergi denganku?”

Iori yang sedang melihat foto dari samping didorong menjauh.

Ngomong-ngomong, sebelumnya Iori dan Kanna sudah berjanji akan pergi bersama ke game center.

“Karena Kanda-san akan pergi denganku, kau tidak dibutuhkan lagi.”

“...Itu, padahal aku sangat menantikannya.”

Iori menaruh kedua tangannya di atas meja dan merosot. Kelihatannya dia benar-benar terguncang.

“Aku tidak tahu hal semacam itu.”

“Kenapa kalian tidak pergi bertiga kali ini?”

Sorata secara halus memberi bantuan pada Iori.

“Aku tidak mau.”

Tanpa basa-basi, Kana menolaknya.

“Karena bebannya terlalu banyak

Dia mengatakan alasannya. Tentunya cukup berat berturut-turut menghadapi Yuuko dan Iori.

"A~a, padahal kupikir kau menantikannya ~."

Iori yang memeluk sebelah lututnya di kursi benar-benar kacau. Bahkan, dia menggerutu sendiri agar Kanna mendengarnya.

Kanna berpura-pura tidak mendengar apapun, memecahkan capit kepiting jadi berkeping-keping.

“Kouhai-kun, apa kau sudah melakukan semua yang kau mau?”

Mendadak, Misaki menggoyang-goyang  sendok sayurnya.

Dia teringat upacara kelulusan tahun lalu. Pada waktu itu, Sorata bersumpah di depan Misaki yang lulus duluan dari Suiko. Bahwa hal-hal yang tidak bisa dia lakukan dengan Misaki dan Jin serta apa yang mereka berdua tinggalkan akan dicapai dalam sisa tahun ini….

"Yah..."

Memikirkannya lagi, dia terbatuk sambil berpikir.

Dia berpikir ada banyak peristiwa selama tahun ini.

Di musim semi, Iori, yang adalah anak baru datang ke Sakurasou. Tidak lama kemudian, Kanna yang tadinya dipikir adalah seorang murid kehormatan dipaksa datang ke sini karena alasan konyol.

Kamar-kamar Sakurasou dipenuhi lagi, dan hari-hari sibuk pun dimulai.

Dalam hari-hari itu, dia melanjutkan pelajarannya untuk menjadi seorang pembuat game. Dia mulai merasakan kesulitannya untuk beberapa saat.

Mashiro dan Nanami menyatakan perasaan mereka dan ada saat ketika dia merasakan penderitaan paling besarnya dalam hidup ini.

Dia juga bertengkar dengan Ryuunosuke.

Ini bukan hanya tahun yang menyenangkan. Dia juga menderita karena memberi jawaban. Ada banyak waktu dia merasa buruk. Akan tetapi….

“Aku tidak tahu apa aku bisa melakukan semua yang kupikirkan pada hari itu.”

"..."

“Tapi aku sama sekali tidak berpikir ingin memulai kehidupan SMA lagi. malahan, aku ingin pergi lebih awal…. Aku merasa tenang.”

Tidak ada apapun dalam pikirannya, hal semacam penyesalan.

“Jadi, kurasa ini bagus.”

Sorata menanggapi Misaki dengan penuh tekad.

“Yah, begitulah, Kouhai-kun!”

Lalu, Misaki dengan tidak biasanya membagikan kaki kepiting. Padahal biasanya dia bertengkar karena itu...

“Ngomong-ngomong, Mashiro pergi ke mana?”

Rita memiringkan kepala.

Sebelah kiri Sorata yang merupakan tempat duduk tetap Mashiro saat ini kosong.

“Dia mengejar Sakki dan pergi ke taman,” jawab Kanna. Dia masih agak mengabaikan Iori yang masih menggerutu dan bergumam sendirian.

Sorata mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Tempat ini didesain agar bisa ke taman dari pinggir ruang makan. Tapi dari sana dia tidak bisa menemukan sosok Mashiro.

Setelah berdiri, Sorata memakai sandalnya dan pergi ke luar.

Sebatang pohon sakura berdiri di taman Sakurasou. Di bawahnya, Sorata menemukan punggung Mashiro.

"... ..."

Sorata mendekat ke sampingnya tanpa berkata apapun.

Saat Sorata melihatnya, Mashiro memeluk seekor kucing putih mirip warna bunga sakura ke dadanya. Matanya mengarah ke atas pohon sakura.

“Belum mekar.”

Kuncupnya terlihat kecil dan keras. Baru bulan Maret akan mekar seperti biasanya.

“Tidak akan mekar dalam dua minggu ini.”

Pada saat ini, Sorata dan Mashiro akan menjadi mantan penghuni Sakurasou.

“Sayang sekali.”

"Itu benar."

Untuk beberapa waktu mereka menatapi kuncup-kuncup sakura saling bersisian.

Dari dalam ruang makan, suara-suara riuh bisa terdengar. Kelihatannya Misaki menjadi pusatnya dan kompetisi game dimulai. Iori memberi tahu aturan kalau yang kalah harus melepaskan sesuatu, dan Kanna kelihatannya menolak untuk ikut main.

"Sorata"

"Hmm?"

Dia melihat Mashiro agak mendongak melihatnya.

“Aku ingin minta sesuatu dari Sorata.”

Di matanya yang jernih, Sorata terpantul di sana.

“Apa itu?”

“Tolong berikan aku Mizuho, Tsubame, dan Sakura.”

Sakura si kucing yang sedang dipeluknya bersuara “Nya~

"..."

"..."

Pernyataan yang tak terpikirkan itu membuatnya berhenti berpikir. Setelah mengerjapkan mata beberapa kali, “Apa yang akan kau lakukan?”

Begitu Sorata bertanya, Mashiro menjawab, “ Aku merawatnya.”

"Serius?"

"Tentu."

"Yang benar!?"

"Serius."

"..."

Sorata tidak salah dengar. Tentu saja, ini juga bukan candaan. Mata Mashiro terlihat serius. Karena itulah dia merasa ada masalah.

"Tidak boleh?"

Sorata menghargai permintaan itu. Saat ini, katanya Misaki akan mengurus Tsubasa dan Komachi. Dia sepertinya merindukan suaminya saat tinggal sendirian di rumah yang besar.

Yang lainnya, si kucing Siam Aoba dan Asahi mendapat izin dari Chihiro, berkata bahwa Kanna dan Iori mau mengurus mereka.

Hikari, Nozomi, Kodama, Mizuho, Tsubame, dan Sakura, keenam kucing ini yang rencananya tetap dipelihara Sorata, jadi baru saja akan memikirkan harus melakukan apa pada mereka mereka. Kalau Mashiro mengambil tiga dari mereka, masalahnya sudah selesai.

Akan tetapi, ada masalah lain lagi kali ini. Ini adalah masalah besar karena apa benar tidak apa-apa kalau pemiliknya adalah Mashiro.

“Bukankah berat mengurus tiga kucing tiba-tiba? Kau sebaiknya mengambil satu dulu.”

Mencoba eksplorasi lembut.

“Aku merasa kasihan kalau hanya satu kucing.”

Memang benar.

“Apa kau sudah berkonsultasi dengan Rita?”

Untuk merawatnya, dia perlu izin dari Rita yang akan hidup bersamanya.

“”Akan jadi hal yang bagus kalau kau bisa merawatnya dengan baik.”.”

Membusungkan dada, kelihatannya dia mencoba meniru Rita walaupun sama sekali tidak mirip.

“Dan, karena itulah, kau akan menjadi ibu mereka….

“Aku akan mengurus mereka dengan baik.”

“Semua anak kecil yang memungut kucing buangan mengatakan itu.”

"..."

Di mata Mashiro yang menatapi Sorata, tanda-tanda kegigihan muncul. Gadis itu tidak mau menyerah.

“Tapi, kenapa tiba-tiba?”

“Aku akan mandiri.”

"....."

“Menjadi wanita dewasa yang bisa merawat kucing.”

Sulit untuk membayangkan dari mana pemikiran itu berasal. Sorata benar-benar terlibat.

“Bisakah kau melakukannya dengan benar?”

“Ada Rita.”

“Kau mau minta Rita yang melakukannya sejak awal!”

“Mereka hewan peliharaan yang baik.”

Mashiro dengan lembut mengelus kepala Sakura. Kucing ini mengerjapkan mata dengan nyaman.

"....Baiklah."

"Sorata?"

"Mizuho, Tsubame, Sakura jadi peliharaan Mashiro"

"Yeah ... terima kasih."

Sakura bersuara “Nya~” lagi di pelukan Mashiro.

"Nee, Sorata."

“Ada yang lain lagi?”

Walaupun gadis itu tenang sebelumnya, ekspresi Mashiro terlihat mengeras.

“Ada cerita yang penting.”

Suara itu terdengar sedikit gugup.

Sorata langsung mengerti maksudnya.

Karena itulah.

"...Aku tahu."

Dia menjawab singkat.

"...."

Sorata mengalihkan pandangannya ke pohon sakura, tidak terkejut dengan tatapan Mashiro.

“Karena aku tahu… Aku ingin kau mendengarkan cerita pentingku dulu.”

"Un..."

Mashiro yang menjawab singkat, dan seperti Sorata, mendongak melihat pohon sakura.

"Mashiro."

Dia memanggil.

"Apa?"

Baik Sorata maupun Mashiro tidak mengalihkan pandangan dari pohon sakura.

Menarik napas dalam-dalam hanya sekali dalam pikirannya. Setelah itu, Sorata tidak ragu-ragu mengungkapkan pikirannya.

"Ayo putus."

Kata yang dia ucapkan perlahan, namun tetap bergema di angin musim semi yang dingin.

"..."

Mashiro menerimanya tanpa berkata apa-apa.

Seminggu ini mengajarinya. Mereka tidak pergi untuk kencan menyenangkan seperti pasangan yang akrab, mereka tidak punya waktu untuk bermesraan di kamarnya. Setiap pagi dia terbangun, Mashiro sedang tidur di bawah meja. Menyiapkan baju, dia memperbaiki kebiasaan tidur gadis itu, dan sarapan bersama. Di siang hari mereka berkonsentrasi dengan pekerjaan masing-masing. Sorata adalah seorang pembuat game, Mashiro adalah seorang mangaka. Terkadang, saat Mashiro lapar, dia datang ke kamarnya dan makan baumkuchen dengan teh. Pada malam hari, setelah mandi, dia mengeringkan rambut Mashiro dengan pengering rambut.

Mereka tidak meminta lebih dari itu.

Hanya itu saja. Itu cukup.

Hari-hari yang nyaman itu membuatnya sadar. Dia menikmati waktu yang dihabiskan dengan Mashiro sebelum menjadi kekasihnya… Mereka bisa menjadi diri mereka sendiri sebagaimana mestinya… Semua hal itu mengajarkan bahwa mereka ada untuk satu sama lain.

Sangat sulit untuk menyeimbangkan semuanya.

Dia menghargai impian Mashiro, namun tujuannya juga penting. Dia tidak ingin kehilangan hubungan mereka, tapi ada saat-saat di mana mereka harus memberi prioritas di tempat lain sehingga mereka berdua sama-sama menderita karenanya. Semakin mereka mendedikasikan diri pada impian mereka, waktu kebersamaan mereka pun berkurang… Begitu mereka ingin bertukar posisi… … Mereka harus saling menyakiti di hadapan realita yang tak terelakkan.

Dia berpikir tidak ada yang salah, tapi perasaan mereka tidak saling bertemu. Sudah pasti, itu tidak akan berubah di masa yang akan datang. Walaupun mereka adalah sepasang kekasih, mereka tidak akan bisa mendukung impian satu sama lain karena mereka memiliki mimpi yang ingin dipenuhi…. Karena ada tempat yang ingin mereka capai, mereka tidak akan bisa memiliki waktu yang mereka inginkan untuk bersama-sama. Dan suatu hari, perasaan cinta yang memenuhi dada mereka dengan kehangatan akan berubah menjadi rasa tidak suka yang gelap.

Itu terlalu menyedihkan…. Bahkan walaupun mereka masih saling mencintai, mereka berpikir adalah hal yang terbaik kalau mereka berpisah saja.

"Itu benar."

Sebuah suara hangat membalasnya.

“Kurasa itu yang terbaik.”

Suara favorit Sorata.

Angin berhembus pelan.

Udara, masih terasa dingin, membuatnya kebas hingga jauh ke dalam dirinya.

“Dan kalau begitu,”

Sorata tidak berkata apapun.

“Maka aku bisa mendukung mimpi Sorata….”

Sebelah wajahnya terlihat hanya sedikit berkerut perih.

“Semoga beruntung dengan manga-mu.”

Sorata mengucapkan kata-kata yang keluar dari dalam hatinya.

"Un. Sorata juga berjuang keras."

Saat itulah dia melihat senyuman yang tersungging di bibir Mashiro, bersinar benderang dengan kebaikan hati yang lembut. Itu adalah raut wajah yang tidak pernah dia lihat sampai saat ini, senyumannya yang terindah.

Dia mengajariku banyak hal.

Aku bertemu dengannya.

Aku tertarik padanya.

Aku merasa kewalahan karena dia… …. Aku merasa cemburu padanya.

Dipukul olehnya.

Aku menjadikannya tujuan. Aku mengejarnya.

Dan, aku jatuh cinta padanya….

Sebuah perasaan hangat tetap tinggal dalam hatiku.