WARNA DUA LUKISAN

(Part 2)

(Translator : Hikari)


Sekitar dua minggu setelah tanggal 3 Februari. Hari Jumat. Saatnya Setsubun.

Pada hari ini, Sorata bangun dan makan kacang yang dibungkus oleh Misaki kemudian pergi ke kantor perusahaan game sejak pagi. Ini untuk menjalani rapat tentang kemajuan "Game Camp".

Sejak dua hari yang lalu, siswa kelas tiga tidak diharuskan untuk datang ke sekolah. Bagi Sorata yang sedang mengerjakan mastering pada akhir bulan, ini adalah saat yang bagus.

Seharusnya, dalam jadwal rapat kemajuan dengan Totsuka dan Hayakawa ini akan  menyimpulkan isi dari master-up.

"Jadi, karena perkenalan skenarionya berjalan lancar, lakukan master-up sampai hari terakhir bulan Februari seperti yang dijadwalkan sejak awal. Aku akan menerima pada tanggal 1 Maret untuk penyerahan masternya."

"Baik."

Menanggapi Totsuka, Sorata mengangguk mantap.

Skenario Kanna berjalan dalam kecepatan tinggi. Mungkin akan selesai dalam waktu seminggu. Kualitasnya juga bagus. Seperti sebuah panggung drama, seekor monyet besar membuat kami membacanya dengan serius dalam cara yang konyol.

Iori dengan patuh memuji Kanna setelah membaca teks yang muncul.

“Kau, hebat…”

"Pada dasarnya semua orang bisa menulisnya.”

Kanna yang merespon dengan santainya, bahkan tidak terlihat serius.

Skenario setengah bagian pertama yang diterima itu sudah dipasang dengan sepenuhnya memanfaatkan game engine yang Ryuunosuke buat. Itu adalah layar jenis petualangan teks 2D, tapi karakternya adalah 3D dan bisa digerakkan dengan sebuah sapuan. Berkat hal itu, layar game-nya bisa terlihat luar biasa.

Sementara Kanna menyaksikannya,

“Ini benar-benar akan jadi sebuah game.”

Ekspresinya terlihat sumringah meskipun sepertinya agak terkejut.

"Woah, Sorata-senpai, ini gawat! Gadis ini tertawa!”

"Tidak tertawa.”

Saat Iori menunjukkan itu, Kanna langsung bereaksi.

"Tidak, kau tadi tertawa.”

"Tidak tertawa.”

"Tolong tertawalah!”

Iori kelihatannya tidak dapat menahan diri meskipun harusnya bisa menikmati senyuman langka Kanna lebih lama lagi kalau dia bisa tetap diam. Sayangnya, Kanna berhenti tersenyum. Sebagai gantinya, Iori menerima tatapan dingin.

Jadwal suara yang ditugaskan pada Iori jelas terhambat tapi dalam sebulan itu bangkit kembali. Dia memproduksi secara masal lagu-lagu dengan lirikinya. Sudah jelas bagi semua orang bahwa masuknya Kanna berdampak positif. Terlebih lagi, sejak Iori menggubah sendiri musik di bagian sound gauge sambil diajari Ryuunosuke, Sorata bisa berkontribusi besar dalam penyesuaian keseimbangan stagenya.

Di bulan yang tersisa, meskipun ada keadaan yang tidak bisa dilonggarkan, ada sebuah respon bahwa ini bisa berlangsung seperti ini sampai rampung. Dia mengatakan itu pada Ryuunosuke kemarin.

"Hei, Akasaka. Menurutmu kita bisa menyelesaikan mastering di bulan ini dengan kondisi yang bagus seperti ini?”

"Itu adalah situasi yang merepotkan.”

"Di mana kita berada?”

"Kurasa juga begitu. Kanda-lah yang setuju dalam hal ini… Aku mungkin telah melewatkan sesuatu.”

“Di sinilah aku akan memuji perkembangannya…”

"Akan tetapi, mulai dari sini adalah titik kritisnya.”

"Aku mengerti…”

Kesulitan dalam menyelesaikan ini dialami ketika “Galaxy Cat Nyaboron” dibuat pada saat festival budaya tahun lalu. Kali ini lebih besar daripada itu. Ada banyak bagian yang memerlukan penyesuaian keseimbangan, juga ada banyak hal yang diperiksa untuk debugging. Tapi karena itulah hati ini begitu antusias.

"Baiklah kalau begitu, Kanda-san.”

"Ya."

Sorata menjawab dengan jelas Totsuka yang mengajukan pertanyaan.

"Begitu jadwalnya selesai, sekarang waktunya bersiap untuk mengulas ulang judul.”

Tubuh Sorata menegang mendengar kata-kata Totsuka. Akhirnya, dia mencapai gerbang besarnya. Waktu untuk game ini pun mendekat.

Hayakawa yang berada di sebelah Totsuka membuka sebuah buku catatan berwarna biru gelap.

"Yang tercepat, pada tanggal 8 Maret pengulasan judulnya sudah diumumkan.”

Hari upacara kelulusan. Akan tetapi, karena komite penjurian tidak berpatisipasi langung dengan Sorata dan tidak perlu melakukan presentasi, tidak ada masalah sekali pun itu dilakukan pada hari tersebut.

“Kalau kau mau melewatkan hari itu, saat berikutnya kira-kira tanggal 28 Maret.”

Mata Totsuka dan Hayakawa bertanya, “Apa yang akan kau lakukan?”

Jawabannya sudah diputuskan. Dia menetapkannya sejak awal. Dia tidak akan mengundurkan waktunya. Juga seperti waktu lalu, sekalipun sound game lain diajukan pada rapat pengulasan, Sorata pikir akan lebih baik untuk menang lebih awal dalam permainan itu. Dia percatya diri dengan apa yang telah mereka sampai hari ini. Dia bekerja dengan staff terbaik. Ryuunosuke, Iori, Rita, Kanna, Misaki yang membantunya. Walaupun ada kebingungan-kebingungan, dia tidak bisa bilang kalau dirinya tidak memiliki kepercayaan diri.

Sorata perlahan mengambil napas dalam-dalam.

“Aku akan mengambil tanggal 8 Maret.”

Dan itu terucapkan dengan jelas.

“Baiklah, jadi aku akan langsung mengaturnya.”

“Terima kasih.”

Dengan demikian, tanggal pertempurannya telah ditetapkan.

Setelah menyelesaikan rapat kemajuan dan meninggalkan kantor, Sorata tidak langsung kembali ke Sakurasou. Dia akan menaiki subway dan pergi sekitar dua stasiun.

Di bagian depan stasiun tempatnya turun, papan-papan iklan dan majalah manga dan majalah mingguan menarik perhatian. Ini adalah stasiun terdekat ke penerbit Mashiro.

Di papan panduan kuning, dia mencari pintu keluar dan naik ke permukaan. Dia melihat bangunan putih hotel di sebelah kiri.

Dia mendekatinya, jadi dia berencana untuk bertemu dengan Mashiro.

Dia belum melihat wajah Mashiro hampir sebulan. Dia belum mendengar suaranya selama lebih dari dua minggu. Seperti biasa, dia tidak muncul di telepon. Hanya email yang dibalas beberapa kali, tapi hanya kalimat-kalimat pendek seperti “Yeah”, “Aku mengerti”. Dia bukanlah tipe orang yang membalas dengan email panjang, tapi ini benar-benar tanpa perasaan. Bukan seperti ini caranya pria dan wanita berinteraksi saat berpacaran.

Karena kondisi ini, dia telah menghubungi Ayano lebih dulu tentang kunjungan hari ini.

Pergi melewati pintu masuk hotel yang sangat besar. Walaupun dia telah terbiasa dengan bangunan kantor perusahaan game, pergi ke tempat seperti ini untuk pertama kalinya tetap saja membuat gugup.

Ada sebuah kedai kopi di ruang terbuka sebelah kiri di bagian depan. Ayano bilang, “Aku akan membawa Shiina-san ke sana, jadi ayo bertemu di kedai kopi di lantai pertama.”

Saat dia sedang berdiri di depan kedai, seorang pramusaji datang. Sorata memberitahukan padanya bahwa dia akan bertemu orang. Sejauh mata memandang di bagian dalam kedai, tidak ada sosok Mashiro dan Ayano. Melihat jam tangan, dia lebih awal lima menit dari waktu yang dijanjikan.

“Silakan duduk di sini.”

Dan si pramusaji membawanya ke sebuah meja yang mengarah ke luar. Dia sepertinya telah memikirkan pertemuan tersebut. Sorata bisa dengan mudah melihat Ayano dari sini.

Sorata memesan racikan kopi yang ada di menu. Secangkir harganya 600 yen. Dia merasa itu mahal, tapi mau bagaimana lagi.

Sambil minum kopi, Sorata memutuskan untuk mengirimkan email laporan pada Ryuunosuke.

- Ulasan judul diputuskan diadakan tanggal 8 Maret.

- Oke.

Balasannya luar biasa singkat.

- Apa ada yang lain lagi?

- Boleh kukatakan?

- Tentu saja, benar-benar boleh.

- Kalau begitu pulanglah setelah kau meninggalkan kekhawatiranmu.

Untuk Sorata yang saat ini, itu tepat mengenai dirinya yang terdalam. Sorata menunda untuk membalas.

Dia memikirkan balasan yang bagus, tapi dia tidak dapat memikirkan apapun. Kemudian, ada email yang terkirim lagi dari Ryuunosuke. Saat dibuka, dia bisa tahu bahwa itu dari Maid-chan.

- Saya tidak yakin apakah Sorata-sama tidak sensitif, jadi saya akan menjelaskan email dari Ryuunosuke-sama sebelumnya. Ryuunosuke-sama yang baik hati mencoba membantumu untuk berbaikan dengan Mashiro-sama secepatnya. 

- Akasaka merangkumnya dalam email, kenapa kau membeberkan isinya? Aku memahaminya dengan cukup baik!

- Oh, saya terkejut (terkejut)

- Aku menjadi dewasa sedikit demi sedikit

- Jika Sorata-sama adalah seorang dewasa, kelihatannya sedikit berbaikan dengan Mashiro-sama, ya ‘kan? Kelihatannya, saya mengatakan hal-hal yang tak perlu lagi.

- Saya menantikan kabar baik yang dikirim dari Sorata-sama yang dewasa. Dari idola semua orang · Maid-chan

Ada juga idola yang menganggur.

"Haa ..."

Memasukkan handphone ke dalam saku dan menyeruput kopinya. Dia melihat ada orang yang memasuki kedai kopi di tempat penerima tamu.

Itu Ayano. Dengan blus putih, jaket biru gelap, ditambah rok ketat senada. Ayano yang menurunkan tote bag besar dari bahunya, datang sendirian ke kedai.

Dia penasaran apakah Mashiro akan terlambat datang. Mungkin tidak. Ekspresi Ayano yang terlihat menyesal menceritakan kisahnya.

"Maafkan aku."

Saat dia tiba di meja, dia menundukkan kepala.

Pramusaji yang membawakan menu terlihat sedikit bingung.

“Ada apa dengan Mashiro?”

“Aku berpikir untuk memberi kejutan pada Shiina-san, jadi aku merahasiakan bahwa Kanda-kun akan datang sampai tadi…”

Ayano mengatakan pada si pramusaji “pesan yang sama”. Pria itu pun menundukkan kepalanya sedikit.

“Kurasa itu malah jadi bumerang. Shiina-san, dia sedang tidur sekarang… Dia tidak akan bangun meskipun aku memanggilnya.”

Entah kenapa, Sorata merasa bahwa itu adalah bohong. Ayano dengan hati-hati mengatakan kebohongan...

“Dia bilang padamu kalau dia tidak ingin menemuiku.”

"Tsu?"

Ayano mengerutkan alisnya dengan cepat.

“Apa itu benar…”

Saat mata mereka bertemu, Ayano tersenyum paksa.

“Aku minta maaf, memang benar aku merahasiakannya dari Shiina-san. Kurasa dia seharusnya merasa terkejut… Tapi, meskipun aku pergi untuk menjemput ke kamarnya sekarang, dia bilang tidak ingin bertemu denganmu.”

Sepertinya Ayano ragu-ragu bagaimana harus mengatakannya. Dari situ tersampaikan bahwa dia tidak dapat memahami perasaan Mashiro.

“Aku minta maaf kali ini karena melibatkan Kanda-san dalam suasana yang tidak enak.”

Ayano bicara sementara kopinya dibawakan.

“Ini terlihat seperti cara berpikir orang dewasa.”

Sorata tertawa.

“Yah, mau kutunjukkan kamarnya?”

Ayano mengalihkan pandangan dari cangkir kopinya.

“Itu kedengaran menyenangkan tapi… sepertinya sulit.”

Dari ekspresi getirnya, jelas terlihat Ayano menghabiskan banyak waktu untuk membujuknya.

Karena itulah Sorata tidak bisa mengganggu Mashiro.

“Tapi silakan lakukan saja.”

“Baiklah.”

Ayano memanggil si pramusaji dan menyelesaikan hitungannya. Saat Sorata mulai mengeluarkan dompet, dia tertawa “OK”.

Mereka kemudian menaiki lift dan menuju ke lantai tujuh.

Mereka langsung melintasi koridor berkarpet sampai ke ujung. Sementara itu, Sorata dan Ayano tidak membuka mulutnya.

“Di sini.”

Mereka berhenti di depan kamar 701.

Tanpa ragu, Sorata membunyikan bel kamar.

Ada tana kehadiran seseorang dari balik pintu. Dia mendengar suara gemeresak dan langkah-langkah kaki.

“Ayano?”

Itu adalah suara Mashiro. Dia mendengarnya lewat pintu, dia tidak salah. Mungkin gadis itu sedang berdiri di depan pintu.

"Mashiro. Ini aku."

Sorata berbicara dengan lembut.

"... !?"

Bersama dengan keterkejutan yang tidak terdengar, itu adalah tanda dia dengan segera kabur ke belakang ruangan.

“Memang benar, itu…”

Sorata besandar pada pintu dan mengeluarkan handphonenya, memanggil nomor Mashiro.

Ayano yang sedang menyaksaikan, berkata dengan suara berbisik “Aku akan menunggu di bawah”. Mungkin karena dinilainya ini akan lama. Saat Sorata mengangguk dalam diam, Ayano berkata kembali di koridor, “Semangat”.

Sementara itu, kesadaran Sorata kembali pada telinga yang disendengkan pada handphone. Dia mendengar nada tunggu. Sudah jelas, handphonenya menyala.

Tapi, mungkin karena dia tidak bisa terhubung, Sorata berpikir gadis itu tidak akan keluar.

“Mashiro, tolong keluarlah, kumohon.”

Dia pun berbicara dari luar.

“Bahkan meski hanya mendengarkan ceritaku saja.”

Dia tidak bisa mengatakan terlalu keras. Itu akan mengesalkan.

"..."

Nada dering yang intens pun berlanjut. Mashiro tidak akan keluar.

Di saat dia berpikir ini buruk, suarang dering pun terhenti.

"Mashiro?"

Dia memanggil kesunyian.

"..."

Tidak ada balasan.

Akan tetapi, terdapat suara napas. Mashiro berada di sisi lain telepon.

Karena dia merasa sedikit lega, tenaganya sedikit menghilang dari kaki. Sorata pun merosot turun sambil bersandar pada pintu di belakangnya, dan duduk di lantai dengan kedua kaki tertekuk tegak.

“Apa kau makan dengan benar?”

“Apa kau pilih-pilih atau membuat kesal Iida-san?”

Dia tidak memutuskan untuk berbicara tentang apapun. Kata-kata mengalir begitu saja dari mulutnya.

Setelah beberapa saat, suara Mashiro terdengar.

"... Aku makan."

Nada suaranya menggelitik gendang pendengaran.

"Benarkah?"

"... Ayano bilang aku jadi sedikit gemuk."

"Yang benar!"

"... Sorata, aku senang."

Sedikit lebih lambat dari biasanya. Sorata penasaran apakah dia merasa seperti ini karena sudah lama dia tidak mendengarnya.

“Tidak, aku tidak bisa membayangkanmu jadi gemuk. Aku benar-benar ingin bertemu denganmu.”

“Aku tidak akan bertemu Sorata sampai aku berhasil…”

“Apakah itu alasannya menghindariku?”

Sorata bertanya-tanya bagaimana menyentuhnya, bagaimana mendoronya. Dia tidak bisa datang sejauh ini dan hanya bisa bercerita. Kalau mereka tidak berhadapan dengan benar, mereka tidak bisa bergerak maju. Sorata dan Mashiro sedang berdiri dalam fase semacam itu.

"...... Tidak."

Ada jeda waktu antara balasan dan ucapan Mashiro.

“Itu candaan sekarang, jadi kau tidak perlu menjawabnya dengan serius.”

“Aku tidak ingin melihat Sorata.”

Sebuah panah tajam melesat ke tempat yang tidak dia duga. Menancap tajam di dadanya.

“Itu guncangan yang luar biasa.”

Sambil berkata begitu, Sorata tertawa. Dia merasa tidak akan bisa lanjut bicara lebih jauh lagi kecuali dia bisa tertawa.

“Jadi pulanglah.”

“Apa kau masih marah karena Natal?”

Ada penyebab lainnya. Sorata menyadarinya. Itu hanyalah sebuah alasan, masalahnya berakar lebih dalam lagi.

"Tidak."

"Jadi, kalau begitu ..."

Sorata bisa merasakan tanda-tanda untuk pergi dari kamar itu mendekat perlahan.

“Sekarang, kalau aku bertemu Sorata, aku akan ingin lebih lagi melihat Sorata.”

Suaranya juga terdengar lewat pintu.

“Saat aku bicara dengan Sorata, aku jadi ingin berbicara lebih banyak. Aku ingin kau bersamaku.”

“Aku ingin melihat wajah Mashiro. Aku ingin berbicara saling bertatapan.”

"Tidak."

"Kenapa?"

Dia tidak sedikit takut untuk bertanya. Ada kemungkinan bahwa kata-kata yang tidak bisa ditarik lagi mungkin akan muncul dari pikirannya.

“Aku tidak ingin meninggalkan Sorata.”

“Aku sangat menyambutnya.”

“Aku ingin kau bersamaku sampai pagi.”

"..."

“Aku ingin kau tetap bersama denganku esok hari dan selamanya.”

“Itu sedikit sulit.”

Sorata menjawab dengan jujur.

Sekarang adalah waktu yang penting untuk melakukan mastering yang akan diserahkan pada akhir bulan. Baru beberapa waktu yang lalu dia memutuskan jadwal untuk pertemuan ulasan judul...

“Saat aku memikirkan Sorata, aku tidak mengerti.”

“Aku tidak tahu…”

“Aku tidak akan mengerti.”

Suara Mashiro terdengar kecil.

“Walaupun aku sendirian, sepertinya ada banyak hal sekarang.”

Itu bahkan bukan tangisan...

“Aku suka Sorata.”

Itu bahkan buka suara yang menggelegar...

“Aku bukannya tidak menyukai Sorata.”

Itu seperti dia sedang mencoba mengungkapkan perasaan apa adanya...

“Aku ingin impian Sorata menjadi kenyataan.”

Itu bukanlah kemarahan...

“Aku tidak berpikir bahwa impian Sorata seharusnya menjadi kenyataan.”

Itu bukanlah tangisan mendalam.

Jelas terlihat, Mashiro telah memikirkannya sejak mulai menginap di hotel. Setelah terpisah dari Sorata, dia menemukan kembali perasaannya, sama seperti Sorata...

Karena itulah, Mashiro tenang dari awal hingga akhir. Dia mengerti bahwa dirinya tidak paham dan mengakui perasaannya.

Hanya suara yang samar-samar gerhetar karena pikirannya terganggu oleh perasaan aneh...

“Kalau kau tidak punya untuk bersamaku, aku tidak bisa mendukung impian Sorata…”

"........"

Dia diberitahu dengan jelas. Sorata dipenuhi dengan kata-kata. Napasnya tercekat.

Degup jantungnya semakin cepat. Sepertinya mulutnya pun mengering dengan cepat, dan pandangannya menggelap.

“Jadi aku tidak bisa bertemu Sorata.”

Apa ada cara untuk menyelesaikan masalah di hadapannya?

Sejak mereka mulai berpacaran, waktu yang mereka habiskan bersama menjadi semakin sedikit. Manga Mashiro perlahan meningkat dalam hal evaluasi dan penjualan, dan Sorata juga sangat disibukkan dengan produksi “game camp”. Karena itulah jumlah kencan mereka berkurang, dan dia tidak bisa memenuhi janji Natalan di mana dia akan menghabiskan waktu bersama-sama berduaan saja.

Dia merasa itu adalah kisah yang sarkastis. Karena kesalahan-kesalahan meningkat begitu banyak ketika mimpi satu sama lain bergerak maju.

Tangan yang terulur ke arah mimpi mereka akan membuat mereka semakin menjauh. Itu akan terjadi di masa yang akan datang di mana mereka tidak akan bisa menghabiskan waktu khusus bersama-sama seperti saat Natal. Mereka mungkin akan melakukan kesalahan buruk satu sama lain.

Mustahil menjadi seorang dewasa yang cukup pintar untuk berkata bahwa dia tidak peduli karena ini untuk mimpi satu sama lain di hadapan kenyataan semacam itu. Dia berpikir bahwa bagian dari hubungan antara kekasih dapat dipertahankan dengan menghabiskan waktu sebagai pacar dengan benar, jadi dia dapat merasakan kehangatan yang terkuras dengan begitu cepat, dia merasa lega. Karena mereka berada dalam jarak di mana mereka dapat bertemu satu sama lain setiap hari, dia berpikir mereka sedang mengencani satu sama lain. Saat mereka berjauhan, itu terlalu tidak stabil bagi hati mereka. Sorata dan Mashiro tidak cukup untuk saling percaya hanya dengan pikiran mereka. Kelihatannya tidak mungkin cinta dapat dipuaskan hanya dengan saling memikirkan satu sama lain.

“Aku tidak ingin mengganggu Sorata, tapi aku jadi mengesalkan Sorata.”

“Aku terbiasa dibuat kesal oleh Mashiro.”

“Aku benci itu. Aku tidak ingin melihat Sorata!”

Tangisan itu terdengar langsung melewati pintu. Pintu tersebut dipukul bagian atasnya. Mashiro sedang menderita dari emosi yang tak tertahankan...

“Mashiro, ingatlah satu hal.”

"..."

Dia tidak langsung mengatakannya.

Sorata menarik napas dalam-dalam seakan sedang memantapkan dirinya sendiri.

Dia menjauhkan handphonenya dari telinga dan mengangkat wajah.

“Meski demikian, aku mencintai Mashiro dan aku benar-benar mencintai apapun tentang Mashiro.”

Mengumpulkan kekuatan di tubuhnya, Sorata berbicara secara langsung.

"..."

Tidak ada balasan dari dalam kamar.

“Karena itulah aku menunggu. Aku menunggu Mashiro di Sakurasou, tidak peduli kapan Mashiro kembali.”

"..."

Dia berpikir dirinya hanya akan mengganggu Mashiro kalau dia tetap di sini lebih lama lagi.

"Telepon aku lagi."

Begitu dia berdiri, Sorata meninggalkan pintu tersebut.

Sorata yang kembali ke lobi hotel memanggil Ayano yang sedang menunggu di kedai kopi. Sambil menunggu dia berkonsultasi dengan Mashiro, Ayano menyantap pasta untuk makan siang.

Pada saat itu, dia menanyai Ayano apa yang dia cemaskan.

"Permisi, Iida-san"

"Ada apa?"

“Mashiro, apa ada masalah dengan naskahnya?”

“Tidak ada masalah. Malahan, ekspresi emosionalnya semakin baik. Bagian yang tadinya kupikir merupakan titik lemah Shiina-san… Terutama ketika karakternya khawatir atau perhatian. Dia menghabiskan lebih banyak waktu dalam name daripada sebelumnya dan dia bilang dia ingin meningkatkan jumlah halamannya lebih lagi… Itu luar biasa.”

“Kuharap manganya dalam keadaan baik. Aku lega.”

Mashiro tidak goyah. Dia tahu dengan jelas apa yang penting. Kelihatannya begitu bagi Mashiro.

“Yah, aku akan menghubungimu kalau ada apa-apa. Kanda-kun juga, hubungi aku jika ada sesuatu yang dikhawatirkan.”

"Ya"

Sorata berpisah dari Ayano di depan hotel dan menuruni tangga ke stasiun bawah tanah. Dia akan menaiki kereta dan kembali ke stasiun Geidaimae yang biasa.

Saat meninggalkan gerbang tiket, dia memeriksa waktu di handphonenya. Pukul dua siang. Alasan dia kembali lebih awal adalah rapat “Game Camp” berakhir cepat di luar dugaan pukul 10 pagi.

Kaki Sorata menuju ke area perbelanjaan di jalan bata merah.

Langkahnya terasa berat. Tanpa disadari, dia terpengaruh syok akibat tidak dapat bertemu Mashiro. Perkataan Mashiro terus terngiang di pikirannya.

The gait is heavy. Beyond being aware, he was dragging the shock that he could not

- Kalau kau tidak ada waktu untuk bersamaku, aku tidak bisa mendukung impian Sorata…

Kata-kata itu menempel di telinganya dan tidak mau pergi. .

Kenyataan bahwa Mashiro memberinya mimpi untuk menjadi seorang pembuat game, tapi tidak didukung oleh Mashiro membuatnya sangat sesak.

"... Apa ada hal semacam itu?"

Gumaman kecewa meluncur dari mulutnya.

Sorata berjalan menurun langsung menuju ke area perbelanjaan.

"Ot-chan, berikan aku semua yang enak!"

Dia mendengar sebuah suara yang penuh semangat.

Itu berasal dari seseorang yang punggung yang membungkuk, tubuhnya besar, dan penampilannya langsung ditemukan.

Misaki sedang menari-nari di depan toko ikan.

Dia itu aneh karena selalu penuh energi dan dia bercahaya terang ke sekelilngnya.

Keranjang belanja yang ada di kakinya dipenuhi dengan daging dan minuman beralkohol. Bahkan hanya dengan melihatnya, itu bukanlah jumlah yang suaminya, Mitaka yang sedang universitas bisa tangani.

"Misaki-senpai"

Balas berbicara padanya, Misaki memutar tubuh.

"Oo, Kouhai-kun! Aku bertemu dengannya di sini selama seratus tahun! Yes, ini dia!"

Dia menyerahkan kantung plastik yang diberikan padanya dari toko ikan pada Sorata tanpa basa-basi. Itu luar biasa berat. Ada satu ikan flounder besar, lima fillet ikan cod dan enam orang di depan. (TN: ...aq bingung…)

“Apa kau akan makan semua ini sendirian?”

Misaki bisa melakukannya.

“Kita akan berpesta di Sakurasou hari ini~ n!”

“Aku belum mendengar soal itu. Pada dasarnya, ada perayaan apa?”

“Sampai hari di mana master-up diterima! Ayo kita lakukan yang terbaik dan adakan pesta!”

Misaki memiliki kepercayaan diri yang absolut dalam pernyataannya. Sorata tidak berpikir wanita itu mengatakan sesuatu yang lucu dan dia tidak meragukannya.

"Begitu, ya."

Sementara dia menghargainya, Sorata memutuskan untuk menerimanya apa adanya. Seiring dengan produksi yang akan berakhir, dia merasa bahwa bahkan dirinya tidak punya waktu untuk masak atau makan karena alasan sibuk. Ini hal yang luar biasa sejak memasuki tahun ini, dan ada banyak menu sederhana di mana dia bisa makan dengan cepat.

Mulai berjalan bersama dengan Misaki yang selesai menghitung, Sorata akan berbelanja lain waktu.

"Haa"

Helaan napas yang muncul begitu dia mulai berjalan dilakukannya sama sekali tanpa sadar.

“Ada apa, Kouhai-kun? Kau tidak cukup berenergi!”

“Hal semacam…”

Bukan apa-apa.

“Kupikir energimu sudah diisi ulang oleh Mashiron!”

Semua orang di Sakurasou tahu bahwa Sorata menemui Mashiro hari ini. Mahasiswi-istri di sebelah rumah juga tahu.

“Aku tidak bisa bertemu dengannya.”

Dia menjawab dengan nada yang agak lesu.

"Eh~ kenapa!"

“Dia bilang dia tidak ingin melihatku.”

“Begitukah~”

Misaki terlihat bersimpati.

“Yah, aku bisa berbicara sedikit.”

“Bagaimana keadaan Mashiron?”

“Dia mengatakan padaku kalau dia tidak mengerti. Saat dia memikirkan aku, ada banyak hal tentang dirinya…. Dia ingin bersamaku tapi dia tidak ingin bersamaku. Dia tidak bisa mendukung impianku sebagai pembuat game juga… itulah jawabannya.”

"Aku mengerti~"

Misaki mengangguk.

“Apa kau mengerti sekarang?”

Dia tidak memiliki kepercayaan diri bahwa dia bisa menjelaskannya dengan baik.

“Mashiron sedang merasakan cinta.”

Nada bicara Misaki naik dari rendah menjadi riang.

"Eh?"

Di luar dugaan, Sorata bersuara bodoh.

“Aku juga sama, ada banyak diriku!”

Dia tidak mengerti kenapa.

“Kurasa aku bisa selama, jadi aku ingin Misaki-senpai

"I think I can survive, so I want Misaki-senpai to let me be alone"

Seulas senyum getir tersungging.

Misaki terus bicara tanpa mempedulikan Sorata.

“Aku ingin segera berada di sisi Jin, tapi aku tidak ingin mengganggu Jin. Aku tidak ingin dibenci karena merepotkannya, tapi terkadang, aku juga ingin mengunjungi Jin di Osaka setiap saat.”

Dari keranjang belanja, Misaki menarik keluar sebatang daun bawang.

"........."

Sepertinya Misaki mengerti kebenaran penjelasan tersebut. Sejujurnya, Sorata terkejut.

“Aku mulai mencintai Jin dan aku menemukan banyak hal yang tidak kuketahui.”

Misaki mengayunkan daun bawang seperti sebilah pedang.

“Jadi, cinta adalah rentetan pertemuan hal-hal baru!”

Daun bawang itu ditudingkan ke hidung Sorata.

Gara-gara hal itu, cerita yang bagus pun jadi berantakan, tapi Sorata memahami perkataan Misaki dari dalam hatinya.

"Aku setuju."

Sorata juga ingat hal itu pun berlaku baginya. Bahkan saat ini.

Dia merindukan Mashiro, dia cemburu dengan bakatnya, dan dia menyadari betapa kacau dirinya ini. Dia ingin mengubah dirinya, dia ingin melewatinya, dia ingin bisa memenuhi tantangannya.

Mengikuti jalan tak terlihat yang jauh jauh sekali, bergegas terburu-buru… Ada saat di mana dia bisa melindungi dirinya sendiri dengan melukai orang lain. Dia telah melihat banyak hal buruk tentang dirinya sendiri.

Ya, Misaki benar.

Berpacaran dengan Mashiro mengajari Sorata banyak hal tentang dirinya sendiri. Ada banyak emosi yang lahir saat merasakan cinta. Dia memiliki tak terhitung banyaknya aspek dari dirinya yang bisa dia ketahui. Bukan hanya hal yang baik, ada banyak hal juga yang akan membuatnya memalingkan wajah.

Akan tetapi, memang benar dia bisa mengambil langkah berikutnya dengan menghadapi emosi semacam itu. Dan memang benar juga bahwa dirinya bertemu dengan dirinya yang baru.

Dirinya sendiri, termasuk yang baik maupun yang buruk.

Saat ini, pada detik ini Sorata dapat berpikir.

Tidak ada hal yang disia-siakan, tidak ada yang perlu dilakukan.

“Baiklah, Kouhai-kun.”

"Apa?"

“Karena Mashiron pantang menyerah, dia pasti akan menyusul Kouhai-kun.”

"Apa?"

Mendengar pernyataan tak terduga itu, Sorata bersuara aneh.

Biasanya selalu Sorata yang mengejar Mashiro. Akan tetapi, Misaki mengatakan hal yang sebaliknya.

Sorata melemparkan pandangan ragu pada Misaki. Dia ingin wanita itu menjelaskannya.

Tapi Misaki berbalik.

“Kouhai-kun, bawa Mashiron dan larilah dengan benar!”

Itu adalah satu langkah lebih maju.

Meski demikian, Sorata,

"Ya."

Menjawab dengan jelas.

Dia sama sekali tidak mengerti apa yang Misaki katakan. Mungkin dirinya hanya merasa bahwa dia mengerti. Akan tetapi, dia merasa dia bisa menerima sesuatu yang penting.

Misaki yang berjalan di sebelahnya tersenyum lebar.

Karena itulah, Sorata berpikir ini adalah hal yang bagus.