REUNI (1)
(Translator : Hikari)
"Renji-san,
apa kau baik-baik saja sekarang?" (Aya)
"Hm,
yah. Sepertinya tubuhku sakit sedikit karena terlalu banyak tidur."
Menurut
Utano-san, aku tidur selama lima hari penuh. Sudah lama sekali sejak terakhir
aku tidur begitu lama terus-terusan. Kurasa bahkan aku pun akan kelelahan
setelah berjalan tanpa henti sampai ke Hutan Jiwa-Jiwa Membusuk dan kemudian
menghadapi keturunan Dewa Iblis. Yah, aku memang sangat beruntung bisa selamat
dari semua itu sejujurnya.
"Selain
itu, aku juga lapar." (Renji)
"Fufu.
Meskipun kau nyaris mati, kau sudah penuh semangat, ya." (Aya)
"Karena
aku tidak mati pada akhirnya."
Saat
aku berkata begitu, Aya tertawa geli. Melihat senyumannya, aku juga mulai
tertawa dengannya.
"Apa
aku membuatmu khawatir?" (Renji)
"Ya,
amat sangat. Francesca-senpai dan yang lain juga sangat cemas."
"Aku
mengerti."
Aya
membawa sebuah kursi dan duduk di dekat ranjangku. Caranya duduk, bisa
dibilang, gayanya lebih anggun daripada Utano-san. Aku tidak akan mengatakannya
terang-terangan walau begitu. Bahkan dinding pun memiliki telinga.
Nada
bicara Aya terdengar sedikit marah, tapi ekspresinya begitu lembut sampai aku
sama sekali tidak merasa takut. Aku penasaran apa dia sendiri tahu soal itu?
Aku ragu dia tahu.
"Sampai
tertidur di kamarku, kurasa kau pasti tadinya sangat mengkhawatirkanku."
(Reiji)
"….mouu,
tolong lupakan itu."
Merona
sedikit, dia memelototiku. Biasanya akan menakutkan tapi saat ini, hanya terasa
imut. Saat aku terus menatapi wajahnya, dia jadi mengalihkan wajahnya.
"Akan
sayang sekali melupakannya." (Renji)
"Tidak
ada hal semacam itu!"
Saat
dia berkata dengan marah dan aku mengangkat bahu, lengang kananku merasa
sedikit nyeri lagi. Tidak, lukanya sudah sembuh tapi, sedikit racun Dewa Iblis
masih ada sepertinya.
"Apa
kau benar-benar baik-baik saja?" (Aya)
"Selama
Aya tidak meneriakiku, yah."
"uu…"
Saat
aku tertawa tertahan, Aya meringkukkan tubuhnya. Karena kau bersikap seperti
itu, aku jadi merasa semakin ingin menggodamu, kau tahu? Karena perbedaan antara
sikapnya ini dengan cara dia bertindak biasanya, yah, kebiasaan menggodaku jadi
muncul.
Bahkan
diriku sendiri merasa ini adalah kelakuanku yang kekanak-kanakan. Seperti,
apa-apaan sih yang kulakukan ini? Tapi, ya sudahlah, kurasa akan jadi kurang
berhati-hati kalau aku melanjutkannya lebih jauh sekarang.
Kalau
aku menggodai orang yang mengkhawatirkanku, setidaknya aku harus menunggu
sampai kembali sehat sepenuhnya. Bahkan aku pun pernah merawat teman-temanku
yang terluka berkali-kali. Saat-saat itu, yang terbaik adalah selalu penuh
semangat, aku tahu.
"Kau
selalu menggodaku." (Aya)
"Karena
aku selalu mendapatkan reaksi yang menghibur saat melakukannya."
"Haah…..kau
mermperlakukanku seperti anak kecil."
"Karena
kau masih anak-anak."
"Aku
sudah 18 tahun."
"Dan
aku 28 tahun."
Saat
aku berkata begitu, dia cemberut seperti anak kecil yang memprotesku. Itulah
tepatnya kenapa kau masih anak-anak. Tapi kalau aku memberitahukannya, dia akan
memperbaiki ekspresinya yang mana akan sayang sekali, jadi aku tidak melakukannya.
Kami
meneruskan percakapan seperti itu ketika,
"Oh
iya, di mana Ermenhilde?"
"……Eru
mungkin bersama Yui atau si bodoh itu kurasa." (Aya)
Si
bodoh——mungkin itu artinya Koutarou. Aya dan Koutarou tidak begitu akrab. Yah,
mereka tidak saling membenci atau semacamnya, mereka hanya terlalu sering
bertengkar satu sama lain. Itu karena Aya menggunakan sihir dengan pikirannya,
sementara Koutarou merangkai sihirnya murni dengan intuisi atau inderanya. Yang
satu adalah seorang jenius sementara yang satunya bergantung pada insting
murni, mereka hanya tidak dapat mengerti sihir satu sama lain. Karena itulah
mereka jadi bertengkar.
Bahkan
setelah tak terhitung banyaknya aku menengahi, mereka masih belum berhenti.
"Bukankah
Koutarou yang datang menyelamatkanku karena dia melihat masa depan di mana aku
sekarat?"
"Tidak
juga."
Saat
aku mencoba membela Koutarou, Aya cemberut lagi.
"Kalau
dia melihat masa depan Renji-san yang sekarat, dia seharusnya cepat-cepat
mengatakannya pada kita. Kalau dia melakukannya, kita akan membawa Souichi dan
Yayoi bersama kita juga." (Aya)
"Itu
tidak akan berhasil. Mereka berdua punya urusannya sendiri juga."
Sejujurnya,
kalau aku bisa, aku akan membuat Aya menjalani hidup sebagai murid di Kota
Sihir juga, tapi sia-sia mengatakannya sekarang.
"Dia
selalu bersikap angkuh, bersikap berlebihan dengan banyak hal……karena itulah
aku tidak menyukainya." (Aya)
"Tolong,
cobalah untuk lebih akur dengannya."
"Akan
kucoba."
Yah,
kalau kupikirkan lagi, dia seharusnya mengatakan padaku masa depan semacam itu
lebih awal. Dia melihat kematianku bagaimanapun juga! Aku masih belum mau mati,
kau tahu? Ada banyak hal yang ingin kulakukan, hal yang ingin kuselesaikan.
Tidak mungkin aku akan menerima mati di hutan terpencil itu.
Aku
sangat yakin dia sudah menghilang tapi kali berikutnya aku bertemu dia, aku
pasti akan mengomelinya tentang ini. Juga, aku harus berterima kasih padanya
karena menyelamatkanku juga. Calon chunnibyou
itu lemah terhadap hal semacam itu bagaimanapun. Aku akan meledeknya sampai
puas.
"Oh
benar, apa Yui-chan juga di ibu kota?" (Renji)
"Ya.
Dialah yang membawamu ke sini dari hutan dengan Fafnirnya. Dia seharusnya ada
di tempat latihan sekarang."
Berkata
begitu, Aya berdiri dan membuka tirai. Aku juga datang mendekat ke jendela dan
melihat ke luar. Lapangan tempat latihan terlihat jelas dari jendela ini. Ada
naga merah menyala raksasa yang saat ini sedang melipat sayapnya. Itu adalah
hewan buas ketiga yang dikontrak Yui, Naga Kuno-Fafnir. Sama seperti setahun
yang lalu, makhluk itu selalu terlihat kuat dan keren. Setiap pria mengagumi
naga tentunya, yah. Kami memiliki naga yang meminjamkan punggungnya pada kami
untuk berpindah-pindah temppat dan juga membantu kami dengan serangan napasnya
selama pertempuran yang tak terhitung banyaknya.
"Oh,
ada Fafnir…jadi itu artinya…"
Masih
mengatakan itu, sesosok makhluk mirip manusia bersayap setinggi 15cm datang ke
jendela tempat kami melihat——seorang peri. Saat aku menanyakannya sesekali
sebelumnya apakah dia tidak merasa kedinginan terbang ke sana ke mari hanya
dengan sehelai gaun putih itu, kelihatannya, roh-roh angin mengurus hal itu
untuknya. Benar-benar praktis.
"——,
———"
Karena
aku menutup jendela, aku tidak bisa mendengar apa yang sedang dia katakan, tapi
sepertinya dia belum menyadarinya jadi dia tetap terus berbicara. Saat aku
akhirnya menertawakannya, akhirnya dia sadar dan mulai memukuli jendela. Dia
sama seperti biasa sepertinya.
"Jangan
pecahkan kacanya, ya?" (Renji)
"Tidak
sopan. Padahal aku datang kemari untuk menyapamu, tapi kau malah menertawakanku."
(Peri)
"Itu
salahmu karena mulai berbicara meskipun jendelanya tertutup. Kau seharusnya
menyadarinya lebih awal."
"uu——yah,
itu ada benarnya——"
Karena
dia bergumam dengan suara kecil, aku tidak bisa mendengarnya dengan benar.
Mengingat tubuhnya kecil, volume suaranya juga sama.
"Apa
yang kau katakan?" (Renji)
"Diam,
bodoh! Matilah dengan ketidakmampuanmu!"
"Aku
tidak akan mati semudah itu."
Dan
apa-apaan itu? Dia memanggilku sama seperti Utano-san. Bahkan aku pun akan
sedikit terluka sekarang. Aku tidak sampai tidak sekompeten itu, mungkin.
Bahkan meskipun seperti ini, aku masih mencoba untuk hidup dengan berani sebisa
mungkin.
"Anastasia,
apa kau melihat Ermenhilde?" (Renji)
"Hah?
Apa, kau lebih suka wanita medali itu daripada aku?"
"Ada
apa dengan otakmu? Aku tidak bisa tenang tanpa Ermenhilde di sampingku, itu
saja."
Tapi
dia masih memandangiku dengan tatapan curiga. Ya ampun, apa yang ada di dalam
kepalanya itu?
Peri
Anastasia. Dia adalah ratu para peri yang tinggal di hutan Pohon Dunia in Elfreim.
Dia adalah pengguna sihir Roh dan dalam penggunaan sihir, dia bahkan melampaui
Aya menurut pendapatku. Meskipun aku penasaran apakah itu hanya karena dia
seorang peri atau si chibikko
(bocah/anak kecil) tukang ngomel ini sebenarnya memang benar-benar punya
kemampuan……Mungkin yang terakhir.
Aku
penasaran apa yang dia pikirkan saat ini setelah aku bertanya tentang
Ermenhilde karena si Ratu Peri itu terbang menjauh dari jendela dan terbang
melayang-layang di udara. Dia benar-benar terampil. Aku teringt bahwa aku telah
mencoba terbang menggunakan sihir roh berkali-kali tapi aku tidak bisa terbang
sebaik Anastasia. Dan saat aku diledek, aku akan memintanya lagi dan balas
dendam kali ini.
"Fuuun.
Kau juga kesulitan, Aya." (Peri)
"Tidak
juga. Kau bersenang-senang sendiri." (Aya)
"Yuuko
juga, tanpa dia tahu……kau benar-benar orang yang berdosa, Renji." (Peri)
"Dalam
kasus Utano, aku lebih tepatnya adalah korbannya menurutku." (Renji)
"………"
Tapi,
entah kenapa, aku malah mendapat tatapan dingin dari Aya sebagai gantinya.
Bahkan keberadaan di sampingku menjadi semakin dingin.
"Apa
yang kau lakukan pada Utano-san?" (Aya)
"Kenapa
malah aku yang diperlakukan sebagai orang yang bersalah!?"
Dtitatapi
dengan sorot mata begitu curiga oleh Aya……aku sangat sedih. Tapi sebenarnya,
bagaimana seharusnya aku mengatakannya, itu adalah serangan kejutan dari dia.
bagaimanapun, bukan aku yang salah bagaimanapun aku memikirkannya. Atau mungkin
akulah yang salah karena tidak jelas bahkan saat ini?
Yah,
kurasa akan selalu prialah yang salah dalam kasus semacam itu. Yah.
"Itu
jadi kebiasaan dia, ya 'kan?" (Peri)
"Diam,
chibikko."
"muu.
Kau memanggilku seperti itu lagi, dasar tidak kompeten!"
Berkata
begitu, dia memanjati bahu kananku. Berat yang kurasakan membuatku merasa
nostalgic dan aku jadi tersenyum sedikit.
"Di
mana Yui-chan?" (Renji)
"Dengan
Faf. 'Knight' sedang mengayunkan pedang dengan Yuuta." (Peri)
"Dengan
Kuuki ya——"
Aku
akan pergi menemuinya juga. Kuuki Yuuta. [Kesatria Sang Dewi], salah satu
pahlawan yang berafiliasi dengan Orde Kesatria negara. Dan 'Knight' adalah
monster pertama yang dikontrak Yui-chan, seorang Kesatria Bayangan. Dia disebut
'Knight' karena dia adalah seorang kesatria. Utano-san adalah orang yang
memberinya nama. Jangan mencoba terlalu memikirkannya. Sia-sia untuk membantahnya.
Tapi
tetap saja, aku benar-benar mendengar banyak nama rekan-rekanku hanya dengan
datang ke ibu kota. Itu membuatku merasa——jenis emosi aneh yang tidak jelas,
membuatku menggaruk kepala.
"Kau
akan masuk angin, jadi aku akan menutup jendelanya lagi, oke?" (Aya)
"Ya."
"Wah,
wah. Benar-benar baik hati! Kau pasti akan menjadi isteri yang baik, Aya."
(Peri)
"———!"
Saat
Anastasia menggodanya seperti itu, dia terdiam, tapi dalam sekejap mencoba
menyambar si peri. Aya kelihatannya benar-benar punya titik didih yang rendah
di hadapan rekan-rekannya.
Ini
bukan tujuannya, tapi karena Anastasi ada di atas bahuku, akhirnya dia jadi
melompat padaku. Biasanya aku akan menahannya dengan mudah, tapi aku
benar-benar tidak punya tenaga saat ini. Aku mencobanya tapi kaki-kakiku dengan
segera menyerah saat aku terjatuh. Aku juga merasakan si penjahat yang
sebenarnya menjauh dari bahuku.
"Oh!"
"EH!?"
Seperti
itulah, aku terjatuh bersama Aya. Aku jatuh dengan punggung ke ranjang dan Aya
jatuh tepat di lenganku. Tergantung dari bagaimana kau melihatnya, itu akan
terlihat seakan aku memeluk Aya erat-erat kurasa.
"Oho."
(Peri)
"Jangan
terlalu menggodanya. Bahkan setelah sering digoda, dia masih belum terbiasa
dengan itu." (Renji)
"Aku
tahu." (Peri)
Kenapa
dia mengacungkan kedua ibu jarinya? Dasar ratu peri bodoh ini.
"Kau
tidak apa-apa?" (Renji)
Aku
memanggil gadis yang ada di lenganku tapi tidak mendapat respon. Saat aku
menunduk untuk melihatnya, hanya rambutnya yang hitam berkilau muncul di
pandanganku. Dia pasti menghabiskan banyak waktu untuk merawat rambutnya.
Bahkan rambutnya juga sangat wangi. Tapi seperti yang kau duga, aku tidak
memiliki pemikiran licik apapun pada seorang gadis yang lebih kuanggap sebagai
seorang anak perempuanku.
"Aya?"
(Renji)
"………"
Saat
aku bicara selembut yang kubisa, dia menaruh tangannya di dadaku. Dia memegangi
kemejaku dan mencengkeramnya erat-erat.
Saat
aku bertanya-tanya emosi apa yang sedang dia rasakan——aku melihat ke atas ke penjahat
di balik situasi ini. Si ratu peri menyengir terbang mengelilingi ruangan
sambil melihat kami. Kenapa dia bisa begitu santai? Seperti yang diduga dari
peri yang sangat suka jahil, kurasa? Sebagai tambahan, dia adalah ratunya.
Menghela
napas, aku mengeluarkan tenaga dari tubuhku. Setelah lima hari hanya tidur, aku
kekurangan energi.
"Ayolah,
jangan menangis. Aku masih hidup, 'kan?" (Renji)
Bahunya
bergetar sedikit.
Tapi
aku hanya bisa mengelus kepalanya dengan lembut sambil menyisiri rambutnya.
Akulah yang membuat dia merasa khawatir dan takut. Dia mengatakannya dengan
ringan tapi dia pasti benar-benar cemas saat aku tidak sadarkan diri. Aku bisa
mengerti. Aku juga selalu gelisah dan khawatir kapanpun aku merawat temanku
yang terluka. Aku sangat tahu apa yang dia rasakan.
Dan
aku juga tahu bahwa kau tidak bisa menghadapi emosi ini sendirian. Jadi yang
bisa kulakukan hanyalah mengelus kepalanya untuk menenangkannya. Sama seperti
saat itu……sama seperti 'dia' yang memelukku erat-erat dan mengelusku.
"Kau
cengeng seperti biasanya." (Peri)
"Lebih
dari 50%nya adalah salahmu, kau tahu?" (Renji)
"Benarkah?"
Berkata
begitu, seakan membaca pikiranku, dia menatapiku. Yah, aku tahu. Orang yang
paling bersalah di sini adalah aku yang hampir mati. Akulah yang membuat mereka
semua begitu khawatir. Karena itulah aku hanya bisa mencoba menghibur Aya.
Meskipun aku belum melakukan apapun untuk gadis ini. Meskipun aku bahkan belum
membalas perasaannya. Tapi walau begitu, aku akhirnya menerima Aya seperti ini.
Ini, sudah jelas kesalahanku. Aku tahu itu.
Setelah
mengelus kepalanya untuk beberapa lama, gemetar di bahu Aya mulai semakin
mereda. Utano-san memang mengatakan 'jaga Aya' tapi, kurasa dia bahkan sudah
menduga hal ini terjadi. Saat aku memikirkan itu, salah satu penjahatnya
(Anastasia) memukul kepalaku. Karena dia kecil rasanya tidak sakit tapi itu
mengejutkanku.
"Nilai
minus." (Peri)
"……Untuk
apa?" (Renji)
"Kau
seharusnya tidak memikirkan wanita lain saat memeluk seorang gadis!"
Bisa
membaca pikiranku juga? Aku jadi menukas seperti itu.
"Tidak
juga, kok." (Renji)
"Haruskah
aku memberi tahu ini pada Eru dan Yuuko nanti?"
"Baik,
baik."
Mungkin
dia tidak suka jawabanku, jadi dia memukul kepalaku lagi. Kali ini adalah
sebuah tinju. Yah, tapi rasanya juga sama sekali tidak sakit.
"Walaupun
kau telah meninggalkan kami selama setahun penuh, bagaimana kalau kau
menunjukkan rasa terima kasih padaku yang telah membiarkanmu lepas dari hukuman
hanya dengan ini?" (Peri)
"Ya,
ya."
"……Dasar,
kau ini benar-benar tsundere."
"Cara
menggunakan kata itu jelas-jelas salah!"
Tidak
ada kata 'tsun' dalamku. Lagipula,
pria tsundere terdengar mengerikan.
"Ermenhilde
juga kadang-kadang menggunakan kata-kata aneh seperti itu tapi siapa sebenarnya
yang mengajari kalian berdua tentang hal-hal ini?" (Renji)
"Koutarou,
sudah jelas, 'kan?"
Si
bodoh itu, aku pasti akan membuatnya menangis nanti. Walau aku memang berterima
kasih padanya karena menyelamatkanku, itu adalah masalah yang lain lagi.
Memutuskan
hal itu dalam hatiku, aku mengangkat Aya pada bahunya dan duduk di tempat tidur
bersamanya. Pada akhirnya dia secara teknis duduk di pangkuanku, tapi Aya sama
sekali tidak kelihatan keberatan dengan itu. Sejujurnya, aku akan lebih senang
kalau dia pindah tempat. Seperti biasanya, dia menumpangkan kepalanya di
dadaku. Wanginya benar-benar menggoda.
"A…Aya?"
(Renji)
"Ada
apa?"
Kelihatannya
dia sudah menangis sepenuhnya karena suaranya kembali biasa saja. Aku menghela
napas lega karena itu.
"Tolong
turunlah dariku." (Renji)
"Mengagumkan
kau bahkan bisa mengatakan itu. Aku benar-benar terkesan." (Peri)
Aku
mengabaikan si peri yang berbicara dari atasku sekarang. Atau lebih tepatnya,
setidaknya setengah dari ini adalah kesalahanmu, situasi ini.
Tapi
serius, bagaimana bisa berakhir seperti ini? Aku jadi tersenyum simpul. Akulah
yang salah. Tidak peduli bagaimana aku menyangkalnya, itu tidak mengubah
kenyataan bahwa kelemahankulah yang membuat mereka begitu khawatir.
"Aku
benar-benar membuatmu cemas, ya 'kan?" (Renji)
"Benar
sekali." (Aya)
"Aku
mengerti."
Percakapan
yang sama dengan yang kami lakukan sebelumnya. Tapi kali ini, Aya menangis.
Tapi entah mengapa, aku tidak merasa buruk dalam hatiku. Tidak mungkin aku
merasa begitu saat seorang gadis cantiklah yang mencemaskan dan menangisiku.
Aku
mengerti. Aku bergumam lagi dan melihat Anastasia.
"Aku
juga membuatmu cemas?" (Renji)
"Ya,
sangat. Aku luar biasa mengkhawatirkanmu."
"Seperti
biasanya kau berlebihan dalam segalanya, ya?"
"Seperti
biasanya perlakuanmu padaku berbeda dibanding yang lainnya juga, ya
'kan!?"
"Ini
lebih dari cukup untukmu."
Saat
aku berbicara dengan Anastasia, Aya, dalam dekapanku, bahunya gemetar. Tapi
kali ini aku tidak mendengarnya terisak, tapi mendengarnya tertawa tertahan.
"Terima
kasih. Karena menangis untukku." (Renji)
"——Ya."
Dari
dalam pelukanku, Aya dengan lembut menyelinap keluar. Meskipun dia telah
menangis sampai tadi, mengejutkannya kakinya lincah.
Sebagai
gantinya, Anastasi datang kembali untuk duduk di bahu kananku.
"Kalau
Renji-san tidak akan menangis, aku akan menangis untukmu juga." (Aya)
"Aku
mengerti."
"……Karena
itulah, meskipun hanya sedikit, kalau kau berpikir bahwa itu tidak baik, tolong
jangan buat aku menangis lagi."
Dengan
mata yang memerah, tapi dengan seulas senyuman, dia mengatakan itu padaku.
"Apakah
itu sebuah pengakuan?" (Peri)
"Yah,
entahlah?" (Renji)
"Semacam
itu?" (Aya)
Saat
kami menjawab dengan serempak, kami bertiga mulai tertawa.
Apakah
semuanya jawaban yang benar? Atau dua-duanya salah?
Saat
kami membicarakan banyak hal yang aku tidak yakin itu ada artinya, pintu pun
diketuk.
"Aku
membawakanmu makanan, Yamada-kun."
Utano-san
masuk. Di kedua tangannya ada nampan dengan bermacam makanan yang ditata.
Bagaimana
caranya dia mengetuk pintu kalau begitu?
"Oh?
Anastasia, kau juga ada di sini?" (Yuuko)
"Ya!
Yuuko, di mana bagianku? (Peri)
"Aku
akan membagi punyaku denganmu."
"Karena
inilah aku menyayangimu, Yuuko!"
Bisa
terpancing oleh makanan, dia benar-benar egois. Seperti yang diduga dari
seorang peri, kurasa.
Saat
bahu kananku menjadi lebih ringan, aku menghela napas. Begitu pandanganku
terhubung dengan Aya, kami sama-sama tersenyum.
"Apa
kau membuat dia memanjakanmu dengan baik?" (Yuuko)
"——"
Dalam
sekejap, wajah Aya memerah. Dia menyembunyikan wajahnya tapi dia memerah sampai
ke tengkuk dan ujung-ujung telinga.
Seperti
biasanya, dia lemah terhadap hal-hal yang tidak terduga.
"Baiklah
kalau begitu, ayo kita makan?" (Renji)
Di
saat-saat seperti ini, yang terbaik adalah aku berpura-pura tidak menyadari dan
menunggu badainya lewat. Aku juga tidak berpikir itu adalah sebuah kesalahan.
Melihatku seperti itu, Utano-san menatapiku sejenak dan menghela napas.
"Apa
kau tidak tahu? Setiap kali kau menghela napas, kau membiarkan kebahagiaanmu
lepas." (Renji)
"Tidak
masalah. Aku sudah menemukan kebahagiaanku." (Utano)
Sepertinya
begitu.
0 Comments
Posting Komentar