HARD BATTLE

(Author : Rafli Sydyq)


    Tepat saat bulan berada di puncak, para Makhluk Buas sudah melancarkan serangannya. Dengan awan debu tebal di belakang mereka, pasukan sebanyak lebih dari 10.000 Makhluk Buas mulai melaju menuju kota Marland.

Masing-masing dari mereka memiliki penampilan buas dan haus akan darah manusia. Mereka tidak memerlukan sebuah alasan, bahkan sangat diragukan kalau mereka bisa berpikir secara rasional. Satu-satunya hal yang menggerakkan mereka adalah insting mereka sendiri. Insting akan daging manusia, dan keinginan untuk menciptakan sebuah pembantaian. Akan tetapi...

“Ghyaaa...!!!”

“Guhuuu...!”

“Kryaaa...!!

Para Makhluk Buas yang berada di barisan depan harus menghadapi nasib tragis. Beberapa dari mereka harus rela hancur berkeping-keping karena ranjau yang mereka injak, sebagian lainnya harus rela terperosok kedalam lubang di tanah dan kehilangan nyawa karena tubuh mereka tertusuk oleh tombak yang sudah disiapkan di dasar lubang, sedangkan yang lainnya harus rela tersengat listrik, terpotong oleh pisau angin, dan masih banyak jebakan lainnya yang siap untuk menghabisi siapapun yang masuk kedalamnya.

“Sekarang, regu Pemanah dan regu Penyihir.... TEMBAK!”

Atas perintah Chayton dari Golden Eagle yang menjadi Komandan pasukan, ratusan anak panah dan mantra sihir berterbangan dan menghantam setiap Makhluk Buas yang beruntung karena terhindar dari jebakan.

Semua ini adalah bagian dari strategi kami. Karena jumlah musuh yang sangat banyak, kami diharuskan untuk mengurangi jumlah mereka terlebih dahulu sebelum melakukan serangan langsung.

Dari setiap saran yang ada, kami pun setuju untuk memasang jebakan di sepanjang jalan menuju kota. 

Dan itu semua terbukti efektif.

Sementara para Petualang lainnya sedang sibuk menghadang Makhluk Buas di depan gerbang. Aku, Rey, dan salah satu anggota Golden Eagle, si pemanah Elf, Ives. Kami bertiga bertugas untuk menyusup ke dalam formasi musuh dan menyerang siapapun yang memimpin pasukan Makhluk Buas ini.

Menurut perkataan Chayton, serangan sebelumnya dipimpin oleh seorang Majin yang merupakan musuh umat Manusia. Jadi, dengan dugaan Majin jugalah yang memimpin serangan ini, maka kami berkewajiban untuk menghabisinya terlebih dahulu sebelum mereka berhasil menembus pertahanan kota.

...

    Meskipun membutuhkan waktu, kami bertiga akhirnya mencapai garis belakang musuh dan terdiam karena pemandangan yang kami lihat.

Yang memimpin para Makhluk Buas bukanlah bagian dari bangsa Majin seperti dugaan kami. Kenyataannya adalah, yang memimpin lebih dari 10.000 pasukan Makhluk Buas adalah seekor Makhluk Buas raksasa setinggi 10 meter yang keseluruhan tubuhnya ditutupi oleh armor baja tebal dan ditangannya terdapat sebuah pedang raksasa yang memancarkan aura menakutkan.

Setelah menggunakan [Identify] aku akhirnya mengetahui siapa sebenarnya lawan kami. Dia adalah Makhluk Buas legendaris yang katanya hanya muncul disaat Raja Iblis telah berhasil dibangkitkan. Dia adalah salah satu dari {10 Darkness Lord} dikenal sebagai {Slaughterer of Gluttony} dan diklarifikasikan sebagai Makhluk Buas kelas SS+.

“Orc Lord”

Melihat penampilannya seketika membuat seluruh tubuhku membeku. Jika saja aku tidak sedang berada ditengah misi penting, aku sudah pasti akan melarikan diri.

Juga, saat ini aku sedang bersama Rey yang merupakan seorang NPC. Jika saja hanya ada aku dan Ives, aku sudah pasti akan menyarankannya untuk melarikan diri. Akan tetapi, Rey yang merupakan seorang NPC sudah pasti tidak akan menyetujuinya dan memilih untuk mengorbankan nyawanya demi mengalahkan Orc Lord.

Saat aku tidak tahu apakah NPC bisa dibangkitkan kembali atau tidak, aku tidak mau mengambil resiko membiarkannya bertarung sendiri dan kehilangan nyawanya.

“Baiklah, aku akan mengalihkan perhatiannya. Ives, kau bantu aku dari belakang, sedangkan Carissa, kau tunggu saja dan bila menemukan kesempatan, berikan pukulan kritis kepadanya”

“Tunggu, bukankah itu terlalu berlebihan!?”

“Benar kata nona ini, melawan Orc Lord satu lawan satu adalah hal yang gila”

Kami berdua menentang tegas keputusan yang diambil Rey. Berhadapan langsung dengan Orc Lord sudah pasti merupakan tindakan paling nekat yang pernah ada. Meskipun kami sudah menyarankan untuk mundur sementara dan meminta bala bantuan, tapi Rey menolak dan mengatakan kalau “Tidak ada waktu” dan meminta kami untuk bertarung dengan tim yang sudah ada.

“Baiklah, aku menyerah, lakukan sesukamu. Akan tetapi,  jika situasi menjadi berbahaya, maka aku akan menyeretmu dengan paksa dan membiarkan orang lain yang menghadapi monster ini”

“Tentu, aku mengandalkanmu”

Dengan senyum tipis, Rey segera mengeluarkan sebuah pedang dari ‘Dimension Bag’ miliknya dan bersiap untuk menyerang. “Sungguh, kenapa laki-laki selalu seperti ini?”.

...

    Rencana sudah ditetapkan. Meskipun mereka berusaha menolaknya, aku akan tetap menjalankan rencana ini.

Meskipun terdengar sangat gila dan berbahaya, tidak ada hal yang lain yang bisa dilakukan. Jika kita mundur dan meminta pasukan tambahan, itu hanya akan membuang banyak waktu dan korban akan terus berjatuhan.

Dengan segenap tenaga, aku menerjang langsung kepada Orc Lord yang saat ini sedang dikelilingi oleh para bawahannya.

Untuk menciptakan situasi satu lawan satu, pertama aku menggunakan [Sword Skill-Sword Tornado] dan menciptakan sebuah badai yang menghempaskan semua Makhluk Buas yang ada disekitar Orc Lord.

Dengan satu serangan, aku berhasil menyapu bersih para Makhluk Buas dan menciptakan sebuah arena untuk pertarunganku dengan Orc Lord.

Disana, dia berdiri dengan penuh wibawa dan aura intimidasi terus terpancar yang membuat tubuhku gemetar. Bukan karena rasa takut, melainkan karena perasaan bahagia bisa mendapatkan kehormatan untuk melawan makhluk sekuat dirinya.

Dengan armor gelap yang menyelimuti seluruh tubuhnya, dia menatap kepadaku. Terlihat banyak goresan kecil pada armornya. Bukti kalau seranganku tadi hanya mampu membuat beberapa goresan padanya.

Akan tetapi, itu hanyalah permulaan.

Dengan segenap tenaga aku menerjang masuk dan mengaktifkan tiga serangan berturut-turut, [Sword Skill-Magic Blade]  [Sword Skill-Blade Aura] [Sword Skill-Clean Strike]. Tiga skill yang dijadikan satu membuat pedang milikku memancarkan cahaya yang menyilaukan.

“Ghraa..!”

Orc Lord berteriak dan aku merasakan kalau ada sesuatu yang terjadi pada armornya, tampaknya dia mengerasan armornya. Pintar.

Aku berhasil melancarkan seranganku langsung pada perutnya. Mengharapkan darah, aku malah mendapati kalau seranganku hanya mampu membuat goresan kecil pada armornya.

Orc Lord segera mengayunkan lengannya dan mencoba menebasku. Hanya saja serangannya digagalkan oleh sebuah anak panah yang mencoba menembus celah pada helm nya. Meskipun Orc Lord berhasil menangkis anak panah itu, hal itu membuatnya harus membatalkan serangannya dan memberikan sebuah celah bagiku.

Aku segera melancarkan [Sword Skill- 12 Heavens Slice] dan berhasil menebas Orc Lord sebanyak dua belas kali dalam waktu hampir bersamaan.

Sama seperti sebelumnya, itu hanya meninggalkan goresan kecil padanya.

Disaat aku hendak melancarkan serangan lainnya, Orc Lord tiba-tiba saja menghentakkan kakinya dengan kuat ke tanah dan mengakibatkan puluhan duri mencuat dari bawah tanah.

Dengan segera aku menghindari semua duri itu dengan celah tipis dan mampu selamat tanpa mendapatkan luka. Akan tetapi, ini membuat sebuah jarak antara aku dan Orc Lord. Tepat setelah itu, Orc Lord melemparkan puluhan batu yang tampak seperti proyektil tepat kearahku.

Untungnya aku kembali berhasil menghindari serangannya. Melihat hal ini membuatku yakin kalau Orc Lord adalah pengguna [Land Magic] dan hal itu jugalah yang membuatnya memiliki pertahanan yang sangat tinggi.

Ini merepotkan. Bukan hanya seranganku tidak berakibat fatal padanya, dia juga sedari tadi mengabaikan panah yang ditembakkan Ives padanya. Kecuali kami melancarkan serangan dengan daya ledak yang tinggi, kami terpaksa harus mencari celah di pertahanannya yang sangat kuat.

“Ghua...!”

Orc lord menerjang langsung kearahku sambil mengayunkan senjatanya dengan liar. Aku bergerak kesana kemari untuk menghindar sambil sekali-kali membalas serangannya.

Kami bertukar pukulan untuk sementara waktu sampai aku mendengar suara yang tidak mengenakkan dari pedangku. Melirik sekilas, aku bisa melihat terdapat retakan yang cukup parah pada bilah pedang pedangku. Tampaknya durability nya sudah hampir habis dan hanya mampu untuk melancarkan beberapa pukulan lagi.

Kuat, tidak diragukan lagi kalau Orc Lord sangatlah kuat. Dengan kondisiku yang sekarang, mustahil bagiku untuk mengalahkannya. Karena itulah.... aku tidak akan menahan diri lagi.

Aku melemparkan pedangku yang sudah tidak bisa dipakai lagi tepat ke wajah Orc Lord sambil mengaktifkan skill [Throw Skill-Javelin]. 

Skill itu seharusnya dilakukan dengan menggunakan tombak atau pisau lempar. Karena aku menggunakan pedang, maka efek skill itu akan melemah. Namun, itu sudah lebih dari cukup untuk mengalihkan perhatiannya untuk sementara waktu.

Dengan segera, aku mengeluarkan dua bilah pedang dari ‘Dimension Bag’. Kedua pedang itu merupakan senjata utamaku [Twin Stars Swords] dan dengan begini, aku bisa mengeluarkan 100% kekuatanku sebagai seorang [Dual-Wielder].

Tepat disaat aku selesai melengkapi senjata utamaku, aku melihat Orc Lord sudah mengayunkan senjatanya tepat kearahku. Spontan aku mengelak dan melancarkan serangan balasan.

[Dual Swords Skill-Second Breaks] [Dual Swords Skill-Multiple Strikes]

Dengan [Second Break] yang melipat gandakan semua statusku hingga empat kali lipat, aku melancarkan [Multiple Strikes] dan menghujani Orc Lord dengan serangan bertubi-tubi tanpa memberikan celah baginya untuk membalas.

Berbeda dari sebelumnya, kali ini seranganku memberikan luka yang cukup fatal padanya. Banyak luka sayatan terukir di setiap bagian armornya, dari luka yang terbuka itu, mengalir darah merah yang mengalir keluar dan mulai mewarnai tanah tempat kami berpijak dengan warna merah darah.

Hal ini tentu saja membuat Orc Lord menjadi murka. Dia melepas helmnya dan membuangnya jauh sambil berteriak dengan keras. Wajahnya yang seperti babi terdistorsi dalam kemarahan.

“GHAAAAA....!!!!”

Tidak lama kemudian, teriakan marah itu berubah menjadi teriakan kesakitan. 

Penyebabnya adalah sepasang belati yang sekarang bersarang dikedua mata Orc Lord. Pelakunya tidak lain adalah Carissa yang sedari tadi menunggu datangnya kesempatan untuk menyerang.

Dengan susah payah dia bergelayutan diatas Orc Lord sambil terus berusaha mendorong belatinya lebih jauh kedalam kepala Orc Lord.

Sayang, serangannya tidak cukup kuat dan malah membuat amarah Orc Lord semakin menjadi.

Orc Lord segera menggenggam tubuh Carissa dan melemparnya dengan kuat hingga beberapa meter jauhnya dan baru berhenti setelah menabrak pohon.

“Carissa!”

Disaat aku hendak menghampirinya, aku dihadang oleh pedang besar milik Orc Lord. Meskipun sekarang dia tidak bisa melihat, tapi dia masih bisa mengetahui posisiku.

“Tsk... Ivel! Kau tolong urus Carissa!”

“Baik!”

Aku segera menerjang masuk menuju Orc Lord sambil terus menghindari serangannya yang sekarang menjadi tidak beraturan.

Disaat jarak kami cukup dekat, aku segera melepaskan skill [Dual Sword Skill-Everlasting Swords] dan terus mengayunkan pedangku dengan ganas dan pada akhirnya berhasil memotong salah satu lengan Orc Lord.

Meskipun telah terluka cukup parah hingga kehilangan salah satu lengannya, Orc Lord yang sekarang tampaknya telah masuk mode [Berserk] tampak tidak goyah dan tetap menerjang kearahku.

Kami kembali bertukar serangan untuk sementara waktu. Semua seranganku berhasil mengenainya dan memberikan luka yang fatal. Sedangkan tidak ada satupun serangannya yang mengenaiku secara langsung. Meski begitu, aku masih terkena dampak serangannya.

Berniat untuk mengakhiri ini, aku segera melompat langsung menuju wajahnya dan mengerahkan segala kekuatanku yang tersisa pada bagian kakiku. Dengan sekuat tenaga, aku melancarkan sebuah tendangan kearah sebuah belati yang sampai sekarang masih tertancap di bagian mata Orc Lord dan mendorongnya semakin jauh kedalam hingga menembus otaknya.

Tidak lama kemudian, tubuh besar Orc Lord segera ambruk ketanah dan tidak bergerak lagi.

Setelah memastikan kalau dia telah benar-benar kalah, aku segera berlari menuju Carissa yang saat ini sedang pingsan.