MENERKA DALANG MASTER ADEGAN 
(Translator : Zerard)

“Yang Muliaaaaa! Saya di siiinnniiii!!”
Pintu terbuka lebar dengan hentakan keras, dan sebuah angin topan memasukin ruangan. Dalam bentuk wanita muda yang memiliki rambut hitam panjang.
Dia sedang dalam usai remaja, sekitar umur yang tepat untuk di kira sebagai seorang petualang muda—namun sangatlah jelas jika di lihat sekilas bahwa itu bukanlah jati dirinya. Armor yang melapisi tubuhnya telah di buat untuk memprioritaskan kemudahan bergerak, namun juga di lengkapi dengan perlindungan sihir. Pedang raksasa yang menggantung pada pinggulnya juga merupakan kerajinan yang luar biasa.
“...Huh?”
Sang gadis mencapai tengah ruangan kemudian melihat sekitarnya terkejut.
Hampir tidak ada satupun VIP yang tersisa. Apakah rapat telah berakhir?
Petualang tingkat Gold berdiri di sana dengan cemberut, yang menurutnya sangat tidak masuk akal.
Kemudian, dia melihat cardinal berdiri dari kursinya dan menundukkan kepalanya, sebuah senyum tegang pada wajahnya.
“Aduuuuh!”
Seseorang memukul kepalanya dengan tongkat, mengundang sebuah jeritan dari sang gadis seolah dirinya telah terbakar api neraka.
“Tidak sopan.” Sage, menggunakan sebuah jubah yang terumbai, dia menghela, memegang tongkatnya, yang entah sudah berapa banyak karunia mantra di dalamnya. Berlutut di depan raja dan penasehatnya, wanita itu menghiraukan tatapan sayu  dari gadis itu.
Dasar, sok-sok banget. Gadis itu menjulurkan lidahnya dan menggerutu, “Hmph. Siapa yang peduli? Yang Mulia dan aku itu sudah seperti sehab—erk!”
Kali ini, pukulan itu datang dari bokongnya, dengan setengah mati, sang gadis berhasil menahan teriakannya.
“Yang Mulia mempunyai banyak hal yang harus di pikirkan—seperti kami, dan seperti kamu. Perhatikanlah dengan baik.”
Orang yang membuat gadis itu melompat kali ini adalah seorang fighter wanita yang berbicara dengan nada berat. Seorang wanita yang tersohor di muka bumi ini, dia melambaikan lengan kurus namun berotot padat pada sang gadis. “Orang-orang pastinya berpikir kalau pahlawan seharusnya malu untuk bersikap seperti ini, hmm?”
“...Kurasa ‘seseorang’ pastinya bakal lebih malu karena nggak bisa dapat pacar sama sekali.”
“Itu salahnya para pria karena tidak ada satupun dari mereka yang lebih kuat dariku.”
Sang gadis memberikan fighter yang tidak bergeming sebuah tatapan marah dan melihat ayunan tongkat Sage dari ujung matanya. “Pokoknya, Yang Mulia, kamu memanggil kami, jadi kami di sini!”
“...Mm, aku tahu.” Sang raja, menyipitkan mata seolah terhibur, memberikan satu lambaian tangan megah. Dia tidaklah mengharapkan sopan santun dari seseorang yang lahir dan di besarkan dalam kebangsawanan dari gadis ini yang melarikan diri dari panti asuhan dalam usia lima belas tahun dan menjadi seorang pahlawan. Selama dia dapat menghormati siapapun yang dia temui, maka itu sudah cukup.
“Terima kasih,” dia berkata dan duduk pada meja bundar.
Sword Saint dan Sage mengikuti, masing-masing menundukkan kepala hormat.
Hero melihat kepada teman-temannya di kedua sisinya seolah takut seseorang akan merah kepadanya namun kemudian dia membuka mulutnya. “Jadi apa yang terjadi? Aku di kasih tahu kalau aku nggak perlu datang untuk rapat, tapi...”
“Tidak masalah,” sang raja berkata, menggelengkan kepala dengan senyuman. “Kami hanya akan memberikan sebuah quest kepada petualang tingkat Silver teraneh.”
Ah, jadi begitu. Sword Saint merasakan ekspresi pada wajah petualang tingkat Gold. Setiap petualang memiliki kekuatan dan kelemahan, oleh karena itu tidaklah aneh untuk menyerahkan pekerjaan tertentu.
“...Dan apakah kami tidak perlu terlibat?” Sage bertanya. Suaranya terdengar seperti biasanya, akan tetapi rekan wanita itu dapat mengetahui betapa seriusnya dia.
“Aku tidak tahu apakah ini berhubungan atau tidak,” sang raja berkata. “Karena itu aku ingin memintamu menangani hal lain.”
“Baiklah, Yang Mulia! Katakan saja!”
“Heh,” sang penasehat berbisik, tersenyum kepada ketidaksabaran Hero. Tentu saja, mereka tidak secara terbuka menegur gadis itu. Dia memanglah seorang pahlawan, namun dia juga sama mudanya dengan cucu mereka.
“Sebuah batu api telah terjatun dari langit pada gunung suci di utara. Batu itu tampak memberikan sebuah aura yang cukup asing...”
“Jadi kalian ingin kami untuk memeriksa dan menghajar penjahat apapun yang kami temukan! Siap!”Hero menepuk dada kecilnya, penuh akan percaya diri.
Sang raja menghela, ekspresinya menjadi sedikit santai hingga berubah menjadi senyuman. Semua akan baik-baik saja sekarang. Ketika gadis itu mengatakan bahwa dia akan mengurus sesuatu, ucapannya adalah mutlak.
“Bagus. Aku telah menyisihkan uang untukmu agar di untuk persiapanmu. Tetapi, aku tidak dapat menjanjikanmu lima puluh koin emas dan sebuah pedang atau apapun.”
“Aw, nggak apa-apa kok. Aku nggak perlu benda seperti itu. Yang auma aku butuhkan adalah— Hrk?!”
“Kamu akan menerimanya dengan lapang dada, Yang Mulia.”
Apapun yang hendak di katakan Hero, dia membatalkannya dan menggosok bokongnya. Swprd Saint menundukkan kepala hormat.
Hero, bokongnya masih nyeri dari cubitan, merajuk dan bersandar pada kursinya. “Pbbt. Terserahlah. Kita akan baik-baik saja tanpa itu...”
“Merupakan sopan santun untuk menerima apa yang di tawarkan kepadamu,” Sage berkata pelan dan tenang. Kemudian, dia berkata seraya menundukkan kepala menghadap sang raja, “Dan ketika kita membutuhkan sesuatu yang lain?”
“Bicara sama cardinal dan kapten. Aku sudah memberi tahu mereka untuk membantumu.”
“Terima kasih, Yang mulia.”
“Heh, jangan berterima kasih kepada kami.” Sang kapten dari pengawal royal, diam hingga saat itu, menyeringai lebar. “Aku bisa saja pergi denganmu, kalau aku masih seorang petualang. Tapi seseorang sangat bersikeras kalau kapten dari raja tidak boleh terlibag.”
“Aku juga sering mendengar itu. Orang-orang berkata kalau tidak baik bagi kita untuk terus berdiri di depan dan terjun dalam pertempuran. Benarkan?” sang raja menoleh kepada cardinal untuk memohon bantuan.
“Benar sekali!” dia mengendus. “Kamu harus berhenti menyarankan kalau cara terbaik untuk membantu keuangan negara adalah dengan kamu pergi membasmi satu atau dua naga.”
“Kamu pikir dia akan berhenti hanya karena kamu berkata seperti itu?” celaan pelan itu berasal dari pengikut berambut silver, yang tidak berbicara hingga momen itu. Adalah mustahil untuk menebak apa yang dia rasakan dari suaranya, namun gerakan pundaknya menujukkan sepercik kehangatan. “Dia adalah orang paling penting di negara ini sekarangm walaupun entah kenapa aku tidak bisa memahaminya.”
“Benar, Aku memang penting.”
Adalah perdebatan santai antara grup mmereka.
“...” Sage merasakan bayang-bayang samar akan senyuman yang mengaraah kepadanya. Koneksi di antara mereka adalah seperti hubungan antara dirinya dan dua rekan berharganya—namun tidak sama persis; masing-masing memiliki sesuatu yang unik dalam dunia ini. Untuk dapat mengamati hal seperti itu secara langsung adalah menghibur dan menyenangkan.
Sage kembali menundukkan kepala dan kemudian bertanya kepada cardinal tentang detil yang lebih terperinci. Sword Saint memberika  pendapatnya mengenai pertarungan yang akan terjadi, sementara Hero, tampak seperti tidak mendengarkan sama sekali.
Alih-alih, wajahnya ceria seolah dia baru teringat sesuatu, dan bergegas menuju pria anjing bertingkat Gold.
“Hey, pak, bapak! Ceritakan sisa kisah yang kamu mulai waktu itu!”
“Ka-kapan?” pria itu berkata, berkedip di balik alisnya yang tebal. “Maksudmu waktu aku membunuh monster burung besar dengan satu serangan?”
“Iya, iya! Waktu itu kamu berhenti pas gerombolan greater demon mengepungmu. Aku mau dengar akhirnyannya!”
Dengan senang hati, sang dogman meneguk panjang kendi yang berada di pinggulnya dan memulai kisah jaman dahulu dirinya. Sage dan Sword Saint melirik kepada mereka, namun tatapan yang hangat.
Ini bagus pikir sang raja, mengamati semua ini.
Sang Hero tidak hanya memiliki kekuatan. Benar, kekuatan gadis itu jauh di atas kemampuan bertarungnya.
Semua orang mengaggumi gadis ini di karenakan kemampuannya untuk menghancurkan taring ketidakharmonisan dengan hampir seolah dia tidak mengetahui apa yang dia lakukan.
Dan kurasa itulah yang akan dapat menyelamatkan dunia.
Sang raja dulunya juga merupakan seorang petualang. Namun sekarang, sungguh di sayangkan, terdapat sebuah mahkota pada kepalanya.
Betapa seringnua dia mendambakan untuk dapat kembali mengumpulkan party lamanya, berdiri di sekitar peta dan merencanakan untuk berpetualang bersama.
Jika itu memungkinkan, maka tentunya dia sudah akan pergi untuk menyelamatkan adiknya sendiri.
Ancaman para goblin, kebangkitan demon, undead necromancer, batu api dari surga—dengan kedua tangannya sendiri, dia akan melakukan semuanya...
Tapi aku tidak akan pernah bisa.
Tiba-tiba, sang raja tersadarkan bahwa dia sedang mencengkram sandaran lengan tahta, dan dia melemaskan jarinya.
Sekarang dia adalah raja. Adalah berbeda ketika dia masih seorang lord berhati mulia. Dia tidaklah lagi mengawasi party sederhana beranggotakan enam orang, namun keseluruhan manusia di negaranya. Dia tidaklah lagi menghadapi dungeon suram, namun keseluruhan papan permainan di dunia.
Aku tidak pernah memikirkan hal seperti ini sebelumnya, tapi sekarang aku harus.
Matanya melirik mengarah pintu di lorong. Di suatu tempat di balik pintu itu adalah para petualang yang telah beranjak bersama Sword Maiden dan Female Merchant.
Dia dan wanita itu bersama akan menyelamatkan negara, ibukota, dan dunia.
Karena itu kumohon, petualang, selamatkanlah adikku.