RASA RENDAH DIRI

(Translator : Elsa)


"Uhuk, uhuk, ugh."

"Huff huff, kau baik-baik saja, Kaori?"

"Y-ya, entah bagaimana aku baik-baik saja... Semuanya..."

Orang yang berada di hadapan Kaori yang terbatuk-batuk karena meminum air laut dalam jumlah banyak adalah Hajime; tangannya melingkari pinggang Kaori dan mengenai sebuah pantai berpasir putih bersih. Tidak ada apa-apa lagi di sekitarnya selain itu, tetapi Kaori dapat melihat banyak pepohonan yang menyerupai pohon bakau dari kejauhan, serta permukaan laut yang melambai di langit. Air laut itu seperti pembatas yang menghalangi masuknya penyusup. Ini adalah area yang benar-benar luas.

"Kelihatannya kita terpisah dari yang lainnya... Yah, aku sudah memberikan versi kecil 'Treasure Box/Kotak Harta Karun', jadi harusnya mereka dapat melakukan sesuatu sendiri."

"...Nn."

Hajime dengan enteng mengucapkannya setelah melepaskan pegangan dari Kaori, kemudian merapikan rambutnya. Namun, benak Kaori sepertinya berada di tempat lain.

Ketika melihat Hajime berdiri dan mulai berganti pakaian, Kaori mengingat kembali apa yang terjadi beberapa saat lalu.

Rombongan Hajime mencoba mundur secara strategis dari Clione raksasa.

Tempat mereka jatuh adalah sebuah ruang raksasa berbentuk bulat, dengan puluhan terowongan. Terowongan-terowongan itu menyemburkan air laut berkekuatan dahsyat. Mungkin, bisa dikatakan air laut itu mengalir dari sana; sebuah tempat dengan arus yang kacau dan menyerupai badai.

Tersapu oleh arus yang deras, rombongan Hajime entah bagaimana bisa tetap berdekatan, tetapi arus selanjutnya memisahkan rombongan itu tanpa ampun. Yue mencoba mengontrol arus menggunakan sihir, tetapi tidak bekerja dengan baik karena ketidakteraturan arus tersebut. Shia mengontrol berat Doryukken, bekerjasama dengan Tio.

Tadinya Hajime ingin mengeluarkan dan mengendarai kapal selamnya, tetapi itu tidak mungkin dilakukan, mengingat derasnya arus yang ada. Menggertakkan giginya, Hajime mengambil batuan kompresi yang ultra-berat, dan mencoba menggunakannya untuk melintasi arus seperti Shia.

Saat itu, beruntung, Hajime melihat Yue tersapu ke arahnya, dan ia bertemu dengan Hajime karena arus tersebut. Shia dan Tio sudah menghilang ke dalam terowongan, entah di mana, dan sosok mereka sudah tidak dapat terlihat.

Hajime mencoba meraih Yue agar ia tidak terpisah darinya, tetapi sosok Kaori yang tersapu ke sisi lebih dangkal-lah yang memasuki jarak pandangnya. Tatapan kesakitan Kaori bertemu dengan Hajime. Hajime sebelumnya meraih Yue yang berada di hadapannya, tetapi memang, pandangan Kaori dan Hajime bertemu. 

Ada dua pilihan.

Jika Hajime menangkap Yue, Kaori akan masuk dalam terowongan, terbawa arus sendirian. Hal yang sama akan terjadi pada Yue jika dia menangkap Kaori. Saat ini, Hajime hanya dapat memilih salah satu dari mereka. Momen itu seperti tidak ada akhirnya. Hajime bertukar pandang dengan Yue dan membuat keputusan.

Menggunakan berat dari batuan kompresi yang diambilnya dari 'Treasure Box', Hajime bergegas munuju sisi yang lebih dangkal dan menangkap Kaori. Mata Kaori melebar disebabkan oleh keterkejutan, namun mereka berdua seketika terkena arus yang bahkan lebih kuat dari sebelumnya. Bersama-sama, dua sosok ini terjatuh ke dalam sebuah terowongan.

Ketika tersapu oleh arus, Hajime mengaktivasi 'Vajra' demi melindungi Kaori di pelukannya, dia menahan rasa sakit bahkan ketika terlempar ke sebuah dinding batu. Kemudian, Hajime berhasil melihat cahaya yang muncul dari atas saat arusnya melemah dan menuju ke atas.

Kemudian, terdapat pantai berpasir putih bersih tersebar di garis pantai. 

"... Nee, Hajime-kun. Kenapa... Kenapa kau menyelamatkanku?"

"Hah?"

Kaori bertanya pada Hajime yang berbalik ke arah gadis itu. Hajime hanya memiringkan kepala, berpikir "pertanyaan macam apa itu?"

"Kenapa kau menyelamatkanku, bukannya Yue?"

"Yah, kelihatannya Kaori hampir mati dan Yue bisa melakukan sesuatu sendiri. Kedua mata Yue juga seakan mengatakan padaku untuk menyelamatkan Kaori."

"... Kau benar-benar mempercayainya, eh."

"Bukannya sudah pasti? Kami adalah pasangan, tahu?"

Rasa murung Kaori malah menjadi semakin parah setelah mendengar jawabannya. Seketika, sebuah bayangan membentang di atas Kaori yang tertunduk.

Kebingungan, Kaori melihat ke atas dan ada wajah Hajime yang berjarak sangat dekat dari wajahnya. Mata dan hidung Hajime berada tepat di depannya. Sebuah jarak yang dapat berakhir menjadi sebuah ciuman jika Hajime semakin mendekat. Kaori merasa seakan terhisap oleh kedua mata Hajime, dan tiba-tiba, pipinya tertarik.

“Sawkiyt! Afpa iang kau lakwukan!” Kaori memprotes dengan mata berkaca-kaca.

Akan tetapi, Hajime mengabaikan kata-kata Kaori dan memainkan pipi lembut gadis itu tanpa henti selama beberapa saat. Setelah akhirnya dilepaskan, Kaori melihat ke atas dengan tatapan penuh celaan sembari mengelus pipi merahnya, tetapi Hajime hanya mendengus, "Hmph".

"Jika kau punya cukup waktu untuk murung begitu, akan lebih baik bila menggunakan waktu itu dan bergerak. Kita di dalam Dungeon Agung, tahu? Sampai kapan kau akan kebasahan seperti ini? Atau, kau ingin mendapatkan simpati dariku?"

Kata-kata tajam Hajime membuat wajah Kaori memerah seketika. Hal itu terjadi karena ia merasa malu. Kaori sadar apa maksud Hajime: bukankah ini tempat yang salah untuk melakukan itu?

"S-sama sekali bukan begitu! Aku hanya melamun. A-aku akan segera berganti pakaian. Maaf."

"..."

Kaori berdiri dengan tergesa-gesa dan mulai melepas pakaiannya setelah mengeluarkan baju ganti dari mini-'Treasure Box' (seukuran tempat penyimpanan rumah) yang diberikan padanya sebelum rombongan Hajime meninggalkan Elisen.  Hajime dengan acuh tak acuh berbalik ke arahnya. Kaori yang biasanya akan berkata, "Kau boleh melihatku", meskipun ia merasa malu, tetapi Kaori yang sekarang bergegas mengganti bajunya tanpa berkata apa-apa.

"A-aku sudah selesai... Jadi, apa yang harus kita lakukan?"

"Mari kita lihat... Kalaupun pergi ke dasar laut lagi, kita masih tidak tahu di mana yang lainnya... tetapi tidak ada yang bisa kita lakukan selain terus mencari. Gadis-gadis itu juga mungkin akan melakukan hal yang sama.

Setelah melihat ke arah hutan rimba yang jaraknya tak jauh dari sana, Hajime berbalik. Kaori mengangguk ke arahnya sambil tersenyum; sebuah senyuman yang menyembunyikan hatinya yang tertekan. Hajime sedikit menyipitkan mata melihat senyuman Kaori, tetapi dia tak berkata apapun pada akhirnya dan mulai berjalan.

Terus melanjutkan perjalanan di sepanjang pantai berpasir putih, menciptakan suara saat mereka berjalan, kedua sosok itu memasuki hutan rimba. Pepohonan dan semak belukar yang rimbun terpotong oleh Hajime. Kaori hanya mengikuti dari belakang. Kemudian, tiba-tiba Hajime berhenti dan berbalik ke arah Kaori, meletakkan tangan di belakang kepala Kaori seperti merangkulnya. 

"Fue? Ah, umm, Hajime-kun? A-Ada apa tiba-tiba..."

Kaori tersipu, tetapi Hajime segera melepaskan tangannya dan Kaori seketika memucat ketika melihat apa yang ada di tangan Hajime.

Seekor laba-laba. Berukuran hampir sebesar telapak tangan, hewan itu menggerakkan dua belas kakinya sementara cairan berwarna ungu menetes dari situ. Beberapa kakinya tumbuh seperti laba-laba pada umumnya, sementara kaki-kaki lain tumbuh dari punggungnya; struktur tubuhnya seolah mengatakan bahwa dirinya itu mampu bergerak menggunakan kedua sisi tubuhnya! Makhluk yang terlihat menjijikkan.

"Jangan lengah, ya? Dungeon Agung ini sangat berbeda dari permukaan Orcus. Jangan pernah menganggapnya sama atau kau akan mengalami rasa sakit."

"U-Un. Maaf. Aku akan berhati-hati."

"..."

Laba-laba yang ditangkap oleh Hajime tidak mempunyai batu sihir; hewan itu adalah laba-laba beracun biasa. Kenyataan bahwa ia hampir terbunuh oleh makhluk yang bukan demonic beast dan diselamatkan oleh Hajime, membuat Kaori semakin murung.

Ketika masih bergabung dengan rombongan Kouki, ia adalah orang  yang serba bisa, namun, dalam rombongan Hajime, ia tidak berguna sama sekali. Pemikiran itu semakin, dan semakin menambah rasa panik di dalam hati Kaori.

Dengan begitu, Kaori lebih memperhatikan sekitar, membuat percakapan di antara mereka berdua berkurang, dan mereka keluar dari hutan dengan suasana yang sulit dideskripsikan. Yang berada di depan mereka adalah...

"Ini... bukankah ini yang disebut-sebut sebagai makam kapal?"

"Luar biasa... Itu semua kapal layar, tetapi ukurannya..."

Yang bersarang di area berbatu-batu di depan hutan adalah kapal-kapal layar yang lapuk di beberapa bagiannya, berukuran panjang paling sedikit seratus meter, dan jauh dari situ masih ada sebuah kapal yang jauh lebih besar ukurannya; dengan panjang paling tidak tiga ratus meter.

Pemandangan ajaib itu membuat Hajime dan Kaori tanpa sadar menghentikan langkah mereka. Namun, tidak butuh waktu lama bagi mereka berdua untuk sadar akan kenyataan dan memasuki makam kapal tersebut.

Mereka melanjutkan perjalanan dengan melangkahi celah-celah di antara bebatuan, terkadang juga menginjak bebatuan, sementara di lain waktu mereka berjalan di atas kapal-kapal yang ada.
"Meskipun demikian... hanya ada kapal perang di sini."

"Un. Tetapi sepertinya hanya kapal terbesar yang merupakan kapal penumpang. Ada dekorasi-dekorasi mewah di sana..."

Kapal-kapal yang ada di makam ini tidak mempunyai meriam di sisi kanannya seperti kapal perang di bumi. Meski begitu, Hajime bisa menyimpulkan bahwa kapal-kapal tersebut adalah kapal perang karena terdapat bekas pertarungan sengit di sana. Melihat tampilannya, kapal-kapal itu sepertinya telah menerima serangan sihir. Beberapa tiang kapal terpotong rapi, terbakar, geladak kapal terkarbonisasi, serta tali dan jaringnya membatu.

Kapal yang mereka lihat tidak mempunyai meriam, jadi mungkin menggunakan sihir jarak jauh untuk mengalahkan musuh. Itulah metode pertarungan yang bisa dibayangkan melalui bekas-bekas yang tersisa.

Kemudian, perkiraan Hajime terbukti kebenarannya ketika mereka berdua sudah setengah jalan melewati makam kapal itu.

— UoOOOOOOOOOOOOOO!!!!

— WAaAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!

“-!? Apa-!?”

“Hajime-kun! Sekeliling kita—!”

Ketika mendengar teriakan banyak orang secara tiba-tiba, pemandangan di sekitar mereka mulai berubah bentuk. Hajime dan Kaori menghentikan langkah disebabkan oleh keterkejutan mereka dan memperhatikan sekeliling untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Perubahan di sekitar mereka menjadi semakin intens dan sebelum Hajime dan Kaori menyadarinya, mereka sudah berada di geladak kapal, di atas lautan yang luas.

Mengikuti itu, mereka melihat ke sekeliling, dan yang terlihat bukanlah makam kapal, tetapi ratusan kapal yang berlayar dan terbagi dalam dua regu, berhadapan satu sama lain. Di atas kapal-kapal itu terdapat orang-orang yang menaikkan senjata sambil berteriak.

"A-apa apaan ini..."

"Ha-Ha-Hajime-kun? Apakah aku sedang di dalam mimpi? Hajime-kun, kau disini, kan? Iya kan?"

Hajime dan Kaori terkejut, tetapi entah bagaimana berhasil keluar dari kebingungan mereka, namun, mereka tidak dapat melihat keadaan sekitar.

Saat itu, kilatan besar naik ke atas langit, menghasilkan suara-suara keras seperti kembang api, diikuti oleh ratusan kapal yang berlayar serempak. Armada di sisi kapal yang dinaiki Hajime dan Kaori juga berpindah setelah kembang api dinaikkan.

Dan ketika kapal-kapal itu mendekati jarak tertentu, mereka menggunakan momentum-nya untuk menghantam kapal lain menggunakan badan kapal, sambil menembakkan sihir juga.

GOoOOOOOOOO!!

DOoGAaAAAN!!

DOBAaAAAA!!!

“Owh!?”

“Kyaa!”

Peluru-peluru api ditembakkan, diikuti oleh raungan dan menciptakan lubang-lubang di badan kapal. Tornado-tornado raksasa bergerak maju, membidik tiang-tiang kapal. Permukaan laut membeku, menghentikan pergerakan kapal, dan peluru bola berwarna abu-abu langsung meruabah semuanya menjadi batu.

Bahkan geladak kapal tempat Hajime dan Kaori berada juga terkena peluru api dan mulai terbakar dengan hebatnya. Para awak kapal segera mengaktivasi sihir untuk menaikkan air laut dan memadamkan api.

Itu memanglah sebuah medan perang, tempat di mana orang-orang serta kapal-kapal yang tak terhitung jumlahnya bertarung. Sihir berselimutkan niat membunuh melapisi kulit mereka.

Hajime dan Kaori tanpa sadar memperhatikan semua ini, dan sekali lagi, peluru-peluru api ditembakkan dari belakang mereka. Pergerakan cepat peluru tersebut ditujukan langsung ke arah Hajime dan Kaori.

Hajime mengubur dalam-dalam pertanyaan mengenai mengapa mereka berdua tiba-tiba terlibat pada pertarungan ini di pikirannya, kemudian menarik Donner keluar. Tidak masalah bila Hajime membunuh mereka semua, karena mereka menyerang duluan. Demikianlah, dia menghadang peluru-peluru api menggunakan railgun-nya.

Peluru yang ditembakkan itu diikuti oleh suara ledakan dan sebuah kilatan cahaya. Tetapi, tidak disangka-sangka, pelurunya bahkan tidak mengenai peluru api, apalagi menangkapinya. Peluru Hajime terbang ke aras langit, kemudian menghilang.

"Apa!?"

Mengeluarkan suara yang menggambarkan keterkejutan pada kesekian kalinya, Hajime memeluk Kaori di sisinya dan mulai menghindar.

"Tunggu, aku akan menghalangi mereka! 'Light Severance/Pemotongan Cahaya'!"

Karena pembacaan mantera Kaori, sihir pertahanan level pemula berelemen cahaya pun muncul.

Hajime mencoba menghindar karena sihir tak dikenal terus-menerus muncul, bahkan setelah pusatnya terserang, tetapi Kaori telah mengaktifkan sihirnya dan tidak dapat berpindah dari sana. Dengan enggan, Hajime mengaktivasi 'Vajra' dan menunggu kemunculan peluru api. 

Namun, kekhawatiran Hajime terbukti tidak beralasan, karena dinding pembatas Kaori berhasil menghalangi serangan peluru api sepenuhnya. Menunjukkan ekspresi ragu sambil memiringkan kepala, Hajime berpikir bahwa tembakannya tadi hanya meleset, dan sekali lagi menembak ke arah peluru api yang mendatanginya. Bahkan saat ini, Mata Sihir Hajime memang melihat pusat peluru api terkena tembakan, tetapi peluru miliknya menembus peluru api dan terbang menuju ke atas...

"... Itu saja?"

Melihatnya, Hajime menerka-nerka, mengapa serangannya tidak efektif dan memutuskan untuk mencoba cara lain. Kaori mencoba membangun dinding pembatas lain untuk menghalangi peluru-peluru api yang mendatangi mereka, tetapi Hajime menghentikannya dan mengaktifkan 'Wind Claw/Cakar Angin' Donner. Setelah itu dia menghindar, dan pada saat yang sama memotong peluru-peluru yang menyerangnya menggunakan 'Wind Claw'. Kali ini, peluru api tidak menembusnya dan terbelah menjadi dua. 

"Umm, Hajime-kun?"

"Kelihatannya situasi ini bukanlah ilusi maupun kenyataan. Serangan fisik tidak efektif, tetapi serangan mengandung kekuatan sihir-lah yang efektif. Astaga, situasi macam apa ini."

Hajime menghela nafas dari situasi yang merepotkan ini dan "Gwaa," sebuah suara kesakitan terdengar tepat dari belakangnya. Sambil memperkirakan apa yang berada di balik sumber suara itu, Hajime berbalik dan di sana terdapat seorang pria muda yang meringkuk sambil menekan perutnya, sementara tangannya yang lain memegang sebuah pedang pendek. Jika dilihat baik-baik, ada genangan darah di bawahnya dan sepotong es berselimut darah yang menggelinding di dekat situ. Pria itu pasti terkena es tersebut.

"Apa kau baik-baik saja!?", Kaori seketika meninggikan suara dan mendekat, kemudian menggunakan sihir penyembuhannya. Sebuah cahaya putih bersih keluar darinya dan menyelimuti pria itu. Seharusnya dia dapat sembuh dalam sekejap mata karena Kaori adalah seorang 'Healer/Penyembuh' ... begitulah pikirnya. Namun hasil yang didapatkan tidak sesuai harapan. Ketika pria tersebut menerima sihir penyembuhan Kaori, dia berubah menjadi partikel-partikel cahaya, kemudian menghilang.

"Eh? Eh? K-Kenapa..." Setelah sedikit termenung, Hajime memberitahukan pendapatnya kepada Kaori yang kebingungan tentang apa yang terjadi barusan. 

"Bukankah itu berarti efek dan elemen sihir tidak dipermasalahkan, selama 'serangan' tersebut mengandung kekuatan sihir?"

"... Kalau begitu, A-Aku baru saja... membunuh orang itu..."

"Kaori, ini bukanlah kenyataan. Anggap saja sebagai 'sebuah ilusi di mana kita bisa bergerak dengan bebas'. Selain itu, kau tidak bisa menyebut sesuatu yang menghilang karena disembuhkan itu adalah manusia."

Meskipun hanya sedikit, Hajime mengucapkan kata-kata yang menunjukkan perhatiannya kepada Kaori. Walaupun demikian, Kaori tidak merasa senang seperti biasanya, namun hanya menurunkan bahu dan meminta maaf. Setelah itu, ia tersenyum untuk memperbaiki suasana. Reaksi gadis itu membuat Hajime tanpa sadar menggumamkan apa yang dipikirkannya sejak tadi.

"... Kau terus-menerus meminta maaf, eh."

"Eh? Apa kau mengatakan sesuatu?"

"Tidak, bukan apa-apa." Hajime mengalihkan pandangan dari Kaori.

Itu bukan karena aura sulit digambarkan yang mengelilingi Kaori, melainkan karena Hajime merasakan kehadiran yang tidak menyenangkan. Ketika Hajime memeriksa keadaan sekitar, para prajurit berteriak dan menyerang kapal-kapal yang ada di dekatnya, dan sebelum mereka sadar, beberapa pria dengan tatapan gelap menatap Hajime dan Kaori.

Kaori menyadari pandangan Hajime dan mengikuti arah pandangnya. Seketika, prajurit tersebut mulai menyerang mereka berdua.

"Demi Sang Dewa!"
"Panjang umur! Bagi Eht-samaa!" 

"Orang-orang yang tidak percaya! Matilah untuk Dewa kami!"

Mereka menggila. Dengan mata yang semerah darah, mereka mendeklarasikan semua itu dan mencipratkan air ludah. Benar-benar tidak normal.

Hajime dapat menduga bahwa ini adalah perang antar negara melalui penampilan armada kapalnya, dan akhirnya memahami sebabnya. Ini adalah perang antar agama. Jika membuka telinga lebar-lebar, Hajime bisa mendengar prajurit armada kapal lain meneriakkan hal yang sama. Akan tetapi, mereka meneriakkan nama Dewa yang berbeda.

Kaori hanya dapat berdiri termenung karena terkejut di dalam kegilaan itu.

Memeluk Kaori dari belakang, Hajime mendorong keluar dan menembakkan Donner ke atas bahunya. Hanya saja, yang Hajime tembakkan bukanlah peluru, melainkan massa kekuatan sihir murni. Menggunakan 'Magic Power Compression/Konversi Kekuatan Sihir' dan 'Magic Power Emission/Pemancaran Kekuatan Sihir', skill turunan dari 'Magic Power Manipulation/Manipulasi Kekuatan Sihir', dia mampu menerbangkan kekuatan sihir tanpa mempengaruhi target secara fisik. Bisa diartikan bahwa itu merupakan teknik sempurna untuk melucuti senjata target, karena manusia dan bahkan demonic beast tidak akan bisa bergerak bila kekuatan sihirnya habis. Metode penyerangan ini selalu tersimpan di dalam dirinya, karena Hajime tidak akan menggunakan metode setengah-setengah seperti itu kepada musuhnya.

Namun, metode ini dapat menjadi yang paling berguna pada saat-saat seperti ini. Peluru merah cemerlang yang ditembakkan oleh Donner sesaat memotong ruang kosong yang dilewatinya dan menembus dahi salah satu prajurit yang menggila sambil mengayunkan pedang. Tanpa henti, peluru mengenai prajurit yang berada di belakangnya juga, dan tubuh mereka langsung tercerai-berai.

"Kaori! Kita akan melompat! Jangan gigit lidahmu!"

“Eh? —Kyaaaaa!!”

Akan merepotkan bila mereka dikepung di geladak kapal, jadi Hajime melompat menggunakan 'Aerodynamic' sambil memeluk Kaori. Kaori menjerit oleh karena daya gerak yang sangat kuat itu.

Menendang prajurit yang berada di mercu tiang, Hajime mendarat pada salah satu mercu tiang di tiang kapal.

Di bawah mereka, prajurit-prajurit yang dipenuhi kegilaan itu mendongak ke arah Hajime dan Kaori dengan mata semerah darah.

Meskipun ada musuh yang berasal dari negara lain juga, entah kenapa beberapa orang membidik ke arah Hajime dan Kaori. Ditambah lagi, orang-orang yang mencoba menyerang mereka tidak membedakan kawan atau lawan. Jumlah mereka terus menerus meningkat seperti kasus virus menular yang amat buruk.

Bahkan sebelum satu detik berlalu dan di depan musuh mereka sendiri, para prajurit tiba-tiba berhenti bergerak dan memutar kepala, menatap ke arah Hajime dan Kaori. Seketika prajurit datang mengerumuni mereka berdua, seperti yang biasanya terjadi di film horor. Hawa udara yang tidak mengenakkan itu bahkan membuat wajah Kaori memucat.

"Baiklah, sekarang apa yang harus kita lakukan untuk keluar dari tempat memuakkan ini?"

"... Mungkin ada yang seperti... jalan keluar?"

"Kita ada di tengah lautan, tahu?"

"Mungkin ada jalan keluar pada salah satu kapal ini? ... kau tahu, semacam pintu kemana saja."

Kaori mengingat kembali dan membandingkannya dengan alat berguna milik robot kucing biru. Melihat sekeliling, Hajime mengeryitkan dahi dan menolak idenya karena jumlah kapal yang terlalu banyak.

"... Dari yang bisa kulihat, setidaknya ada enam ratus kapal di sini... tidak mungkin kita memeriksanya satu per satu. Bukankah kita akan dapat keluar lebih cepat bila perang ini berakhir?"

"Umm~, kau benar, belum lagi kapal yang tenggelam... Baiklah, haruskah kita... menghentikan peperangan ini?"

"Mengakhirinya... Begitu ya, saatnya membunuh semua orang, huh? Kaori juga bisa mengatakan hal ekstrim semacam itu, eh?"

"Eh? Umm, aku tidak bermaksud begitu..."

"Yup, pasti kata-kataku benar. Tidak ada hal lain yang merasuki pikiranku, dan aku lebih suka jika kau seperti itu."

Menembakkan peluru sihir dan menembus beberapa prajurit yang memanjat menggunakan tali-tali yang ada di tiang kapal, Hajime berpikir bahwa akan lebih baik bila dia membuat pistol sihir. Dia berpikir demikian sambil terus menembakkan peluru merah cemerlang bersamaan dengan 'Remote Control', skill turunan dari 'Manipulasi Kekuatan Sihir', membuat pistolnya menghadang peluru-peluru api yang mendatanginya.

"Kaori, aku tahu kau tidak ahli menggunakan sihir penyerangan, tetapi sihir penyembuhan juga dapat menjadi sihir penyerangan di sini. Dan meski kita tidak tahu cara keluar dari sini, kenyataannya memang kita sedang diserang, jadi ayo jatuhkan mereka semua."

"B-Baik!"

Mendengar ucapan Hajime, Kaori mulai membaca mantera dengan ekspresi penuh tekad sembari gemetaran. Hiruk-pikuk medan perang sepertinya telah merasuk ke dalam pikiran Kaori, tetapi ia benar-benar tidak mau memperlihatkan sikap memalukan di hadapan orang penting yang ada di sisinya.

Menunduk, kawan dan lawan tercampur aduk saat menaiki kapal, membunuh satu sama lain. Tidak seperti yang terjadi ketika Hajime dan Kaori menyerang, pembunuhan pada ilusi ini dipenuhi pertumpahan darah.

Geladak kapal berisikan isi perut, potongan lengan, dan kepala yang berhamburan. Mereka semua berulang kali meneriakkan "Demi Tuhan," "Orang tak percaya", dan "Hukuman dari Tuhan" dengan mata yang terlihat gila saat mereka menyebarkan hawa membunuh.

Di antara darah segar para prajurit yang berhamburan seperti sehabis terkena badai bunga sakura, menuju mercu tiang tempat Hajime dan Kaori berdiri, bukan, lebih tepatnya ke arah Hajime dan Kaori; para prajurit dengan keras kepala terus membidik kesana.

Waktu demi waktu, peluru-peluru merah cemerlang berterbangan ke segala arah, menembus musuh. Ditambah lagi, peluru-peluru itu beterbangan di sekitar Hajime dan Kaori untuk melindungi mereka berdua, berposisi sebagai penyerang dan pelindung pada saat bersamaan.

Namun, para prajurit yang menggila itu bahkan tidak merasa khawatir sama sekali, dan berulang kali melakukan serangan bunuh diri. Puluhan prajurit menggunakan sihir penerbangan, sementara itu ada juga yang mendekat melewati satu tiang ke tiang lainnya. Bisa dilihat bahwa penyerangan ini terkonsentrasi pada kapal yang dinaiki Hajime dan Kaori. Mata sihir Hajime juga menangkap gejolak kekuatan sihir bertingkat tertinggi melalui tangan-tangan penyihir yang mengarah ke mereka berdua.

Saat itu, Hajime berpikir untuk menembak mereka diam-diam, tetapi pembacaan mantera Kaori berakhir dan ia mengaktivasi sihir tingkat tertinggi yang dimilikinya.

"— — semuanya, ulurkan tangan kalian, sebab inilah tempat Bunda Suci tersenyum, 'Scripture/Kitab Suci'!

Kemudian, gelombang cahaya tersebar menuju medan perang, dengan Kaori sebagai pusatnya.

Gelombang cahaya itu bergetar ketika ukurannya bertambah berkali-kali, mencapai radius satu kilometer. Musuh yang tersentuh olehnya terbungkus oleh cahaya.

Sihir penyembuhan bertingkat tertinggi dengan elemen cahaya, 'Scripture'.

'Scripture' adalah sihir penyembuhan berjangkauan luas yang efeknya menyembuhkan semua orang yang terliputi olehnya. Jangkauannya sendiri bergantung pada besar kekuatan sihir dan keahlian pengguna. Tetapi, paling tidak, jangkauannya ber-radius 500 meter. Apalagi, bila pengguna memberikan 'tanda' sebelumnya, sihir ini dapat menyembuhkan objek tertentu. Normalnya, sihir ini digunakan oleh puluhan penyihir, dan membutuhkan waktu lama untuk membaca mantera bersamaan dengan besarnya susunan sihirnya. Dapat mengaktifkannya dalam hanya satu atau dua menit itu bisa dibilang tidak mungkin, kecuali penggunanya melakukan kecurangan.

Pada saat yang sama, cahaya 'Scripture' yang teraktifkan oleh Kaori berhasil menyelimuti seluruh area medan pedang, dan tubuh seluruh prajurit yang berada di dalam area yang terkena cahaya pun tersebar, tanpa bisa dibedakan yang mana kawan dan lawannya. Ketika efek sihirnya terhenti, tubuh Kaori terhuyung karena kehabisan kekuatan sihir, dan segera disokong oleh Hajime.

"Ohh, tiruan Mary Celeste, huh. Kerja bagus, Kaori. Tidak, haruskah aku berkata sesuai yang bisa diharapkan darimu?"

"Ah, uh, t-tidak. Hajime-kun dan yang lainnya masih jauh lebih hebat..."

Pujian sungguh-sungguh dari Hajime membuat pipi Kaori memerah karena tersipu malu. Ia memperlihatkan senyum merendahkan diri saat memikirkan bahwa Yue dapat menggunakan sihir yang lebih kuat dengan cepat. Kemudian, ia bergumam 'Replenish', untuk mengisi kembali kekuatan sihir yang hilang melalui liontin pemberian Hajime. Hajime telah memperbarui liontin tersebut dengan susunan sihir dan kemampuan untuk mengeluarkan kekuatan sihir yang tersimpan menggunakan mantera, karena Kaori tidak mampu memanipulasi kekuatan sihir secara langsung.

Hajime sedikit mengerutkan dahi, dan ingin mengatakan sesuatu kepada Kaori ketika melihat raut wajahnya, tetapi Hajime mengesampingkan itu untuk saat ini, karena dia perlu mengurus musuh-musuh baru yang berdatangan. Pertarungan ini telah dimulai kembali. 

Karena tidak efektifnya serangan fisik, itu adalah situasi di mana prajurit dalam jumlah besar tidak ragu melawan serangan macam apapun saat bertarung dalam kapal. Normalnya, yang seperti ini akan menjadi situasi sulit, tetapi monster-monster yang seakan 'bermain curang' sedang hadir di sini.

Armada kapal besar yang terdiri dari dua negara ini setelahnya dimusnahkan oleh dua manusia dalam kurun waktu dua jam.

* * *

"... Uuh, uhuk, kafh, maa-..."

"Tak apa. Bertahanlah."

Seketika setelah prajurit terakhir musnah, keadaan sekitar mereka kembali berubah. Mereka menyadari bahwa mereka berdua sudah kembali ke makam kapal yang sebelumnya.

Bertanya-tanya apakah pembasmian itu adalah jawaban yang tepat, Kaori langsung menghembuskan nafas yang menandakan kelegaannya, berlari menuju batu terdekat, kemudian muntah. Namun, ia tidak memuntahkan apapun karena makan malamnya sudah tercerna, dan demikianlah, Kaori merasakan sakit karena mencoba memuntahkan semuanya.

Dengan air mata yang terkumpul pada ujung kedua matanya, Kaori menggunakan satu tangan untuk mengisyaratkan pada Hajime "Jangan mendekat", demi menghentikannya.

Akan tetapi, Hajime tetap menghampiri dan mengusap-usap punggung Kaori. Ia tidak ingin memperlihatkan pemandangan menyedihkan seperti itu pada Hajime, tetapi Kaori merasa lebih baik oleh karena perasaan lembut dan hangat yang terpancar di punggungnya. Rasa mual dan semangatnya berangsur-angsur pulih.

Hajime mengambil minuman yang seperti jus apel melalui 'Treasure Box' dan memberikannya pada Kaori. Kaori meminumnya dengan patuh dan sepenuh hati. Energinya pun kembali. Rasa manis dan segar membanjiri keasaman dari asam lambungnya.

"Maaf..." 

Kaori yang mengerutkan alis dan meminta maaf atas perhatian Hajime itu membuat Hajime menyipitkan mata.

"Yah, kurasa itu tidak bisa dihindari. Bahkan aku sendiri merasa jijik karena perang tadi. Aku tidak pernah mengira bahwa manusia bisa gila karena dibutakan oleh kepercayaannya. ... Tapi, kita istirahat saja sekarang. Aku juga ingin memulihkan kekuatan sihirku yang sudah banyak terpakai."

"... Un. Katakan, Hajime-kun. Ilusi apa itu tadi? Apakah itu ada hubungannya dengan reruntuhan kapal ini?"

Kaori berdiri, kemudian menduduki batu yang ada di dekatnya, dan bertanya pada Hajime. Hajime membutuhkan sedikit waktu untuk berpikir sebelum memberitahukan dugaannya.

"Ini hanya kemungkinan, tetapi kurasa ilusi itu hanya mengulang sebuah pertarungan di masa lalu. ...Yah, kelihatannya juga ada pengembangan untuk mereka yang menantang dungeon... atau mungkin itulah konsep dari dungeon ini."

"Konsep?"

"Ya. Tio mengatakannya saat kami berada di 'Gunung Berapi Agung Guryuu-en'. Ia bilang 'apakah mungkin bila tiap dungeon memiliki konsep sendiri yang disiapkan oleh para Liberator?' Jika benar, artinya..."

"... Untuk mengetahui penderitaan yang dibawa oleh Mad Gods... mungkin?"

"Aah, aku juga berpikir begitu."

Melanjutkan kata-kata Hajime dengan menggumamkan jawabannya, Kaori mengingat kembali soal kejadian sebelumnya, wajahnya lagi-lagi memucat, dan tubuhnya gemetaran seperti sedang sakit flu. Hal yang membuat Kaori merasa tidak enak adalah kegilaan prajurit-prajurit itu. Perilaku dan ucapan mereka benar-benar sama seperti para 'Fanatik', dan ia tidak bisa berhenti merasa jijik karena pembunuhan yang terjadi.

Orang-orang tertawa keras-keras tanpa henti ditemani kegilaan, bahkan saat darah tersembur dari tubuh mereka. Malahan ada orang yang meninggal karena mencungkil jantung mereka sendiri, mengangkatnya ke atas menghadap langit, sebagai persembahan bagi Dewa-Dewa mereka. Terdapat juga seorang kakak laki-laki yang menusuk adik laki-lakinya sendiri hanya untuk menyerang Hajime dan Kaori, sementara sang adik tertawa dengan bangga. Perang sendiri adalah tempat yang dipenuhi kegilaan, tetapi pemandangan yang baru saja mereka lihat itu jauh lebih mengerikan. Dan itu semua 'Demi Dewa kita', jadi...

Melihat Kaori menutup mulut karena merasa tidak tahan, Hajime duduk di sampingnya dan menggenggam tangannya. Hajime tidak bisa meninggalkan Kaori yang jatuh sakit karena kegilaan tadi itu, sendirian. Kaori sedikit terkejut, menengok ke arah Hajime, merasa tenang, dan menggenggam tangan Hajime. 

"Hajime-kun, terima kasih..."

"Tidak usah dipikirkan. Aku mengerti... rasa sakit karena tak terlindungi dari kegilaan semacam itu. Aku juga merasakan hal yang sama ketika jatuh ke jurang..."

"... Lalu, bagaimana? ... Tunggu, kau tidak perlu menjawabnya... Itu karena... Yue-san, kan?"

"Ya, karenanya. Jika aku tidak bertemu dengannya di dalam jurang...  Aku tidak tahu, aku akan jadi seperti apa."

Hajime melihat menuju kejauhan dengan penuh kasih sayang dan perasaan nostalgia. Dia pastinya sedang mengingat kembali tentang pertemuannya dengan Yue. Melihat ekspresi Hajime membuat Kaori dada Kaori terasa seperti ditekan-tekan.

"Memalukan. Memperjuangkan dan melindungi Hajime-kun... Aku ingin melakukan itu. Tetapi meskipun berkata begitu, aku tidak bisa melakukan apapun. Karena ini aku... orang yang bahkan tidak bisa menepati janjinya. Ah~ Yue adalah musuh yang sangat kuat~" 

Gelak tawa bernada candaan Kaori membuat Hajime menyipitkan mata lagi. Senyuman Kaori tidak seperti biasanya; Senyuman yang hangat dan optimis. Mungkin karena senyuman kali ini berisikan siksa dan penghinaan diri.

"... Kau terus-menerus meminta maaf sejak kita sampai di sini, dan jangan membuat senyuman semacam itu."

"Eh? Ummm..."

Ucapan Hajime yang tiba-tiba seperti itu membuat Kaori memunculkan tanda '?' di atas kepalanya. Namun, senyumnya seketika jatuh dan ekspresinya menjadi kaku karena ucapan Hajime selanjutnya.

"... Dengar, Kaori. Kenapa kau mengikuti kami kemari?"

"... Itu... Apakah ternyata aku memang hanya menjadi beban bagi kalian?"

Kaori yang murung membuat Hajime mengeluarkan nafas panjang dan tidak menjawab pertanyaan Kaori.

"Aku ingat mengenai pembicaran kita di bawah cahaya bulan sambil meminum teh memuakkan pada hari itu. Itulah kenapa, sejujurnya, kurasa tidak aneh bila kau memiliki niat baik pada aku yang sekarang."

"Hajime-kun, aku..."

"Namun, aku tidak berniat untuk menyangkalnya. Aku yakin Kaori punya hal-hal yang hanya bisa dilihat oleh dirimu sendiri, dan itulah yang menggerakkan hatimu. Demikianlah, tidak ada artinya bagiku untuk menyangkal keputusan yang kau buat sendiri. Aku sudah memberimu jawaban, 'meskipun begitu' menurutku kenyataan bahwa kau menyukaiku adalah hal yang baik. Bahkan Shia tidak berkecil hati. Malahan, akhir-akhir ini ia membuatku benar-benar khawatir jika ia akan menyerangku saat tidur."

Hajime baru-baru ini merasakan ketakutan ketika memikirkan gadis bertelinga kelinci dengan kekuatan fisik yang menyebalkan itu. Melihat Hajime yang demikian, Kaori tersenyum masam, tanda setuju.

"... Un, aku rasa sikap agresif dan optimismenya itu mengagumkan."

"Aku memperlakukannya dengan kasar pada awalnya. Aku tidak menganggap yang lain 'istimewa' selain Yue... Sejujurnya aku mengira ia akan menyerah dengan cepat."

"..."

Tidak peduli seburuk apa aku memperlakukannya dan perlakuan istimewaku pada Yue, Shia tidak pernah marah maupun menangis, malahan ia senang soal itu. Ia tidak dapat dibandingkan dengan Yue dalam hal penggunaan sihir karena tidak memiliki kemampuan itu, dan meskipun kalah dalam pertarungan melawan Yue, ia tidak berhenti untuk terus bergerak maju. Ia tidak ketakutan meskipun diserang oleh rasa rendah diri yang berasal dari dirinya sendiri."

"A-aku, rasa rendah diri..."

Kaori yang dengan tenang mendengarkan Hajime, mau tidak mau merasa keberatan dan berdiri. Namun, ia kelelahan dan segera duduk kembali.

"Tidakkah kau sadar? Kau telah meminta maaf sejak kita sampai kemari. Bahkan senyummu sangat berbeda dari yang biasanya."

"Eh?"

"Dengar, Kaori. Jangan terus menunduk. Angkat wajahmu dan tatap mataku."

Kemudian, pada akhirnya Kaori sadar bahwa ia telah menunduk cukup lama. Sebelumnya, ia memastikan untuk menatap mata lawan bicara... Begitulah, ketika Kaori bertemu dengan pandangan Hajime, ia sadar.

"Dengar, aku tidak akan mengatakan untuk kedua kalinya. Aku mencintai Yue. Meskipun aku menganggap gadis lain 'penting', itu tetap tidak merubah fakta bahwa Yue adalah orang yang 'istimewa'. Jadi, jika kau merasa sakit karena itu ataupun merasa lebih rendah jika dibandingkan dengan Yue... Kaori, kau harus berpisah denganku."

"Kh..."

"Alasanku mengizinkan Kaori mengikuti kami saat itu adalah karena alasan yang sama dengan Shia; Aku menilai bahwa berada di sisiku adalah hal yang terbaik bagi Kaori, karena aku mempercayai Kaori. Kau memahami perasaanku, meski begitu kau bergerak maju karena keinginanmu sendiri. Karena itu, aku berpikir bahwa kau boleh berada di sisiku jika kau menyukaiku... tapi, aku tidak merasakan perasaan yang sama sekarang."

Ketika Hajime menghentikan kata-katanya, dia melepaskan tangannya dari Kaori yang bersedih, kemudian mengucapkan kata-kata penutupnya.

"Tolong pikirkan matang-matang sekali lagi. Alasanmu mengikuti kami, dan apakah kau harus tinggal di sisiku mulai sekarang... Kaori bukan Shia. Shia juga menyukai Yue. ... Bergantung pada jawabanmu, aku akan mengirimmu kembali ke sahabatmu (Yaegashi)."

"A-Aku..."

Kaori ingin mengatakan sesuatu saat melihat tangan yang terlepas darinya, tetapi kata-katanya tidak bisa keluar.

Di dalam suasana canggung ini, Hajime mendesak Kaori untuk bergerak, karena penting bagi mereka untuk mendatangi kapal-kapal layar terbesar yang diabadikan itu di kejauhan.