PEMBUNUH KEBOSANAN
Angela dan Hizkil
baru saja sampai di depan toilet HoK. Toilet yang cukup mewah dengan dua pintu
bercabang.
Masing-masing
lorong menuju toilet yang sesuai dengan jenis kelaminnya. Lambang jenis kelamin
lelaki dan wanita juga tertempel di dinding tengah lorong. Semakin memudahkan
pengguna baru untuk menggunakan toilet tersebut.
“Angela, kau masuk
sini kan?” goda Hizkil sambil menunjuk lorong yang diperuntukan untuk kaum
perempuan.
“Apa? Kau ingin
kupanggang?” omel Angela dengan nada bercanda.
“Tapi kan namamu
Angela, dan itu nama perempuan,” cengir Hizkil yang masih terlihat mengejek.
“Tahukah Hizkil,
kau sudah bersamaku sejak umur 9 tahun. Mau sampai kapan kau membahas namaku
yang seperti perempuan ....”
“Hahahaha ...,”
Hizkil hanya tertawa terbahak-bahak mendengar respon sahabatnya itu.
“Jika kau ingin
protes soal namaku, silahkan ajukan keluhan itu pada mendiang kedua orang
tuaku,” ujar Angela tenang.
“Tenanglah Angela,
aku hanya bercanda,” sahut Hizkil sambil berusaha berhenti tertawa.
“Ya ya, terserah–“
balas Angela dengan jutek dan mulai berjalan memasuki lorong pria, tapi
perkataan dan gerakannya langsung terhenti ketika percakapan yang tak jauh dari mereka mulai terdengar.
Percakapan yang
berasal dari toilet perempuan, khususnya kedua siswi yang mengobrol di lorong toilet perempuan.
“Shina, kamu beneran jalan sama si kakek banci itu?” tanya seorang
gadis yang menjadi teman dekat Shina. Gadis berambut
coklat panjang dengan gaya rambut ponytail.
“Iya, hahaha,” jawab Shina tertawa pelan sambil
menyembunyikan mulut dengan tangan kanan.
Teman dekat Shina
yang memasang ekspresi terkejut itu kembali mengajukan pertanyaan yang cukup
banyak.
“Hee!? Ka-kamu beneran suka sama dia? Gak salah? Kok mau sih sama dia? Bukannya kamu
suka sama Kak Hizkil?”
Shina tetap
tersenyum dan kembali menjawab pertanyaan sahabatnya dengan nada bicara yang
ringan.
“Iya Za, aku memang suka sama Kak Hizkil.”
Bukan hal aneh
jika pernyataan Shina tersebut membuat Angela dan Hizkil terkejut. Lelaki bermata tajam itu tidak menyangka jika gadis yang disukainya ternyata tertarik pada sahabatnya sendiri.
Hizkil hanya terdiam melirik cemas pada Angela yang mulai menundukkan kepala. Wajah Hizkil terlihat sangat merasa
bersalah dan menyesal meski itu bukan kesalahan dirinya.
Sungguh
disayangkan cinta pertama Angela berubah menjadi cinta segitiga yang tidak ia
duga sebelumnya.
Dan sungguh
disayangkan juga jika penderitaan Angela tidak sampai di situ. Sambil mengepalkan kedua tangan yang sedikit
gemetar dan memejamkan mata yang seolah menahan rasa sakit hati, Angela kembali
mendengarkan percakapan gadis yang saat ini seharusnya menjadi 'kekasih'nya itu.
“Lalu kenapa!? Kenapa kamu malah jalan sama kakek banci itu?! Aku benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiranmu,” tanya kembali teman
dekat Shina, kali ini nadanya terdengar tinggi. Nada yang berisikan kekesalan
dan kekecewaan pada sang sahabat.
“Sabar Eliza, maka dari itu dengarkan dulu alasanku mau jalan sama
dia,” balas Shina santai.
“Ya udah, jadi apa
alasannya?!”
“Dengar yah, aku jadian sama dia cuman iseng-iseng doang kok,” Shina mulai menjelaskan sambil mendengus tidak senang,
mengalihkan pandangan dari sahabatnya.
“Eh, iseng-iseng
doang? Kenapa kau lakukan itu?”
“Aku cukup kesal karena Kak Hizkil masih belum menghubungiku. Aku hanya berniat mempermainkan kakek banci itu kok,” jawab
gadis dengan rambut bergelombang hitam itu menatap Eliza dengan ekspresi licik
di wajahnya. “Siapa tahu aja rasa kesal aku bisa hilang karena mungkin Angela bakalan jadi hiburan yang menarik buat aku. Dia mungkin bakal jadi pembunuh kebosananku.”
Ekspresi Eliza
berubah menjadi terkejut sekaligus penasaran, kemudian dia kembali mengajukan pertanyaan lain. “Me-mempermainkan gimana maksudnya?”
“Gini yah ..., aku ‘kan ngajak dia besok
buat kencan, dan rencananya juga kita ketemuan di depan
sekolah ini. Nah, entar kamu kasih tahu semua teman di kelas kita buat datang besok ke tempat pertemuan itu,” Shina tersenyum sambil membeberkan rencananya.
“Hee!? Me-memangnya kamu mau apain dia?”
“Rencananya aku mau langsung putusin dia
di depan semua teman-teman sekelas kita. Aku pengen liat banget deh ekspresi wajah dia. Pasti lucu, hahaha,” jawab Shina yang diakhiri
dengan tawa culas.
Setelah mendengar percakapan tadi, hati
Angela semakin remuk, harga dirinya benar-benar
dihancurkan. Perasaan yang
sungguh-sungguh darinya hanya dijadikan permainan oleh gadis berambut hitam
bergelombang itu.
Angela hanya
semakin erat mengepalkan kedua tangan, semakin menutup erat kedua matanya yang
berisikan rasa kekecewaan.
Sedangkan Hizkil terlihat menundukan kepala. Bukan wajah penyesalan lagi yang terlihat, tapi wajah kemarahan yang belum ia perlihatkan
pada siapapun. Dia sungguh tak terima jika Shina hanya berniat mempermainkan perasaan sahabatnya.
Hizkil pun hendak melabraknya saat ini juga. Dia mulai berjalan menghampiri mereka, berniat
memberi pelajaran pada Shina tanpa mempedulikan tempatnya. Tatapannya tetap
tajam layaknya seseorang yang tidak bisa mengontrol kembali amarahnya.
Akan tetapi ....
Langkah lelaki berambut merah itu terhenti. Tiba-tiba terdiam dan melihat ke arah belakang, ke arah Angela yang malah menghentikan langkahnya.
“Mau ke mana kau,
Hizkil?” tanya Angela tetap menundukkan kepala. Tekanan nada suaranya terdengar
cukup dalam.
“Bukankah sudah
jelas!? Aku akan memberinya pelaja–“
“Kau pikir aku
akan membiarkan hal itu? Lihat sekitarmu, jernihkan kepalamu dulu. Sungguh
memalukan kalau kau bertindak hanya berdasarkan emosi.”
“Kau gila,
Angela?! Siapapun akan marah jika sahabatnya diperlakukan seperti itu!!“ labrak
Hizkil marah sambil menatap tajam.
“Ini urusanku,
bukan urusanmu …,” Angela mengingatkan dengan seulas senyum dan membuka matanya,
meski terlihat jelas dia sendiri masih menahan emosi dengan mengepalkan kedua
tangannya.
“Ini urusanku
juga, Angela! Kau teman masa kecilku, sahabatku! Kau sudah kuanggap seperti
adikku sendiri,” Hizkil terlihat sedih membalikkan badan.
Angela menghela
napas sambil tersenyum miris melihat reaksi Hizkil.
“Memang benar aku
adalah sahabat dan adik kelasmu di sekolah ini. Kuakui kau lebih tua dariku dan
aku harus menghormati keinginanmu yang berusaha membelaku. Tapi bagaimana jika
begini .…,” Angela memegang pundak Hizkil untuk membuat pemuda berambut merah
itu kembali menatapnya. “Saat ini aku berbicara padamu sebagai seorang Kineser. Bukan berarti aku menyombongkan kekuatanku,
tapi tolong kau hargai keinginanku, Hizkil Anugerah.”
Hizkil terdiam
menatap cemas sahabatnya ini.
“Kaulah
satu-satunya siswa di sekolah ini yang mengetahui kemampuanku, seharusnya kau
mengerti apa maksudku barusan. Jadi, tolong jangan ikut campur atau ….,” Angela tidak meneruskan kalimatnya,
namun dari nada bicaranya terlihat bahwa ia sedang serius dan bukan main-main.
“Angela .…,”Hizkil
berkata lirih dengan khawatir, tapi dari wajahnya masih terlihat kalau dirinya
masih kesal karena percakapan Shina dan temannya.
“Jika kau
melakukannya tadi, coba pikirkan apa yang terjadi dengan nama baikmu? Kau akan
dibenci karena melabrak seorang gadis di dalam toilet perempuan ...,” Angela
mengingatkan sambil setengah meledek.
“Tapi aku
melakukan itu demi kau. Aku tak peduli dengan pandangan orang lain—"
“Sayangnya, aku mempedulikan
hal itu. Selain itu ....” Angela berhenti berkata-kata sejenak untuk mengambil napas lalu melanjutkan, “Demi
aku? Jangan bercanda, Hizkil. Justru sebaliknya yang akan terjadi. Aku akan
semakin dipanggil 'banci' karena meminta bantuan pada kakak kelas populer
sepertimu.”.
Angela tertawa
miris saat mengakhiri kalimatnya, membuat Hizkil menghela napas menyerah.
“Baiklah, lalu apa
rencanamu?!”
“Tenanglah, aku
memiliki sebuah rencana yang bagus,” balas Angela tersenyum.
“Oh, iya benar!
Kenapa tidak terpikirkan olehku, bagaimana jika kau hanya tidak perlu datang
saja ke tempat pertemuan itu!”
“Bukan ide yang
buruk, tapi sayangnya aku akan tetap datang ke tempat pertemuan itu,“ Angela
kembali menanggapi, masih sambil tersenyum menatap sahabatnya.
”Hah!? Ap-apa
maksudmu!? Kau pasti tau kan jika datang ke tempat itu artinya apa!? Kau hanya akan jadi bahan tertawaan untuk mereka, harga dirimu bakalan diinjak-injak sama mereka, Angela!”
“Ada satu hal yang ingin kupastikan,
tolong anggap saja kalau kau tidak mendengar apa-apa. Dan ingat, tolong jangan
campuri urusanku ini,” kata Angela sambil berjalan pergi memasuki toilet
pria, sedangkan Hizkil masih berada di depan toilet tersebut dengan ekspresi kesal dan tidak terima.
“Angela!!”
Mendengarnya, Angela
menghentikan langkah dan melirik sedikit Hizkil yang menatapnya jengkel.
“Bahkan sampai
sekarang pun, aku benar-benar kesulitan untuk mengerti jalan pikiranmu.”
“Begitukah...?”
Angela menyahut singkat, memejamkan mata sebentar lalu melanjutkan kembali
perjalanannya ke dalam toilet, tidak berniat membahas masalah ini lebih jauh
lagi.
Bersamaan masuknya
Angela, Shina dan temannya
mulai berjalan keluar dari toilet
wanita. Mereka terlihat tertawa bahagia tanpa memperdulikan sekitar.
“Waah ide bagus
tuh, pasti bakalah lucu deh wajahnya, hahaha ….”
“Iya kan, aku
benar-benar menantikan ekspresi wajahny–“ sambut Shina tapi langsung terdiam saat
melihat Hizkil yang berada di depannya. Gadis berwarna mata coklat itu
benar-benar terkejut melihatnya. Wajahnya Eliza pun tidak berbeda jauh dengan
Shina.
“Ka-Kak Hizkil?!”
“Iyalah, memangnya
siapa lagi?!” jawab Hizkil senormal mungkin
“Ka-Kakak sejak
kapan disini??” tanya Eliza yang terlihat cemas.
“Tenang, aku baru
aja sampai di sini,” balas Hizkil yang mencoba tersenyum meski masih sedikit
kesal sambil berjalan pergi menjauhi toilet tersebut.
“….”
Shina dan temannya
hanya terdiam kebingungan dengan sikap Hizkil. Khususnya Shina, wajahnya
terlihat khawatir dan mulai berpikir jika dia memiliki kesalahan padanya.
* * *
Waktu terasa cepat
berlalu, tidak terasa bel
pulang pun telah berbunyi.
Tapi hal itu tidak berlaku bagi Angela. Baginya, waktu seakan berhenti dan membeku bagaikan es yang membawakan kesedihan.
Hanya sakit hati
yang dia rasakan. Sakit dikhianati
oleh orang yang ia kagumi dan cintai. Sepanjang perjalanan pulang bersama
sahabatnya, dia hanya diam seribu bahasa.
Hizkil pun hanya
ikut terdiam, wajahnya terlihat masih cemas meski terlihat juga beberapa
kemarahan yang masih tersisa.
Krekkk ….
Angela sampai di
rumah dan membuka pelan pintu sederhana. Dia berjalan pelan masuk rumah sambil menundukkan kepalanya.
Sebelum dia
kembali menutup pintunya, terlihat Hizkil yang berbicara padanya.
“Apapun rencanamu
..., aku akan mendukungmu, Angela. Dia—tidak…, maksudku mereka semua tidak tahu
akan betapa baiknya dirimu ….”
“…Ya, terima kasih
…,” ucap Angela lalu menutup pintu
rumahnya.
Saat pintu
tersebut tertutup, saat itu juga
Hizkil menghilang tak berbekas, menggunakan
kemampuan berpindah tempatnya, 《Teleportasi》.
“Angela, kamu
sudah pulang?” tanya Keisha sambil tersenyum. Rambut hitamnya yang terikat ke
belakang semakin membuat dirinya terlihat anggun dan dewasa.
Dengan apron
memasak yang ia kenakan, gadis berusia 20 tahun itu benar-benar terlihat
layaknya ibu rumah tangga.
“Iya Kak, aku
pulang …,” balas Angela tersenyum tipis.
Melihat ekspresi
wajah adiknya, raut wajah Keisha seketika berubah sedih dan khawatir. Dia berjalan selangkah
menghampiri adiknya yang sedang melepas sepatu.
“Apa yang terjadi
…?”
“…Tidak ada
apa-apa, Kak ….” Angela memejamkan matanya beberapa detik.
Keisha hanya
terdiam. Dia tahu kalau sesuatu telah terjadi pada adiknya. Tapi dia hanya
berjalan mundur, menjauh seolah tak ingin mengungkit masalah pribadi adiknya
tersebut.
“Begitu …,” gumam
Keisha sambil tersenyum tipis pula.
Angela mulai
berjalan menaiki tangga, berjalan pergi memasuki kamarnya. Tapi langkahnya
terhenti, menolehkan kepala melihat Kakaknya yang mulai berbicara padanya.
“Ikuti kata
hatimu, Kakak percaya kalau kamu dapat menyelesaikan masalah yang datang
padamu. Apapun pilihanmu, kami berdua …. Kakak dan adik kecil kita pasti akan mendukungmu,” ucap Keisha sambil memunggungi
Angela.
“…Terima kasih,
Kak …,” balas Angela tulus.
“Tapi itu hanya
jika kamu masih di jalan yang benar, yah ...,” ujar Keisha menolehkan kepala melihat Angela.
Senyuman yang terlihat menawan bahkan membuat wajah sang adik memerah.
Angela lekas
berjalan cepat memasuki kamar. Wajahnya terlihat lebih baik setelah mendapatkan
hiburan singkat dari kakak perempuannya. Satu-satunya yang bisa dia lakukan
saat ini adalah berpikir positif tentang Shina. Jika Shina memiliki alasan lain
untuk melakukan hal tersebut padanya.
Angela mulai
mengganti pakaianya, lekas membaringkan tubuh
pada kasur berwarna putih yang terlihat empuk.
Dia mengamati smartbranning-nya dan melihat sebuah pesan yang
sudah ia duga sebelumnya.
Pesan dari sang kekasih yang berisi
peringatan manis agar dia tak lupa datang dalam pertemuan itu.
Angela hanya
tersenyum dan membalas pesan itu seolah masih belum mengetahui rencana 'kekasih'nya.
***
Keesokan harinya,
hari Minggu yang menjadi hari perjanjian pun datang. Angela bangun lebih awal
seperti saat dia ingin mengungkapkan perasaannya pada Shina. Wajahnya terlihat
tidak sabar ingin menemui gadis yang akan mempermalukannya nanti.
Entah dia terlalu
bodoh atau memiliki rencana lain, tapi wajah Angela terlihat segar seolah
sedang berusaha menikmati harinya.
Sang kakak hanya
tersenyum kecil. Sadar jika adiknya ini hanya mencoba menyembunyikan
kesedihannya. Dia tahu, jika Angela
bersikap berlebihan seperti itu, maka dia pasti sedang
menyembunyikan kesedihan yang cukup dalam.
“Angela? Tumben
kamu keluar rumah di hari Minggu, mau kemana?” tanya Keisha tersenyum kecil.
“Oh ini Kak, mau
main sama teman.”
“Sama Hizkil?”
“Bukan, sama teman
seumuran denganku.”
“Waah, tak
disangka kamu akhirnya punya teman. Benar-benar suatu keajaiban bagi orang
pendiam sepertimu mempunyai teman …,” goda Keisha.
“….” Angela hanya
melihat kakaknya dengan tatapan datar.
“Hahahaha, maaf,
maaf. Jadi teman kamu itu perempuan atau laki-laki?”
“Pe-perempuan Kak,
“ jawab Angela dengan wajah memerah dan mengalihkan padangan
dari kakaknya.
“….!”
Di luar dugaan, Keisha
malah terdiam cukup lama. Giliran Angela yang bingung melihat kelebatan
ekspresi terkejut sekaligus sedih.
“Kak?”
“Ma-maaf maaf! Syukurlah
kamu sudah lebih baik sekarang,” Keisha buru-buru berjalan mundur dengan nada
gugup.
“Lebih baik? Apa
maksud Kak –“
“Sudah, sudah,
cepat berangkat sana! Kamu jangan sampai membuat seorang gadis menunggu!”
Keisha mendorong paksa punggung Angela menuju pintu keluar.
Kini Angela berada
di luar pintu dengan ekspresi keheranan karena sikap Kakaknya.
Tapi dia tidak punya banyak waktu dan mulai berjalan cepat mendatangi gadis
yang sedang menunggunya.
Di dalam rumah,
Keisha terlihat masih berada di dekat pintu. Gadis berambut hitam itu bersandar pada pintu sambil menundukkan kepalanya.
Air mata terlihat
menetes jatuh ke lantai. Di saat suasana hening itu, Keisha terlihat menangis
pelan. Dia yang bersedih mulai bergumam pelan dalam hati kecilnya.
“Maaf, maafkan kakakmu ini, Angela. Tapi mau
bagaimana lagi ..., kakak melakukan semua ini demi dirimu.”
Berbanding
terbalik dengan wajah Keisha yang sedih, wajah Angela terlihat baik-baik saja.
Dia seperti sudah siap mendapatkan perlakuan yang kurang mengenakkan dari
kekasihnya nanti.
Angela berjalan
pelan menuju ke tempat pertemuan itu. Jauh di belakangnya juga terlihat Hizkil
yang berwajah khawatir melihat sahabatnya.
Angin bertiup
cukup kencang seolah menghalangi Angela untuk tidak melangkah lebih jauh lagi.
Tapi untuk suatu
alasan yang Angela percayai, dia
tetap terus berjalan dan melangkahkan kakinya ke tempat pertemuan itu.
Dari kejauhan
Angela memandang, halaman depan HoK sudah terlihat cukup banyak orang yang
berkumpul. Kini dia yakin kalau percakapan Shina saat itu bukan main-main,
Shina benar-benar berencana mempermalukan dirinya.
Angela hanya
tersenyum simpul, menghela nafas sebelum kembali berjalan menghampiri halaman HoK tersebut.
Beberapa teman kelas Shina telah melihatnya yang berjalan ke arah mereka,
mereka pun mulai berbisik
satu sama lain. Ada yang tertawa dan ada juga yang terlihat kesal melirik
Angela.
Dia terus berjalan
menghampiri Shina dengan wajah seakan-akan
dirinya tak tahu akan rencana 'kekasih'nya.
Ketika Angela sampai, Angela mulai berpura-pura mengajukan
pertanyaan dengan nada bingung.
“Kenapa banyak
orang, yah? Emang ada acara apaan sekarang?”
“Enggak ada acara
apa-apa kok, mereka semua temanku,” Shina tersenyum lebar menjawabnya.
“Ohh gitu,” sahut
Angela melihat teman-teman Shina, tapi mereka semua hanya terdiam mengacuhkan
Angela.
Jauh dari tempat
pertemuan itu, terlihat Hizkil yang hanya bisa melihat mereka dengan tatapan
kesal. Hatinya benar-benar sakit melihat sahabat sekaligus seseorang yang sudah
dia anggap sebagai adiknya diperlakukan seperti itu.
“Oh ya Angela,
sebelum kita kencan aku mau ngomong
sesuatu sama kamu ….”
“Ya, ada apa?”
“Sebenarnya aku
gak suka sama kamu, jadi kita putus yah,” Shina tersenyum tanpa rasa bersalah. Nada
bicaranya terdengar sangat ringan seolah keberadaan Angela
benar-benar tidak berarti apa-apa baginya, dan seolah perasaan lelaki
berambut itu tak pernah berharga baginya.
“Loh, kenapa!? Apa
aku udah berbuat salah sama kamu!?” tanya Angela seakan dia terkejut dan sangat
kebingungan. Dia terlihat berpura-pura bodoh dan memberikan respon jika dirinya
belum mengetahui rencana kekasihnya.
“Iya, banyak!
Pertama kamu menghubungi aku, emang siapa kamu berani menghubungi aku?! Kedua kamu ngajak aku ketemuan buat urusan yang nggak penting, dan
yang ketiga adalah, kamu nembak aku? Nggak salah?” balas Shina dengan nada yang
jelas-jelas mengejek dan merendahkan Angela.
Tentu saja, spontan
semua teman Shina tertawa terbahak-bahak melihat Angela yang dipermalukan oleh Shina yang kini statusnya berubah menjadi 'mantan kekasih'nya.
“Aku nggak nyangka
ya, kamu berani nembak Shina. Pikir dulu dong, siapa cewek yang kamu tembak!
Pantes enggak sama sampah kayak kamu!? Dia itu kaya, cantik, populer, dan dari
keluarga ternama sedangkan kamu? Jangan main nembak aja!” ejek salah satu teman
lelaki Shina sambil merangkul pundak Angela.
Entah untuk suatu
alasan atau memang bodoh, Angela hanya berpura-pura tertunduk malu.
Selang setelah
itu, mereka mulai melempari Angela dengan beberapa telur, tepung dan air yang
sudah disiapkan sebelumnya. Ya, Angela benar-benar dipermalukan saat itu, harga
dirinya benar-benar diinjak-injak oleh seseorang yang ia kagumi.
Di tempat jauh
dari Angela dan yang lainnya, terlihat Hizkil yang menatap tajam tempat
tersebut. Dia mengepalkan kedua tangan amat erat. Amarahnya benar-benar sudah
berada di puncak. Tatapannya yang siap membunuh bagaikan seekor predator yang
siap memangsa mangsanya.
Jika bukan karena
gertakan Angela, jika bukan permintaan dari Angela untuk tidak ikut campur, saat
ini Hizkil mungkin sudah melabrak kelompok tersebut. Dia sudah tidak peduli
dengan nama baik atau yang lainnya.
“Maaf yah, kita
ini enggak sebanding jadi tolong berhenti mengejarku,” tandas Shina tersenyum
lalu pergi meninggalkan Angela sendirian, masih tetap menundukkan kepala.
Setelah cukup lama
mereka pergi, Angela mulai mengangkat kepala, bukan wajah sakit hati atau putus
asa yang terlihat. Dia hanya tersenyum seakan sudah tahu kalau hal ini pasti
terjadi padanya.
“Astaga, jika tahu seperti ini. Aku akan
memakai pakaian yang jarang kupakai,” batinnya tersenyum ringan melihat seluruh pakaian yang
ia kenakan.
Dia membalikkan
badan dan berniat pulang, tapi tiba-tiba di hadapanya sudah terlihat Hizkil. Sorot
mata yang penuh dengan kesedihan terlihat di matanya yang melihat kondisi Angela yang sudah dipermalukan.
“Parah mereka,
sampai segininya menginjak-nginjak harga dirimu,” gumam Hizkil sambil membantu
membersihkan baju kotor sang sahabat.
“Udah, nggak
masalah. Aku anggap ini sebagai acara ulang tahunku aja,” balas Angela ringan.
Hizkil hanya
terdiam mendengar perkataan Angela barusan dan semakin terlihat sedih. Meski
demikian, Angela menangkap kelebatan emosi lain dalam mata sahabatnya itu.
"…Ada
apa?"
“Ah tidak, aku
hanya kagum. Dari dulu sifatmu belum berubah, kau selalu memandang positif
suatu permasalahan. Coba deh kau lebih serius dalam menggunakan kemampuanmu di
sekolah, biar gak diginiin,” jawab Hizkil agak muram.
“Hebat apanya ...,”Angela menyunggingkan senyuman miris sambil berjalan melewati Hizkil. Dia
berniat langsung pulang ke rumahnya. Sedangkan Hizkil hanya tersenyum melihat
Angela yang berjalan melewati dirinya.
“Tapi sepertinya
mulai besok aku bakalan lebih sering menggunakan kemampuanku di HoK,” lanjut
Angela melirik Hizkil
“Wa-waah serius!?”
Hizkil dengan wajah terkejut sambil berjalan cepat menghampiri sahabatnya.
“Tidak, aku hanya
bercanda, hahaha ...,” jawab
Angela yang diikuti oleh tawaan lepas di akhir ucapan.
“Ah, sialan!”
Hizkil hanya tersenyum melirik sahabatnya itu.
0 Comments
Posting Komentar