TERPENUHI, KEMUDIAN TERLEWATKAN
(Part 2)
(Translater : Blade)
Bagian 2
Hari kedua Yuriko meninggalkan sekolah, Ryuunosuke sudah
sembuh.
Saat pagi Sorata menunjukkan surat persetujuannya kepada Ryuunosuke.
“Hebat juga kau.”
“Dia sangat mengkhawatirkan Akasaka.”
“Kalau soal demam, beritahu dia aku sudah sembuh.”
“Bukan itu, yang dia khawatirkan itu adalah Akasaka yang sekolah di Suiko
sendirian.”
“.............”
“Setidaknya telepon itu perlu kan?”
Ryuunosuke menerima saran Sorata dan mengirim e-mail
lewat laptopnya itu.
Lalu segera dibalas, ekspresinya semakin tenang.
“Apa yang Yuriko-sensei
katakan?”
Ia menunjukkan layarnya pada Sorata. Sepertinya ia tidak
ingin membacakannya.
---Akan
kumaafkan jika
saat kau pulang
membawa Kanda-kun bersamamu.--
Awalnya ia kira tidak akan ada hubungannya dengan dirinya, tapi ada
apa ini.
“Jawabannya sudah ditulis ‘---Aku tahu.--.”
“Bagaimana dengan persetujuanku!?”
“Hal seperti itu tidak ada artinya di depan wanita itu.”
Ryuunosuke sudah kembali seperti biasanya. Ia sudah benar-benar pulih kembali dari demamnnya. Hanya, kejadian kali
ini memperparah keadaan Ryuunosuke yang lain.
Entah apakah efek samping dari terus menahan diri ketika
latihan bersama Rita, sikapnya yang benci dengan perempuan itu semakin menjadi-jadi. Rita mengira hubungan mereka sudah semakin dekat.
Saat makan pagi, ketika Rita menyapa,
“Aku tidak ingin menghirup napas yang sama dengan si gadis penumpang.”
Ryuunosuke berkata begitu.
“Kenapa jadi begitu!”
Rita yang tidak ingin menerima kenyataan itu terlihat
sangat marah.
Karena
sudah berlangsung selama beberapa hari keadaan seperti itu, Sorata pergi
melihat pengerjaan game dan mendengar curhatan Rita setelah selesai makan
siang.
“Aku bilang ya, Sorata.”
Di atas TV terlihat model 3D dengan bentuk ikan yang Rita
buat. Itu adalah karakter yang dibuat dengan bentuk awal kucing luwak. Ekornya
yang besar itu adalah ciri cirinya.
Rita yang tidak senang itu duduk di atas kasur, ada Mashiro di belakangnya. Sejak makan malam ia terus berada di
kamar Sorata, memegang buku sketsanya dan terus
menggambar.
Sepertinya tidak puas dengan dialognya, ia terus
mengubahnya. Ia tidak terganggu dengan Rita dan Sorata yang terus berbicara,
tangannya juga tidak terhenti, terus bergerak menggambar komiknya itu.
“Ryuunosuke, dia, kalau aku hanya mendekat kemari ia akan langsung
berkata ‘Jangan dekat-dekat, Gadis Penumpang!’.”
“Begitukah?.”
“Kalau aku berbicara dengannya, maka dia selalu balas ‘Jangan bicara denganku, Gadis Penumpang.’ dan menutup telingannya.”
Pengerjaan gamenya tidak masalah. Di kondisi dimana ia harus berhati-hati dalam menggunakan jumlah bahan yang terbatas dalam
membuat model 3D nya, Rita berhasil menyelesaikannya. Walau awalnya ditolak
Ryuunosuke, tapi perkembangannya setelah itu membuat Sorata terkejut, apakah karena ia memang berbakat dalam melukis?
“Bahkan kemarin ketika hanya saling bertatap muka, ia berkata ‘Jangan lihat aku, Gadis Penumpang’ dan kabur.”
Kalau begitu sudah OK. Yang selanjutnya adalah memastikan
gerakkannya. Gerakannya tidak masalah. Gerakannya yang lambat itu cocok dengan
ekspresinya yang polos. Sorata mengecek gerakan lari, lompat, dan menyerang.
“Apa kau mendengarku?”
“Itu, Rita.”
“Apa kau ada ide bagus untuk menaklukkan Ryuunosuke?”
Rita terlihat sangat berharap dengan Sorata.
“Itu akan kupikirkan nanti, masalahnya ada di sini.”
Sorata menunjukkan layar TV. Terus mengulang gerakan
menyerang.
“Saat dia memutar tubuhnya terlihat tangannya yang tertimpa ekornya.”
Biar Rita yang melihatnya sendiri saja.
“...........ah, benar juga. Aku tidak menyadarinya.”
“Yang lain bagus semua. Apa bisa memperbaiki bagian ini?”
“Aku mengerti, akan kuperbaiki sekarang.”
Rita yang berdiri itu berencana keluar dari kamar. Tapi,
ia terhenti di depan
pintu.
“Silahkan kalian ‘Menikmati’.”
Mengatakan hal seperti itu.
“Tentu.”
Menutup pintu dan mengusir Rita.
Walau sepertinya ia mengatakan beberapa hal di
koridor, tapi Sorata tidak peduli dengan itu dan kembali
ke kamar. Mashiro mengangkat kepalanya dan melihat ke arah sini, sepertinya ia
ingin mengatakan sesuatu.
“Ada apa?”
“Sorata, ingin menikmati?”
“Kau, masih tidak mengerti apa maksudnya itu kan...........”
Duduk dekat kasur. Sorata mengambil stiknya dan kembali
mencoba model 3D yang Rita beri tadi, lalu saat ini tertempel sesuatu yang hangat
dari belakang. Sorata menempel kemari dari samping.
“Rasanya seperti ini?”
“Semacam itu.”
Lalu mereka membiarkan sikap seperti ini beberapa saat dan sibuk sendiri.
Mashiro gambar komiknya, dan Sorata terus mengecek bahannya.
Setelah sekitar setengah jam. Ponsel Mashiro terbunyi,
tapi Mashiro tidak bergerak.
“Ponselmu bunyi loh?”
“Tidak cukup.”
Memutar kepalanya, terlihat Mashiro yang sedang
mengulurkan tangannya. Tangannya tidak menggapainya.
“Bukannya bisa melanjutkannya setelah kau mengambil ponsel itu.”
“Kalau begitu, baiklah.”
Mashiro bangun dan mengambil ponselnya. Mengangkat
ponselnya dan kembali menempel pada Sorata.
“Ah,
Shiina, boleh minta tolong?”
Karena
sangat dekat, jadi Sorata juga bisa mendengarnya. Itu adalah editornya
Ayano.
“Apa?”
“Komikus yang bertugas menggambar sampul majalah bulan Desember masuk rumah sakit. Jadi, walau berturut turut 2
bulan, tapi aku ingin minta Shiina yang gambar. Sekarang serialisasimu sedang
naik daun, juga bulan Desember
nanti akan rilis jilid ke-2. Aku rasa ini sebuah kesempatan, bagaimana?”
“Kesempatan.”
“Hn, ya.”
“Akan kugambar.”
“Hanya saja, jadwalnya akan jadi sedikit padat. Sebelum minggu depan
juga kau perlu mengumpulkan sampul jilid-2.”
“Hn...........”
“Pokoknya besok aku pergi ke tempatmu. Setelah pulang sekolah
tidak apa, 'kan?”
“Tidak apa.”
“Kalau begitu kita bicarakan besok saja.”
Entah apa karena sibuk, jadi ia mematikan ponselnya dengan terburu-buru.
“Kencan hari Minggu nanti,
batalkan saja?”
Walaupun sudah janji untuk kencan di bioskop sudah diundur satu minggu, tapi sepertinya Mashiro tidak punya waktu.
“Minggu lalu juga tidak kencan.”
“Terpaksa juga.”
Jadi diundur.
“Sorata tidak ingin kencan?”
“Tentu saja ingin.”
“Tapi katamu dibatalkan.”
Entah kenapa Mashiro terlihat marah, dan melihat ke arah
Sorata dengan tatapan yang menyalahkan. Itu seperti sedang mengancam,
sepertinya akan lebih marah lagi kalau Sorata membalasnya.
“Kencan bukan berarti harus pergi ke suatu tempat kan?”
“................”
Mashiro dengan tidak paham memiringkan kepalanya.
“Walaupun mungkin tidak terasa karena selalu tinggal bersama di Sakurasou, tapi saat sedang
berduaan seperti ini juga kencan kan? Kencan dalam ruangan misalnya.”
Rasanya sedikit malu saat mengatakannya, Sorata
memindahkan pandangannya.
“Kencan dalam ruangan.........”
Jarang-jarang Mashiro terkejut dengan membuka matanya lebar-lebar..............di saat berpikir begitu, ia pun memeluk Sorata dengan kedua
lengannya dari belakang. Mendekatkan pipinya ke pipi Sorata dan tersenyum.
Sepertinya ia sangat senang.
“Tapi biarpun begitu, kalau kau peluk terlalu erat tidak bisa fokus ke pekerjaan loh.”
“Sorata, ini juga kencan.”
Mashiro mengatakannya tanpa ragu.
“Begitukah...........”
Kalau begitu menyerah saja, yang penting tidak merusak
suasana hati Mashiro.
Sorata dapat merasakan suhu tubuh Mashiro dari
punggungnya, ini mematahkan konsentrasinya. Beristirahat sejenak juga tidak apa
apa.
“Hanya 5 menit ya.”
“Cepat sekali.”
“Kalau ketahuan Akasaka, nanti kena marah.”
“Sorata hanya peduli dengan Ryuunosuke.”
Walaupun ini sebuah pernyataan yang bisa membuat salah
paham, tapi Sorata tidak membalas. Setelah Mashiro mengatakan nama Ryuunosuke, Sorata teringat sesuatu.
---Setelah lulus dari Suiko, setelah meninggalkan Sakurasou, tentu saja harus ada
seseorang merawatnya. Apa kau sudah bicarakan ini dengan Shiina?--
Sepertinya memang harus berbicara dengan Shiina mengenai itu.
Sekarang mereka sedang berduaan. Ditambah Mashiro sedang
senang. Ini sebuah kesempatan bagus.
“Aku ingin menanyakan sesuatu.”
“Apa?”
Mashiro melihat ke wajah Sorata.
“Setelah lulus dari Suiko, bagaimana?”
Mashiro terus menatap ke Sorata. Mengedip matanya
beberapa kali.
“Gambar komik.”
“Bukan, bukan itu,
setelah lulus nanti kita tidak bisa tinggal di Sakurasou lagi kan? Jadi ingin
tinggal di mana........apa
kau pernah memikirkan itu?”
Masih ada waktu 4 bulan sebelum lulus, tapi, sudah
saatnya mereka memikirkan hal seperti ini. Malah, Sorata dan Mashiro mungkin
sudah telat untuk memikirkannya.
“Sorata H.”
“Kenapa kau bisa berpikir begitu.”
“Selalu bersama, tinggal bersama.”
“Sudah kuduga!”
“Tapi, tidak boleh.”
“Eh?”
Rasanya ekspresi Mashiro jadi kaku, ia terlihat kecewa.
“Aku tidak akan tinggal dengan Sorata.”
Mashiro dengan berkata begitu meninggalkan Sorata.
“Eh!?”
Sorata terkejut.
Awalnya sudah pikir Mashiro pasti sudah berencana untuk
tinggal dengan Sorata. Tapi dugaan ini salah. Mashiro mengatakan yang terbalik.
“Ka-kau
berencana hidup sendirian?”
Sorata tidak dapat menahan dirinya yang terkejut itu,
hatinya berdetak dengan keras.
“Bukan sendirian.”
Apa keluarganya yang di Inggris akan kembali ke Jepang?
“Tinggal bersama Rita.”
“Ah...........Rita
ya. Sudah pernah bicarakan dengan Rita?”
“Sudah diputuskan setelah bicarakan bersama.”
“Baguslah.........”
Sorata merasa lega, dan baring dikasur.
“Sorata kecewa?”
Mashiro duduk disamping Sorata dan melihatnya. Menatapnya
dengan ekspresi yang khawatir.
“Ah,
tidak..........”
Di saat ingin membantah, Sorata menarik lagi kalimatnya.
“...........ya. mungkin, sedikit kecewa.”
Setelah ditanya begitu baru sadar betapa egoisnya diri
sendiri. Ingin membuat game bersama dengan Ryuunosuke juga sekaligus tinggal
bersama dengan Mashiro, sepertinya Sorata memikirkan itu dalam hatinya. Padahal
kalau Mashiro bilang ‘ingin tinggal bersama’ akan sangat merepotkan
dirinya.........ini sangat berlawanan. Tapi karena begitu Sorata merasa dirinya egois.
“Tapi, kenapa bukan aku?”
Mashiro seperti sedang berpikir, setelah berpikir
beberapa saat, baru memutuskan hal hal setelah lulus.........ingin tahu
alasannya.
“Sorata adalah pacarku.”
“Ooh...”
Mashiro menggenggam tangan Sorata.
“Sorata adalah pacarku.”
“Ya.”
Sorata juga membalasnya.
“Sudah bukan tuan lagi.”
“Dari awal memang bukan tuan kok.”
Sorata tertawa pahit.
“Aku ingin jadi...”
“Jadi?”
“Jadi.........pacar yang baik.”
“............”
Mashiro menunjukkan ekspresi yang lembut itu dengan
tersenyum.
“Sorata marah?”
“Tidak............”
“Marah karena aku egois?”
“Bagaimanapun aku juga........berencana ingin tinggal berdua dengan
Akasaka untuk pengerjaan gamenya.”
“Sorata ‘melenceng’?”
“Bukan! Sama seperti Mashiro. Perasaan kita sama........aku juga ingin menjadi
pacar yang baik. Setidaknya harus lebih baik dari sekarang.”
Karena ini,
Sorata merasa suatu hari nanti harus menghilangkan kebiasaan jeleknya saat
tinggal di Sakurasou. Rasanya bagus juga kalau terus bersama. Tapi, kalau
setelah ini Sorata juga Sorata masih tinggal bersama Mashiro, maka dirinya
tidak akan bisa menghilangkan kebiasaannya.
“Sama ya.”
Mashiro tersenyum lagi.
Dada Sorata terasa hangat. Ini seperti masa depan yang ia
bayangkan. Ia sangat senang, seluruh tubuhnya terasa hangat, tidak tahan
rasanya ingin memeluk erat Mashiro.
Tapi Sorata menahan dirinya, karena kalau ia melakukannya, ia tidak akan bisa lanjut
mengerjakan gamenya lagi. Walaupun sudah di atas kasur, tapi ini berbeda.
Jadi sekarang harus menahannya. Sorata sudah berteriak
berkali kali di dalam
hatinya untuk menahannya.
Mashiro tidak peduli dengan Sorata yang berusaha menahan
diri, dan menatapnya dengan mata yang sedikit basah.
“Apa hari ini boleh tidur disini?”
Dan menyerangnya.
“Itu..., tidak boleh!”
Langsung beranjak dari kasur.
“Mengapa?”
Mashiro merasa tidak terima.
“Mashiro-san,
kau juga tidur di sini kemarin, kan?”
Karena
katanya kencan minggu lalu batal, jadi menyelinap ke kasur.
“Minggu ini juga tidak bisa kencan.”
“Bagaimanapun tetap saja tidak boleh. Aku masih perlu bekerja,
sepertinya akan memakan banyak waktu.”
Kalau bisa Sorata harap bisa tidur jam 2.........tapi
sepertinya jam 3 baru bisa tidur.
“Tidak apa.”
“Setidaknya beritahu alasannya.”
“Aku akan tidur duluan.”
“Kalau begitu tidur di kamar sendiri!”
“Bagaimanapun tidak boleh?”
“Karena begitulah tidak boleh.”
“Padahal pakai celana dalam yang lucu.”
“Argh.”
Hampir saja pertahanan Sorata runtuh.
“Sorata, tidak ingin lihat?”
“Ja-jangan
kira aku akan terpancing.”
Padahal Sorata hanya memaksakan diri.
“Kemarin terpancing.”
“Karena pengalaman itulah aku tidak akan terpancing lagi!”
“Muh.”
Entah apakah karena Sorata terlalu keras kepala jadinya ngambek, Mashiro
meliriknya dengan tampang yang lucu.
“Padahal ingin melakukannya.”
“Aaaa~, ya! Tapi aku menahannya!”
“Padahal sangat bersemangat sampai menghilangkan celana dalam yang kulepaskan tadi
pagi.”
“I-itu!..”
Lebih tepatnya kehilangannya itu kemarin malam. Karena terlalu gelap jadi entah hilang ke mana. Dan mereka
baru merasa kehilangan saat bangun pagi.........
“Sorata, di mana celana dalam itu?”
“........aku akan mencarinya sekarang.”
Melihat ke celah yang ada diantara dinding dan kasur. Kalau sama
seperti kemarin, harusnya ada disini juga, tapi kali ini tidak ada disini.
“Sorata selalu menghilangkan celana dalamku.”
“Ini baru ke 2 kalinya hoi!”
Sambil protes sambil mencari.
Disaat Sorata sedang mencari, terdengar suara yang aneh
dari luar kamar. Sepertinya itu suara pintu depan terbuka.
Sorata langsung sadar kalau Kanna sudah pulang.
Walaupun biasanya ia akan beritahu kalau akan pulang
malam.
----Akan pulang
malam.--
Pesan seperti itu. Tapi kalau seminggu sampai 2 atau 3 kali
bagaimanapun rasanya mencurigakan.
Sorata berpikir untuk memastikan, jadi berdiri dan
menyerah mencari celana dalam lagi. Mashiro masih mencarinya.
Keluar sampai koridor, bertemu dengan Kanna yang baru
melepaskan sepatunya.
“Selamat datang.”
“..........Itu, maaf pulang malam.”
“Hari ini juga rapat untuk novel?”
Walaupun rasanya tidak sepertinya Sorata, tapi Sorata
tetap menanyakannya.
“........ya.”
Kanna tidak ingin menatap Sorata.
Tapi apa yang Kanna lakukan sampai pulang malam seperti
ini. Sorata tidak bisa membiarkannya terus menerus.
“Sebenarnya apa yang dilakukan?”
“!”
“Kanna-chan juga tidak menyangka kebohongannya terbongkar,kan?”
“.......bukannya senpai sampai kemarin masih pura-pura tidak tahu.”
Rasanya
seperti menyalahkan Sorata. Tapi Sorata tidak peduli. Dan lanjut berbicara.
“Bukannya menyalahkanmu, hanya saja khawatir.”
“...........”
“Semuanya mengkhawatirkanmu.”
“Siapa yang Senpai maksud?”
“Aku, Chihiro-sensei juga. Bahkan
Iori.”
“.........aku tidak meminta kalian memikirkanku.”
Suaranya sangat kecil.
“............”
Sesaat tidak bisa membalasnya.
Kanna juga terdiam.
Yang memecahkan keheningan itu adalah Mashiro.
“Sorata, celana dalam sudah ketemu.”
Mashiro keluar dari kamarnya dengan membawa celana dalam
berwarna pink.
“Ada di bawah
kasur.”
“A-aku
bilang ya, Mashiro........”
Awalnya kira akan ada tatapan yang merendahkan dari
Kanna. Tapi Kanna tidak mengatakan apapun, dan naik ke kamar seolah-olah tidak terjadi apapun. Mashiro yang di
samping kebingungan.
“Lihatlah apa yang kau katakan pada situasi seperti ini.”
Sorata hanya bisa menarik napasnya dalam dalam.
Dan menyadari ada sesuatu di balik reaksi Kanna tadi.
Walaupun berpikir asal. Tapi akhir akhir ini Kanna terus
menghindar, walau awalnya kira alasannya karena dilihat Kanna saat bersama Mashiro pagi itu, tapi
sepertinya bukan begitu.
“..............”
Sebelumnya juga beberapa kali menyadari perasaannya.
Kalau begitu, Sorata harus melakukan sesuatu. Walapun
begitu, tidak boleh biar Kanna mengungkapkannya juga, juga tidak mengharapakan
hubungan yang baru dengannya. Kanna tahu Sorata sedang menjalin hubungan dengan
Mashiro, juga harusnya paham maksud Mashiro keluar kamar dengan membawa celana dalam, jadi sebenarnya apa yang harus Sorata lakukan dan katakan?
“Sorata.”
“Hn?”
“Tidak boleh kehilangan celana dalam lagi.”
“Akan hati-hati lain
kali.......”
Lalu akhirnya hari ini juga tidak bisa menemukan
jawabannya, Sorata kebingungan.
4 Comments
finally ty chapternya :3
BalasHapusAkhirnya ðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜
BalasHapusYang di tunggu-tunggu
Update juga ðŸ˜ðŸ˜
Kpn part 3 nya
BalasHapusPart 3 please min
BalasHapusPosting Komentar