PUTRI KERAJAAN SKYLINE
(Author : R Lullaby)
Ruangan 4x5m dengan struktur bangunan
yang elegan. Di dalamnya sudah tersedia perabotan utama untuk kamar tidur
seperti kasur dan lemari.
Kamar mandi berada di samping kanan,
dekat dengan pintu masuk. Tidak kalah luas, yakni 3x3m. Seukuran dengan gubuk
kecil miliknya dulu.
Aeldra terlihat sedang duduk di
tengah ruangan, menatap amplop berwarna biru langit. Tubuhnya bergemetar,
matanya melebar menatap amplop itu.
Dia menelan ludah, mulai membuka isi
amplop. Tangannya tetap bergemetar. Masih tak mempercayai jika kejadian saat
ini adalah kenyataan.
“In-ini uang tunjangan ...?” pelan Aeldra
bertanya pada dirinya sendiri. Nadanya terdengar gugup. Tak heran, karena bibirnya
masih sedikit gemetar.
“5 juta dels!? Gila!! Aku harus
berkerja 1000 kali jika mengumpukan uang dari pekerjaan pak tua itu!”
Lelaki bermata biru itu sungguh
tersenyum lebar, tak kuasa membendung kebahagiaan dalam hatinya. Dia menatap
sekitar, ruangan mewah yang kini menjadi tempat tinggalnya.
“Astaga ..., apa yang kulakukan
sampai mendapat berkah sebesar ini?!”
“Terima Kasih Ya Tuhan!! Sudah
melihat hamba kecil sepertiku!” Aeldra langsung berlutut sujud, bersyukur atas rezeki
yang dia dapatkan.
“.....” Suasana pun berubah hening
ketika Aeldra yang masih sujud.
“Eh, ap-apa yang yang kamu lakukan?”
Selenia memasang wajah khawatir, menatap Aeldra. Dia berdiri tepat di hadapan
lelaki itu. Baru saja memasuki ruangan.
“Wahh!!” Aeldra terkejut, mundur
hingga kepalanya membentur pinggir kasur. Dia memasang wajah kesakitan sambil
memegang kepalanya.
“Maaf aku masuk tanpa ijin. Habisnya
kamu tak menjawab ketukan pintuku.”
“Ah, iya tak apa-apa. Ini juga
salahku karena terlalu senang mendapatkan uang sebesar ini.”
“Itu kan cuman 5jt dels? Kenapa
sesenang itu? Sampai bersujud seperti mendapatkan mukjijat. Kamu ini lucu ...,”
Selenia terkekeh geli dan menyembunyikan mulutnya.
“Cuman 5j dels katamu yah. Bagiku
yang seorang anak pinggiran ini sangat banyak. Kau tak tau betapa senangnya aku
saat ini.”
“Eh, pinggiran?” Selenia bertanya
kebingungan. Tak mengerti istilah yang diucapkan lelaki beramata biru.
“Maksudnya anak miskin, tak
terpandang dan diperhatikan oleh dunia.”
“Kamu anak yang seperti itu? Meski
kamu sangat kuat dan hebat?” Selenia memberikan tatapan sedih pada Aeldra.
“....”Aeldra terdiam mengalihkan
pandangan. Terlihat berpikir, mulai menutup mata.
“Hei, Putri –“ Aeldra membuka mata.
“Tolong bersikap informal padaku. Saat
ini kita sesama siswa Acies Highschool.” Nia berucap dengan mata tertutup.
Berwajah serius, atau mungkin memperlihatkan ketidaksukaan.
“Baiklah, Ni-Nia.” Aeldra tersenyum,
merah wajahnya.
“Jadi apa perkataanmu sebelumnya?”
Nia membuka mata, tersenyum lebar. Dia kembali terlihat bahagia.
“Kalau tak salah aku mendengar, jika
uang tunjangan ini diberikan tiap bulan pada siswanya. Jadi apa bulan depan
juga aku mendapatkannya?”
Selenia memiringkan kepala. Tak
mengerti, kenapa Aeldra mengajukan pertanyaan yang sudah jelas jawabannya. “Apa
maksudmu? Tentu saja sudah jelas, kan? Kalau kamu tetap mendapatkan uang
tunjangan itu.”
“Sa-sampai lulus!?” Aeldra menatap
penasaran Nia.
“Iya, sampai lulus ...,” Nia
tersenyum kecil menutup mata.
Aeldra menundukkan kepala. Menatap
kedua kakinya yang terduduk sila. Matanya melebar, mulai berhitung dalam
hatinya.
“Tiga
tahun sama dengan tiga puluh enam bulan. Lalu 36x5 ..., 180 juta. Aku bisa
mendapatkan 180 juta hanya harus diam di sekolah ini?!”
“A-Aeldra ...?” Nia bertanya
khawatir, melihat Aeldra yang bersikap aneh.
“Aku
harus bertahan di sini!! Meski nyawaku menjadi taruhannya!!” Aeldra
mengangkat wajah, mengepalkan tangan kanannya tepat di dada. Dia tersenyum
lebar, sangat lebar. Membuat Nia semakin berwajah khawatir.
“Eh, tunggu!! Aku dimasukkan ke
kelas berapa!?” Aeldra bertanya, kembali memberikan tatapan penasaran.
“Ke-kelas satu? Apa aku membuat kesalahan?”
khawatir Nia menatap Aeldra.
“Ah, tidak. Itu benar! Masukkan aku
kelas satu, semester awal!!”
“Ehh, tapi umurmu berapa? Aku belum
mengetahui umurmu.”
“Aku? Aku 16 tahun, memangnya
kenapa?”
“Sudah kuduga kamu lebih tua dariku.
Aku berumur 15 tahun. Kalau begitu biar aku pindahkan Kakak ke kelas dua –“
“Tidak, kumohon pindahkan ke kelas
satu saja!! Kalau bisa sekelas denganmu!”
“Eh ...?” Nia terkejut. Wajahnya
mulai memerah.
“Aku
pasti kerepotan jika tak memiliki seseorang yang kukenal di dalam kelas,” batin
Aeldra berpikir, mengalihkan pandangan.
“Tapi sungguh yah, tak kusangka akan
mendapatkan uang saku sebesar itu. Terus tiap bulan? Bisa lebih dari 100 juta
kalau kita mengumpulkannya sampai akhir kelulusan,” Aeldra terseyum bahagia.
Mulai tiduran ke belakang. Dengan dua telapak tangan di bawah kepala.
“Ah, itu belum seberapa. Di sekolah
ini juga kan ada turnamen kinesis yang rutin diadakan tiap tahun. Aku
dengar-dengar, jika juara pertamanya akan mendapatkan 1 miliar dels.”
“Eh!?” Aeldra sangat terkejut, lekas
kembali duduk dan menatap penasaran Selenia.
“Hmm, 1 miliar? Mungkin 2 ...? Ya, 2
miliar dels. Aku ingat, juara pertamanya dapat uang 2 miliar dels.”
“Heee!!!” Aeldra berteriak,
menggigit jemari kanannya. Sungguh terkejut mendengar perkataan Nia.
“Ya uang itu tidak terlalu dipikirin
sih. Soalnya yang menjadi juara pertama juga mendapat rekomendasi langsung dari
sekolah untuk menjadi Front-Liner. Intinya mereka lulus tanpa tes.”
“Peduli
setan dengan rekomendasi itu, yang penting uang 2 miliarnya!! Aku benar-benar
bisa mewujudkan impianku!! Aku bisa jadi orang kaya!!” Aeldra menutup
mulutnya yang terbuka lebar. Tak kuasa membendung rasa bahagianya.
“Ah,
betapa mulianya dirimu Ya Tuhan. Aku sungguh sangat bersyukur padaMu, karena
sudah membiarkanku masuk ke sekolah ini.”
“Jadi, apa Kakak tertarik mengikuti
turnamen itu?” Nia bertanya.
“Eh, Kakak? Perasaan, tadi juga kau
memanggilku seperti itu.”
“Soalnya Kakak kan lebih tua
dariku,” Nia tersenyum manis dan memiringkan kepala.
“Ah, be-begitu.” Aeldra mengalihkan
pandang. Berdetak cepat hatinya. Tak kuasa menatap wajah Nia yang menggemaskan.
“Jadi?”
“Kalau dibilang tertarik sih, aku
juga juga tertarik.”
“Hmmm, begitu.” Nia menganggukan
kepala dengan tatapan tertuju ke sekitar.
Suasana canggung langsung terasa.
Aeldra hanya menatap gadis berambut hitam itu. Cukup penasaran.
Nia terus diam. Sejak awal dia tak
memiliki keperluan apapun.
Aeldra berniat bertanya akan
keperluan Nia. Tapi langsung muncul panggilan dari smartbarcelet milik Nia.
Nia lekas berdiri, undur diri.
Berjalan pergi meninggalkan ruangan.
“Aku pamit dulu, yah! Sampai ketemu
lagi minggu depan, Kak Aeldra.”
“Y-ya,” Aeldra menganggukan kepala.
Tetap memasang wajah penasaran. Pada akhirnya, dia tak tau akan tujuan Nia yang
datang ke kamarnya.
***
Aroma pengetahuan tercium oleh
hidungnya. Sangat khas, terasa asing bagi dia yang mantan seorang kriminal, seseorang
yang pernah tinggal di pinggiran kota.
Aeldra kini berdiri di depan kelas,
berniat memperkenalkan diri. Dia menatap sekitar, tersenyum lebar, mencoba
terlihat seramah mungkin pada calon teman-temannya.
Tapi mereka hanya saling berbisik,
mengalihkan pandangan darinya. Cukup segan pada dia yang memiliki luka bakar di
wajah.
“Baik, perkenalkan namamu,” pinta sang
guru padanya. Cukup muda dan terlihat tampan.
Para siswa semakin berbisik. Saling
berasumsi akan sosok lelaki di hadapan mereka.
“Ae-Aeldra, itu namaku ...,” Aeldra
tetap memberikan senyuman ramahnya. Tapi para siswa semakin terdiam, menaruh
hormat pada dirinya.
Aeldra mulai berjalan, mendekati tempat
duduk yang ditunjukkan guru. Berada di belakang, dekat dengan jendela luar.
Baru saja Aeldra selesai duduk,
tiba-tiba pintu ruangan kembali terbuka. Seorang gadis berteriak dan menangis.
Membuat seluruh pusat perhatian tertuju padanya.
“Maaf!!”
Gadis berambut hitam sepundak, bermata
biru muda. Dia adalah Putri Selenia. Keringat di sekitar wajahnya masih
terlihat dengan jelas. Membuat semua orang tersenyum, tertawa kecil padanya.
“Ap-ap-apa hukumanku ...?” Nia berjalan
cepat, menghapus air mata dengan telapak tangan kanan. Dia menatap guru muda
itu cukup dalam.
“Te-tenanglah Putri, anda hanya
terlambat 3 menit. Aku tak akan menghukum –“
“Jangan panggil aku Putri. Aku juga sama
seorang siswa di sini. Kumohon hukum aku!” Nia mengkerutkan dahinya. Tak senang
akan perilaku berbeda yang dia dapatkan.
“Tapi meski begitu ....” Guru muda itu
berwajah khawatir, melirik para siswa yang berada di samping kanannya.
“Tenanglah, Nia. Kamu tak perlu
berlebihan seperti itu.” Gadis muda berambut orange, bermata coklat mulai
berdiri. Tersenyum padanya.
“Tapi kan Nisa ....”
“Iya, kau tak perlu mendapat hukuman
...,” lelaki tampan, berambut kuning keemasan mengangkat tangan. Para siswi
sontak memperhatikan dirinya, menaruh kagum pada dia yang berbicara.
“Cowok
populer di kelas ...,” batin Aeldra tersenyum, menompang dagu dengan
telapak tangan kanan. Dia menatap lelaki yang duduk di depannya itu.
Nia menatapnya, tapi arah pandangannya
langsung berubah. Bukan pada lelaki tampan yang wajahnya memerah itu, melainkan
pada Aeldra yang menatap lelaki tampan.
Nia menepukkan pelan telapak kedua
tangannya, tersenyum lebar, dan mulai berucap. “Kak Aeldra ...!!”
“Kak ...,” Nisa yang masih berdiri lekas
berbalik, menatap penasaran Aeldra.
“Aeldra?” lelaki rupawan yang berada di
depannya juga mulai berbalik menatap Aeldra. Seolah melanjutkan perkataan Nisa.
Tidak hanya mereka saja yang menatap
Aeldra. Tapi seluruh isi kelas termasuk guru juga mulai menatap penasaran
Aeldra.
“Eh ...?” Aeldra tersenyum was-was karena
mendapatkan tatapan mereka.
“Ka-Kakak, tak kusangka kita benar-benar
sekelas!”
“Ah, ku-kukira kau yang mengaturnya
...,” Aeldra berwajah khawatir karena masih mendapatkan seluruh perhatian
siswa.
“Ak-aku. Ma-mana mungkin itu terjadi
...,” gugup Nia, tersenyum mengalihkan pandangan. Aeldra hanya menatap datar
dirinya. Berucap dalam hatinya.
“Jadi
memang dia yang mengatur semuanya.”
Sang Putri itu tak pandai berbohong.
“Nia jadi lelaki ini memang orang yang
menyelamatkanmu?” tanya Nisa, tersenyum melirik Selenia. Wajahnya masih terpaku
pada Aeldra.
“Lelaki yang mengalahkan Goblin ...,”
lelaki rupawan tersenyum khawatir, mulai memejamkan mata sesaat. Dia merasa
tidak percaya diri karena suatu hal.
“Kenapa
kau malah memasang wajah yang terlihat baru saja kalah ...?” batin Aeldra
memasang wajah datar pada lelaki rupawan itu.
“Ah, iya dia –“
Prok prok, langsung terdengar. Guru muda
terlihat bertepuk tangan, tersenyum khawatir menatap sekitar.
“Sudah sudah, kalian bisa melanjutkan
sesi wawancara murid baru nanti. Sekarang kita mulai pelajaran pertama kita.”
“Tapi kami tidak memewancarai dia, Pak.
Kami hanya bertanya pada Nia.” Gadis berambut twintail coklat mengangkat tangannya. Terlihat seperti
anak kecil. Membuat Aeldra benar-benar menatap penasaran dirinya.
“Sudahlah, Seica. Sebaiknya kita dengarkan
perkataan guru kita,” si lelaki tampan tersenyum padanya. Sedangkan gadis kecil
itu hanya mengembungkan pipi, membuang wajah kesal darinya.
“Baiklah, kita mulai pelajarannya.
Selenia, Nisa ..., silahkan duduk di kursi kalian.”
Pelajaran pun berlansung dengan efektif,
tanpa ada gangguan. Aeldra terus memperhatikan pelajaran di saat semua orang menyibukkan
diri. Mereka menggeluti hobinya, tapi tetap berusaha tak mengganggu proses
pembelanjaran.
Tapi meski begitu, saat mereka ditanya
oleh si guru muda. Mereka dapat menjawab pertanyaan dengan cepat dan tepat.
Pengeloaan otak mereka benar-benar mengerikan.
Kini istirahat pertama telah datang.
Aeldra terlihat duduk, masih menatap kosong layar screening, tempat memantulkan
cahaya proyektor.
Dia memegang kepala dengan kedua tangannya.
Tubuhnya bergemetar sambil bergumam khawatir dalam hatinya.
“Aku
benar-benar tak mengerti. Apa yang diajarkan guru tadi? Pelajaran apa itu tadi?
Apa gunanya? Intinya apa?”
“Hei, Aeldra ....” Gadis kecil bernama
Seica memanggil namanya. Dia tersenyum, duduk di atas bangku yang dia tarik
dari tempat duduknya.
“Ah, ya ada apa?”
“Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin
memanggil namamu. Cukup unik hehehe ....” Seica tertawa manis, terlihat
menggemaskan.
“Aeldra. Nama itu mengingatkanku pada Sang
Demigod. Apa kau memiliki semacam
hubungan dengannya?” Nisa bertanya, berpikir sambil menyentuh dagu.
“De-dengan Demigod Halsy?! Wah, itu terlalu berlebihan menghubungkanku dengan
orang suci seperti beliau,” Aeldra tertawa kecil menutup mata.
“Ah, tidak berhubungan? Kupikir kau
memiliki hubungan dengannya ...,” Nia cukup terkejut, menatap Aeldra.
“Tidak, aku tidak memiliki hubungan
apapun dengan beliau,” Aeldra tersenyum kecil, berbalik menatap Nia yang
berdiri di belakangnya.
“Perkenalkan, Aeldra? Namaku Haikal
Nugraha. Kamu mungkin pernah beberapa kali mendengar tentangku. Tapi salam
kenal yah ...,” lelaki rupawan di depannya memberikan tangan, berniat berjabat
tangan dengan Aeldra.
“Ah, aku Aeldra. Salam kenal juga ....”
“Aku Annisa Budiarti Putri. Mohon
bantuannya, yah?” senyum Nisa memiringkan kepala. Aeldra juga membalas
senyumannya dengan ramah. “Aeldra, ya aku juga.”
“Aku Seica Denea Liviandra ..., salam
kenal Kak Aeldra ...,” Seica tersenyum kecil pada Aeldra, mulai melirik
Selenia.
“Ya, salam kenal Seica.” Aeldra
tersenyum kembali menutup matanya.
“Eh, Kakak!?” Aeldra dan Nia bertanya
bersamaan. Aeldra membuka mata dan menatap penasaran Seica.
“Habisnya, Nia juga manggil Kakak.”
Seica menggerutu dan membuatnya semakin terlihat menggemaskan.
“Jadi, kenapa kau memanggilnya seperti
itu?” Nisa tersenyum menatap Selenia.
“Aeldra lebih tua setahun dari kita.
Ma-makanya kupanggil dia seperti itu,” gugup Nia membuang wajah yang memerah.
“Lalu bagaimana dengan Haikal. Dia juga
setahun lebih tua dari kita? Ap-apa kita juga harus memanggilnya dengan Ka-ka
....” Nisa terdiam. Merah wajahnya. Haikal hanya tersenyum menatap penasaran Nisa.
“Hmmm ..., jadi Kakak lebih tua lima
tahun dariku, ya ....” Seica menatap penasaran Aeldra. Tatapannya lebih
mengarah pada sebagian wajah Aeldra yang memiliki luka bakar.
“Jadi
ini Putri Mahkota Kerajaan Liviandra, Seica. Gadis jenius berumur 13 tahun yang
sudah mencapai tingkat kineser yang menganggumkan. ” batin Aeldra. Wajahnya
terlihat khawatir karena mendapatkan tatapan dalam dari Seica.
“Kenapa wajahmu, Kak?” Seica langsung
bertanya. Terdengar sangat polos.
“Itu tidak sopan, Seica. Kamu terlalu
blak-blakan.” Haikal berwajah khawatir, merasa bersalah melirik Aeldra.
“Haikal
Nugraha, putra tunggal Sang Priest. Dia juga pangeran dari Kerajaan Benteng
Selatan. Aku tak menyangka bisa berbicara semudah ini dengan para pangeran dan
putri kerajaan dunia.” Batin Aeldra tertawa kecil, membuang nafas. Tak
percaya dengan kenyataan di hadapannya.
“Ah, jangan katakan itu luka dari Kakak
yang melawan para iblis!?” Seica tersenyum lebar. Matanya mulai berbinar-binar.
“In-ini? Iya tentu saja, ini karena melawan
para iblis,” Aeldra tersenyum kecil, sedikit terpaksa. Menyentuh luka bakar
sebagian wajahnya.
“Hebat. Kau pasti sangat kuat dan
berpengalaman –“ Annisa tersenyum kagum pada Aeldra, tapi perkataannya terhenti
karena suasana hening langsung terasa.
Seorang gadis berkarisma baru saja
memasuki kelas. Seluruh pandangan tertuju padanya. Menaruh kagum pada dia yang
berjalan mendekati Aeldra.
Tak ada yang bisa mengalihkan pandangan
dari gadis berambut kuning lemon, bermata samudera biru itu. Semua terpukau karena
kecantikannya.
Tak mengherankan, dia mewarisi
kecantikan Sang Demigod, penyelamat dunia. Putri Mahkota Kerajaan Skyline,
Alyshial S. Ramony.
“Kak Alys ...,” Nia berwajah khawatir,
menatap Alyshial yang berjalan mendekat. Gadis bernama Sophia juga terlihat
berjalan di belakangnya.
Aeldra melebarkan mata, terbuka
mulutnya. Benar-benar terpukau melihat wajah dia yang rupawan. Hatinya berdetak
cepat, kedua tangannya gemetar tak karuan karena melihat langsung sang putri
kerajaan tempat tinggalnya.
***
0 Comments
Posting Komentar