PERTEMUAN (2)
(Translator : Hikari)
Saat
aku memasuki istana, aku merasakan
angin dingin menyapu pipiku.
Istana yang terbuat dari batu ini amat
sangat
dingin, terutama selama musim dingin. Aku ingin tahu bagaimana para ksatria
berarmor besi yang sedang berdiri
berjaga itu rasakan selama itu.
Sambil
memikirkannya, aku berjalan di samping
Kudou melalui koridor. Apakah mereka
terbiasa melihat dandanan aneh Kudou, karena para kesatria dan bangsawan yang
melintas tidak terlihat memperhatikan dia sedikit pun. Bisa juga mereka keliru
menyangka dia adalah pelayanku……sebenarnya, kemungkinan besar seperti itulah
yang terjadi. Meskipun aku tidak pernah ada niatan untuk mempekerjakan pelayan
wanita seberbahaya dan tidak memiliki motivasi seperti ini, tidak pernah. Malahan,
aku bahkan tidak memiliki pilihan untuk melakukan itu.
“Omong-omong
dimana Utano-san sekarang?” (Renji)
Aku
kembali ke istana karena
aku dipanggil tapi aku sadar aku tidak menanyakan
di mana
dia berada. Untuk saat ini
aku berjalan begitu saja
menuju kamar Utano-san tapi akan sangat
merepotkan jika sebenarnya dia tidak di kamarnya jadi
aku bertanya kepada Kudou. Tapi orangnya sendiri terlihat merawat ekspresi
terlihat lelahnya.
“Mungkin
di kamarnya?” (Rin)
[Kau
bahkan tidak bertanya kepadanya?]
“Dia
hanya memintaku membawamu kembali saja.”
Berkata demikian, dia
berhenti berjalan. Aku melakukan hal yang sama. Karena secara kebetulan kami
berdiri tepat di persimpangan koridor, perhatian terfokus ke arah kami,
membuatku merasa sedikit tidak nyaman.
Aku memandanginya, bertanya 'ada apa?', tapi dia hanya
menatapiku. Rasanya sulit bahkan untuk bercakap-cakap dengannya. Dia pasti
berhenti begitu saja, aku yakin.
"Aku sebenarnya harus pergi tempat latihan."
(Rin)
"Kau?" (Renji)
[Itu hal yang langka.]
"Yah, daripada Yuuko-chan, tempat itu sepertinya
kelihatan lebih menarik." (Rin)
Saat itulah, sedikit emosi muncul di wajahnya. Rasanya
agak sedikit jahat, seakan-akan dia ingin melakukan kejahilan—— Dia pasti akan
pergi ke sana hanya untuk mengerjai seseorang.
Pada saat-saat seperti ini, seseorang pasti akan
menjadi korbannya. Yang bisa kutebak adalah aku, Utano-san dan Aya. Anak-anak
di luar incarannya atau mungkin dia masih memiliki sedikit hati nurani dalam
dirinya, dia sepertinya tidak pernah mengganggu Yui-chan. Malahan, dia
memainkan peran seorang kakak perempuan yang suka membantu dengannya. Itu
mungkin perasaannya yang sebenarnya.
Kesampingkan itu, di saat seperti ini, apakah yang
akan menjadi korbannya adalah Aya?
"Bukan Aya-chan." (Rin)
Apakah pemikiranku nampak di wajahku? Dia menjawabku
bahkan sebelum aku bicara.
Tapi kalau begitu, siapa yang tersisa? Aku mulai
memikirkannya, tapi segera menyadari bahwa kami masih berdiri di tengah-tengah
koridor, tepatnya di pusat persimpangan. Merasakan pandangan para bangsawan dan
kesatria yang lalu-lalang, aku berdeham.
"Kalau begitu, aku akan menuju ke ruangan
Utano-san." (Renji)
"Tentu. Kau bisa melihat tempat latihan itu dari
ruangannya juga, 'kan?" (Rin)
"Hm? Ya…."
"Saat kau sampai di kamarnya, pastikan untuk melihat
dari jendela."
Berkata demikian, dengan langkah-langkah ringan seakan
dia sedang melompat-lompat kecil, Kudou berjalan menjauh. Aku hanya bisa
memiringkan kepalaku dengan bingung sendirian.
[Apa itu?]
"Entahlah."
Aku sama sekali tidak bisa mengerti jalan pikirannya
bagaimanapun juga. Kenyataan itu tidak pernah berubah. Kelihatannya itu juga
berlaku bagi Ermenhilde yang mempertanyakannya. Aku tidak memiliki jawabannya,
Ermenhilde pun tidak menanyakannya lebih jauh.
Yah, aku akan memahaminya saat sampai di kamar
Utano-san. Aku juga mulai berjalan. Tempat latihan, tempat latihan. Apa ada
sesuatu yang terjadi di sana? Aku sibuk dengan pekerjaan petualangku jadi aku
tidak punya kesempatan untuk pergi ke barak dan berbicara dengan yang lain dan
itu membuatku merasa sedikit menyesal.
Saat aku terus berjalan, aku mendadak teringat bahwa
Souichi dan yang lain seharusnya telah sampai di sini sekarang. Aku lupa hal
itu karena peristiwa dengan Sollunea, tapi kalau aku mengingatnya dengan benar,
dia seharusnya sudah sampai sini saat tengah hari.
"Apa itu Souichi?"
[Hm?]
"Mangsa Kudou. Souichi seharusnya sampai di sini
hari ini."
[Oh, benar.]
Akhirnya mengingat itu, aku merasa lebih santai
setelah menduganya. Meskipun aku bertanya-tanya apakah aku benar-benar harus sangat
mengkhawatirkannya. Itu adalah hal kecil, tapi menyadari sesuatu rasanya memuaskan.
Yah, kenyataan bahwa aku meninggikan suara karena sedikit terlalu bersemangat
dan membuat para penjaga menatapku aneh rasanya sedikit memalukan.
Berbicara dengan Ermenhilde, aku akhirnya sampai di
kamar Utano-san. Mengetuk pintunya dua kali, sebuah balasan datang cukup cepat.
Ketika aku membuka pintu, aku merasakan udara hangat yang datang dari kobaran
api di perapian.
"Hei, Utano-san." (Renji)
"Halo, Yamada-kun. Di mana Rin-chan?"
(Yuuko)
"Ada yang harus dia lakukan di tempat latihan
sepertinya."
[Kau tahu sesuatu, Yuuko?]
"Tidak juga. Karena di lapangan tempat latihan,
dia mungkin ada urusan dengan Souichi-kun atau Yuuta-kun, mungkin?"
Hal pertama yang kusadari setelah memasuki kamarnya
adalah kristal bundar biru raksasa di atas meja. Ditempatkan pada sebuah
tumpuan emas dengan desain rumit, orang bisa langsung tahu begitu melihatnya
bahwa itu luar biasa mahal. Hal pertama yang muncul di pikiranku adalah itu
mirip bola kristal yang digunakan para peramal mencurigakan di dunia asal kami.
Jika Utano-san mengenakan jubah hitam dan mencoba berakting menjadi salah
satunya…itu sebenarnya akan sangat cocok untuknya.
Tapi tetap saja, itu tidak ada di sini sampai kemarin.
Dan ukurannya hampir dua kali kepalan tanganku. Menyadari pandanganku, dia
berdiri dari meja kerjanya dan bergerak ke meja tersebut. Saat dia menjulurkan
telapak tangannya ke kristal itu, cahaya ungu berkilat di dalamnya.
Kelihatannya memang hebat, tapi aku tidak bisa memahaminya hanya dari itu saja,
kau tahu? Walaupun aku bisa tahu kalau itu adalah semacam benda sihir.
"Jadi, apa itu?" (Renji)
"Ungu, eh?"
Mengabaikan pertanyaanku, dia berkata demikian. Yang
dia maksud dengan warna ungu adalah cahaya kilatan itu? Menatapnya lagi, aku
mendesak dia untuk menjelaskan.
"Tabel turnamen. Karena akan merepotkan, aku
memutuskannya lewat warna energi magis." (Yuuko)
[……tabel turnamen?]
"Untuk turnamen beladiri tentunya." (Yuuko)
Aku tadinya akan berdoa untuknya karena mendengar
suara letihnya, tapi kemudian mendadak berhenti. Tunggu, tunggu, tunggu
sebentar.
"Padahal aku tidak ikutan?" (Renji)
"Bekerjalah melunasi hutangmu."
Jadi, kelihatannya aku bahkan tidak diijinkan untuk
memiliki pendapat. Yah, memang salahku karena jatuh dalam hutang. Sebenarnya,
akulah yang bersalah karena menjual pedang yang kudapat dari raja secara
langsung hanya karena aku kekurangan uang, kurasa begitu? Jika ini adalah game,
itu akan menjadi salah satu benda yang tidak bisa kau jual atau akan dihentikan
oleh si pedagang itu sendiri, atau semacam itu.
Sambil berpikir begitu, aku duduk di kursi dekat meja.
Tapi tetap saja, ini benar-benar kristal yang sangat besar. Aku penasaran
berapa banyak yang akan kau dapatkan kalau kau menjualnya. Apa aku langsung
terpikirkan itu hanya karena aku saat ini sedang berhutang atau karena aku pada
dasarnya memiliki cara berpikir orang miskin?
"Jangan berwajah seperti itu. Aku akan memberimu
hadiah yang pantas untuk itu juga." (Yuuko)
"Eh?"
"Kalau kau muncul, itu akan satu koin perak.
Kalau kau menang, hadiahnya 5 koin perak, jadi itu bukanlah hal yang buruk
untukmu, 'kan?" (Yuuko)
Hmm, aku mengerti. Aku menaruh jariku di dagu. Seperti
yang dia katakan, ada untungnya juga bagiku. Bagaimanapun, ada satu koin perak
hanya untuk muncul. Meskipun itu bervariasi tergantung dari pembagian grupnya,
tapi aku ragu bisa menang sepenuhnya. Bagaimanapun, aku tahu dengan pasti bahwa
Souichi, Aya dan Masaki-chan akan muncul. Aku sama sekali tidak bisa menang
melawan mereka bertiga. Utano-san mungkin tidak akan ambil bagian tapi Kuuki
pun bisa saja ikut.
Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan tentangku saat
merenungkan hal tersebut, namun Utano-san membunyikan bel yang dia taruh di
atas mejanya. Dalam sekejap, pintu pun diketuk. Seorang pelayan wanita muncul
dari balik pintu itu. Tidak seperti Kudou, seulas senyum menyegarkan
tersungging di wajahya. Seperti yang kau duga, seperti inilah pelayan wanita
yang sesungguhnya. Yeah.
Meminta beberapa minuman dan camilan darinya,
Utano-san duduk di kursi yang berseberangan dariku di sisi lain meja.
"Jadi, Kudou bilang kau ada urusan
denganku?" (Renji)
"Tadinya ada."
[Berpartisipasi dalam turnamen, ya?]
"Ya. Aku akan mengandalkanmu untuk menarik banyak
orang, oke?" (Yuuko)
"Meskipun kau mengatakannya dengan
terang-terangan……"
Aku sama sekali tidak merasa senang. Aku sadar berapa
banyak orang yang bekerja keras hanya untuk mengikuti turnamen ini, tapi saat
dia mengatakannya seperti itu, aku paham apa yang dia maksud.
Meskipun dewa Iblis tewas, barus setahun setelah itu.
Sama halnya dengan adanya orang yang memiliki harapan, ada juga mereka yang
terluka dan mereka masih dalam keputusasaan. Bagaimana aku harus mengatakannya,
ya, tapi orang-orang di dunia ini benar-benar perlu sesuatu yang bisa sepenuhnya
andalkan saat ini. dan itu adalah Dewi Astraera dan para utusannya, ketiga
belas pahlawan. Itu adalah, kami. Muncul di turnamen, dia pada dasarnya meminta
kami untuk hadir dan muncul bagi banyak orang. Melihat orang-orang yang
menyelamatkan dunia, massa akan lebih termotivasi. Atau semacam itu.
Aku ragu akan berjalan semudah itu, tapi memang benar,
mungkin saja ada efeknya.
"Untuk sementara waktu, kalau aku harus
menghadapi seseorang di ronde pertama…" (Renji)
"Souichi-kun atau Masaki-chan, yang mana yang
lebih cocok denganmu?" (Yuuko)
"Souichi, kurasa,"
[Apa kau bertujuan untuk menang?]
"Jangan minta hal yang mustahil."
Masalahnya adalah aku. Aku tidak berniat untuk lengah
atau apapun, tapi ada kemungkinan tinggi bahwa aku benar-benar akan kalah melawan
entah petualang atau seorang murid. Tidak ada yang ingin melihat seorang
pahlawan yang seperti itu.
Karena itulah ketika aku meminta Utano-san untuk
menghadapi salah satu pahlawan di ronde pertama, dia dengan cepat memberikan
persetujuan. Kelihatannya dia juga memikirkan hal itu. Jadi kurasa aku akan
mendapat satu koin perak karena berpatisipasi. Dengan begini, aku akan bebas
dari hutangku setelah menyelesaikan permintaan Utano-san 10 kali, ya? …… Aku
ragu akan semudah itu.
Tepat saat itu, pintu diketuk lagi. Pelayan yang
sebelumnya pun muncul. Aku bisa mencium aroma lembut dari kue-kue. Dia dengan
hati-hati menaruh teko dan cangkir teh yang terlihat mahal di meja dan kemudian
menempatkan piring berisi kue-kue panggang. Kelihatannya benar-benar enak.
Saat aku memberikan sebuah ucapan terima kasih
singkat, si pelayan meninggalkan ruangan setelah membungkuk.
"Ada apa?" (Yuuko)
"Bukan apa-apa. Hanya saja, dia benar-benar
berbeda dari Kudou." (Renji)
"Rin-chan ya…."
"Dia tiba-tiba muncul dalam pakaian pelayan di guild. Itu benar-benar memalukan."
"Yah, aku turut bersimpati."
Berkata demikian dengan suara yang sepertinya
menikmati hal itu, dia menuangkan teh ke dalam cangkir-cangkir tersebut.
Mencium wanginya yang luar biasa, aku hampir akan meraih teko tersebut ketika
Utano-san menuangkan secangkir untukku juga. Saat aku mengucapkan terima kasih,
dia memberikan seulas senyum kecil. Dia sepertinya dalam suasana hati yang
bagus. Aku juga merasa senang melihat dia seperti ini.
"Tapi tetap saja, dunia ini tidak praktis
sekaligus praktis di tempat-tempat yang aneh. Di dunia asal kita, kita harus
membayar hanya untuk melihat seorang pelayan wanita."
[Di duniamu, apakah diperlukan uang hanya untuk
bertemu para pelayan?]
"Ya."
"……"
Telepon, mobil, internet; kami tidak memiliki hal-hal
praktis yang berasal dari peradaban yang berkembang seperti itu, tapi sebagai
gantinya mendapatkan sihir dan pelayan yang muncul dari sebuah dentingan bel.
Kalau kau bertanya mana yang lebih praktis, aku tidak bisa benar-benar
menjawabnya.
Sementara aku memikirkannya, mendadak aku merasa
sebuah tatapan tajam dari mata Utano-san yang menyipit.
"Apakah kau pernah mengunjungi toko semacam
itu?" (Yuuko)
"Toko?"
"Kau tahu, toko-toko di mana kau dapat bertemu
para pelayan wanita dengan membayar uang. Apa kau pernah ke sana
sebelumnya?"
"Oh. Tidak, aku juga tidak pernah punya
keberanian untuk melakukannya."
Aku juga tidak punya waktu. Aku tidak benar-benar
sepenuhnya fokus pada pekerjaan, tapi kalau kau bertanya apakah aku ada banyak
waktu luang, jawabannya adalah 'Tidak'. Serius, apa yang sebenarnya sudah
kulakukan dengan kehidupanku? Aku bahkan tidak memikirkannya akhir-akhir ini.
Aku sudah melupakan semuanya tentang itu. Aku penasaran apakah itu karena aku
sudah sepenuhnya menerima dunia ini sebagai tempat di mana aku bisa hidup.
Benar-benar pikiran yang suram. Menahan cangkir teh di
mulutku untuk beberapa saat, aku akhirnya langsung meneguk seluruhnya.
"Hmmm…."
[Ada apa, Yuuko?]
"Ah, bukan apa-apa."
Apa dia sedang berpikir keras? Sementara aku
teralihkan, Utano-san sepertinya tadi memikirkan sesuatu sambil menopangkan
dagunya yang indah pada jemarinya. Ermenhilde menanyai dia tapi jawabannya
nampak agak linglung.
Sambil melihat dia seperti itu, aku menyeruput lagi
tehku. Dan juga menyantap salah satu kue yang disajikan. Ini mirip dengan
biskuit yang kukenal. Meskipun sedikit lebih kecil. Saat aku memakannya, rasa
manisnya yang samar menyebar di dalam mulutku dan aku akhirnya memakan satu
lagi. Rasanya benar-benar enak.
Saat itulah, aku tiba-tiba teringat dengan apa yang
Kudaou katakan. Aku seharusnya melihat ke tempat latihan, 'kan?
"Permisi sebentar, ya." (Renji)
Berkata begitu, aku berdiri dan menuju ke jendela lalu
melihat melewatinya. Sama seperti kamarku, lapangan tempat latihan terlihat
jelas dari jendelanya.
Mudah untuk menemukan Kudou. Dia sedang berpakaian
pelayan bagaimanapun juga. Hanya ada satu yang seperti itu di tempat latihan.
Dan untuk beberapa alasan, pelayan itu saat ini sedang memeluk lengan Souichi.
Serius, apa yang sebenarnya sedang dia lakukan? Di dekat Souichi ada dua
wanita. Yang satu adalah Yayoi-chan, adik Souichi. Penglihatanku yang
ditingkatkan, karena cheati,
menunjukkan padaku wajah senyum kakunya, atau tepatnya wajah senyum palsu.
Menakutkan sekali. Dari sini, aku hanya bisa melihat punggung Souichi dan
Kudou, tapi aku yakin sekali, si kakak saat ini sedang memperlihatkan wajah
yang luar biasa pucat sekarang. Aku bisa membayangkannya dengan mudah.
Yang satu lagi adalah seorang wanita, sedikit lebih
tua daripada Souichi dan yang lainnya, dengan rambut hitam panjang yang diikat
di bagian leher. Dia juga mengenakan sebuah jas wanita yang mirip dengan
Souichi dan rok yang panjangnya sampai di atas lututnya. Kaki telanjangnya benar-benar
menyilaukan mata. Di mana aku pernah melihatnya ya——kurasa itu adalah seragam
yang mungkin berasal dari salah satu sekolah di Kota Taktik. Wanita ini
sepertinya tertawa. Walau begitu, aku tidak bisa mendengarnya jadi aku tidak
begitu yakin. Di tangannya ada sebilah pedang dalam sarung merah menyala. Itu
adalah sebilah pedang melengkung, sebuah katana,
yang seharusnya tidak ada di dunia ini.
Dan para prajurit memperhatikan mereka berempat dari
kejauhan. Di antara mereka, Kuuki dan Aya juga hadir. Aku merasa sepertinya
mereka seharusnya menghentikan ini, tapi kuduga mereka bahkan tidak akan
melakukannya sekalipun aku ada di sana. Ini terlalu lucu untuk ditonton
bagaimanapun.
"Mereka semua akrab, seperti biasanya."
[Benarkah?]
Menanggapi perkataanku, Ermenhilde menjawab dengan
sebuah pertanyaan. Yah, aku cukup yakin soal itu. Sudah berapa lama sejak aku
melihat pertengkaran memperebutkan Souichi ini?
Benar-benar membuat kangen. Yah, Kudou di sana hanya
untuk memanas-manasi kedua orang lainnya. Saat aku memandangi mereka dari
jendela, Utano-san mendekat ke sisiku. Akhirnya kami berdua menatapi mereka
dari jendela.
"Yah, karena Yuuta di situ, kurasa tidak akan
berakhir buruk." (Yuuko)
"Aku ragu Kudou akan terlalu memanas-manasi
mereka sejak awal." (Renji)
Dia hanya bersenang-senang menggoda Yayoi-chan dan
Masaki-chan. Apakah ini yang ingin dia tunjukkan padaku? Tepat saat itu, Kudou
melihat ke arah kami dari lapangan. Saat pandangan kami berdua bertemu, dia
memberikan seulas senyum lebar dengan mata setengah tertutupnya yang biasa.
Tepat saat aku bertanya-tanya apa maksudnya itu, dia membisikkan sesuatu ke
telinga Souichi. Mendadak, dengan wajah terkejut, Souichi melihat ke arah kami.
Kudou, apa sebenarnya yang kau katakan padanya?
"Sepertinya anak-anak itu bersenang-senang."
(Yuuko)
[……Benarkah?]
"Mereka bermain-main dengan penuh semangat, ya
'kan?"
Apakah kau bisa menyebut ini sebagai bermain-main? Aku
memang berpikir mereka penuh semangat tapi itu sedikit berbeda, 'kan?
Berdasarkan warna sarung pedangnya, itu pasti pedang
tipe api. Kalau dia menghunusnya, sebagian dari lapangan tempat latihan pasti
akan menjadi arang.
"Oh, ya sudahlah."
Ada banyak hal yang ingin kukatakan, tapi aku
memutuskan untuk membiarkannya saja. Aku yakin Souichi entah bagaimana akan bisa
menanganinya. Berjuanglah, Sang Pemberani. Adalah sebuah hak khusus bagi
pahlawan Sang Pemberani untuk bermasalah dengan wanita.
Sambil berpikir demikian, aku duduk kembali di
kursiku. Aku meneguk tehku yang sekarang dingin meski tetap enak. Seperti yang
diharapkan dari istana kerajaan, daun teh yang digunakan adalah kelas atas.
"Oh, benar. Aku harus mendiskusikan sesuatu
denganmu juga, Utano-san." (Renji)
"Apa itu?"
"Umm, apa kau ada peta?"
"Peta? Kenapa?"
"Aku menemukan sebuah gua baru. Kemungkinan,
masih baru-baru ini seseorang membuatnya dengan sihir, menurutku."
"…Ini tentang apa?"
Berkata begitu, dia berdiri dan mengeluarkan sebuah
peta yang disimpan rapi pada salah satu laci di meja kerjanya. Karena kristalnya
mengganggu, aku mengambil untuk memindahkannya ke tempat lain. Melihat ke
sekeliilng, untuk sementara waktu aku memutuskan untuk menaruhnya di atas rak
buku dekat jendela.
"Ah, hati-hati dengan benda itu. Harganya sangat
mahal, oke?" (Yuuko)
[Gunakan kedua tanganmu untuk memegangnya, dasar
bodoh!]
Ya, ya. Membalas setengah hati, aku memutuskan untuk
menaruhnya secara hati-hati di meja kerja pada akhirnya. Ini mahal, rak buku
tidak pantas, yeah. Kalau aku memecahkannya di sini, hutangku akan bertambah
lagi. Adalah hal yang normal bagiku untuk langsung berpikir begitu.
"Jadi, di mana kau menemukan gua baru ini?"
(Yuuko)
"Hm, umm, coba kulihat…" (Renji)
Aku memperhatikan peta tersebut. Tidak begitu berbeda
dari yang kulihat beberapa saat lalu. Beberapa tempat baru juga telah
ditambahkan tapi kebanyakan adalah danau dan hutan yang kami tandai sebagai petunuk
dalam perjalanan kami saat itu. Meski begitu, peta ini kurang dalam hal skala
pengukuran yang tepat, jadi tidak begitu bisa diandalkan.
Kesampingkan itu, sesuai dugaan, bahkan pada peta
Utano-san tidak ada tanda-tanda tentang gua di mana kami menemukan Sollunea
tertidur. Jadi ini benar-benar gua yang masih baru. Yah, itu tidak terlalu
dalam dan sekarang tidak ada apapun di dalamnya juga, sih.
"Guanya ada di sekitar sini sepertinya."
Sambil berdiri di samping Utano-san, yang sedang duduk
di kursi, aku menunjuk ke lokasi gua itu. Di sebelah timur ibu kota, dekat
dengan [dataran kematian] di kami pernah sekali bertempur melawan keturunan
Dewa Iblis. Dua tahun yang lalu, kami bertarung menghadapi Iblis terkuat di
benua Imnesia di sana.
Tapi sepertinya, bahkan Utano-san pun ingat tidak ada
gua di sana sebelumnya karena dia menatapiku dengan ragu.
"…..Aku akan mengirim para prajurit untuk
memeriksanya, untuk berjaga-jaga." (Yuuko)
"Ya, lakukanlah. Gua itu kelihatan benar-benar
mencurigakan." (Renji)
"Mencurigakan?"
"Gua itu sepertinya dibuat dengan sihir. Itu tidak
ada di sana 2-3 hari yang lalu, dan yang paling penting ada seseorang yang
hidup dalam sebuah kristal di gua itu."
"Seseorang di dalam sebuah kristal?"
Aku hanya mengangkat bahu saat dia balik bertanya
padkau. Yah, itu adalah hal yang normal kurasa. Manusia, pada dasarnya,
harusnya tidak bisa selamat di dalam kristal bagaimanapun juga. Kalau begitu,
dia itu apa?
Memikirkan Sollunea, aku mengeluarkan sepotong kristal
tersebut dan menaruhnya di atas meja.
"Ini?" (Yuuko)
"Itu adalah pecahan kristal raksasa di mana orang
tersebut tertidur di dalamnya. Benda itu pecah saat orang itu terbangun."
"……Kau tidak bisa mengharapkanku untuk mempercayai
ini begitu saja."
Berkata begitu, dia memungut kristal itu dan
mendekatkan ke matanya, memeriksanya seperti seorang yang ahli.
[Apakah kau bisa merasakan sesuatu? Aku bahkan tidak
bisa merasakan energi sihir dari benda itu lagi.]
"Lagi? Benda ini tadinya ada energi
sihirnya?" (Yuuko)
[Ya. Aku yakin merasakannya. Meskipun penyihir di grup
kami tidak merasakannya.]
"Hmmm…"
Dengan lembut, rambut berwarna kuning terangnya
berayun meskipun tidak ada angin di dalam ruangan ini. Energi sihir. Kemungkinan
besar, Utano-san pastinya memasukkan energi sihir ke dalam kristal tersebut.
Tapi tidak ada perubahan yang terlihat dalam kristal
itu. Setelah beberapa waktu berlalu, Utano-san menghela napas kecil dan
perasaan yang sedikit menekan dari energi sihinya pun menghilang.
"Terlihat seperti kristal biasa bagiku."
(Yuuko)
"Akan sangat bagus kalau itu benar. Orang itu
saat ini tinggal bersama kami sekarang. Yang paling penting, menurutnya, orang
itu juga mengalami amnesia."
"……Merepotkan sekali. Amnesia, ya? Aku ingin melihat
mereka sekali."
"Itu akan sangat membantu. Haruskah aku datang dengan
dia besok?"
"Ya, lakukanlah. Ayo urus semua hal yang merepotkan
sebelum turnamen dimulai."
Berkata begitu, dia menaruh pecahan kristal itu
kembali ke atas meja. Sollunea—wanita yang tertidur dalam kristal itu. Itu saja
sudah cukup mencurigakan, tapi dia juga menderita amnesia. Dia benar-benar
mencurigakan. Mendadak, aku merasa Utano-san menatapiku lagi.
"Eh, umm, apa?" (Renji)
"Orang itu, jangan-jangan seorang wanita, ya?"
(Yuuko)
[Bagaimana kau bisa tahu? Tepat seperti yang kau
bilang.]
"………"
Apa maksudnya helaan napas berat itu!
"Lagi, ya?" (Yuuko)
"Entah kenapa rasanya seperti kau menganggap ini
adalah salahku, tapi itu hanya imajinasiku saja, 'kan?" (Renji)
[Ada apa? Yuuko?]
"Bukan apa-apa, aku hanya sedikit letih."
(Yuuko)
Tidak, serius. Aku bahkan tidak menganggap Sollunea
sebagai seorang wanita sebagaimana harusnya. Menyunggingkan senyuman bingung
pada reaksi Utano-san, aku minum teh lagi sambil menyembunyikan bibirku dengan
cangkir.
Kalau aku menceritakan ini pada Aya, apa aku akan
mendapat reaksi yang sama?
0 Comments
Posting Komentar