Part 3
(Translater
: Natsume)
“……”
Tiap kali pedang itu ‘melahap’ darahnya, Guren merasa
semakin kuat.
Membunuh.
Tiap kali ia melakukannya, ia merasa senang.
Membunuh.
Tiap kali ia melakukannya, ia merasa sangat gembira.
Dan juga, iblis yang bersemayam di dalam dirinya menjadi
semakin kuat. Pengaruhnya pada Guren juga semakin bertambah.
Di dalam hatinya, hasratnya berbisik terus menerus
padanya.
“Ayo, lakukan lagi.”
Di dalam hatinya, hasratnya berbisik terus menerus
padanya.
“Terasa luar biasa, kan’?
Kamu kuat.
Bisa membuktikan
kekuatannmu, terasa sangat luar biasa, kan?”
Di dalam hatinya, kata Noya.
“Luar biasa, kamu menyelamatkan Sayuri~♪”
“Berisik sekali.”
“Luar biasa, kamu menyelamatkan Shigure~♪”
“Berisik sekali.”
"Luar biasa, kamu menyelamatkan Goshi~♪”
“Diam kau, iblis.”
"Tapi, itu semua karena kamu memilih kekuatan yang
dapat membuatmu menyelamatkan semua orang. Karena kamu menerimaku.
Itulah sebabnya,
pergilah selamatkan beberapa orang lagi. Teruslah menolong. Sebanyak mungkin hingga kamu tidak perlu menghiraukan
yang telah berlalu. Itulah sebabnya kamu bahkan bisa menyelamatkan alam
semesta~♪” kemarilah, inginkanlah sesuatu. Inginkanlah kekuatan.
Inginkanlah aku.
Lagi.
Lagi.
Dan lagi~"
Iblis itu memanggilnya.
Noya berbisik.
Guren sudah sadar bahwa seluruh penjuru sekolah
dipengaruhi oleh mantra sihir Mahiru yang bisa memicu meningkatnya dorongan hasrat
manusia. Perasaan itu sangatlah nyaman. Mantra itu seperti menyampaikan apa yang ia inginkan, ia
pun menikmatinya.
“……”
Di saat menyelamatkan rekannya.
Di saat membunuh.
Kemanusiaannya perlahan ditelan oleh iblis.
Ia berpikir itu adalah hal buruk.
Jika ia terus begini, semuanya akan sesuai dengan yang diharapkan
Mahiru.
Sesuai yang diharapkan Noya.
Ia takut jika ia terus melakukan hal ini, dirinya akan
kehilangan kemanusiaannya.
Ia akan menjadi iblis.
Ia akan menjadi iblis sepenuhnya.
Ia harus bertindak di waktu yang tepat.
Mengabaikan kesenangan luar biasa yang ia dapat saat
membunuh.
Mengabaikan rasa gembira yang ia dapat tiap kali menolong
seseorang. Jika dia masih memiliki kesadaran, maka ia harus segera mundur sebelum
terlambat.
Akan tetapi, sangatlah sulit untuk mengendalikannya.
Karena ia punya alasan lain.
Karena ia punya alasan untuk berada di dalam kondisinya
saat ini ‘sampai semua temannya bisa diselamatkan.’
Noya berbisik pada Guren.
"Teruslah begini, pergi selamatkan Mito.
Bagaimana jika
dia diperkosa? Menghukum dan menghancurkan mereka akan terasa hebat, huh—Bagaimana jika
Mito dibunuh? Membalas dendam tentunya akan sangat hebat, huh—
Ah, mengapa
banyak sekali hal menyenangkan di dunia ini?
Aku harap aku
bisa merasukimu lebih cepat, sehingga aku bisa keluar dan pergi bermain~”
Pada saat itu, Guren sedang membunuh.
Membunuh musuh.
Sampai sekarang, entah berapa musuh yang telah ia bunuh.
Atau sudah berapa banyak siswa SMA 1 Shibuya yang ia
selamatkan?
Ia tidak yakin. Yang terpenting, mengapa ia membantai para pasukan Gereja
Hyakuya? Bahkan alasan untuk hal ini hilang dalam pikirannya yang kacau.
Tapi bagaimanapun juga, para siswa SMA ini tidak mungkin
menjadi sekutunya.
Begitupun keluarga Hiiragi.
Jadi mengapa ia melindungi orang-orang yang bukan sekutu?
Mengapa ia
membunuh para bajingan yang bahkan ia pun tidak yakin kalau mereka adalah
musuh?
Apa sebenarnya yang ia lakukan?
Jujur saja, bukankah tidak membunuh seorang pun akan
terasa lebih baik?
Ia berpikir demikian.
Jika begitu, bukankah ia akan bebas dari kekhwatiran?
Tidak perlu menundukkan kepala pada siapapun.
Tidak harus menyerah pada siapapun
Tidak harus mengikuti siapapun.
Tidak harus khawatir pada siapapun.
Tidak bekerja sama dengan siapa pun.
Membunuh semua orang.
Atau membuat semua orang menyerah.
Jika seperti itu, apakah ia tidak akan lagi
mengkhawatirkan sesuatu?
Pikiran seperti itu terlintas di otaknya.
Mendengar pikirannya, Noya berkata dengan santai dan
jujur.
"Ya.”
“……”
“Itulah kenyataannya, Guren.
“……”
“Jika kamu tidak mencintai maka kamu tidak akan merasa
sakit.”
“……”
“Jika kamu tidak melakukan sesuatu yang penting, kamu
tidak harus melayani seseorang.”
“……”
"Kamu harus bersabar dan jangan egois...."
“……”
"Kamu pasti akan mencapainya ‘suatu hari nanti’,
tidak ada yang akan dapat merubahnya. Kamu harus melangkah maju, meskipun kamu mungkin harus
bekerja keras demi kehidupan sehari-harimu."
“……”
"Cara berpikir begitu hanyalah khayalan belaka.
Apa yang disebut
'suatu hari nanti' hanyalah sebuah ilusi.
Tak peduli
seberapa lama kamu menunggu, umat manusia akan selalu punya hal berharga disaat
sedih dan selalu dibatasi oleh keluarga, teman dan rekan.
Maka mereka akan
bertahan dalam diamnya. Tunduk, dan bertahan dalam kehinaan.
Namun mereka
masih akan menemukan alasan. Begitulah umat manusia.
“……”
“Tapi kamu sudah menyerahkan semuanya.
Kamu sudah
berkembang. Tidak buruk, Guren. Kamu menyerahkan kemanusiaanmu.”
“...... Tidak.”
"Kamu melakukannya.
Lihat, kamu
menyerah. Kamu bisa saja menyerah. Cepatlah dan lepaskan semuanya, katakan bahwa kamu tidak
akan pernah dibatasi oleh seseorang lagi. Seriuslah mengenai masalah ini, hancurkanlah kepedulianmu
terhadap dunia manusia. Jika kamu melakukannya semuanya akan berubah.”
“……”
“Biarkan kilatan kebencian muncul dimatamu, katakan
dengan lantang kalau kamu telah menyerah menjadi manusia, maka semuanya akan
berubah, kamu akan mendapat kekuatan seperti di dalam film.
Tapi, merespon kata-kata itu, Guren berkata.
"....... Itu namanya, menghindari kenyataan.”
“Itu adalah kekuatan.”
“Itu namanya melarikan diri.”
“Tidak. Itu karena kamu menjadi kuat maka kamu bisa melarikan
diri. Untuk menjadi kuat dan lebih kuat. Itulah yang Guren ingin, ‘kan?
Kamu menyerahkan
kehendak bebasmu. Memilih untuk menerimaku.
Yang berarti kamu
tidak punya banyak rasa kemanusiaan untuk dibicarakan.
Sangat sederhana.
Terlalu mudah
untuk menghancurkan keadaan ini. Lihat, penampilan itu penting tapi pada dasarnya bahkan
tidak layak untuk disebutkan. Dunia ini dipenuhi dengan hal-hal yang membosankan,
cobalah untuk menghancurkannya. Sekarang kamu lihat, 'meja itu’ berada di depanmu.
Pertama tama,
cobalah 'membaliknya.”
Noya berkata begitu.
Pada saat itu, Guren telah berlari menuruni tangga,
berlari melalui koridor dan tiba di ruang audiovisual.
Didalamnya, ada para tentara Gereja Hyakuya.
Salah satunya memegang kedua tangan Mito.
Mito sedang menangis saat itu.
Satu prajurit nampak lebih kuat dari prajurit biasa yang
ia temui selama ini. Ia mungkin setingkat dengan Saito.
Guren dapat
mengetahuinya dari tindak tanduk prajurit itu.
Ia kemungkinan
besar lawan yang sama sekali tak bisa Mito kalahkan.
“……”
Akan tetapi, bagi Guren yang sekarang, ia bukanlah
apa-apa.
Itu karena dia bukan lagi manusia.
Prajurit itu melihat kearah Guren.
Mengedipkan mata
dan berkata.
"Oh, itu kau ya.
Hei, semuanya,
jangan biarkan bajingan itu masuk.”
Ia memerintah.
Karennya, para prajurit di dalam ruang audiovisual
menyerbu sambil berteriak siap bertempur.
Mito menyadarinya. Ia membalikan wajah yang berlinang air mata ke
arah Guren.
"Guren!?”
Ia berteriak.
Ekspresi wajahnya seperti sedang melihat seorang
penyelamat.
Seperti melihat seorang pangeran berkuda putih.
Seperti melihat seorang pahlawan super tiba.
Pada situasi itu, Noya berkomentar.
"Meja itu telah bergetar dan hampir roboh karena kelebihan
beban. Semua dekorasi itu hanyalah barang-barang palsu.
Semakin cantik
mereka, semakin menyenangkan untuk menggulingkan dan menghancurkan itu semua. ”
“……”
"Jika kamu tidak mau membunuh, mengabaikan mereka
juga gapapa, ‘kok.
Itu tidak seperti
sesuatu yang harus kamu lakukan …… Hal-hal yang tidak bisa kamu kembalikan
...... Cobalah melakukan sesuatu yang tidak terlihat seperti yang akan kamu
lakukan.”
“……”
Pasukan gereja Hyakuya mendekatinya.
Pedang milik Guren menari di udara.
Semua itu terlalu mudah, untuk memutus hidup merkea
dengan satu ayunan.
Kuat.
Ia terlalu kuat.
Satu serangan, dua serangan, tiga serangan.
Hingga ia membunuh delapan orang.
Dalam hatinya, ia berpikir betapa mudahnya mencabut nyawa
seseorang, sikap itu bukanlah sikap seseorang yang tidak mau menyerah menjadi
manusia.
Pria yang memegang Mito mengeluarkan beberapa kertas
mantra. Itu adalah mantra ledakan. Mantra yang mengarah pada Guren.
Guren memotongnya. Meskipun mantra itu meledak sesaat setelah dipotong, ia
tidak peduli. Ledakan-ledakan itu akan menghancurkan lengan orang normal, tapi dengan
tubuhnya sekarang, ia tidak mengkhawatirkannya.
Bang,
bang bang bang, suara
empat ledakan.
"Apa-apaan bajingan ini!?”
Prajurit itu berteriak.
Selanjutnya, prajurit lain melempar kertas mantra mereka
di lantai, bersiap untuk merapal mantra mereka, tapi rapalan mereka tidak
berhasil.
Karena sebelum semuanya aktif, Guren telah bergerak.
Karena pedangnya yang panjang dengan cepat dan langsung
mengarah pada mereka.
Karena pedangnya memotong leher para prajurit itu.
Begitulah semuanya berakhir.
Semua musuh di ruangan itu telah mati.
Mito pun roboh di lantai.
Guren memeganginya.
Dengan mata berlinang, ia menatap Guren.
"....... Kamu datang menyelamatkanku."
Di dalam hatinya, ada rasa senang.
Sebuah rasa yang
terpendam. Hasratnya, sangat bergairah.
Di dalam hati Guren, iblis pun berbisik.
“Bunuh dia.”
Mito melanjutkan kata-katanya.
"...... A, aku, aku telah ..... diselamatkan olehmu
lagi .....”
"Hancurkan”
“....... Aku pikir, aku sudah tamat...... aku pikir
semuanya sudah berakhir, aku sudah menyerah....."
"Perkosa dia.” (Note TL: What the Hell !?)
Lengan Guren bergerak dan menggenggam bagian depan
seragam Mito.
“……EH?”
Wajah Mito penuh dengan rasa terkejut.
Tapi Guren tidak peduli, Guren merobek bagian depan
seragam Mito.
“Tidak!? Apa, apa yang kamu lakukan......”
Ia pun mencium bibir Mito.
“Uwah...... Uh...... Tunggu......"
Pada awalnya ia sedikit menolak.
Namun lidah Guren
berusaha membuka mulutnya.
Ia pun menyerah.
“……Ah........"
Tubuh Mito menjadi lemas.
Ia menyerah pada
Guren.
Mito membuka bibirnya.
Matanya masih berkilau karena air mata.
Namun ekspresinya
terlihat penuh dengan rasa senang.
"....... Gu, Guren....... Aku, jika itu
kamu....."
Ia berkata.
Terlalu mudah, ia memasrahkan dirinya.
Mungkin saja ia
juga dalam pengaruh mantra Mahiru. Darah segar, kematian, situasi hidup dan mati, semuanya
muncul dihadapannya, ini adalah titik balik yang membuat dorongan hasrat dasar manusia kehilangan kendali.
Mahiru telah memasang mantra itu di sekolah.
Tapi disini,
“……”
Kesadaran Guren kembali.
Pertama kalinya dalam beberapa menit.
Untuk pertama kalinya, sesaat kesadarannya seketika
menang melawan iblis itu.
Pada saat itu, ia melihat apa yang ia lakukan.
Melihat ia sedang
merusak Mito. Melihat ia merusak hubungan mereka. Melihat bahwa ia sedang merusak rekannya.
"....... Cepatlah menjauh dariku!”
Ia berteriak dengan nada marah.
Ia mendorong Mito.
"Ah.”
Tubuh Mito terdorong menjauh.
Seragamnya robek.
Bagian dadanya
terbuka. Guren lah yang menyebabkan ini.
Ini semua salahnya.
Guren mencengkram dadanya.
Mencoba
mengendalikan hasrat-hasrat buruk, menjijikkan, tapi memang ada dalam dirinya, yang
sedang menguasainya.
"Jangan..... jangan mendekat!?”
Mito benar-benar terkejut.
Melihatnya,
dengan ekspresi takut, Mito berkata.
“A... a....Apa yang kamu lakukan.....?”
Tetapi bahkan saat dia berkata begitu, ia akhirnya
menyadari. Ia melihat ke kepala Guren, melihat tanduknya.
Melihat gigi taringnya yang tajam.
Ekspresinya berubah. Itu adalah sebuah ekspresi cemas.
Tapi Guren tidak perlu khawatir.
Karena ia bukan
lagi manusia. Karena ia bukan lagi bagian dari umat manusia.
Karena ia dibutakan oleh hasratnya dan berjalan pada
jalan yang tidak semestinya.
Ia pun meninggalkan Mito.
Guren sepertinya sudah sangat jauh darinya.
Kemudian Mito mencoba mendekatinya.
"Kumohon....tolong jelaskan situasinya!”
“…..
Sudah kubilang
jangan mendekat!”
"Meskipun jika kamu berkata begitu.....”
Mata Guren tertarik ke paha Mito.
Mito terluka,
darah segar terus-menerus mengucur.
Darah itu mengalir kebawah pahanya yang putih, darah
segar.
Merah terang.
Melihat itu, sepercik api menyala di dalam dirinya.
“Ah, ahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh!”
“Bunuh, bunuh, bunuh”
“Diam kau!”
“Bunuh, bunuh, bunuh”
“DIAM!”
Kesadaraannya dalam keadaan kacau.
Akal sehatnya hampir menghilang.
Seakan mengendalikan kelemahan di dalam dirinya, Guren
meninju wajahnya dengan tangan kirinya.
“Guah!”
Kepalanya berputar. Telinganya berdengung.
Tapi tidak mungkin dia bisa terus berjalan.
Ia tidak bisa menahannya.
Tidak bisa menahan daya tarik dari hasil menyerahkan
kemanusiaannya.
"Guren!”
Mito berteriak.
Tapi Guren memohon padanya untuk tidak mendekatinya lebih
dari ini. Dia memohon agar semua orang tidak mendekatinya.
Jika seseorang mendekatinya, ia takut kalau saja ia tidak
bisa mengendalikan hasratnya.
Ia pasti akan menindas dan membunuhnya dengan kejam.
Setelahnya ia akan melupakannya seketika.
Satu-satunya hal yang membuatnya tertarik adalah darah
segar.
Hanya kehancuran.
Ia hanya punya ketertarikan untuk membuktikan
kekuatannya.
Mito perlahan mendekatinya.
“Jangan mendekat !”
Guren berteriak. Lalu mundur. Menekan perasaan ingin membunuh, dia berangsur mundur.
Tapi Mito, yang merupakan mangsanya datang kepadanya
meskipun hidupnya dalam bahaya.
"A...... aku ingin menyelamatkanmu!”
Apa sebenarnya yang dikatakan wanita ini?
Ia tidak menegrti
apapun. Guren tidak lagi bisa diselamatkan.
Itu semua salahmu.
Itu semua salahmu, Aku.....
"Meskipun aku tidak tahu apa yang terjadi, kamu
terlihat sangat menderita, jadi aku ingin menolongmu!”
Ia berharap Mito diam.
Seorang manusia sepertimu tidak mungkin menyelamatkanku.
Itulah sebabnya aku menyerah menjadi manusia.
Karena aku tidak bisa menyelamatkan apapun, aku menyerah
menjadi manusia.
Guren berkata, ia pun memandang kearah Mito---
"Tidak....tidak masalah.....
Kubilang tidak
masalah......”
“Aku ada di sampingmu sekarang.......”
"Aku.... sudah .... sudah tamat.... menyerah menjadi
manusia.... aku tidak bisa lagi diselamatkan.”
"Aku ingin menyelamatkanmu.”
“Diam! Jangan mendekat ! Kau tidak bisa menyelamatkanku!”
Ia berteriak marah sekaligus sedih.
Suaranya begitu keras sampai hampir mengguncang seluruh
ruang kelas. Karena kekuatan iblisnya, kenyaringan suaranya jauh melebihi apa yang bisa
dihasilkan suara manusia.
Mendengar itu, Mito terhenti.
Ia mulai menangis lagi.
Ia menagis dengan
wajah yang benar-benar merah.
"....... Lalu, apa yang harus aku lakukan untuk
menyelamatkanmu.....?”
“……”
"Aku sudah berulang kali diselamatkan olehmu.....
aku ingin membalas budi.”
“……”
"Apa aku sudah tidak bisa berbuat apapun lagi.....?
Dihadapkan pada pertanyaan ini, Guren memanggil seluruh
akal sehatnya yang tersisa dan menjawab.
"....... Aku, benci kau.
Melihatmu saja
membuatku marah. Jangan pernah lagi menunjukan wajahmu dihadapanku......”
Ekspresi Mito seketika berubah menjadi sedih.
Air mata mengucur
di wajahnya.
"........ Jika, jika kamu berharap seperti itu,
baiklah.... Tapi, izinkan aku bertanya untuk terakhir kalinya.”
"....... Apa.”
"Kamu menjadi seperti ini..... apakah ini salahku?
Karena aku
memintamu menyelamatkanku....... kamu menjadi seperti ini......”
Jangan merasa sok penting.
Menghilang
Menghilanglah dari pandanganku— Ia ingin mengatakan hal
ini.
Pada akhirnya, kata-kata ini akan mencegah Mito datang
mendekatinya.
Tapi dalam pikirannya, iblis berwujud remaja itu kembali
bangun.
Itu adalah Noya.
Dalam pikiran Guren, Noya tertawa dan berkata.
"Tentu saja. Karena kau, aku menyerah menjadi manusia.”
Kata-kata itu terlontar dari mulutnya.
Meskipun dia melihat mata Mito melebar karena terkejut,
dia masih tidak dapat menahan iblis yang berbicara melalui dirinya sendiri.
“Tapi aku tidak menyesal.
Karena aku
menyukaimu. Aku menjadi seperti ini......Ahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh, jangan hiraukan Mito!
Itu adalah iblis!
Iblis itu yang
sedang berbicara! Aku tidak bisa menahannya lagi, aku mohon, cepatlah
pergi..... Tidak, tidak, tidak Mito. Ini aku. Guren. Datanglah, selamatkan aku.
Aku sangat ingin
dipeluk oleh seorang wanita sekarang. Lepaskan pakaianmu, serahkan dirimu padaku.
Aku menyerah
menjadi manusia, semuanya salahmu, maka bertanggung jawablah dan ikuti
keinginanku."
Kata-kata ini terlontar dari mulut Guren.
Kata-kata yang tidak pernah ia pikirkan.
Tidak, itu adalah kata-kata yang berasal dari alam bawah
sadarnya.
Ia tidak bisa lagi berpikir jernih.
Semuanya kacau.
Ia telah menajdi satu dengan iblis.
Mito melihatnya dengan ketakutan dalam pandangannya, dan
berkata.
“.......Jadi......karena akulah, kamu menjadi seperti
ini.....”
Ia jatuh bersimpuh. Hal itu membangkitkan gelombang hasrat lain dalam diri
Guren.
Ini tidak bisa lebih buruk lagi.
Ia tidak lagi bisa mengendalikan dirinya sendiri.
Tubuhnya perlahan menyatu dengan si iblis dan
dikendalikan oleh hasratnya.
Ia ingin memperkosanya.
Ingin menghancurkannya.
Ingin
membunuhnya.
Jika ia membunuhnya, ia pasti akan lega.
Rekan yang
menjadi penghalangnya juga akan berkurang satu.
Ia mengambil langkah maju.
Mito tidak bergerak.
Ia mengambil langkah lain.
Mito tidak bergerak.
Lari. Kumohon, cepat lari. Aku tidak bisa menahannya lagi.
Kau tidak salah, ia ingin berteriak, tapi ia tidak bisa.
Ia mengangkat pedangnya.
Mito menyaksikan bilah pedang itu seakan linglung, lalu
berkata.
".......Kalu begitu..... Jika kamu membunuhku,
akankah kamu sedikit merasa lega......?”
Guren menjawab.
"Ah, ya”
"Maka......”
Ia berkata.
"Kalau begitu..... kalau kamu merasa itu bisa
menebus perbuatanku..... aku, tidak akan melawan.”
Setelah berkata begitu, ia terlihat sedikit bahagia dan
tersenyum.
Itu adalah keputusasaan.
Senyum putus asa
yang membuat seseorang mengasihaninya. Menghancurkannya, akan menjadi kesenangan yang tak terkira.
Tapi saat itu, Guren merasakan sesuatu menempel di
punggungnya.
Itu adalah mantra ledakan.
Setelah menempel, lalu kertas itu meledak.
Meskipun itu sedikit menggores kulitnya, bukanlah masalah
besar baginya.
Guren berbalik.
Tapi pintu masuk ruang audiovisual berputar dan tidak
bisa dilihat dengan jelas.
Itu adalah mantra ilusi.
Seseorang merapal sebuah mantra ilusi.
Akan tetapi, ia tidak peduli.
Ia hanya harus
membunuh bajingan itu saat ia menyerang.
“……”
Akan tetapi, tak seorang pun menyerang.
Tiba-tiba dia menemukan Mito, yang seharusnya berada
tepat di depannya sekarang berada jauh darinya.
Ia melihat pada
orang yang membawanya.
“……”
Itu adalah Goshi.
Goshi Norito.
Dengan dada dibasahi dengan darah, dia merangkul Mito.
Melihat mereka berdua menjauh darinya, Guren merasa
sedikit lega. Dia merasa hasratnya sedikit meredup.
Mito berteriak.
“Apa, Goshi!?”
“Lari Mito-chan!”
Ia mulai berontak.
"Pergi, pergi dariku!
Aku ingin.....
Menyelamatkan Guren......”
"Ah—Ah—Merepotkan.
Bahkan kalau kamu
mati, Guren tidak akan terselamatkan.”
"Tapi, tapi..... Tapi, ini salahku, Guren
menjadi....."
Tapi Goshi menunduk dan melihatnya.
“Aku juga sama. Aku juga diselamatkan oleh bajingan itu.
Ini salahku ia
menjadi seperti itu!”
Mendengarnya, ia berhenti berontak dan menatapnya.
"Akan tetapi, bukan karena itu aku tidak mau
terbunuh. Itu karena aku dengan egois percaya dia tidak menginginkannya, jadi aku tidak bisa
terbunuh olehnya! Bicara secara logis, mengapa orang yang menyelamatkan
kita ingin membunuh kita?"
Goshi berteriak marah.
“Jadi, dengar, Mito-chan.
Kita akan
melarikan diri. Meninggalkan pria itu dan lari.”
"Tapi......"
“Lalu, kita akan kembali untuk menyelamatkannya.
Jika kita mati,
siapa yang akan menyelamatkannya? Sadarlah!”
Mendengarnya, Ekspresi Mito berubah.
Mungkin itu karena pengaruh mantra Mahiru yang hilang.
Goshi adalah
seorang yang ahli dalam hal ini. Saat terkait dengan mantra ilusi, dialah ahlinya.
Tapi ia hanya ahli dalam hal itu.
Jika itu berubah
menjadi pertarungan fisik, ia tidak akan bisa berhasil kabur.
Guren mengangkat pedangnya.
Dan berkata.
“Datang kembali dan menyelamatkanku?
Kalian tidak akan
bisa melakukannya. Mengapa? Karena sekarang, kalian akan mati disini.”
Goshi menendang jendela ruang audiovisual dan melompat ke
balkon. Menoleh kebelakang, ia pun berkata.
"Guren. Tolong. Biarkan kami pergi.”
Ia menyerang Goshi.
“Mati.”
"Kami akan menyelamatkanmu.
Nanti, pastinya
kami akan kembali dan menyelamatkanmu.
"Mati mati mati”
Pedangnya mengarah pada Goshi.
Ia hendak
menyayat rekannya.
Tapi Goshi tersenyum.
Senyum yang
gembira namun terlihat malu-malu.
"Guren! Aku, um.... aku percaya..... kalu kau adalah teman kami,
kau adalah orang yang baik! Jadi berhentilah. Kami akan melakukan yang terbaik bersama!"
Goshi meneriakan kata-kata itu.
Orang yang baik.
Orang yang baik.
Lalu Guren berpikir.
Apakah orang ini bodoh?
Siapa yang bisa diselamatkan orang baik?
Apa yang orang baik bisa capai?
Seseorang yang lemah dan tidak punya kekuatan, hanya bisa
menjadi pecundang.
Dia tidak bisa menyelamatkan kekasih masa kecilnya.
Tidak bisa menyelamatkan keluarganya.
Tidak bisa menyelamatkan rekannya.
Tidak bisa menyelamatkan pelayannya.
Bahkan orang-orang di sekitarnya, dia tidak bisa
menyelamatkan mereka.
Jadi tidak mungkin. Tidak. Tidak. TIDAK.. Aku tidak boleh menjadi orang baik.
“……”
Walaupun begitu.
Meski begitu, mengapa kata-kata tidak masuk akal itu
bergema di dalam hatinya?
Noya menghela nafas dan dengan letih berkata.
"Hentikan usaha sia-siamu Guren, sekarang datang kemari
dan bunuh mereka."
Tapi menanggapinya, Guren.
"Kau sangat menyebalkan, iblis.”
Pedang itu seketika berhenti.
Tebasan terhenti sejarak rambut dari Goshi.
Goshi tersenyum.
Karena senyuman
itu, bilah pedang itu melukai wajahnya dengan ringan, tetapi dia sepertinya
tidak peduli.
Goshi berkata.
“Akau pasti akan kembali!”
"Jangan kembali, bodoh."
Guren berkata, tapi tubuhnya sekali lagi dikuasai oleh
iblis. Kekuatan kembali padanya. Ia masih bisa membunuh.
Ia masih bisa membunuh
Goshi.
“Haha, sudah kubilang usahamu sia-sia."
Iblis itu terkekeh.
Tapi pada saat itu.
"Tembak!”
Suara pria menggema.
Guren melihat kearah sumber suara.
Ke arah pusat lapangan sekolah.
Shinya berdiri di sana. Di belakangnya, ada banyak sekali pasukan ‘Mikado no Tsuki’.
Sebelumnya,
sepertinya pasukan Gereja Hyakuya telah berbalik dan mundur.
Apakah itu karena Guren menjadi sangat kuat?
Ataukah karena pasukan utama dari 'Mikado no Tsuki' telah
tiba?
Pasukan ‘Mikado no Tsuki yang dipimpin Shinya tidak lagi
bertarung dengan gereja Hyakuya.
Mereka hanya fokus terhadap Guren.
Di antara mereka, beberapa tentara mengangkut
senjata-senjata besar seperti meriam, salah satunya menembak dengan keras.
Tembakan pun datang.
Lurus ke arah Guren.
Guren memotongnya.
Saat pedang menembusnya,
peluru itu melepaskan beberapa kertas mantra.
Dia hendak
memotongnya, tetapi karena dia tidak yakin apa yang mereka lakukan, dia
membiarkannya.
Mungkin ia tidak harus memotongnya.
Karena itu, ia melangkah mundur .
Jadi jarak antara dia dan Goshi melebar.
Begitupun Mito.
Mereka berdua melompat dari balkon ruang audiovisual dan
mendarat di halaman sekolah.
Mereka berhasil.
Guren tidak bisa lagi membunuh mereka.
Meriam terus menembak.
Bang, bang, bang, bang.
Semuanya berisi kertas mantra yang tak terhitung
banyaknya. Satu misil jatuh diatas balkon.
Kertas itu segera melekat pada potongan-potongan balkon
yang rusak, merekatkannya.
Jika dia melakukan kontak dengan salah satu dari rudal
itu dia akan tertangkap. Guren dengan cepat memahami ini.
Kertas itu
mengandung mantra yang sangat kuat.
Seketika ia tidak bisa bergerak.
Tentu saja,
dengan kekuatannya saat ini, dia masih bisa berjuang dengan leluasa.
Jika ia hanya
diserang oleh satu rudal, ia pastinya akan bisa lolos.
Tapi Shinya mungkin tidak akan membirakannya terjadi.
Ia menjadi sasaran dari semua rudal.
Jika ia berulang kali terkena olehnya, sangat mungkin
baginya untuk benar-benar tertangkap.
“……”
Guren kembali ke dalam ruangan.
Ruang audiovisual yang gelap.
Di belakangnya, tidak ada tanda kehidupan.
Seperti yang diharapkannya.
Karena ia telah membunuh mereka semua.
Bau menjijikan dari darah.
Kegelapan.
Suara dari tembakan meriam tak kunjung reda.
Rudal itu menutupi jendela, balkon dan tembok.
Seluruh bangunan sekolah tertutupi oleh kertas mantra
yang ada di dalam rudal itu.
Ini adalah segel.
Akan tetapi, tembakan meriam belum juga berhenti.
Jadi, ia bersama iblisnya, terkurung di dalam ruangan.
“……”
Lagipula.
Berbicara pada dirinya sendiri yang terselimuti kegelapan
dan terhalang dari cahaya.
"....... Aku sudah terselamatkan.”
Guren bergumam.
Ia telah mencapai batasnya.
Perlawanannya telah mencapai batas.
Ia akan menjadi iblis.
Kesadaraannya akan hilang, tubuhnya akan berubah menjadi
iblis.
Akan tetapi, keluarga utama dari 'Mikado no Oni', mungkin
akan mempunyai langkah-langkah untuk mengatasi hal ini.
Mereka pasti sudah mendapatkan informasi yang tepat.
Penelitian yang berkaitan dengan Mahiru akan mencapai
tahap penyelesaian sekarang.
Jika begitu, orang-orang itu.
"........ Bisa membunuhku.”
Berpikir demikian, ia akhirnya dapat bernafas lega.
Setelah menghela nafas, racun Kiju mulai kembali menguat.
0 Comments
Posting Komentar