SENYUMMULAH YANG
TERPENTING
(Translater : Zerard)
Siang
hari dalam hari festival plaza penuh dengan orang-orang, memberikan kesan akan
sebuah mosaik hidup.
Sebuah tiang yang berdiri di
tengah-tengah plaza sebagai pengganti
menara jam membuatnya menjadi tempat yang cocok untuk bertemu.
Gadis itu terlihat biasa
jika di lihat antara pria dan wanita yang berpakaian apa adanya yang berlalu lalang.
Dia menggunakan kemeja biasa namun rapi. Dia
memakai kulot yang di buat untuk pergerakan
yang mudah, dan celana ketat. Model rambutnya sama seperti biasanya. Namun dia
telah memakai pita baru untuk mengikat kepangnya.
Sederhana, pakaian
pribadi—hanya ini yang dia gunakan saat pergi ke kota pada hari liburnya.
Lagipula...
“Ah.”
...benar kan?
Adalah di saat dia datang,
langkah sigap melewati keramaian seolah keramaian itu tidak pernah ada.
Tidak mungkin bisa salah mengenalinya, dan
tentunya tidak mungkin bisa
kehilangan dia di dalam lautan tubuh ini. Dia memakai armor kulit dan helm
baja. Pedang dan perisai.
Dia tampil dengan begitu
seperti dirinya yang cukup membuat Gadis Guild tertawa.
Karena itu dia tersenyum
seperti yang selalu dia lakukan. Hanya saja dengan pakaian yang berbeda.
“Apa kamu menikmati pagimu?”
“Ya.” Goblin Slayer berkata datar,
berhenti di depannya dan memberikan anggukan biasanya. “Maaf membuatmu
menunggu.”
“Nggak apa-apa. Aku juga
baru datang.”
Kebohongan kecil dari Gadis
Guild.
Dia tidak akan membahas akan
betapa semangatnya dia hingga dia telah tiba sebelum siang hari.
Gadis Guild batuk untuk
menutupi kebohongannya dan melanjutkan.
“...Hee-hee. Tapi kamu
sedikit telat, Pak Goblin Slayer.”
“Maaf.”
“Nggak apa-apa. Lagipula,
Aku...”
....suka menunggu.
Kemudian Gadis Guild
tersenyum nakal, berputar, dan mulai menarik tangannya.
Kepangnya, cantik dengan
pita baru, berayun seperti sebuah ekor.
“Kalau begitu, ayo!”
Gadis Guild sadar. Walaupun
dia berdandan, upayanya tidak akan mendapatkan perhatian dari pria ini.
Sebagai gantinya,
dia ingin pria ini melihat sisi asli dirinya, bukanlah wajah yang dia tunjukkan
di saat kerja setiap harinya.
Bukan Gadis Guild. Hanya
Gadis biasa. Sisi keseharian dirinya.
Sebagian dari alasan mengapa
dia berpakaian biasa adalah untuk mengumandangkan, Inilah aku!
“Kamu sudah makan siang?”
“Belum.” Goblin Slayer
menggeleng kepala perlahan. “Masih belum.”
“Oke, kalau begitu...”
Vwip,
vwip. Dia memutar kepalanya dengan begitu cepatnya
hingga kamu dapat mendengar gerakan kepalanya.
Dia memikirkan rencananya
satu persatu, membandingkannya, membatalkan sebagiannya, dan akhirnya memilih
satu.
Dia mengetahui bahwa rebusan
adalah salah satu makanan favoritnya—dengan cara yang di buat dari desanya,
tentunya.”
Gadis Guild tidak dapat
bersaing dalam bidang itu. Namun dia dapat memanfaatkan hari festival ini.
“Gimana kalau kota jalan
sambil makan?” dia tersenyum malu. “Aku tahu ini bukanlah kelakuan yang baik,
tapi hari ini spesial...”
“Aku nggak keberatan.”
“Aku tahu kamu pasti nggak
keberatan. Oke kalau begitu, ayo cari sesuatu dan jalan-jalan keliling...”
Dia mendengakkan kepalanya,
melihat wajah pria itu dari bawah. Helm bernoda. Wajah yang sama yang dia lihat
setiap hari.
“Tapi, kemana ya?”
“Hrm.”
“Kamu tahu? Kita bisa pergi
ke tempat yang kamu suka.”
“Mm.”
Goblin Slayer berpikir
sejenak. Gadis Guild tersenyum padanya.
Menunggu bukanlah masalah
bagi Gadis Guild. Selama orang yang di tuju berusaha untuk menjawabnya.
Dari lima tahun sejak mereka
saling kenal, Gadis Guild mengerti bahwa pria itu sedang berpikir dengan
sungguh-sungguh.
Kemudian, setelah beberapa saat,
Goblin Slayer mengangguk dan menjawab.
“Kalau begitu, kita mulai
dari sini.”
“Baik!”
Dia melangkah dengan langkah
sigapnya, dan Gadis Guild mengikutinya layaknya anak anjing yang kegirangan.
Gadis Guild bisa aja saling
bergenggaman tangan dengan pria ini agar mereka tidak terpisah.
Namun dia mengetahui bahwa
dia tidak mungkin bisa kehilangan sosok orang ganjil ini, yang berbeda
dari yang lain.
Gadis Guild membulatkan
niatnya untuk menikmati berjalan bersamanya di siang hari ini. Gadis Guild
mengikutinya, senyumnya semakin bertambah lebar.
*****
Mereka berdua membeli permen
apel dari toko yang menjual manisan.
Permen ini tidak bisa di anggap
sebagai makanan seutuhnya,
namun sangat sulit bagi seseorang untuk mengeluh tentang makanan festival.
Paling tidak, Itu adalah apa yang
di pikir Gadis Guild. Dan Gadis Guild tidak dapat membayangkan pria ini tidak
menyukai makanan apapun.
Ngomong-ngomong soal apa yang nggak bisa
aku bayangkan...
Goblin Slayer memakan
makanannya dengan mudah tanpa melepas helmnya, sebuah gerakan yang Gadis Guild pikir
mustahil. (TL Note = it’s maaagggiiicccc~~ sorry, can’t help it)
“....Hee-hee.”
“Apa?” memiringkan helmnya
dengan ekspresi tanda tanya seraya dia mematahkan batang kayu yang sekarang telah habis
menjadi dua.
“Nggak apa-apa.” Gadis Guild
berkata, menggeleng kepalanya dan tidak berusaha menyembunyikam senyumnya. “Aku
cuma lagi berpikir apa ada
makanan yang kamu nggak mau makan.”
Mendengar pertanyaannya,
Goblin Slayer Hmmmm dan berpikir.
Gadis Guild memperhatikan
dari ujung matanya seraya dia menjilat apel miliknya. Mm. Manis.
“Aku rasa aku akan
memakannya kalau terpaksa,” Goblin Slayer bergumam, dan Gadis guild melanjutkan
dengan “Ya?” pelan.
“Kalau bisa aku ingin
menghindari ikan.”
“Ikan?”
“Ikan mudah di dapat kalau
ada sungai di dekatnya, tapi sungai juga mengandung parasit, dan sebuah
kemungkinan keracunan makanan.” Terdapat jeda, dan kemudian dia menambahkan,
“Dan ikan itu bau.”
“Itu benar,” Gadis Guild
menyetujui dengan tawa. Bahkan ikan asap, kering, atau asin mempunyai aroma
yang khas. “Aku mengerti. Aku sudah melihat para petualang berdebat soal itu.”
“Oh?”
“Seseorang membawa ikan yang
sudah di awetkan untuk persediaan pangan, dan mereka menjadi bertengkar hebat
di karenakan bau ikan yang sangat nggak enak.”
Gadis Guild sedikit
melebih-lebihkannya, namun Goblin Slayer mengangguk dan berkata. “Begitu.”
Kejadiannya
ada di party siapa ya?
Gadis Guild mengingat
kejadian itu, namun dia tidak dapat mengingat wajah mereka.
Para petualang cenderung tidak pernah menetap dan memiliki sikap berandalan.
Beberapa terlihat mempunyai
rumah, akan tetapi jika mereka di paksa mengangkat kaki dari rumah mereka suatu
hari, mereka tidak akan pernah ragu. Pria, atau wanita, atau mereka, hanya akan
pergi menuju kota baru yang lebih
menguntungkan dan akan mampu membiayai hidup mereka
sendiri.
Lagipula, ini adalah hal
yang sudah wajar.
Sebuah awal yang baru memberikan
sebuah rasa kelegaan tersendiri di bandingkan dengan fakta bahwa semua orang di
dalam partynya terbunuh oleh kesalahan mereka sendiri dalam melakukan pekerjaan.
Begitu sering bertemu dengan para
petualang yang datang dan pergi, bagaimana mereka bisa mengingatnya?
Tidak terlalu kepikiran…
Orang yang tidak kamu temui
dalam waktu dekat ini—apakah dia mati?
Seseorang yang berbicara denganmu
sebelum dia pergi menuju petualangnya—apakah kamu dapat bertemu dengannya lagi?
Menunggu sangatlah mudah
jika kamu sangat yakin bahwa orang yang kamu tunggu akan kembali.
Akan tetapi jika kamu tidak
yakin...
“Tapi, ikan sangat efektif untuk mengasapi
sebuah sarang.”
Pria itu membuat sebuah poin
serius—dia selalu serius—tidak menyadari apa yang sedang di pikirkan Gadis
Guild.
Gadis Guild mengetahui bahwa
pria ini tidak sedang bercanda, akan tetapi dia tersenyum.
Sejak mereka berjalan di
siang hari, Goblin Slayer—atau lebih tepatnya, mereka—telah seperti ini.
Setiap kali mereka memiliki
sebuah pilihan akan jalan bercabang, Goblin Slayer akan memantau dari kanan ke
kiri. Ketika mereka melewati jembatan saluran air, Goblin Slayer akan menghentakkan
kakinya dengan bunyi klang.
Mereka telah tiba pada ujung jalan utama dan berjalan
menyisiri tepi sungai, di mana Gadis Guild menatap dari hulu ke hilir.
Gelembung sungai, cipratan
ikan yang melompat, perahu yang berlayar melewati air—tidak satupun dari itu
semua yang menarik perhatian Goblin Slayer.
“Mmmm, menyenangkan ya?”
Gadis Guild menutup matanya
seraya angin sejuk musim gugur yang
mencium pipinya.
Kemudian dia menggenggam
pagar jembatan dan mencongdongkan tubuhnya keluar sejauh dia bisa di atas air.
“Kamu bisa jatuh.” Bagi
Gadis Guild, komentar datar itu merupakan bukti yang cukup bahwa pria ini sedang memperhatikan
dirinya.
“Aku nggak apa-apa,” dia
berkata, memutarkan tubuhnya kembali.
Tangannya menahan dirinya
pada pagar, dan menyandarkan punggungnya dan menatap ke langit.
Kepangnya berdansa seraya
angin meniupnya.
“Sungai ini pasti mengalir
sampai ke laut.”
“Benar,” dia berkata. “Sungai
ini berawal dari gunung.”
“Tapi sungai ini nggak
seperti di kota air, bagaimana tempat itu menurutmu?”
“Jalanannya membingungkan,”
Goblin Slayer berkata tanpa emosi. “Bagus dalam sebuah pertahanan, tapi
merepotkan ketika mencoba menuju suatu tempat.”
“Maksudmu kita harus lebih
berhati-hati agar goblin nggak
masuk ke kota ini juga.”
“Ya.” Goblin Slayer mengangguk.
“Tepat sekali.”
Kemudian...
“Oh.”
Hanya sesaat, mata Gadis
Guild bertemu dengan pelancong perahu yang melewati bawah jembatan.
Seorang gadis cantik dengan
rambut emas yang indah dan pipi pucat berwarna
merah samar.
Dia tidak menggunakan armor emas
biasanya. Hari ini dia menggunakan gaun
biru laut.
Di sampingnya adalah seorang
pria besar dengan ekspresi yang entah mengapa terlihat kebingungan pada
wajahnya. Wanita itu pastilah Knight Wanita.
“...Hee-hee.”
Knight itu meletakkan jari
pada bibirnya dan melotot pada Gadis Guild seolah menginginkan hal ini tetap
menjadi rahasia mereka. Gadis Guild tidak dapat menahan tawanya melihat seorang
petualang bertingkah laku layaknya gadis lain di masa mudanya.
Ya.
Ya, tentu saja. Rahasia kita.
Gadis Sapi berpikir bahwa
semua orang sudah menyadari akan situasi mereka, akan tetapi bibir Gadis Guild
tetap tersegel.
Sepertinya semua berjalan dengan
lancar bagi mereka berdua. Itu adalah hal yang terpenting. Sekarang, kira-kira bagaimana tanggapan orang tentang kami.
Jadi, Pak. Goblin Slayer.”
Dia menjauh dari pagar dan menarik lengan baju Goblin Slayer. “Selanjutnya kita
kemana?”
“Hrm...”
Dengan gumam suara, dia melangkah dengan
langkah biasanya, Gadis Guild di belakangnya membusungkan
dadanya bangga.
Di sini, di sana—dia
mengubah arahnya sesuka hati, namun dia berjalan dengan penuh percaya diri yang
membuat Gadis Guild berasumsi bahwa pria ini memiliki sesuatu dalam pkkirannya.
Gadis Guild menikmati
misteri sederhana akan kemana mereka akan pergi, apa yang akan mereka lakukan
di sana.
Dia berhenti di beberapa
tikungan di jalan, di mana mereka tiba pada sebuah keramaian.
“Oh, ini tempat di mana para
pemain atraksi berkumpul, kan?”
Artis dari setiap gaya dan
dari setiap kostum memamerkan seninya pada semua orang.
Para pejalan kaki tersenyum,
menikmati acaranya, bertepuk tangan, dan meninggalkan sebuah tip—atau
menghiraukan semua acara itu dan terus berjalan.
Seorang rhea pemusik mengelus seekor kucing pada
lengannya, bahkan seraya melempar
beberapa bola. Lagu yang tidak masuk di akal beralun dari mulutnya.
Kehidupan merupakan sebuah
lemparan dadu
Lempar mereka hari demi hari
Dan akan selalu bermata dua
Sesorang berkata
keberuntungan adalah adil
Tidak ada yang akan berubah
sampai tiba ajalmu
Tawa atau tangis, tak ada
beda
Mata dua muncul lagi hari ini
Oh
mata dua
mata dua!
Tunjukkanlah aku ganda enam esok hari!
Gadis Guild mendengarkan
lagu itu seraya mereka berjalan, kemudian mengamati rekannya.
“Bagaimana keberuntunganmu
hari ini, pak Goblin Slayer?”
“Aku nggak tahu,” dia
berkata. “Belum tahu.”
“Hm...” Gadis Guild menempelkan
jarinya di bibir dan berpikir. Uh-huh,
benar.
“Kamu pergi berkencan dengan
satu gadis di pagi hari, dan satu lagi di siang hari.” Gadis Guild sedikit
memanyunkan bibirnya tidak menyukai di saat mengatakannya. “Aku rasa
keberuntunganmu cukup bagus, ya kan?”
“Benarkah?”
“Uh-huh.”
“Yang benar?”
“Benar.”
Tenggorokan Goblin Slayerpun
meengeluarkan suara hmm. Sulit untuk
mengetahui apakah dia mengerti maksud dari Gadis Guild atau tidak.
Iiihhhh...
Siapapun yang bersikap seperti ini
tentunya cukup menyebalkan dan tidak tegas.
Namun dia bukanlah orang
seperti itu.
Jika dia adalah seorang
petualang playboy, Gadis Guild tidak akan pernah mengundangnya kencan seperti
ini.
“Iiihhhh...”
Dia mengutarakan rasa
jengkelnya kembali, namun di keriuhan ini, suara itu tidak terdengar oleh
Goblin Slayer.
Goblin Slayer sendiri sedang
memperhatikan para pemain atraksi
jalanan.
Dia melirik pada salah satu
atraksi di mana pelempar pisau yang tidak kompeten dengan sengaja berusaha
mengundang tawa. Namun rasa tertariknya dengan cepat menghilang dan berlanjut
melihat yang lainnya.
Yang berikutnya adalah
seorang pria dengan jubah panjang.
Seluruh tubuhnya di lapisi
oleh kain, dan dia membuat sebuah gerakan aneh dengan lengannya....
“Oh...!”
Dalam sekejap, seekor naga
kecil muncul dari telapak tangannya.
Dengan cepat Gadis Guild
mengeluarkan teriakan takjub seketika naga itu di masukkan ke dalam sebuah
telur. Pria itu menutup telur itu dengan kedua tangan, dan telur itu berubah
menjadi merpati. Burung itu terbang dari tangannya, namun jarinya bersinar dan
burung itu berubah menjadi asap biru.
Pria itu menarik asap itu
seolah seperti tali, dengan lihai merubahnya
menjadi pedang panjang. Dia menggenggam senjata itu dengan penuh gaya sebelum memasukkannya ke
dalam mulutnya.
Gadis Guild sangat terhibur
dan bertepuk tangan pada tipuan tangan itu..
“Itu tadi mengagumkan sekali
ya? Aku nggak tahu ada orang seahli itu.”
“Begitu.” Goblin Slayer
berkata, matanya tidak pernah lepas dari sang pesulap.
Gadis Guild sedikit bingung,
di karenakan pria ini tidak terlihat kaget melihat trik-trik itu.
Yah, itu tidak bisa di sebut
rasa bingung—hanya merasa sedikit tertarik, mengundang rasa penasarannya.
Di saat bekerja, Gadis Guild
tidak bisa bertanya terlalu banyak padanya.
Namun untungnya, ini adalah
momen pribadi di antara mereka. Dia mengambil kesempatan ini.
“Kamu suka pertunjukan
seperti itu?”
“Ya.” Goblin Slayer
mengangguk dan menunjuk pada pria itu, yang jarinya masih sedikit berasap. “Dia
mengalihkan perhatian kita dengan gerakannya, kemudian melakukan triknya.”
“Mereka bilang itu adalah
dasar dari tipuan tangan.”
“Ya. Dan ketika para
penonton menyadari bahwa gerakan itu hanya sebagai pengalihan, kemudian kamu
memakai peluang itu untuk trikmu berikutnya.” Goblin Slayer berkata, “Itu
taktik psikologis, dan latihan yang bagus.”
Kemudian dia menggeleng
helmnya dan melihat Gadis Guild. Nadanya datar seperti biasanya. Akan tetapi...
“...Aku terpesona.”
Astaga,
pria ini...
Gadis Guild menghela kecil.
Goblin Slayer sangatlah
serius, keras kepala, aneh, dan canggung.
Gadis Guild memahami semua
tentang dia selama mereka saling mengenal.
Selama lima tahun, sejak
Gadis Guild datang ke kota ini sebagai pegawai baru pada saat berumur delapan
belas tahun.
Namun Gadis Guild hanya
mengenalnya sebagai seorang petualang.
Dia belum mengetahui apa
yang terdapat di dalam, atau di balik persona itu—diri Goblin Slayer yang
sesungguhnya.
Namun itu juga berlaku pada
Goblin Slayer.
Gadis Guild selalu bersikap
layaknya seorang resepsionis profesional.
“Ummm, jadi sekarang...”
Sebuah taktik psikologis.
Itulah yang dia ucapkan. Oke kalau
begitu. Aku tunjukkan padanya taktikku sendiri.
“....Ada tempat yang aku
ingin datangi. Kamu nggak keberatan?”
*****
Layaknya sebuah pusat badai.
Seramai-ramainya kota saat
ini, bangunan ini sendiri terselimuti oleh keheningan.
Guild Petualang.
Di saat hari festival yang
sangat cerah, tidak ada satu orangpun yang datang kemari untuk medaftarkan
quest, ataupun petualang yang akan mengambil quest itu.
Gadis Guild membuka pintu
depan, menyuruh Goblin Slayer untuk masuk.
“Kamu bersantai saja dulu.
Aku akan kembali beberapa menit lagi.”
“Baiklah.”
Suara mereka bergema di
ruangan yang biasanya selalu begitu ramai hingga membuatnya sulit untuk di
dengar.
Sungguh menakjubkan betapa
sepinya bangunan ini yang tampak tak berpenghuni.
Goblin Slayer pernah pergi
ke beberapa reruntuhan, namun dia tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya.
Tentu saja, reruntuhan jarang sekali tetap sunyi seketika Goblin Slayer datang....
“Hmm...”
Sesosok bangku terlihat di dalam
interior yang redup,
dan bayangannya sendiri berdansa di dinding seraya dia berjalan.
Berada di antara keheningan
dan bayangannya, dia merasa seperti menjadi hantu.
Goblin Slayer melakukan apa yang biasa dia
lakukan—dia pergi memeriksa papan quest.
Semua quest darurat telah di
selesaikan sebagai antisipasi datangnya festival. Kertas yang tersisa hanyalah
quest yang tidak darurat.
Membersihkan tikus di
saluran air. Mengumpulkan herba. Membasmi monster
jamur di pegunungan.
Mengumpulkan benda antik
untuk para kolektor. Patroli di jalanan. Memastikan garis keturunan haram anak bangsawan.
Menjelajah di reruntuhan
yang belum pernah di jelajahi. Mengawal rombongan
pedagang...
“Hrm.”
Goblin Slayer melihat
semuanya sekali lagi, hanya untuk lebih pasti.
Tapi, tidak. Tidak ada quest
membasmi goblin.
“...”
“Uhhh, ah di sana rupanya.
Aku sudah siap sekarang.”
Dia berputar mendengar
panggilan Gadis Guild, masih hanyut dalam pikirannya.
Gadis Guild melambai padanya
dari area resepsionis—dia terlihat seperti sedang menggenggam sejenis kunci.
“Sini, kesini! Oke, ayo!”
Dan kemudian dia menunduk di
belakang meja resepsionis, meninggalkan Goblin Slayer di tempat dia berdiri.
Menoleh terakhir kalinya
melihat papan quest, dia bersiap mengikuti Gadis Guild.
Dia telah bergabung dengan Guild ini selama
lima tahun, namun dia tidak pernah berada di area pegawai.
“Apa ini di ijinkan?” dia
bertanya, yang di mana Gadis Guild menjawab ringan, “Nggak.” Seraya dia melirik
Goblin Slayer.
“Karena itu ini hanya antara
kita saja. Jangan kasih tahu siapapun, oke?”
Dia menjulurkan lidahnya
menggoda, dan Goblin Slayer mengangguk.
“Oke.”
“Yang benar? Aku bakal nggak
senang kalau kamu bohong.”
“Ya, benar.”
“Kalau begitu, aku percaya
kamu.”
Gadis Guild berputar
kembali, kepangnya berayun di udara. Goblin Slayer mengikutinya masuk ke dalam.
Goblin Slayer mendengar
suara yang tidak asing—Gadis Guild bersenandung. Goblin Slayer tidak mengetahui
lagu apa itu.
Pada akhirnya, masih
bersemangat tinggi, Gadis Guild berdiri di depan sebuah pintu tua, menggunakan
kunci untuk membuka pintunya.
Di dalamnya, terdapat sebuah
tangga berputar yang terjal.
“Di atas sini, ayo!”
“Aku mengerti.”
Anak tangga itu tidak
berdecit ketika Gadis Guild menginjaknya, namun berdecit di saat Goblin Slayer
mulai menaikinya. Dari decitan langkah kakinya saja, seseorang akan mengira
hanya ada satu orang di sana.
“Oh, syukurlah!” Gadis Guild
berkata, meletakkan tangan di dadanya dan menegakkan tubuhnya. “Kalau tangga
ini berdecit karena beratku. Aku bakalan
syok banget!”
“Benarkah?”
“Benar. Para gadis sangat
peduli tentang hal seperti ini.”
“Benarkah?”
Uh-huh,
Gadis Guild mengangguk.
Dia melirik dari balik
pundaknya dan menggoda, “Apa akan lebih baik kalau aku memakai rok, Pak Goblin
Slayer?”
Goblin Slayer menggelengkan
kepalanya dan berkata, “Perhatikan jalanmu di depan. Kamu nggak akan mau tersandung
dan jatuh.”
“Aww, tapi kamu ada di sini
untuk menangkapku.”
“Biarpun begitu.”
“Baiklah...”
Gadis Guild terdengar cukup
ceria, walaupun Goblin Slayer tidak mengetahui apa yang membuat Gadis Guild
senang.
Tidak lama kemudian mereka
tiba pada puncak
tangga berputar. Di sana mereka menemukan sebuah pintu tua lainnya.
“Tunggu sebentar,” Gadis
Guild berkata, menggunakan kunci berkarat untuk membukanya. “Di sini tempat di
mana aku ingin membawamu.”
“...Aku?”
“Ya—Silahkan.”
Gadis Guild membuka pintu.
Di saat dia membukanya,
sebuah pemandangan membanjiri matanya,
dan pandangannya terisi dengan emas.
Harta karun, permata yang
menggunung, cukup untuk membutakan saraf—tidak.
Adalah dunia itu sendiri,
memantulkan cahaya menyilaukan matahari.
Gunung, sungai, bukit penuh
dengan aster, hutan dan kebun. Kota, kuil,
plaza. Segalanya.
Ini adalah menara pengawas
Guild, dan dari sini seseorang dapat melihat ke segala penjuru sekaligus.
Tidak peduli seberapa
tinggi, seberapa jauh, semua dapat terlihat dari sini.
Riuh keramaian, pemusik bermain.
Tawaan. Lagu. Semuanya mencapai menara ini.
Jika aula Guild adalah mata
badai, maka tempat ini adalah tempat untuk melihat badai itu.
Keceriaan dan kebahagiaan,
sebuah hari yang patut di rayakan.
Dan Goblin Slayer berdiri
tepat di pusatnya.
“...Bagaimana? Terkejut?”
Gadis Guild berdiri pada pagar,
menyisiri pagar dengan tangannya. Dia mengintip pada helm itu, namun tidak
dapat melihat apapun.
Tapi—Gadis Guild
percaya—bahwa tidak ada orang lain yang begitu mudah di mengerti selain pria
ini.
Tidaklah sulit untuk
memahami apa tujuan Goblin Slayer seraya dia berkeliling kota.
“Kamu tadi patroli, kan?”
Melewati jalanan, memeriksa
saluran air, memperhatikan sungai untuk melihat tanda-tanda kemunculan goblin.
Seperti itulah pria ini.
Oleh karena itu pastinya,
jika dia dapat melihat segalanya dari menara pengawas, dia mungkin...
“....Santai sedikit?”
“Nggak...” Goblin Slayer
menggeleng kepala perlahan menjawab pertanyaan Gadis Guild. “Aku nggak bisa.”
Goblin Slayer menghela
lembut.
“Benarkah?” Gadis Guild
bergumam, dan bersandar pada pagar.
Kepangnya berdansa di hembus
tiupan angin. Gadis Guild tidak melihat pada Goblin Slayer.
“Walaupun kamu sudah bekerja
begitu keras membasmi semua goblin itu?”
“Justru itu.”
Cahaya mulai meredup.
Matahari mulai terbenam, tenggelam di horison. Bahkan hari yang indahpun akan berakhir.
“...”
“...”
Pada tempatnya bulan kembar terbit
bersamaan dengan kabut ungu. Langit penuh akan bintang—dingin, dan bercahaya.
Kota terselimuti dengan hitam, begitu sunyi
seolah-olah semua orang sedang menahan nafas mereka.
Angin berhembus ke arah
mereka di atas menara pengawas dengan irama yang sendu.
Itu karena, musim gugur,
adalah masa sebelum musim dingin.
Mereka sudah dapat melihat
kabut dari nafas mereka.
Dan kemudian tiba-tiba,
Gadis Guild berbisik.
“Lihat, sudah di mulai!”
Emas telah menghilang, dan
mereka berdua tenggelam dalam bayangan.
Kemudian, sebuah cahaya.
*****
Satu.
Dua.
Tiga.
Empat.
Lima.
Pada akhirnya, terlalu
banyak untuk di hitung.
Lentera kecil berkelip
layaknya bintang terpantul dari sungai. Melewati kota yang menggelap lentera
itu bersinar, berkelip, berdansa,
bercahaya.
Akhirnya, cahaya merah
hangat mulai melayang di udara layaknya kunang-kunang.
Seperti salju yang turun
secara terbalik, lentera melayang, berdansa hingga ke surga.
“Lentera langit.”
“Ya. Aku pikir lentera itu
akan terlihat indah dari sini.” Gadis Guild membalas dua kata Goblin Slayer.
“Karena akhirnya aku bisa melakukan ini, aku ingin mengajakmu sekalian.”
“....Begitu.”
Goblin Slayer menatap pada
kota dan menghela pelan.
Cipratan emas senja telah lama hilang, dan
dalam cahaya oranye akan lilin, kota ini menjadi begitu indah.
Kota ini penuh akan ciptaan para manusia.
Rumah dan bangunan yang
terbuat dari batu, pakaian orang-orang di jalanan, tawaan mereka semakin ramai.
Mereka menyalakan lilin di
dalam lentera mereka, kertas pelapis mulai menggembung sebelum membawa sepercik
cahaya itu menuju langit.
Goblin Slayer menatap lentera yang mulai terbang
dari kota di bawa menuju langit malam.
Dia mengetahui bahwa udara
hangat mendorong ke atas, dan karena itulah lentera itu terbang. Itu saja. Tidak
ada kaitannya denggan sihir dan keajaiban. Pada akhirnya, api akan padam dan
lentera akan kembali jatuh ke bumi.
“Pak Goblin Slayer, apa
kamu—?”
Gadis Guild membuka mulutnya
untuk mengatakan sesuatu, namun pada saat itu—
Riing.
Sebuah bel berbunyi, bergema melewati kesunyian malam.
Jika lentera adalah bintang dalam
sebuah arus, maka ini adalah gelembung
air.
Riing,
riing, riing, riing.
Suara itu berulang dengan ritme
yang teratur, sebuah ritual suci untuk mensucikan
daerah sekitar.
Gadis Guild mencari sumber
suara itu. Suara itu berasa dari plaza, tempat di mana kumpulan lentera di
terbangkan di langit.
Khalayak berkumpul di pusat
kota, duduk di sekitar panggung bundar.
Gadis Guild mendapati sebuah
tombak yang di kenalnya dan topi runcing di kerumunan
dan tertawa kecil.
Oh,
apa sudah waktunya?
Hari yang indah, hari
festival, hari perayaan. Inilah hari-hari milik para Dewa.
Terdapat hari thanksgiving untuk musim panen dan gugur yang melimpah dan juga permohonan doa
agar melewati musim dingin dengan aman. (TL
Note : Thanksgiving = https://en.wikipedia.org/wiki/Thanksgiving )
Doa yang mereka doakan,
tentu saja, untuk Ibunda Bumi yang maha pengasih.
Tidak lama kemudian,
seseorang muncul di pusat kota di antara api unggun yang melambangkan harapan.
Seorang wanita muda
berpakaian serba putih muncul dengan anggun—seorang perawan kuil. Tidak...
“O
para dewa yang telah berkumpul pada meja bintang-bintang...”
Dia adalah Priestess.
Dia berpakaian sangat
berbeda. Pakaiannya terlihat mirip dengan seragam tempur, akan tetapi
menunjukkan banyak sekali bagian kulitnya.
Pundaknya dan belah dadanya,
sela tubuhnya dan punggungnya,
pahanya, semuanya menunjukkan kulit pucat dan murni.
“...dengan
sebuah lemparan dadu akan takdir dan kemungkinan...”
Pipinya yang merah
menandakan bahwa dia sangat malu di saksikan seperti ini, namun walaupun begitu dia memutar flail
yang berbentuk menyerupai relik suci. (TL
Note : Flail = https://en.wikipedia.org/wiki/Flail )
Ibunda Bumi adalah dewi segala hal,
penguasa cinta, dan bahkan terkadang seorang dewi perang.
Dan ini adalah pakaian
kependetaannya.
Jadi seharusnya, tidak perlu
untuk merasa malu.
“O
Ibunda Bumi, kami memohon padamu...”
Priestess mengayunkan flail
dengan kedua tangan, bara api terpantul di dalam kucur keringat di wajahnya.
Setiap kali relik itu, yang
aslinya merupakan alat panen, melintasi udara, relik itu meninggalkan jalur
putih dan denting sebuah bel.
Sebuah tarian para dewa,
kepada dewa, untuk para dewa. Sebuah
penampilan kudus.
“Perintahmu,
adalah wahyu hamba...”
Goblin Slayer mengingat
Priestess bergumam, Aku sedang berlatih.
Priestess membicarakan
perlengkapan barunya. Dan dia begitu tergesa-gesa untuk pergi ke bengkel.
Dia pasti telah berlatih
agar dia dapat menggunakan flail itu dan pergi ke bengkel untuk menyiapkan pakaian
itu.
Goblin Slayer akhirnya
mengerti arti dari senyum nakal
rekan elf nya.
“Saya
mempersembahkan tubuh ini, tanpa lelah, tanpa ragu...”
Doanya terdengar di seluruh
plaza, melewati rumah-rumah, menuju menara pengawas.
Goblin Slayer yakin bahwa
para dewa dapat mendengar Priestess yang di mana para dewa bersemayam disurga.
Harapan agar dadu mereka
berguling ke arah yang sedikit menguntungkan.
Oh
mata dua
mata dua!
Tunjukkanlah aku ganda enam esok hari!
Di manakah dia pernah
mendengar kalimat seperti itu?
“Kami
mempersembahkan padamu
doa ini...”
Priestess tidaklah sedang di
rasuki—namun dia mendekatkan filail
lebih dekat lagi.
Tentu saja, jika dia
benar-benar menggunakan keajaiban Call God, jiwa fana-nya tidak dapat
menahannya.
Namun walaupun hanya imitasi
dari keajaiban itu, yang hanya menggunakan gerakan, nafas, dan suara, membuat
lahan ini tampak suci.
Malam bukanlah milik
orang-orang. Melainkan milik para monster dan kekacuan. Dan goblin.
“O
agung, O abadi, O maha,
O pengasih...”
Dia mengambil sebuah langkah
dansa dan pakaiannya mengayun, menunjukkan pinggulnya.
Nafasnya yang menegang
berkabut, dan tetes air keringat terjatuh dari dirinya.
Matanya berair; bibirnya
bergetar. Dada kecilnya mengembang di setiap tarikan nafas.
Namun dia tidak menunjukkan
sedikitpun keerotisan, hanya kesucian.
“Dan
biarkanlah terjadi di atas papanmu...”
“....Aku nggak pernah
bersantai,” Goblin Slayer berbisik seraya dia memperhatikan sosok Priestess
dengan matanya.
“Ap...?”
Kalimat itu keluar begitu
saja. Gadis Guild tidak mengetahui apakah dia terkejut atau bingung.
Butuh beberapa saat baginya
untuk menyadari bahwa Goblin Slayer sedang menjawab pertanyaannya sebelumnya.
“Nggak peduli seberapa
banyak yang aku lakukan, nggak peduli seberapa banyak yang aku bunuh. Yang aku
dapatkan hanya sebuah kemungkinan untuk menang.” Tidak peduli seberapa banyak
rekannya dan teman yang mendukungnya, menyemangatinya, dan bertarung
bersamanya. “Dan sebuah kemungkinan untuk menang bukanlah sebuah kemenangan.”
Adalah mustahil bahwa itu
sebuah kemenangan.
Bayang-bayang
kekalahan akan selalu ada. Dia tidak akan pernah lolos dari bayang-bayang yang
telah menciptakannya.
Tentunya tidak bilamana
bayang-bayang itu memiliki sebuah wujud dan dapat menyerangnya.
“Itulah kenapa aku nggak
membuat lentera.”
Untuk bersiap. Untuk melawan
goblin. Untuk bertarung.
Untuk melawan kemungkinan
terakhir .01 persen itu ketika dia yakin 99.99 persen dia dapat menang.
Dia telah bertekad untuk semua ini, dia tidak dapat
membagi perhatiannya untuk hal lainnya.
Dia tahu.
Dia tahu bahwa apa yang
membawa lentera langit itu terbang ke angkasa hanyalah sebuah fenomena natural.
Yang di kala api lilin iitu padam, lentera itu akan terjatuh ke bumi layaknya
sampah.
Goblin Slayer mengetahui
ini.
Namun...
“Lentera langit membimbing
jiwa-jiwa mati,” dia berbisik sedikit rasa penyesalan. “Apa kira-kira mereka
dapat kembali dengan selamat.”
Siapa yang sedang dia
bicarakan? Atau apa? Bagaimana perasaan yang sedang Goblin Slayer rasakan
sekarang?
Gadis Guild tidak dapat menerkanya.
Dia tidak mengetahuinya.
Namun walaupun begitu Gadis
Guild berkata “Aku yakin mereka kembali dengan selamat,” dan tersenyum.
Dan pada saat yang sama:
“Semoga
tidak adanya niatan jahat yang dapat mengguncang keseimbangan ketertiban dan
kekacauan di surga. Semoga semua sejahtera.”
Priestess mengibas rambutnya
seraya dia mengarahkan tatapannya menuju langit, mempersembahkan sebuah doa
dari bumi menuju surga.
Dia melantunkan doanya
dengan segenap tenaganya, tenggorokkannya yang pucat berkelip dan berkilau karena upayanya. Seseorang menelan liurnya
melihat keindahan Priestess.
Kemudian dia melantunkan sebuah permohonan sebagai
perwakilan dari banyak pengikut agama—mereka yang dapat berbahasa.
“Berkahi
pelindung malam, bawakanlah beliau kebahagiaan.”
Namun dia berbicara hanya
kepada satu makhluk.
“Hamba
berdoa pada langit yang jauh, hamba mempersembahkan doa...”
Priestess menghela. Hela
nafasnya mengisi keheningan.
“...Lihat.” Gadis Guild
tersenyum pada Goblin Slayer dengan sedikit terkejut. “Para dewa
menghargai...semua jerih payahmu.”
Dan itu memang benar.
Jika dia tidak menyelamatkan
Priestess di dalam gua itu, pemandangan ini tidak akan mungkin pernah ada.
Semua orang di kota ini,
merayakan festival. Semua karena dia telah menolong gadis itu dan menahan
gerombolan goblin dengan Priestess dan rekan mereka.
Apakah takdir atau
kemungkinan? Itu tergantung oleh lemparan dadu para dewa.
Walaupun
mungkin mereka yang berada di papan itu tidak dapat membayangkannya...
Apapun itu Gadis Guild tidak
peduli. Karena apapun penyebabnya, itu telah mempertemukan dia dengan pria ini.
Gadis Guild tidak mengetahui
apa yang menyebabkan pria ini menjadi petualang—menjadi Goblin Slayer.
Namun dia mengetahui semua dari
lima tahun yang lalu hingga detik ini, semua yang Goblin Slayer jalani saat
itu. Pria ini berada di sini untuk melindungi desa, masyarakat, kota—semua
orang.
Lihatlah
di sekeliling dia.
Gadis Guild tidak dapat
mempercayainya—sangatlah konyol karena
dia
tidak menyadarinya.
Goblin Slayer tidak marah. Dia tidak sedih.
Dialah—Gadis Guild lah yang
tidak dapat menahannya.
Gadis Guild bergetar dengan
rasa malu pada keegoisannya sendiri.
Malam itu, pada saat itu,
dia bersama Priestess, dan High Elf Archer, dan Gadis Sapi juga.
Dan walaupun dia mengetahui
itu, dia masih berusaha untuk nimbrung dengan mereka semua, dan dia membenci
kelakuannya yang memalukan itu.
Gadis Guild membenci akan
bagaimana dia telah berusaha menghindari mereka semua sebelum festival, tidak
mengetahui apa yang harus dia katakan pada mereka.
Tapi—tapi.
Gadis Guild telah menunggu. Gadis
Guild berada di sini.
Dia mendukung pria ini,
menyemangati pria ini.
Dia menginginkan pria ini
untuk melihat.
Untuk menyadari.
Untuk mengerti.
Dirinya. Hal lainnya. Semua
orang yang bukanlah goblin. Siapapun itu.
Dia tidak memiliki
keberanian untuk mengutarakan semua ini menjadi sebuah kalimat.
Tapi sekarang dia telah
berhasil menghabiskan setengah hari bersama pria ini, dia berpikir apakah semua
ini membuahkan hasil.
Apa
dia melihatku?
Apa
dia melihat orang lain?
Apa
dia berpikir hal apapun selain goblin?
“Aku yakin... yakin mereka
dapat kembali dengan selamat.”
Lagipula, terdapat begitu
banyak cahaya. Maka itu pasti benar. Mereka tidak mungkin dapat kehilangan
jalan mereka.
Kepercayaan yang
menginspirasi ucapan Gadis Guild. Seperti biasanya, dia menyembunyikan
perasaannya yang mendalam di balik senyumnya.
Mendengarnya,
Goblin Slayer mengeluarkan suara samar, hampir tidak terdengar.
“....Ya.”
Pada akhirnya, hanya itu
yang di ucapkan Goblin Slayer, dan kemudian dia mengangguk.
*****
Akhir dari ritual menandakan
selesainya hari festival dan hari yang di berkahi ini.
Api unggun mulai mengecil
seraya masyarakat beramai-ramai
keluar dari plaza, hanya meninggalkan
beberapa api yang tersisa untuk menjilat langit malam.
Mereka berdua kembali
menuruni tangga, kembali dari menara pengawas menuju lantai bawah.
Matahari benar-benar telah
menghilang, membuat aula guild menjadi gelap.
Walaupun biasanya Gadis
Guild mengetahui arah kemana dia harus melangkah di daerah sekitar sini, hari
ini tidaklah biasa.
“Uup—oh! Whuups...”
“Hati-hati.”
Gadis Guild tersandung dan
tertangkap di lengan Goblin Slayer.
Jantungnya terkejut akan
kekuatan lengan itu.
Gadis Guild merasa lega
bahwa ruangan ini gelap. Dia tidak menginginkan pria ini melihat wajahnya pada
saat ini. Walaupun dia tidak bisa menyembunyikan rasa gugup pada suaranya.
“Oh, Ma-maaf...”
“Nggak,” Goblin Slayer
berkata, menggeleng kepalanya. “Nggak...buruk.”
“Ap...?”
“Maksudku hari ini.”
“Oh...”
“Dari pagi sampai malam...
Jadi ini rasanya ‘hari libur’ itu.”
Jantung Gadis Guild kembali
melompat.
Dia sedikit merasa gugup—bagaimana mungkin tidak?
Namun dia tidak dapat mengabaikan rasa bahagia yang melampaui sisi dirinya yang
selalu berhati-hati.
“O-oh, ng-nggak usah di
pikirkan. Ka-kalau kamu menikmati hari ini, maka bagus sekali.”
“Begitu.”
Yang semakin menguatkan
alasan Gadis Guild untuk bergegas menuju pintu, melepaskan lengannya dari
lengan Goblin Slayer.
Mereka berdua sendirian di
dalam kegelapan. Dari situlah asal kegugupan ini berawal.
Ketika mereka tiba keluar,
Gadis Guild yakin perasaan ini akan berubah. Yang di mana dia akan dapat
bernafas dengan lebih mudah.
Dengan pikiran itu, dia
menggengam gagang pintu...
“...Apa?”
Gadis Guild memiringkan
kepalanya ketika gagang itu tidak berputar.
“Apa apa?”
Goblin Slayer mendekat
dengan langkah biasa yang begitu sempurna walaupun di dalam kegelapan ini.
“Apa aku salah ingat?” Gadis
Guild berkata, masih kebingungan. “Nggak...Aku nggak kunci pintunya. Tapi...”
Terkunci.
Kata itu mulai terlintas,
namun tidak keluar dari bibirnya, ketika Goblin Slayer bergerak.
Goblin Slayer memegang Gadis
Guild di sekitar pinggulnya dan mendorongnya
ke lantai.
“Ap?!”
Goblin Slayer membalikkan
meja untuk melindungi mereka berdua.
Gadis Guild terjatuh
kebelakang, dan sebuah pisau menembus meja pada saat hampir bersamaan.
“O-ow! Ap-apa yang
terjadi?!”
“Jangan menjauh dari
dinding. Perhatikan belakangmu dan jangan berisik.”
Goblin Slayer membebaskan
pedang dari sarungnya seraya dia membisikkan perintahnya.
Tetap menunduk, secara
perlahan dia bergerak ke samping dari balik pelindung mereka, menjaga jaraknya.
Dia menarik pisau yang tertancap di meja dan
melihat bahwa pisau itu berkilau dengan terangnya di kegelapan. Kemudian dia mulai menerjang
kepada penyerang mereka.
Adalah mustahil bagi Goblin
Slayer untuk membiarkan mereka lolos.
Sebuah sosok kecil—seorang
pria kecil, sekitar setengah tubuh manusia—bergegas
cepat melewati kegelapan.
“goblin?”
Balasan jawaban itu berupa
sebuah desis sinis yang beraroma darah.
Kemudian sang penyerang melompat.
Dia menggenggam sebuah pisau
dengan terbalik, turun menghujam layaknya sebuah taring predator.
Goblin Slayer mengangkat
perisainya untuk bertahan. Terdengar suara sesuatu.
Sebuah cipratan akan cairan.
“Di lumuri racun.”
Cairan kental itu menghujani
helmnya. Namun dia memiliki visor pada helmnya.
Racun itu tidak akan membutakannya.
Sang musuh melompat menjauh
dan mendarat di lantai, memanfaatkan jarak mereka untuk melancarkan serangan
secepat kilat kedua.
Goblin Slayer menangkis
serangan yang datang dengan perisainya dan mengayunkan pedangnya, berharap
pedang itu mengenai musuh tepat di perutnya.
Percikan berdansa, menerangi
kegelapan.
Sang penyerang memiliki
sebuah pisau di tangan kirinya juga, menggunakannya untuk menepis pedang Goblin
Slayer.
Tekniknya sangat terasah, membuktikan
kemahiran tangan sang penyerang.
“Kamu nggak seperti goblin.”
“G-Goblin Slayer....!” Teriak
Gadis Guild.
“Tenang.”
Gadis Guild mendengar suara
gesekan—suara sang penyerang yang mengeratkan giginya, mungkin?
Mata Gadis Guild mulai
terbiasa dengan kegelapan, namun sosok penyerang itu masih sulit di lihat.
Penyerang itu menggunakam
armor kulit dan pelindung perut. Kain yang melapisinya berwarna hitam muda,
begitu pula wajahnya...
“...Dark elf?!”
Teriakan Gadis Guild
menandakan sebuah sinyal.
Sang penyerang mengayun pisau
di tangan kirinya dengan begitu cepat dan melanjutkannya dengan sesuatu di
tangan kanannya.
Percikan yang menyilaukan yang
berasal dari perisai Goblin Slayer seraya dia menangkis pisau kecil itu tiga
kali.
Pencahayaan yang sesaat itu
juga membuat Gadis Guild dapat melihat serangan sesungguhnya dari gerakan
tipuan itu.
“Hrr...!”
Lemparan itu memaksa Goblin Slayer
terjatuh ke belakang dengan semacam setengah salto.
Dia terjatuh di sebuah meja dengan
benturan spektakuler,
menerbangkan debu menuju udara gelap.
“Oh, ah, G-Goblin
Slayer...?”
Tidak ada jawaban.
Bahkan dalam bayang-bayang,
Gadis Guild dapat melihat beberapa dart yang menancap pada armornya.
Ini sudah berlebihan.
“Tidak...”
“Yes!” Sebuah teriakan
meredam bisikan khawatir Gadis Guild. Teriakan itu berasal dari, sudah jelas,
dari musuh, yang berteriak dengan cipratan
ludahnya, “Aku berhasil! Aku berhasil! Hya-ha-ha-ha!
Karena kamu—semua karena kamu!”
Dia terkekeh-kekeh dengan
begitu buruknya seraya meloncat ke atas dan ke bawah, menepuk tangannya.
Dia mendatangi Goblin Slayer
dan memberikan sebuah tendangan.
“Tingkat Silver, pfft!
Monster lemah dan sedikit keberuntungan, Cuma itu aja yang dia punya!”
Tendangan lainnya. Ketiga,
kemudian keempat.
Kepala Goblin Slayer berguncang
setiap kali tendangan itu mengenainya. Visor helm kotornya terkulai begitu menyedihkan
seraya dia tergeletak layaknya boneka murahan.
Begitu kejam untuk di lihat.
Beberapa menit yang lalu,
mereka telah berbicara berdua, berjalan bersama.
“Hen-hentikan...”
Gadis Guild hanya dapat
berbisik, begitu pelan hingga tidak ada yang mendengar.
Namun sekarang terdapat sesuatu
yang membara dalam hatinya.
“Aku bilang, hentikan!”
“Rasain kamu karena sudah
merebut semua gadis buat dirimu sendiri.” Sang penyerang berputar, matanya bersinar terpaku pada Gadis Guild.
Gadis Guild mengepal tanganya di depan dada. “Dan dia juga akrab sekali dengan
pegawai Guild. Menurutku, dia nggak sebaik yang dia kira!”
Apakah Gadis Guild harus diam
saja? Tidak. Ini harus di ucapkan.
Dia merasa penyesalan, namun
juga sebuah tekad
yang menepis rasa sesal itu. Tentu saja. Tidak seorangpun yang berhak menendang
Goblin Slayer seperti itu.
Racun menetes dari belati
dengan warna yang menjijikkan.
Apakah dia harus berteriak
lagi, memanggil seseorang? Tidak... Bahkan walaupun dia melakukannya, semua
akan terlambat.
“!”
Walaupun begitu,
dia tidak mengalihkan pandangannya.
Matanya yang melotot hanya membuat sang penyerang
menjadi lebih marah.
“Jangan pikir aku akan
membiarkanmu begitu saja...!”
“Begitukah?”
Suara itu dingin seperti
sebuah angin yang berhembus dari kedalaman neraka.
“—“
“Apa? Gargh...!”
Mata Gadis Guild terbelalak,
dan sang penyerang hanya dapat mengeluarkan
teriakan yang teredam.
Goblin Slayer bergerak.
Dia bangkit layaknya bayang-bayang, masih tertancap
dengan dart. Pedangnya—
Pedangnya menancap pada isi perut penyerang, menemukan sebuah
celah dalam armor kulit musuhnya.
Dia mengoyak kasar isi tubuh
pria itu, membuat sang penyerang terbatuk dan tersedak.
Tubuh sang penyerang
terjatuh ke belakang, kejang-kejang, kehilangan darah dan kekuatan.
“Hmph.”
Goblin Slayer mendengus,
menahan tubuh musuh yang penuh darah dengan kakinya seraya dia menarik
pedangnya.
Sang penyerang memberikan
batuk terakhirnya, kemudian terkulai tak bergerak.
“Go—“ Suara Gadis Guild
bergetar. “Goblin Slayer...?”
“Ya?”
“Kamu nggak apa-apa?! Kamu
terluka?!”
“Aku memakai baju besi di bawah
armor kulitku,” dia mengatakan
fakta, secara lembut mendorong Gadis Guild seraya Gadis Guild berusaha mendekat
dengan panik. “Dart sederhana nggak akan bisa menembusnya.”
Dia menggenggam ujung dart
dan menariknya dari armornya. Mata dart itu basah akan sesuatu—kemungkinan
adalah cairan yang sama yang melumasi belati.
Goblin Slayer berkata datar,
“Gerakan dia cepat. Dengan kemampuanku, aku nggak bisa mengalahkannya.”
Itu artinya adalah—bagi dia,
paling tidak—solusi terbaik adalah serangan tiba-tiba. Dia tidak dapat menang
dalam pertarungan yang adil, oleh karena itu dia tidak melakukannya.
Namun Gadis Guild tidak
dapat menerima perspektif ini.
“A-Aku kira
kamu...mati......!”
Bahkan seraya dia berbicara,
air mata mengalir di pipinya.
Sekali menetes, sudah tidak bisa
di hentikan lagi. Berhadapan dengan gadis yang terisak, Goblin Slayer hanya
bisa mengucapkan, “Hrk...” Dia mengelap darah dari pedangnya untuk mengalihkan
dirinya sendiri. “Maaf.”
“Kalau...kalau kamu harus
minta maaf...kamu harusnya jangan...melakukannya...!”
“...Aku nggak akan
melakukannya lagi.”
Goblin Slayer mengangguk,
dan dengan ujung pedangnya dia membuka topeng sang penyerang.
“Sniff... Apa dia...? Apa dia dark elf?” (TL note = sekali lagi
“sniff” di sini seperti dia menarik ingus, tapi karena saya g dapat kata buat
gantiinnya, jadi saya gunakan inggrisnya saja.)
“Itu aku nggak tahu.”
Gadis Guild mengangkat
kepalanya, hidungnya masih tersendat.
Dark Elves adalah salah satu
di antara mereka yang dapat berbahasa, juga di kenal sebagai Players. Mereka
satu akar dengan elf lainnya, namun mereka memihak pada kekacauan.
Namun tidak semua dari
mereka adalah Non-Players, makhluk tidak berdoa itu, karena dari waktu ke
waktu, seorang dark elf akan kembali pada sisi ketertiban.
Dengan hanya beberapa
pengecualian, kebanyakan dark elf sangat jahat dan gemar dalam melanggar hukum dan
ketertiban.
Mereka memiliki telinga
runcing layaknya elf lainnya, namun berkulit hitam muda.
Gadis Guild pernah mendengar
bahwa mereka biasanya tinggi, seperti sepupu penghuni hutan mereka, namun tubuh
yang berada di lantai itu belum tumbuh dengan sempurna.
“Tapi dia adalah rhea.”
“Ap...?”
Gadis Guild melenguh seraya dia melihat kembali
mayat itu.
Wajahnya hitam
dan kotor, namun Gadis Guild mengingatnya
Dan kenapa
tidak? Apa lagi alasannya menutupi wajahnya ketika dia menyerang?
Goblin Slayer
menggunakan tapak sepatu botnya untuk mengelap wajah mayat itu bersih.
“Oh! Itu…!”
Gadis Guild meletakkan tangannya ke mulutnya. Gadis Guild memang mengenali dia. “Dia orang yang kami tuduh melakukan
pelanggaran dalam wawancara itu….!”
Sosok itu penuh
akan kebencian dan kemurkaan dan hasrat untuk balas dendam… namun tidak di
ragukan lagi bahwa dia adalah Rhea Scout.
Seorang petualang
yang mereka wawancarai untuk kenaikan peringkat. Pria itu yang secara diam-diam
menumpuk hadiah dan harta karun untuk dirinya sendiri dan menyembunyikan itu
semua dari rekan partynya.
Para pewawancara
mengasingkannya— Apakah dia kembali? Ataukah dia masih berada di kota semenjak
itu?
Goblin Slayer
menatap wajah rhea itu.
“Aku rasa aku
ingat dia.”
“Yeah. Kamu
duduk dalam wawancara kami dengan dia. Itulah kenapa—“
“Bukan” Goblin
Slayer menggeleng kepalanya. “Ketika aku sedang makan di warung, dia sedang
berbisik dengan seseorang. Aku melihat dia memperhatikan aku di Aula Guild juga
sebelumnya.”
“Maksudmu…”
“Tapi kalau dia
bermaksud untuk menyerangku saja, dia tidak perlu memakai pakaian aneh seperti
ini.”
Goblin Slayer
mendengus.
Begitu banyak
kemungkinan, begitu banyak pilihan—dia tampak tidak dapat memilih apa yang
harus dia lakukan.
Namun terdapat
satu kesimpulan untuk di kejar, satu peringatan yang harus di indahkan.
“Para Goblin
mungkin sedang bergerak.”
Dengan deklarasi
itu, Goblin Slayer memasukkan pedangnya kembali ke sarungnya/
“Aku akan pergi.
Kamu bisa berdiri?”
“Oh, um…”
Gadis Guild
tidak tahu harus kemana melihat. Dia berlutut seolah kakinya lemah, namun dia
dapat bergerak.
Tapi jika dia
bilang dia tidak dapat bergerak, apakah dia akan tetap tinggal? Apakah lebih
baik jika dia melakukannya?
“A… Aku
baik-baik saja.”
Dia bergumam
dengan segenap jiwanya untuk mengatakan ini, kemudian menjulurkan tangan dan
meraih meja.
Goblin Slayer
mengumpulkan dart yang terdapat di topeng rhea, kemudian memasukkannya ke dalam
kantungnya. Dia mengelap racun dari mata belati dan menyarungkannya di
pinggulnya.
Setelah
pemeriksaan cepat pada perlengkapannya, dia memeriksa tempat di mana dart telah
mengenainya. Dia memutuskan bahwa tidak ada masalah.
“Kalau begitu,
tolong urus masalah di sini.”
Mengangguk,
Gadis Guild menggunakan meja untuk membantunya berdiri.
Apa yang
terjadi? Apa yang akan terjadi? Dia tidak mengetahuinya. Bagaimana dia dia
tahu?
Hari perayaan
telah berakhir. Hari kebahagiaannya telah sirna.
“…Aku Cuma,
maksudku, Aku nggak… Aku nggak mengerti ini semua sama sekali…”
Dia akan kembali
menjadi resepsionis Guild, memperlakukan Goblin Slayer layaknya petualang lainnya.
“Ta-tapi apapun
yang terjadi, lakukan yang yang terbaik yang kamu bisa!”
Dia mengenakan
senyumnya yang terbesar yang dia bisa lakukan di wajahnya, dan Goblin Slayer
menjawab dengan satu kata:
“Pasti.”
0 Comments
Posting Komentar