HUTAN JIWA-JIWA YANG MEMBUSUK (1)
(Translater : Hikari)
Saat
kuda-kuda berderap, kami berlari melewati hutan.
Sesuai
nama dari hutan ini, tanah dan setiap pohonnya membusuk, mayat-mayat hidup dan arwah-arwah
akan muncul di hutan ini.
Hanya
dengan berlari melewati tanah yang membusuk ini akan menghabiskan stamina dan
miasma yang dilepaskan pepohonan yang membusuk mencoba menurunkan kewarasan
kami. Para zombie akan mengincar makhluk-makhluk hidup seperti kami dan mencoba
untuk membuat kami menjadi seperti mereka. Hantu-hantu yang memiliki tubuh
seperti kabut akan menurunkan kekebalan mental kami dan menunjukkan mimpi buruk
pada kami. Tidak terhitung banyaknya jasad-jasad yang dapat dilihat sambil
melintas melewati hutan ini dan miasma gelap yang dilepaskan pepohonan tidak
akan mengijinkan cahaya matahari untuk memasuki hutan ini.
Aku
merasa kami sebaiknya keluar dari hutan ini secepatnya tapi hutan ini begitu
lebat. Bahkan sekalipun kami menggunakan kuda untuk berlari melewati jarak
terpendek, tetap saja akan memakan waktu setidaknya lima hari.
"Feirona,
apa kau masih bisa melanjutkan sedikit lagi?"
"Ya,
tidak masalah. Tapi sebelum itu——"
"Akan
kuurus Nona Francesca dan Mururu. Kau fokus saja untuk menembus hutan
ini."
"Baik."
Aku
memastikan kondisinya dengan pergi mendekatinya sedikit dengan kuda.
Yang
paling terpengaruh dengan melewati hutan ini adalah Feirona. Tanpa perlindungan
apapun dari para roh, efek kebencian dari mereka yang sudah mati dan para arwah
terhadap elf ini melebihi dugaanku. Bahkan dia sendiri, yang tinggal di hutan
berenergi magis, tidak menduga sampai seperti ini. Dia sepertinya berusaha
untuk menutupinya tapi rona wajahnya terliahat buruk. Dia sakit tapi seseorang
bisa menebaknya dengan sekali lihat bahwa kondisinya semakin memburuk.
Meskipun
aku seharusnya tahu bisa begitu merepotkannya roh jahat, aku masih tidak
menyangka bahwa efeknya sebesar ini. Dan ini bukan pertama kalinya aku melakukan
perjalanan dengan seorang elf. Tapi terakhir kali aku melakukannya, kurasa itu
melewati hutan yang memiliki perlindungan yang begitu luar biasa dari para roh.
Aku mengerti, kurasa aku sekali lagi paham kenapa para elf disebut pengawas
hutan. Kondisinya belum begitu buruk tapi bukan berarti tidak bisa menjadi
lebih gawat. Aku harus melakukan sesuatu. Aku memikirkan hal itu sambil berlari
di atas kudaku. Hal terbaik yang bisa dilakukan di saat seperti ini adalah
beristirahat tapi hal itu pun sulit di hutan ini.
Tidak
ada jalan yang rata di hutan ini. Bahkan sekarang, kami bergerak maju dengan
bantuan kemampuan meramal Feirona sebagai salah satu penghuni hutan. Dan akan
sangat buruk kalau dia jadi tidak bisa bergerak.
"Akan
sangat bagus kalau kita setidaknya bisa tidur nyenyak di malam hari."
[Itu
akan lebih sulit lagi di hutan ini.]
Kurasa
begitu. Sementara matahari berada di atas langit, kami dapat bergerak maju ke
timur di mana ibu koa berada, tapi saat malam hari kami akan diserang para
zombie dan hantu-hantu.
Adalah
hal yang luar biasa bahwa kami masih bisa bergerak bahkan setelah tidak
beristirahat selama tiga hari penuh. Karena kami memprioritaskan para wanita
untuk tidur, rasa letihku dan Feirona telah mencapai puncaknya.
Aku
hanya harus bertarung dengan pedangku jadi tidak ada masalah selama aku
bertahan selagi kami bergerak, tapi pergerakkan kami tergantung pada pengalaman
Feirona jadi setidaknya aku ingin dia untuk beristirahat sebentar.
"Seandainya
kau bisa menjadi pedang perak, kita akan menghadapi lebih sedikit
masalah."
[Bahkan
aku pun akan lebih santai kalau aku bisa melakukannya, tapi sayangnya aku
bukanlah perak ataupun Mithril.]
Yah,
aku tidak berharap banyak. Berkata begitu dalam hati, aku berbaris sejajar di
samping kuda Nona Francesca sambil berlari.
Pedang
berwarna hijau zamrud yang terbuat dari bahan yang tidak bisa ditemukan di
manapun di dunia ini. Sejujurnya, Ermenhilde adalah sebilah pedang yang hanya
terbuat dari energi magis. Dia bahkan memiliki sifat aneh untuk meningkatkan
ketajamannya, kekuatan dan intensitas serangan hanya dengan melepaskan ketujuh
pembatas yang dipasangkan padaku oleh sang dewi. Sama seperti perak yang
efektif untuk melawan mayat-mayat hidup dan para arwah, bilah Ermenhilde adalah
salah satu senjata langka yang dapat melukai seorang Dewa.
Memang,
itu adalah efek yang sangat langka tapi tidak berguna di situasi saat ini. Ini
bisa bekerja sebagai senjata biasa melawan zombie tapi tidak akan ada efeknya
para para arwah dan hantu. Seperti biasa, aku merasa ingin menangis karena
ketidakgunaan cheatku.
"Nona
Francesca."
"Ada
apa, Renji-sama?"
Sebuah
suara bersemangat muncul membalasku.
Karena
kami membiarkan mereka beristirahat pada malam hari, Nona Francesca dan Mururu
masih bersemangat. Saat ini Aya sedang beristirahat di belakangku dengan
menutup matanya. Dia tidak tertidur, tapi aku masih merasa sedikit malu melihat
seberapa besar kepercayaannya padaku. Memikirkan hal itu untuk sesaat, aku
menyadari bahwa aku sedang bersikap lalai dan mengenyahkan pikiran tersebut
dengan menggelengkan kepalaku.
"Mururu
juga, katakan padaku kalau kau merasa kalau kau tidak bisa menahannya lagi.
Kita akan beristirahat kalau seperti itu."
"Fufu,
terima kasih untuk perhatianmu. Tapi aku masih baik-baik saja.'
Sambil
berkata demikian, dia menyunggingkan senyum lembut yang membuatku merasa
tenang. Tapi itu juga hanya sekejap. Tatapannya tiba-tiba menjadi serius. Di
saat yang sama, Feirona yang berlari di depan juga menghentikan kudanya, dan
Aya yang sedang beristirahat sambil bersandar di belakang juga terbangun dan
bersiap untuk bertarung.
Saat
aku akhirnya menatap ke depan, aku melihat zombie manusia berbaju zirah berdiri
seakan menutupi jalan kami. Yah, itu mungkin bukan niatan mereka tapi mereka
tetap saja menghalangi jalan. Dilihat lebih dekat, aku juga melihat 2 benda
yang seperti kabut melayang di sekitar mereka. Itu pasti hantu.
Kata
orang, kau tidak bisa melihat hantu, tapi lewat niat jahat dan kebenciannya,
para hantu di dunia ini memiliki tubuh seperti kabut. Yah, itu jadi mempermudah
kami. Pertama kali aku melihatnya, daripada ketakutan, aku hanya merasa ' ini
benar-benar dunia fantasy, ya?', hanya itu.
Zombie
tidak memiliki pemikiran atau keinginan murni. Mereka tidak berkeliaran seperti
goblin dan hanya menyerang yang hidup semata-mata karena insting.
Kebalikannya,
para hantu dapat mengendalikan para zombie atau mayat hidup yang memiliki
keinginan lemah untuk menyerang makhluk hidup. Bahkan ada musuh yang lebih
merepotkan seperti vampir dan Malaikat Kematian yang memiliki kemampuan yang
sama.
Kalau
ada pendeta, kami bisa menyucikan mereka dengan keajaiban sang dewi, tapi
seorang pendeta yang bisa menggunakan keajaiban tingkat tinggi seperti itu
sudah pasti tidak akan melakukan petualangan. Dia akan tetap berada di gereja
sambil berdoa pada dewi. Walaupun aku mungkin hanya berprasangka soal itu.
"Aya,
kuserahkan para hantu padamu. Nona Francesca, pergilah ke sebelah
Feirona."
Berkata
demikian, aku memanjat turun dari kudaku dan pada saat yang sama Mururu datang
ke sebelahku. Biasanya kami akan mengabaikan musuh semacam ini, tapi melihat
Feirona berhenti, ini pastilah jalur yang harus kami tempuh. Menyimpulkan hal
itu, aku memutuskan untuk segera menangani masalah ini.
"Aku
akan mengurus yang sebelah kanan."
"Kalau
begitu, sebelah kiri bagianku."
Pada
saat yang sama, aku menjejak ke tanah dan berlari. Mantel Mururu berkibar
terbuka dan kedua tangannya menumbuhkan cakar yang mirip pisau dan terbungkus
rambut hewan berwarna putih. Saat dia berlari menuju para zombie dengan
kecepatan fisik yang tak bisa dibandingkan denganku, dia menyapu daging
membusuk mereka dengan cakar tersebut. Tidak dapat menahan kejutan tersebut,
para zombie terjatuh ke tanah dengan kaki tangan yang terhempas. Kemudian dia
melanjutkan dengan menendang kepala mereka seakan-akan itu adalah pekerjaan
sehari-hari.
Zombie
benar-benar aneh. Mereka jatuh dalam kebingungan kalau kepala mereka terlempar.
Tapi tidak peduli berapa kali kau menusuk kepala mereka dengan panah, mereka
tidak terpengaruh. Biasanya, seseorang akan fokus untuk menghempaskan kepala
mereka sampai tidak ada yang tersisa. Sebuah teori mengatakan bahwa sesuatu——seperti
roh jahat atau serangga telah menempelkan dirinya pada mayat-mayat itu dan
mengendalikannya, tapi aku tidak mempedulikannya.
Aku
juga datang mendekat bersisian dengannya dan menyerang leher zombie itu dengan
pisau besi. Ayunan pertama memotong setengah jalan dan kemudian memenggal
sepenuhnya dari tebasan terbalik. Itu akan menjadi hal yang mustahil kalau ini
adalah makhluk hidup, tapi karena dagingnya membusuk dan otot-ototnya rusak,
ini sudah cukup.
[Atau
kau bisa menggunakanku, kau tahu"?]
"Kau
mau menebas daging yang membusuk?"
[…
… … Aku adalah sebuah senjata bagaimanapun juga.]
Kau
barusan merasa ragu, ya 'kan?
Tersenyum
meringis, aku menghadapi satu yang tersisa. Dalam sekejap, kedua hantu itu juga
terbakar. Aya pasti sudah menggunakan sihirnya.
Di
dalam keheningan hutan, dan suara ledakan menggema. Tiga kali.
Untuk
beberapa alasan, hantu lemah terhadap sihir. Energi magis——apakah mereka lemah
terhadap sihir karena itu mengubah kehendak batin menjadi kemampuan menyerang
ataukah ini karena beberapa alasan lainnya? Dan tidak semua bisa berhasil.
Hanya sihir tipe api dan petir yang efektif.
Itu
adalah hal yang sangat biasa di game fantasi, tapi saat kau melihatnya terjadi
dalam dunia nyata juga, kau akan menjadi penasaran dengan alasannya.
Bahkan
saat aku memikirkan hal semacam itu, aku tidak menghentikan tanganku dan
memenggal kepala dari zombie terakhir. Karena mereka adalah daging yang
membusuk, makhluk ini memiliki pergerakan yang sangat lamban. Kelihatannya,
manusia secara tidak sadar menahan kekuatan mereka sendiri untuk tidak
menghancurkan tubuh mereka tapi para zombie tidak memiliki hal itu. Tapi jika
jasad mereka membusuk sejauh ini, bahkan hal itu pun tidak berguna. Lengan
mereka akan jatuh begitu saja kalau mereka mencoba untuk memegangku dan kaki
mereka akan tercabik hanya dengan sedikit berlari.
Mururu
sudah menuju ke arah Nona Francesca. Seperti yang diduga, dia tidak ingin
membelah daging busuk itu dengan cakar kebanggannya. Aku penasaran bagaimana
rasanya memotong mereka dengan cakarmu sendiri. Saat aku menanyakannya, dia
hanya mengatakan satu kata—Menjijikkan. Yah, kalau dia berkata begitu, artinya
dia masih belum terbiasa menggunakan cakar pada makhluk hidup.
Setelah
memastikan mereka semua mati, aku kembali ke kudaku di mana Aya sudah duduk di
sana.
"Itu
membantu."
"Sama-sama."
Meraih
tangan kecilnya, aku sekali lagi naik ke atas kuda.
Karena
suara kencang ledakan barusan, keheningan hutan terasa semakin mengerikan
sekarang.
"Kalau
begitu, ayo cepat dan maju lebih jauh."
Seakan
menungguku, Feirona mulai bergerak dengan kudanya lagi. Aku dan Nona Francesca
menggerakkan kuda kami juga untuk mengikuti dia.
Menurut
perkiraanku, kami masih akan menjalani dua hari lagi. Masih ada jalan panjang
untuk ditempuh sebelum kami meninggalkan hutan ini. Berpikir demikian, aku
menghela napas begitu saja.
"Kau
tidak apa-apa?"
Aya
bertanya padaku dari belakang sambil mengerahkan sedikit lagi tenaga pada
lengannya di sekeliling pinggangku. Menyenangkan rasanya sedekat ini dengan
seorang gadis, tapi kalau aku diperbolehkan untuk mengatakan sesuatu yang tidak
romantis, ini membuat saat berkudaku semakin sulit, jadi tolong lepaskan aku dari
hal ini.
Dia
sepertinya mengatakan sesuatu tapi suara itu teredam oleh derao kuda dan
hembusan angin. Saat aku akan menanyakannya lagi, Feirona datang mendekati kami
dengan kudanya.
"Apa
terjadi sesuatu?" (Renji)
"Ada
sesuatu di situ——"
Berkata
demikian, dia menghentikan kuda dan memanjat turun.
Kemudian,
dia berlutut di tanah dan menyusuri permukaannya dengan jarinya. Dilihat dari
dekat, aku sadar bahwa itu adalah sebuah jejak kaki. Sungguh luar biasa
bagaimana dia bisa menyadari hal itu.
Bahkan
aku belajar bagaimana berjalan melintasi hutan, tapi kurasa aku masih tidak ada
bandingannya dengan seorang Elf. Dan sampai menyadari ini dari atas kuda, itu
benar-benar mengagumkan.
Aku
juga memanjat turun dan memastikan jejak-jejak kaki itu. Semuanya bukanlah jejak
biasa. Itu bukanlah jejak sol sepatu, tapi seperti jari panjang yang ramping.
Seperti tulang belulang kaki.
"Kerangka?"
"Mungkin.
Dan yang berukuran raksasa."
Berdasarkan
jejak kakinya, makhluk ini setidaknya tiga kali lebih besar daripada aku. Itu
pastilah setidaknya kerangka kelas Ogre atau mungkin tipe Chimera. Kau tidak
bisa menebak jenisnya dengan tepat hanya dari jejak kaki, tapi sudah jelas
bahwa monster dengan level lebih tinggi seperti itu ada di sini.
"Apa
ada sesuatu yang terjadi, Feirona-san, Renji-sama?"
"Yah,
sedikit. Mururu, kau mencium bau sesuatu yang aneh?"
"Tidak
ada yang berbeda. Seluruh hutan berbau busuk."
Dia
meringis saat menjawab begitu.
Dalam
situasi seperti ini, kemampuan mencium bau yang telah diperkuat dari beast men
berguna di sini, tapi hutan ini adalah pengecualian.
"Apakah
mungkin monster yang merepotkan muncul?" (Aya)
"Ini
adalah kerangka. Mungkin jenis Ogre atau chimera…"
"Kalau
dalam bahasa Souichi, karakter boss?"
"Kata-kata
yang membuat kangen. Tapi, ya, seperti itulah."
Saat
itu, kami selalu memanggil monster seperti itu. Mengingatnya membuatku
merasakan perasaan nostalgik lagi. Awalnya kami benar-benar menganggap semua
ini adalah game. Dunia yang berbeda. Dunia fantasi. Kami merasa sangat antusias
karena sebuah dunia di mana pedang dan sihir menguasai. Begitu antusiasnya
sampai kami lupa bahwa pedang merenggut nyawa dan kami selalu berada dekat
dengan ambang kematian.
Di
saat yang sama, aku juga merasakan kegugupanku sedikit berkurang.
Setelah
tiga tahun, aku merasa bahwa aku benar-benar telah berubah. Membunuh atau
dibunuh. Meskipun aku berada dalam petualangan yang tidak dapat dipercaya dari
sudut pandang seseorang yang tinggal di dunia modern, di sini aku merasa tenang
dengan mengingat petualanganku yang sebelumnya. Aku menyadari bahwa aku jadi
terlalu terbiasa dengan dunia ini juga.
"Boss?"
"Maksudnya
monster yang kuat, semacam penguasa di hutan ini. Kalau kita mengalahkannya,
sisa perjalanan kita akan menjadi lebih mudah."
Seperti
yang diduga, yang lain tidak tahu apa itu maksudnya 'karakter boss', jadi aku
memberi mereka penjelasan singkat. Yah, itu tidak salah.
"Akan
lebih mudah selama Aya meledakkannya."
[Kenapa
kau selalu bergantung pada orang lain… …Aku juga ada di sini, kau tahu?]
"Kerangka
akan terlalu berat untukku."
Berkata
demikian, aku mengangkat bahu yang membuat Ermenhilde menghela napas. Mau
bagaimana lagi; aku beralasan. Aku bisa menghancurkannya dengan palu atau kapak
yang diciptakan Ermenhilde, tapi aku tidak bagus dalam menggunakan keduanya. Bahkan
tombak pun sulit untuk diayunkan.
Juga,
daripada melakukan pertarungan jarak dekat dengan senjata yang tidak bagus
untukmu, akan lebih efektif dan aman dengan meledakkan saja target menggunakan
serangan sihir jarak jauh.
Dia
tidak mau menebas zombie dan dia tidak bisa membelah hantu. Dan para kerangka
akan terlalu menyulitkanku. Kurasa dia pasti khawatir karena dia tidak begitu
berguna selama perjalanan sejauh ini.
Meksipun
menurut pendapatku begitulah seharusnya jalannya sebuah perjalanan, memiliki orang
yang tepat untuk pekerjaan yang tepat. Tidak perlu bagiku untuk bisa melakukan
semuanya. Feirona mengurus segalanya selama melintasi hutan, penyerang garis
depan diserahkan pada Mururu dan hantu ditangani oleh Aya dan Nona Francesca.
Karena akan jadi hal yang buruk kalau aku tidak melakukan apapun, aku hanya
bergerak untuk memastikan semua orang bisa mengerahkan segenap kemampuan
terbaik mereka. Itu juga adalah sebuah pekerjaan yang penting dalam sebuah tim.
"Fufu,
tidak masalah. Aku juga jadi lebih kuat dari aku setahun yang lalu."
Aya
berkata demikian sambil membusungkan dadanya dengan bangga dari atas kuda.
Benar-benar bisa diandalkan.
Juga,
kalau kau jadi terlalu kuat, aku mungkin benar-benar akan mulai memintamu untuk
melindungiku jadi cobalah jangan terlalu kuat, oke?
Meskipun
dia sudah jauh lebih kuat dibanding aku setahun yang lalu, sebenarnya jadi
seberapa kuat dia sekarang? kupikir cepat atau lambat dia benar-benar akan
menjadi cukup kuat untuk mengalahkan Dewa Iblis sendirian saja dalam pertarungan
sihir.
"Senang
mengetahuinya." (Renji)
"Kami
juga punya Renji-sama." (Francesca)
[Itu
benar.]
"Sayangnya,
aku hanya akan mengganggu kali ini."
[…
…Oi.]
Mengeluarkan
medali tersebu dari dalam sakuku, aku mengelusnya dengan jariku.
Aku
memiliki keinginan untuk bertarung, tapi tidak ada satu orang pun di sini yang
perlu dilindungi olehku. Aya, Feirona, dan Mururu, mereka bertiga lebih kuat
dariku. Bahkan Nona Francesca telah menjadi petualang yang bisa diandalkan
sekarang. Dia mungkin tidak lebih kuat dariku, tapi dia paling tidak seharusnya
bisa melindungi dirinya sendiri.
Dalam
kasus semacam itu, hanya satu perjanjianku yang terselesaikan. Keinginanku
untuk bertempur. Itu tidak jauh berbeda dari pertarungan melawan goblin-goblin
itu. Dalam situasi semacam itu, hal tersebut akan sulit bagiku untuk menghadapi
sesosok kerangka. Terutama jika melawan jenis Ogre atau chimera.
Tidak
dapat bertarung dengan level kekuatan yang stabil adalah salah satu kelemahan
terbesar dari cheatku. Ada saat-saat
di mana tiga atau empat dari perjanjianku terlepas hanya untuk sekedar melawan
goblin atau orc, namun ada juga saat di mana hanya satu dari semua perjanjian
yang terlepas bahkan saat melawan monster kelas boss.
Aku
bahkan tidak tahu berapa kali aku menghela napas atas fakta tersebut. Hari ini
juga, aku menghela napas sekali lagi. Aya mungkin menatapku karena mengerti apa
yang kupikirkan, tapi aku memutuskan untuk mengabaikannya.
"Yah,
ayo urus ini secepatnya. Setelah matahari terbenam, musuh akan dalam kondisi
yang menguntungkan."
"Itu
benar."
Aku
setuju dengan perkataan Feirona. Akan jadi hal yang merepotkan untuk diserang
dalam kegelapan malam.
Karena
kompensasi/cheat dunia lain, Aya juga
memiliki tubuh fisik yang lebih kuat daripada normal, tapi sebagai seorang
penyihir, dia lebih lemah daripada seseorang seperti Souichi.
Akan
lebih baik kalau kami menyerang habis-habisan dan menyelesaikannya dengan
cepat, hanya untuk berjaga-jaga.
"Untuk
sementara ini, ayo tetap mengarah ke timur. Berdasarkan arah dari jejak-jejak
kaki, kerangka tersebut sepertinya bergerak ke arah sana juga."
"Ya.
Tolong katakan padaku saat kau menemukannya."
"Aku
mengerti."
Tapi,
yah, akan lebih baik kalau kami sama sekali tidak bertemu dengan itu, kurasa.
Aku
ingin menghindari pertarungan yang sia-sia. Tidak peduli seberapa kuat Aya,
tidak ada kepastian bagaimana jalannya sebuah pertempuran.
Kau
mungkin akan berakhir dengan membahayakan tidak hanya dirimu sendiri tapi juga
rekan-rekanmu karena situasi yang tidak terduga. Yang paling aman adalah
meloloskan diri dari hutan ini tanpa pernah bertemu kerangka tersebut.
"Aku
benar-benar ingin keluar dari hutan ini." (Renji)
[…muu.]
"Kenapa
kau merajuk?"
[Selama
perjalanan ini, aku sama sekali tidak melakukan apapun… …]
Aku
tidak begitu mempedulikannya padahal. Kenyataannya, partnerku seharusnya
belajar bagaimana caranya lebih bergantung pada rekan-rekannya. Yah, aku merasa
dia akan marah karena aku sendiri terlalu mengandalkan yang lain.
"Aku
sendri tidak keberatan."
Aya
pasti juga mendengarnya karena dia juga menghibur Ermenhilde. Dia benar-benar
manis di saat-saat seperti ini. Mungkin karena dia selalu mengomeli yang lain,
ini benar-benar berdampak.
"Lebih
mengandalkanku sedikit, Eru." (Aya)
[Tapi
tetap saja…]
"Itu
akan membuatku senang, lho."
Aku
mendengarkan percakapan mereka berdua selagi aku mengendalikan kuda supaya
tidak tertinggal dari yang lainnya.
Bergantung
padaku, ya?
Yah,
tidak seperti diriku sendiri, dia memang memiliki kekuatan untuk melakukan apa
yang dikatakannya itu, jadi tidak akan ada masalah. Tanpa kekuatan, aku mencoba
untuk seperti itu, yang mana karena itulah aku sering gagal. Hanya karena aku
orang dewasa, bukan berarti aku bisa melakukan apapun. Tapi yah, karena aku
bekerja keras seperti itu, aku mampu mendapatkan kepercayaan dari
rekan-rekanku.
Kau
benar-benar tidak tahu bagaimana tindakanmu dapat mengarah ke hasil apapun di
dunia ini.
[…
…aku tahu…]
Suara
yang menjawab Aya terdengar cukup bangga.
[Karena
itulah aku ingin lebih diandalkan juga, oleh Renji.]
——
harus bagaimana aku menjawabnya?
Bagaimana
seharusnya aku menerima kata-kata
tersebut? Apa maksud sebenarnya dari kata-kata Ermenhilde? Memikirkan itu
semua, aku menggelengkan kepalaku.
"Aku
memang mengandalkanmu, partner."
[Aku
ingin lebih diandalkan seperti sebuah senjata, partner.]
Itu
mustahil.
Bagaimanapun
kau adalah rekanku yang paling kupercaya.
Hahaha,
saat aku tertawa seperti itu, Nona Francesca dan Mururu menoleh untuk melihat
ke arahku. Karena mereka tidak dapat mendengar suara Ermenhilde, mereka pasti
terkejut melihatku yang tertawa secara tiba-tiba.
Ini
juga jadi sedikit merepotkan. Mungkin setelah beberapa lama, aku sebaiknya
membiarkan mereka mendengar suara Ermenhilde juga. Yah, itu tergantung kenyamananku
bagaimanapun juga. Dia hanya mengijinkan rekan-rekan terdekatku. Adalah hal
yang normal untuk berpikir begitu, 'kan?
3 Comments
kiminovel s'lalu terdepan, thanks min
BalasHapusYo, thanks buat dukungannya >.<
HapusIni salah satu project yang paling gua tunggu updatenya, makasih KimiNovel ❤
BalasHapusPosting Komentar