HARI HARI
YANG BAHAGIA
(Part 2)
(Translater : Blade ;
Editor : Gian Toro)
Setelah
keributan tadi pagi, Sorata menyiapkan pakaian Mashiro. Bersama Rita dan Iori,
mereka berempat berangkat setelah sarapan.
Setelah
berpisah dengan Mashiro dan Rita yang merupakan jurusan seni, dan Iori yang
merupakan jurusan musik, ia sendiri berjalan ke arah kelas jurusan reeguler.
Lalu saat ini,
“Sorata.”
Dipanggil
Mashiro.
“Apa?”
Ia
menjawab sambil memutar badannya, tersisa Mashiro seorang, ia melambaikan
tangannya. Tatapannya setengah senang dan setengah malu.
Sorata
juga membalasnya dengan melambaikan tangannya.
“Sampai
ketemu pulang nanti.”
“Hn.”
Setelah
Mashiro tersenyum, ia pun menyusul ke arah Rita.
“Uwo,
pagi pagi sudah mesra begitu.”
Disamping
terdengar suara yang feminim.
Entah
sejak kapan, Shiho yang merupakan teman sekelas Mashiro dan Rita itu berdiri
disampingnya. Dan melihat ke wajah Sorata dengan tertawa jahat. Setiap kali
bertemu dengannya, Sorata selalu ingin menarik pitanya, tapi Sorata hari ini
hanya melihat ke dia, tidak melakukan apapun.
“Pagi
Shiho-san.”
“Jadi,
apa semalam asik?”
Jangan-jangan
dia sudah mendengar itu dari Rita.
“Pagi
Shiho san.”
Mencoba
pura-pura tidak dengar dan menyapa ulang.
“Ah,
hn, pagi, Kanda kun.”
“Kalau
begitu, sampai jumpa.”
“eh?
Are? Hanya begitu~?”
Tidak
peduli dengan suara yang manja itu, Sorata berjalan ke kelasnya dengan langkah
yang cepat.
Disaat
Sorata sampai, kelasnya sudah penuh. Semuanya menggunakan seragam. Sebelum
liburan musim panas semuanya pada menggunakan pakaian olahraga karena ada
kegiatan klub, tapi sekarang tidak ada lagi.
Saat
semester dua dimulai, rasanya agak jijik melihat mereka yang berpakaian
olahraga. Tapi sekarang tidak begitu lagi. Berjalannya waktu tidak hanya
mengubah warna langit ataupun pemandangan dijalan, bahkan perasaan orang juga
berganti. Setelah naik ke kelas tiga, Sorata sadar kalau suasana dikelasnya
sudah berubah. Kehidupan SMA yang tersisa satu tahun. Ujian dan rencana masa
depan, dan memundurkan diri dari klub…….banyak hal yang berubah.
Tapi,
hari ini Sorata tidak ada waktu untuk memikirkan itu.
“Huh……..pagi-pagi
sudah bau keringat begitu.”
Setelah
Sorata sampai dibangkunya ia langsung berbaring dimeja. Tubuhnya terasa berat.
Lelah. Terutama kelelahan yang disebabkan kerusakan mentalnya.
“Tanggunglah
semua itu sendirian……….”
Yang
menyalahkan Sorata tanpa belas kasih itu, adalah Ryuunosuke yang duduk
dibelakangnya. Diatas mejanya terlihat laptop, seperti biasa Ryuunosuke sedang
bekerja dengan mengetik dikeyboard.
“Seperti
yang Akasaka katakan………huft.”
Bahkan
tenaga untuk bangun tidak ada.
“Kanda-kun,
ada apa?”
Suaranya
berasal dari sebelah kanan. Tubuhnya dengan refleks sedikit panik. Tidak perlu
dilihat juga tahu itu siapa. Ia adalah mantan penghuni Sakurasou, Aoyama
Nanami. Kuncir kudanya itu adalah ciri khasnya.
Mengangkat
kepalanya dan terlihat Nanami yang sedang mengeluarkan buku pelajarannya dari
tas dan taruh diatas meja.
“Apa
yang terjadi?”
“Ah,
tidak, itu………”
Karna
hal ini hubungannya sangat besar dengan Mashiro, tapi tidak enak dikatakan ke
Nanami. Walaupun ingin memikirkan beberapa alasan, tapi pikirannya kosong.
“Kanda
sepertinya sedang pusing harus bagaimana dengan kucingnya.”
Ryuunosuke
memberikan bantuan pada Sorata yang hanya bisa terdiam. Tangannya yang sedang
mengetik itu tidak berhenti.
“Ah,
iya. Setelah wisuda dan keluar dari Sakurasou akan sulit untuk memelihara 10
kucing ya.”
“Aah,
hn, begitulah.”
Dengan
menggunakan tatapannya mengatakan ‘Thank you’. Ryuunosuke hanya melirik Sorata,
lalu segera kembali lagi ke pengerjaannya.
“Kalau
ingin mencari orang orang untuk mengadopsi kucing, aku akan membantu.”
“Ah,
hn, mohon bantuannya.”
Sudah
lima bulan lewat semenjak retret perpisahan. Seiring berjalannya waktu,
akhirnya bisa mengobrol lancar dengan Nanami. Tapi, itu juga hanya bisa kalau
ada Ryuunosuke disampingnya. Kalau hanya berdua rasanya tetap canggung. Sebelum
ini, Sorata juga menyadari Nanami mencoba menghindarinya. Juga, Sorata juga
berpikir begitu.
--Kalau
saja bisa kembali seperti biasanya.
Walaupun
Nanami sudah berkata begitu saat pindah keluar dari Sakurasou, tapi Sorata
merasakan kesulitan itu. Dinyatakan
perasaan oleh Nanami. Tidak bisa menjawab perasaannya…….kalau ingin berusaha
untuk tidak memikirkan itu, rasanya sulit sekali.
“Kanda-kun?”
“Hn?
Ah, maaf, tadi aku sedang memikirkan sesuatu………”
“……….walaupun
soal kucing juga penting, tapi perlu dipikirkan juga akan tinggal dimana
setelah wisuda.”
Akan
kuliah di Universitas Seni Suimei. Jadi rencananya tidak akan keluar dari
distrik ini.
“Jadi,
sedang berpikir, ‘Akan jadi seperti apakah’.”
Rasanya
ia akan tinggal di asrama biasa yang berbeda dengan Sakurasou.
“Mungkin
akan tinggal sendiri? Rencananya sih begitu.”
Nanami
juga akan kuliah di Universitas Seni Suimei. Jurusan drama.
“Benar
juga. Tapi, ada beberapa hal yang menggangguku.”
“Beberapa
hal?”
Sorata
dengan tidak sadar melihat ke arah Ryuunosuke.
Ingin
tinggal dekat dengan anggota satu tim. Seperti sekarang………lingkungan seperti
Sakurasou sekarang ini sangat memudahkan pengerjaan game. Kalau mengalami
kesulitan bisa langsung diskusi.
Sekarang
tentu saja begitu. Tapi, kalau seluruh tim tinggal ditempat yang berbeda,
mereka tidak akan bisa bekerja seperti sekarang lagi. Harus mulai berpikir cara
saling menghubungi yang mudah. Pengerjaan akan menjadi kurang menyenangkan karena
berubahnya lingkungan. Inilah hal yang mengganggu Sorata.
Walau
Sorata dapat satu solusi, tapi ini tidak bisa hanya diputuskan Sorata sendiri.
“Kalau
tidak tinggal di Sakurasou lagi, maka kita perlu menyiapkan sebuah kantor yang
bisa mengumpulkan seluruh anggota kita.”
Ryuunosuke
menggantikan Sorata yang sedang berpikir itu dan memberitahu Nanami.
“Ah,
begitukah.”
“Itu
ya, Akasaka. Tentang kantor kita aku mempunyai usulan.”
“Apa?”
“Setelah
lulus mari kita tinggal bersama?”
“Eh!?”
Yang
terkejut itu adalah Nanami. Teman yang dekat dengan mereka juga terkejut
setelah mendengar itu.
“Begitukah.
Memang tinggal cara ini si. Baiklah.”
“Ce-cepat
sekali putuskannya!?”
“Ribut
sekali kau kuncir kuda. Kenapa kau bersemangat sendirian begitu.”
“Maafkan
aku kalau tidak sopan, menurutku yang aneh itu justru kalian berdua.”
Nanami
dengan ekspresi yang polos melihat ke Sorata dan Ryuunosuke.
“Baik,
sudah diputuskan begitu.”
“Biarkan
maid-chan yang mencari tempat yang cocok sebagai tempat tinggal kita ,juga
kantor.”
“Berguna
sekali……….”
“Sepertinya
pengerjaan game kalian lancar ya.’
Nanami
yang tersenyum lembut itu terlihat senang.
“Tidak,
sering juga aku bertengkar dengan Akasaka karena game.”
“Alasannya
karena Kanda terus menambahkan ide yang tidak perlu.”
“Tapi, Akasaka setiap kali tetap membuatnya dan
selesaikan besok walau protes kan? Walaupun kenyataannya tidak setuju……….”
Disaat
Sorata mengatakannya, Nanami tiba tiba tertawa.
“Aoyama?”
“Ahaha……ma-maaf,
rasanya menyenangkan sekali ya.”
Baru
melihat ke Ryuunosuke, Ryuunosuke langsung memindahkan pandangannya karena
malu.
“Mah,
senang si senang. Sekarang sangat menyenangkan.”
Walaupun
hampir bubar karna Iori yang keseleo. Tapi setelah melalui hal itu, jarak antara
Sorata dengan Ryuunosuke semakin dekat. Sekarang mereka sudah bisa saling
curhat. Walaupun pertengkarannya juga semakin banyak, tapi karena inilah
pengerjaan game mereka semakin lancar, lagian karena diskusilah, pengerjaan
game ini menyenangkan.
Yang
paling penting itu menarik. Kalau menarik, itu akan menjadi energi bagi Sorata.
“Mungkin
karena ada Akasaka, ada Iori, ada Rita juga Misaki senpai makanya terasa
menyenangkan. Walaupun pengerjaan gamenya sendiri sudah sangat menarik, tapi
sekarang aku sadar yang paling penting itu dengan siapa kau membuatnya.”
“Tentu.
Kalau bekerja dengan orang yang tidak kau percayai hanya akan menambah beban.”
“Heh~kalau
begitu, Akasaka-kun percaya dengan Kanda-kun ya.”
Nanami
menjadi sedikit usil.
“Walaupun
masih ada sangat banyak hal yang perlu diperbaiki.”
“Protesmu
banyak juga ya……….”
Bisa
berkata begitu dengan tertawa seperti sekarang ini juga karna Ryuunosuke dapat
dipercayai.
Kalau
merasa yang dikatakan lawannya itu tidak berguna, Ryuunosuke tidak akan
mengatakan apapun. Dan akan menghindari untuk berhubungan. Sikapnya begitu
tega. Jadi dikatai begitu juga tidak apa. Setidaknya mereka sudah membangun
hubungan mereka dengan baik.
Berkat
ini, bulan ini Sorata rasakan keasikan membuat game yang belum pernah ia
rasakan. Satu hari lewat begitu saja,seperti mengedipkan matanya, lalu
seminggu, bahkan hal hal yang terjadi dua minggu lalu masih terasa seperti baru
terjadi beberapa hari ini.
Waktu
untuk bekerja setelah pulang sekolah itu tidak cukup. Disaat belajar pun Sorata
terus memikirkan ide dan mengirimnya ke Ryuunosuke lewat e mail. Minggu-minggu yang
lalu, saat terpikirkan ide untuk monster musuh, sebelum lupa Sorata menelepon
Ryuunosuke. Tentu, berkat ini Mashiro jadi marah, dan hari itu Sorata jadi
sangat lelah untuk memenuhi permintaan egoisnya…….
Akhirnya
paham bagaimana perasaan Ryuunosuke rela bolos jam pelajaran hanya demi
mendapatkan sebuah ide. Kalau bisa Sorata bahkan ingin jadi seperti Ryuunosuke.
Walaupun
omong begitu, akan merepotkan surat rekomendasinya dicabut begitu saja karna
ini, jadi Sorata tetap datang ke sekolah setiap hari……..juga masih perlu
menjaga Mashiro………….
“Bagaimana
dengan Aoyama? Bagaimana dengan kelas pelatihanmu yang baru?”
Sepertinya
dia mulai les lagi saat bulan oktober.
“Dengan
berpikir akan mulai lagi…….aku merasa bersemangat setiap pagi.”
Membuat
orang merasa, karena ia bekerja keraslah dia berkata begitu.
Lalu
Nanami tertawa seperti sedang menyembunyikan rasa malunya.
“Begitukah……….ah,
ya. Animenya Misaki senpai, sudah kutonton.”
Sudah
mulai ditayangkan sejak minggu di Nagoya.
“Akting
Aoyama sangat bagus.”
“Itu
karena karya baru Misaki-senpai, aku hanya ikut menumpang saja.”
“Kenapa
tidak menyertai namamu?”
Di
kreditnya tidak ada nama Nanami. karena begitu, topik ‘Siapa pengisi suara
tokoh utama perempuan ‘ menjadi tren topik di internet.
“Apa
kau tahu bagian mana yang paling pantas dipuji?”
“Dibagian
nyatakan perasaan ya?”
Saat
nonton dibioskop, Sorata juga tersentuh. Napas. Suara yang bergetar.
Ditambahkan jarak yang unik, Sorata serasa sedang mengalaminya sendiri.
“Itu,
sebenarnya adalah rekaman saat audisi.”
“Eh?”
“Karna
saat itu filmnya sudah selesai dibuat, jadi ikut audisi dengan syarat yang
sangat mirip dengan sedang mengisi suara untuk filmnya sendiri.”
“………….”
Apa
yang terjadi hari itu, Sorata masih mengingatnya dnegan jelas. Tidak mungkin ia
melupakannya.
“Jadi,
setelah selesai merekam, Misaki-senpai tanya aku. menanyakanku ingin pakai yang
mana……..”
“Begitukah.”
“Biasanya
akan merasa kalau itu adalah pertanyaan yang aneh, tapi setelah mendengarnya
jadinya paham.”
“…………..”
Sebelum
audisi dimulai, Nanami menyatakan perasaannya pada Sorata.
--Aku
menyukai Kanda kun.
“Jadi
aku merasa itu tidak mungkin diaktakan sebagai akting.”
“Begitukah.”
Harus
bilang ini memang sifat bawaankah atau tegas pada diri sendiri……….Nanami sangat
tegas pada dirinya sendiri, jadi tidak ikut menyertakan namanya di kredit film.
Tegas pada diri sendiri, dan tegas pada cara bagaimana ia hidup, ini merupakan
ciri-ciri Nanami.
Setelah
percakapannya terputus, Sorata terpikir sesuatu yang sangat penting.
“Omong-omong,
Akasaka?”
“Apa?”
“Kemarin
Totsuka-san mengirim e-mail.”
Totsuka
adalah nama penanggungjawab ‘Game Camp’.
“Persetujuan
punya Akasaka belum dikembalikan kan?”
“…………ah,
ya.”
Jarang
juga Ryuunosuke ragu.
“Atasannya
Totsuka-san sepertinya sedang buru-buru. Bilang atasan memberikan waktu untuk ragu
sudah sangat baik.”
“………..aku
paham. Nanti aku akan kembali ke rumah untuk memastikan."
Sorata
mereka yang belum dewasa perlu persetujuan keluarga. Sorata sudah menjelaskan
pada ayahnya saat liburan musim panas, dan mengembalikan persetujuannya.
“Omong-omong,
kau tidak pernah pulangkah Akasaka kun?”
Omong-omong
memang begitu. Dalam ingatan Sorata tidak pernah sekali pun Ryuunosuke pulang
untuk melihat keluarganya. Baik itu liburan musim dingin saat kelas satu, atau
liburan musim semi, panas ,dan dingin saat kelas dua, bahkan liburan musim semi,
panas saat kelas tiga juga Ryuunosuke tidak pernah pulang.
Walau
Nanami juga hanya tanya iseng, tapi ekspresi Ryuunosuke jelas jelas menjadi
‘gelap’.
“Akasaka?”
“Sebenarnya
tidak apa-apa juga.”
“Jangan-jangan,
hubunganmu dengan keluargamu krang baik?”
Nanami
yang hubungannya tidak baik dengan ayahnya itu bertanya. Sikapnya berbicara
seperti sedang berkata ‘Setidaknya bicaralah’.
“…………..”
Ryuunosuke
tidak mengatakan apapun. Hanya saja ia sedikit terganggu. Apa ia tidak ingin
membicarakan soal keluarga dia.
“Ah,
sensei sudah datang.”
Yang
paling awal menyadari itu adalah Nanami.
“Baik,
semuanya duduk.”
Dengan
suara yang manja, wali kelasnya Koharu sensei masuk ke dalam kelas.
Semuanya
dengan malas kembali ke tempat duduk. Setelah semuanya duduk, Sekali lagi
Koharu sensei membuka suaranya.
“Hari
ini aku akan memperkenalkan satu orang baru.”
Biasanya
yang akan dia katakan itu ‘Yang tidak hadir angkat tangan’, tapi hari ini
berbeda.
Koharu
sangat puas dengan reaksi murid-murid yang kebingungan. Dan mulai tersenyum
nakal. Dengan mempertahankan ekspresi itu ia melihat ke arah pintu kelas.
Pindahkan
baru? Kalau memang benar, sekarang sudah semester dua tahun ke tiga. Harusnya
ada batasnya jgua kalau tiba-tiba mau pindah. Tapi karena Rita seperti itu jadi
tidak bisa menjamin tidak ada……..
Disaat
berpikri begitu,terlihat seorang wanita dari arah pintu kelas.
Umurnya
sekitar 20. Riasan yang alami. Padahal yang ia gunakan itu pakaian biasa, tapi
itu memberi kesan yang mewah. Tubuhnya proporsional, tingginya juga lumayan,
seperti model yang ada dimajalah. Cara dia berjalan juga seperti model. Tak
diragukan ia sangat cantik. Bahkan suasana disekitarnya tampak berbintang.
Dengan
menghadap ke arah Sorata mereka, ia menepis rambutnya yang bersentuhan dengan
pundaknya.
Sesaat
kemudian, ekspresinya berubah, dan ia tersenyum kecil.
Semua
yang dikelas melihat ke arahnya. Semuanya melamun sejenak karena dia.
Hanya
Sorata yang sedang berpikir hal yang berbeda.
Rasanya
sangat mirip seseorang.
“Baik,
kalau begitu, perkenalkan dirilah.”
Setelah
disuruh Koharu, wanita berambut hitam itu menulsi namanya dipapan tulis.
Menulisnya
dengan per huruf,
“Are?”
“Jangan-jangan………”
Semua
yang dikelas terkejut.
Diatas
papan tulis tertulis ‘Akasaka Yuriko’ dengan rapi.
Suasana
dikelas sekejap berubah. Sebelumnya semuanya sempat terpesona dengan kemunculan
wanita cantik ini…….tapi sekarang semuanya melihat ke arah yang lain.
Melihat
ke arah Ryuunosuke yang duduk dibelakang Sorata.
“Aku
adalah Akasaka Yuriko yang akan mulai belajar bersama kalian. Saya mengajar
bahasa Jepang. Walaupun hanya sesaat, tapi mohon bantuannya semuanya.”
“Harusnya
tidak akan membiarkan guru magang mengajari kelas tiga………”
“Setelah
memohon pada kepala sekolah dan wakil kepala sekolah, aku datang ke kelas ini.”
“Dua
orang itu memang tidak terpedaya dengan wanita yang masih muda dan cantik.”
Koharu
sedikit kesal.
Percakapan
antara kedua orang itu tidak terdengar oleh Sorata. Tapi yang lebih Sorata
pikrikan itu. Marga ‘Akasaka’. Rasanya bukan sebuah kebetulan. Buktinya wajah
Ryuunosuke yang memucat dipandangan Sorata. Pandangannya fokus menuju ke Yuriko
yang ada didepan.
“Baik,
kalau begitu sampai disini saja rapat kelasnya.”
Koharu
membubarkan semuanya, dan kebetulan bel pun berbunyi.
“Siapa
ketua kelas?”
“Siap……..hormat!”
Takasaki
Mayu dengan suara yang tidak jelas menyiapkannya.
Tapi
semuanya terdiam. Hanya Koharu sendiri yang keluar dari kelas dengan berbisik ‘Makan
siang hari makan apa ya~’. Yuriko tidak ikut keluar, sebaliknya ia malah
berjalan ke bagian dalam kelas………..dan mendekat ke arah Sorata.
“Hiii!”
Terdengar
teriakan Ryuunosuke yang pendek itu dari belakang Sorata.
Dan
saat ini Yuriko berjalan melewati Sorata. Dan melompat ke arah Ryuunosuke.
Sebuah pelukan yang dahsyat.
“Kya~Ryuunosuke,
aku sangat ingin bertemu denganmu~”
Sekejap
seluruh isi kelas menjadi ricuh. Pandangan semua orang dikelas, terlihat Yuriko
yang memeluk kepala Ryuunosuke, dan menggesekkan wajahnya pada Ryuunosuke, lalu
bahkan mencium pipinya. Sesuka dia. Lalu Ryuunosuke dimainkan dengan seenaknya.
Karena dia sudah kehilangan kesadarannya.
“Ah,
Akasaka, bangunlah!”
Biarpun
Sorata memanggil, Ryuunosuke tetap tidak menjawab. Balasan yang terdengar hanya
suara yang aneh itu.
“Ah,
oh ya, aku lupa mengatakan sesuatu.”
Koharu
yang kembali ke kelas itu berdiri disamping pintu kelas.
“Akasaka
Yuriko-sensei itu adalah kakak kandung Akasaka-kun.”
Berkat
interaksi antara kakak dan adik yang mesra ini, penjelasan Koharu tidak
didengarkan siapapun.
Tentu
saja, gosip hari ini tentang guru magang baru…….yaitu kakak Ryuunosuke,
tersebarkan.
Cantik
dan merupakan seorang brocon.
Dengan
hanya baegitu sudah cukup untuk menjadi gosip hangat di sekolah.
Setiap
jam istirahat, siswa yang penasaran akan mengelilingi Yuriko. Pemandangan ini
terus berlanjut hingga jam piket.
Ryuunosuke
yang menjadi bahan gosip bersama Yuriko itu sudah pulang.
“Aku
kurang nyaman…….aku akan pulang dulu………….”
Setelah
memberitahu Sorata dengan suara yang hampir hilang itu, ia berjalan keluar dari
kelas tanpa membawa tasnya. Setelah selesai piket, Sorata keluar dari kelas
dengan membawa tas Ryuunosuke. Yang pertama, ia akan menjemput Mashiro di ruang
kelas seni.
Tapi,
baru berjalan selangkah ia dihentikan.
“Kanda-kun.”
Suara
yang ceria.
Balikkan
kepala, Yuriko berdiri disana dengan tersenyum. Jaraknya masih ada sekitar lima
meter. Jaraknya sedikit jauh untuk berbicara.
“…………..”
“……………..”
Karena
lawan tidak berniat mendekatkan diri, Sorata hanya kembali ke arah pintu kelas.
“Ada
apa?”
Setelah
bertanya, tiba-tiba Yuriko mendekatkan wajahnya. Matanya yang besar, hidung
yang mancung, juga bibir yang tampa seksi itu membentuk wajahnya yang cantik.
Wangi parfum yang manis itu sedikti merangsang hidung Sorata.
Yuriko
mulai memegang tubuh Sorata dari atas hingga ke bawah.
“Uwa,
tunggu!”
Memegang
pundaknya, kedua tangannya, dan pinggulnya.
“Hn~biasa
saja?”
Lalu,
dengan tidak tertarik berbisik-bisik.
“Terima
kasih.”
“Sekarang
bukan saat untuk berterima kasih mungkin.”
Tangan
Yuriko entah kenapa menarik seragam Sorata. Rasanya tidak bisa tenang, dan
Sorata tidak bisa fokus untuk memulai percakapan.
“Biasanya
apa yang akan dikatakan?”
“Kuperbaiki,
kau tidak biasa, kau anak yang menarik.”
Yuriko
mulai tertawa nakal. Padahal ia sangat mirip dengan Ryuunosuke, tapi
ekspresinya lengkap.
“Terima
kasih.”
“Menarik
sekali.”
“Huh………”
Menjawab
dengan aneh.
Sebenarnya
ada apa.
Baru
ingin bertanya,
“Sorata.”
Suaranya
serasa ditimpa oleh teriakan yang ada dibelakangnya. Tidak perlu balikkan
kepala juga tahu itu adalah suara Mashiro. Mungkin karena Sorata tidak datang
ke kelasnya jadi Mashiro datang kemari.
Pandangan
Mashiro fokus ke Sorata dan Yuriko………disaat Sorata berpikir begitu,
“Siapa,
wanita itu.”
Ia
berkata begitu.
“Dia
adalah guru magang yang baru.”
Mengatakan
kenyataannya.
“Aku
adalah Akasaka Yuriko.”
Segera
memperkenalkan dirinya.
“Sepertinya
dia kakaknya Akasaka.”
“Begitukah.”
Mashiro
menerimanya dengan menganggukkan kepalanya.
“Sudah
paham?”
“Jadi,
dengan kata lain, ini……..”
Pandangan
Mashiro fokus pada tangan Yuriko.
“Selingkuh.”
“Bukan
begitu! Harus kujelaskan bagaimana baru kau bisa paham!”
Mashiro
memegang lengan Sorata dan menariknya kemari.
“Uwa,
ke-kenapa.”
Tangan
Yuriko lepas. Entah kenapa Mashiro
terlihat sedikit marah.
Kali
ini Yuriko melihat ke Sorata dan Mashiro secara bergantian.
“Jangan-jangan
pacar?”
“Bisa
dibilang begitu.”
“Umh.”
Terasa
tekanan yang aneh dari Mashiro yang berdiri disampingnya.
Mungkin
tidak suka dengan kalimat Sorata yang tadi.
“Tentu
saja dia adalah pacarku yang tidak ada ke duanya.”
“Benar.”
Mashiro
sedikit bangga.
“Kau
menarik juga. Aku mengakui kalau kau adalah teman Ryuunosuke.”
Yuriko
menunjukkan ke hidung Sorata.
“Te-terima
kasih. Kalau begitu ada apa mencariku?”
“Ini.”
Yuriko
mengeluarkan beberapa berkas dari amplop yang ia bawa. Dan mengaitkannya.
“Ah.”
Seperti
pernah melihat. Itu adalah persetujuan yang berisi detail ‘Game Kamp’. Yang
tertulis itu sepertinya adalah nama ayah Ryuunosuke, juga sudah dicap.
Sorata
mengulurkan tangannya untuk mengambilnya.
Tapi
disaat ia mengulurkan tangannya, Yuriko dengan cepat memasukkan kembali berkas
itu. Tangan Sorata tidak menangkap apapun.
“…………..”
Sorata
dengan bingung menatap ke arah Yuriko.
“Bisa
titip pesan ke Ryuunosuke? Beritahu saja kalau ingin persetujuannya, temuilah
aku untuk mengambilnya.”
Setelah
berkata begitu, Yuriko dengan puas berjalan kearah kantor guru. Sorata hanya
bisa terdiam melihat kepergiannya itu.
“Jadi
itu adalah kakak Ryuunosuke yang digosipkan ya.”
Tiba
tiba Rita berdiri disamping Sorata.
“Uwo,
sejak kapan.”
“Orang
yang cantik ya.”
“Ya.”
“Sorata,
selingkuh?”
“Kenapa
kau pikir begitu!”
“Apa
tidak puas denganku?”
Mashiro
menatap ke Sorata.
“Kalau
ingin bilang, semua ini karena kau sama sekali tidak percaya padaku kan!”
“Muh.”
Mashiro
berbisik-bisik. Lalu Rita yang berada disampingnya terlihat sedang berpikir.
“………..Aku
mengerti.”
Sepertinya
menyadari sesuatu. Rita menunjukkan ekspresi ‘Tanyalah aku’, sepertinya
bertanya saja biar tidak ada masalah.
“Mengerti
apa?”
“Mengerti
alasan kenapa perempuan cantik sepertiku tidak membuat Ryuunosuke tertarik
sedikitpun!”
“Hebat
juga bisa mengkategorikan dirinya sendiri ke golongan perempuan cantik ya.”
Tentu,
Rita merupakan seorang perempuan cantik itu tidak dapat diragukan………..
“Semuanya
karena ada kakak yang begitu cantik, pandangan Ryuunosuke terhadap cantik
berubah jadi aneh.”
“Mah,
itu mungkin juga. Omong-omong, Rita belum menyerah soal Ryuunosuke ya.”
Bulan
lalu Rita menyatakan perasaannya pada Ryuunosuke, tapi sangat disayangkan, Rita
ditolak.
“Apa
aku harus menyerah?”
“Tidak,
kalau kau sendiri tidak memedulikannya tidak apa.”
“Kalau
memang begitu memikirkanku, kenapa Sorata tidak membantuku sedikit?”
“Bantu
apa?”
“Jelaskanlah
pesonaku sebagai seorang perempuan pada Ryuunosuke.”
“Menurutku
pesona Rita sudah Rita tunjukkan secara penuh didepan Akasaka.”
“Kalau
aku memasaknya untuknya, bagaimana?”
“Hn~aku
tidak begitu menyarankannya.”
Dengan
tidak sadar melihat ke Mashiro. Sebelumnya, saat Mashiro bilang ingin memasak
untuk Sorata, sejujurnya Sorata tidak begitu merasa antusias.
“……….kalau
begitu, cara yang tersisa hanya………membuat kenyataan itu dan membuat Ryuunosuke
bertanggungjawab……….”
“Inilah
yang harusnya tidak boleh hoi!”
“Kalau
begitu menurut Sorata harus bagaimana.”
Rita
menunjukkan ekspresi yang marah karena idenya satu per satu ditolak Sorata.
“Kupikir
sebentar……..kalau Akasaka, menurutku lebih baik membiarkannya melihatmu yang
mengerahkan segalanya untuk melukis lebih efektif. Tentu, seperti saat sedang
mengerjakan game juga boleh.”
“Apa
hanya begitu?”
“Bagaimana
ya bilangnya, Akasaka juga memerhatikan Rita yang melukis dan mengerjakan game,
jadi suatu saat dia pasti akan mengakuimu?”
“Memang………”
Rita
dengan terpaksa menerima usulan itu dan melihat Sorata dengan tatapan yang
sedikit terkejut.
“Apa
maksud tatapanmu itu?”
“Sorata
benar-benar paham dengan Ryuunosuke ya.”
“Sorata,
selingkuh?”
“Mashiro-san,
tolong jangan mengatakan hal yang tidak diperlukan.”
“Bukan
hal yang tidak diperlukan. Sangat penting.”
“Baik,
baik, baik…………..”
“Sudah
kuputuskan.”
Rita
tiba tiba memutuskan sesuatu seorang diri.
“Apa
yang kau putuskan?”
“Sesuai
saran Sorata, fokus ke pengerjaan game.”
“Kalau
tidak berhasil jangan benci aku ya.”
“Belum
tentu ya.”
“Belum
tentu!?”
“Seperti
kata kebanyakan orang, kalau dorong tidak bisa, maka cobalah untuk menarik.”
Rita
tersenyum. Setelah melihat senyuman itu rasanya ingin dia berhasil, tapi
sejujurnya bagaimanakah Ryuunosuke melihat Rita, Sorata sama sekali tidak
paham. Coba tanya saja lain kali. Sebelum itu, Sorata juga ingin menanyakan
Yuriko beberapa hal……..apalagi Sorata tidak bisa diam saja setelah tahu ini
berhbungan dengan persetujuan mengenai ‘Game Camp’.
“Kalau
begitu, ayo pulang.”
“Belum
selesai, Sorata.”
“Hn?
Apanya yang belum?”
“Soal
Sorata selingkuh belum selesai.”
“Soal
itu tidak pernah terjadi kali!”
“Benar?”
“Aku
hanya menyukai Mashiro!”
Apa
yang ia teriakan di koridor sekolah. Siswa lain yang berada disampingnya
berkata ‘Apaan’ dan tertawa.
“Sorata.”
“Apa?”
“Memaafkanmu.”
“Terimakasih………”
Disamping
Sorata yang membalas dengan santai, Mashiro dengan teliti melihat ke
sekelilingnya untuk memastikan situasi disekitarnya. Disaat berpikir begitu,
Mashiro sedikit jinjitkan kakinya dan mencium pipinya Sorata.
“A!”
Sorata
kaget karna serangan yang mendadak itu.
“Kiss
yang menandakan berbaikan.”
Mashiro
yang merendahkan kepala itu telriaht sedikit malu.
“Kau
ya, kalau dilihat orang lain…”
“Tidak
apa, aku sudah memastikannya.”
Makanya
dia terus meliaht ke kiri dan kanan.
“Tidak,
itu ya……..Rita ada disamping kita.”
“Akhirnya
kalian sudah sedikit mirip seperti pasangan.”
Rita
yang melihat ke Sorata dan Mashiro tampak sangat senang.
“Berkatmu……….”
Rasanya
tetap saja malu walau dibilang begitu. Rita tidak peduli dengan Sorata yang
begitu, dan menggandeng tangan Mashiro dan meninggalkan Sorata. Sorata hanya
bisa mengejar mereka.
Saat
ini, dari jendela koridor yang terlihat, Sorata melihat sebuah bayangan tidak
asing yang berjalan keluar dari gerbang sekolah, itu adalah Kanna.
Belum
menjelaskan kejadian tadi pagi.
“Setelah
pulang nanti aku harus meminta maaf………”
Tiba-tiba
membuatnya melihat pemandangan sepert itu. Kanna pasti terkejut. Terkejut
sampai kabur tanpa marah pada Sorata. Lalu ada bayangan kecil yang mengejar ke
arah Kanna. Dengan cara seperti meloncat sambil lari, Sorata tidak asing dengan
itu.
Itu
adalah adiknya, Yuuko.
Sedikti
lagi ia akan menyusul Kanna……….disaat berpikri begitu, dia terjatuh, dengan
cantik kepalanya menempel ditanah. Barang yang ada ditas semuanya terjatuh
berantakan ditanah.
Terhadap
kejadian yang sepertinya hanya terjadi didalam komik, siswa yang melihat
kejadian itu hanya terdiam.
Hanya
Kanna yang mendekat kemari untuk membantu Yuuko. Membantunya berdiri kembali,
dan menaruh barangnya kembali ke tas.
Yuuko
yang berdiri kembali itu dengan senang mengatakan sesuatu pada Kanna. Tapi
Kanna hanya membalasnya dengan singkat dan keluar dari gerbang sekolah. Yuuko
dengan kecewa merendhakan kepalanya. Apakah undangannya sepulang sekolah
ditolak.
Disaat
Sorata berpikir begitu, ponsel yang berada di dalam tasnya berbunyi.
Dilayar
tertulis Yuuko.
Melihat
ke Yuuko yang juga menaruh ponselnya disamping telinga.
“Apa
ditolak Kanna?”
“Eh!?
Kenapa tahu? Yuuko dan onii-chan memang terhubung ya pikirannya!”
Membalasnya
akan menjadi merepotkan, jadi pura pura tidak mendengar saja.
“Jangan
repotkan orang lain ya.”
“Teman
yang dikelas katanya mau pesta karaoke, tapi Kanna-chan menolak karena katanya
dia ada urusan.”
“Mau
gimana lagi.”
“Pesta
piyama kemarin ada urusan, pesta PR 2 hari yang lalu juga ada urusan, pesta
belanja minggu lalu juga, bahkan pesta selfie sebelum itu juga ada urusan!”
Karena
suaranya sangat ribut jadi Sorata sedikti menjauhkan ponselnya dari telenganya.
“Setidaknya
sekarang aku tahu kenyataan ‘Sekarang anak kelas 1 sedang tren pesta’.”
“Bukan
tren! Onii-chan, dengarkan aku dengan serius!”
“Aku
berpikir begitu karna aku sudah mendengarnya dengan serius!”
“Apa
tidak apa apa Kanna-chan begitu sibuk? Apa tidak akan sakit karna kelelahan?”
Yuuko
sepertinya benar benar khawatir.
Mungkin
‘Ada urusan’ hanya alasan untuk menolak ajakan. Kemarin, minggu lalu, sebelum
itu juga………Kanna selalu kembali ke Sakurasou dulu, setelah itu juga tidak
terlihat sibuk atau mau keluar.
Walaupun
karena sebagai novelis, sudah debut dan menghasilkan karya, kadang perlu ke
tempat editor untuk mengobrol, tapi itu juga hanya sebulan sekali atau dua
kali. Kanna juga tidak terlihat seperti selalu menulis naskahnya didalam kamar.
“Kalau
dipikir pikir lagi, aku tidak pernah bermain bersama Kanna-chan! Onii chan juga
merasa ini adalah masalah bagi mantan teman sekamarnya kan!”
“Jangan-jangan
karna Yuuko dibenci?”
“Kalau
begitu bagaimana! Ah, tapi, teman yang ada dikelas juga bilang tidak pernah
bermain dengannya!”’
Benar,
tidak peduli sepulangsekolah atau hari libur, Kanna selalu berada di Sakuraosu.
Padahal biasa saat jam istirahat dan pindah kelas untuk ganti pelajaran sering
lihat dia bersama dengan temannya, apa yang terjadi.
Rasanya
Kanna seperti menjaga jaraknya dengan sekitarnya. Seperti ada dinding yang
menghalangi. Walaupun sekarang sudah sedikti baikan, tapi di Sakurasou dia juga
begitu. Suara langkah kakinya sellau terdengar berat seperti kesulitan
bernapas.
Tentu,
terlalu terbuka juga tidak baik………
Jangan-jangan
Sorata sendirilah yang terlalu terbuka.
Sorata
sekali lagi mengingat kembali kejadian tadi pagi, dan mengintrospeksi dirinya
sendiri. Ia harus berpikri harus menjelaskannya seperti apa.
“Aku
pulang dulu, kututup ya.”
“Are!?
Belum selesai? Yuuko terhadap Onii-chan………”
Tidak
menunggu Yuuko selesai berbicara Sorata pun menutup ponselnya.
Kalau
tunggu dia selesai berbicara, Mashiro pasti akan mengatakan sesuatu lagi dnegan
ekspresi yang marah. Lalu, dugaan ini menjadi kenyataan.
“Sorata
selingkuh lagi.”
“Tadi
itu adalah Yuuko tolong!”
Walaupun
ponselnya berbunyi lagi, tapi Sorata pura pura tidak dengar dan kembali ke
Sakurasou.
3 Comments
mantaaaappppp
BalasHapusAda apa dengan Kanna?
BalasHapusKanna buat gw aja lah.. :'v
BalasHapusPosting Komentar