ANTARA PARA PETUALANG
(Translater: Zerard)

“Ahh...”
Sebuah senyum melebar di keseluruhan wajah Priestess seraya uap hangat memeluk tubuh telanjang, terpapar dinginnya hujan.
Di balik sebuah pintu yang terbuka adalah sebuah marmer putih luas, di penuhi dengan ukiran elegan namun tidak berlebihan. Terdapat banyak barisan bangku untuk bersantai di tengah-tengah uap pemandian yang mengandung sedikit aroma manis.
Di bagian paling dalam terdapat sebuah patung Dewi pemandian, Dewi cantik pemilik pemandian ini.  Air mengalir terus menerus menuju ember mandi dari mulut sebuah singa di segala penjuru. Tempat ini luar biasa mewah. Air ini tampaknya berasalnya dari sungai yang mengalir di seluruh kota.
Ini tidak akan pernah bisa di terapkan di kuil Ibunda bumi, di mana semua penganutnya berasal dari keluarga miskin dan hanya memiliki kain lap untuk mandi. Akan tetapi, ini adalah tempat pemandian agung kuil hukum—pemandian uap. Adalah tempat unik milik kuil Supreme god, yang memerintahkan mereka yang mengadministrasi hukum harus memiliki tubuh yang murni.
Dan ini adalah kuil hukum yang paling terperinci di perbatasan—kalimat sulit untuk bisa menggambarkannya!
“....Ya. hanya untuk hari ini.” Dengan satu tangan, Priestess memegang handuk untuk menutupi dadanya yang mungil; dengan tangan sebelahnya, membuat tanda Ibunda bumi.
Kulitnya, biasanya terbungkus oleh baju besi dan sebuah jubah priestess, sangat putih sekali. Priestess berjalan menuju pemandian dengan lincah, kulit pucat itu menjadi lembab oleh uap. Syukurnya tidak orang lain yang sedang mandi di sekitarnya, mungkin karena sudah larut malam, karena itu dia tidak ragu-ragu untuk menggayung air yang mengalir meluap dari ember mandi dengan telapak tangannya.
“Oh...!”
Aroma yang mengambang di ruangan datang dari minyak wangi yang di tuangkan ke dalam ember.
Dia tidak memiliki keinginan untuk berdandan sejak dia bergabung dengan kependetaan, tapi di balik pikirannya, dia mengingat para gadis elegan yang mereka lewati beberapa hari yang lalu.
“Yah, aku sudah datang jauh-jauh kesini juga, nggak apa-apalah.”
Dia melirik ke kiri dan ke kanan, kemudian mengarah patung dewi pemandian yang terbuat dari batu sauna wangi. Patung tersebut, di panaskan dengan suhu yang tinggi, mendidihkan air dengan sekejap, mengisi ruangan dengan uap aroma mawar. Para dewi di gambarkan sebagai wanita telanjang; untuk mengimbanginya, terdapat patung orang tua di pemandian para pria.
Atau itu yang dia dengar—Priestess sendiri, tentu saja tidak pernah pergi ke pemandian pria.
Patung dewi pemandian konon dapat memberitahukan para pemandi akan ramalan keberuntungannya, namun dewi tersebut tidak memiliki kuilnya sendiri, ataupun pengikut. Atau mungkin bisa di bilang setiap tempat mandi adalah kuilnya dan setiap pemandi adalah pengikutnya.
Priestess, terselimuti uap, sangat bersyukur untuk bisa berada di antara pengikut sang dewi. dia duduk di bangku dengan perlahan, kemudian, dia mengambil sebuah perlengkapan mandi yang dapat di temukan di pemandian manapun: sebuah dahan pohon betula putih. Dia mengibasnya ke tubuhnya dengan lembut, seperti menepuk dirinya sendiri.
“Mmm...”
Ototnya, yang tegang dan rasa lelah dari berjam-jam berada di bawah tanah, mulai menghilang. Beberapa menit kemudian, ketika dia selesai dengan cabang betula itu, tubuh telanjangnya bersinar merah muda samar. Dia mengeluarkan nafas panjang, bersandar pada sandaran bangku yang panjang.
“Semuanya seharusnya ikut denganku....”
Dia bertanya apakah sang elf mau ikut tapi hanya mendapati gelengan cepat menolak sebagai jawabannya.
“Itu seperti...roh api dan air dan udara semua bergabung menjadi satu. Aku kurang menyukainya.”
Sang dwarf dan lizardman lebih memilih anggur dan makanan daripada pemandian dan langsung pergi menuju kota.
Dan kemudian Goblin slayer.
Dia mengatakan sesuatu yang aneh tentang mengirimkan sebuah surat dan tidak lama kemudian menghilang entah kemana.
“Oh! Aku ikut juga!” Teriak High elf archer dan pergi menghilang mengikuti Goblin slayer, dan Priestess tidak dapat mengatakan bahwa dia tidak memahami apa yang di rasakan sang archer.
Pak Goblin slayer....
Ya, dialah satu-satunya yang terpikirkan di benaknya.
“Ya ampun... Sudah setengah tahun berlalu...”
Setengah tahun sejak dia hampir mati di sarang goblin itu. Sejak dia telah menyelamatkan nyawanya.
Bahkan sekarang, dia memimpikan petualangan itu. Terkadang dia melihat dirinya sendiri tidak sebagai dirinya, tapi sebagai salah satu gadis yang di culik oleh goblin. Terkadang dia bermimpi akan dia dan tiga pemula lainnya, berhasil melewati petualangan itu dengan aman.
Keduanya merupakan kemungkinan yang bisa saja terjadi untuknya.
Apa yang harus dia lakukan—hari itu, waktu itu? Apa yang seharusnya dia lakukan?
Jika.
Jika dia menyelesaikan petualangan pertamanya dengan sukses...
Tentunya dia tidak akan mengenal satupun teman yang sekarang dia miliki. Dan kemudian apa yang akan terjadi dengan pertarungan mereka di reruntuhan bawah tanah atau dengan goblin lord?
Apa yang akan terjadi dengan kota? Orang-orang di kebun, semua temannya, semua yang dia kenal, semua petualang? Dan dia—Goblin slayer? Apakah dia akan selamat?
Priestess tidaklah cukup egois untuk mempercayai bahwa dia telah menyelamatkan nyawa pria itu, tapi....
“Dia bukanlah orang yang jahat.”
Dia membelaikan tangannya di pinggulnya, di mana Goblin slayer melingkarkan lengannya di tempat itu tidak lama sebelum ini. Di bandingkan dengan lengan pria itu, lengan Priestess terlihat kurus dan rapuh. Pria itu terlihat seperti seorang pahlawan—terkadang seperti demon—tapi dia bukanlah kedua-duanya.
“....”
Pada suatu titik, Priestess menarik kakinya ke atas bangku dan meringkuk menjadi bola. Rasa nyaman yang  di rasakan di kepalanya berasal dari uap yang mengambang, dan pikiran demi pikiran terus mengalir layaknya sebuah gelembung di permukaan air. Merelakan dirinya hanyut dalam khayal, dia merasakan kombinasi tidak biasa antara rasa nyaman dan ketidaksabaran.
Ini seperti bangun tidur lebih pagi dari biasanya di hari di mana dia tidak perlu bekerja. Dia dapat tertidur dengan suasana seperti ini. Tapi mungkin lebih baik baginya untuk berdiri dan bergerak. Dia harus melakukan sesuatu. Dia merasa ada sesuatu yang harus dia lakukan...
“Apa yang harus aku lakukan....?”
“Tentang apa?”
“Yikes!”
Ketika sebuah suara lembut menjawab gumamnya, Priestess melompat dengan cepat hingga gelembung-gelembung terhambur ke segala arah. Matanya terbelalak melihat sesosok tubuh montok seperti buah yang matang.
“Hee-hee. Darah akan mengalir cepat menuju kepalamu jika seperti itu terus.”
“Ma-maafkan saya, saya hanya sedang mengutarakan pikiranku...”
Priestess dengan cepat menundukkan kepalanya kepada sang archbishop berdiri di depannya—Sword maiden.
“Tidak apa-apa,” dia berkata, dengan gelengan kepalanya yang membuat rambut panjang emasnya berayun. “Sebaliknya, Saya memohon maaf karena sudah membuatmu terkejut. Kewajibanku sudah membuatku bekerja hinggga malam…”
Priestess mendapati dirinya sendiri terpesona oleh wanita itu. Wanita itu tidak menggunakan sehelai benangpun, tapi dia tidak berusaha untuk menutupi dirinya sendiri, ataupun mempedulikan tubuhnya yang telanjang. Tubuhnya sangatlah aduhai hingga membuat mata wanita lain tidak bisa berpaling. Satu-satunya yang menutupinya adalah sebuah kain di matanya, yang entah mengapa membuatnya semakin menggoda.  Tubuhnya, bermandikan cahaya matahari dan bayangan, membuatnya terlihat berbeda dan cantik di setiap waktu. Terlebih lagi, uap pada tubuhnya membuat kulitnya tampak lebih segar, yang membuat Priestess menelan liurnya.
Tapi....
“Um... Apa itu...?”
Suara Priestess terdengar bimbang
Garis putih samar melintasi tubuh Sword maiden yang sempurna. Banyak dan banyak garis putih itu menumpuk satu sama lain. Beberapa kecil, beberapa besar, panjang dan pendek. Beberapa lurus seperti sebuah anak panah, sementara yang lainnya terlihat seperti di tarik. semburat merah muda pudar pada kulitnya membuatnya semakin mencolok.
Tato? Tidak, tidak mungkin. Ini adalah....
“Oh, ini...”
Sang archbishop menelurusi garis bengkok di sekujur lengannya dengan jari putih kurusnya. Seketika ujung jarinya menekan daging lembut itu, dia terlihat  seperti membelainya dengan penuh kasih saying.
Priestess hanya pernah melihat ini semua di buku, tapi dia tetap melihat ke bawah canggung.Dia tidak dapat membuat dirinya untuk terus melihat Sword maiden.
“Sebuah tanda kegagalan.”
Sword maiden tersenyum, membicarakan bekas luka yang terdapat di keseluruhan tubuhnya seakan-akan tidak patut untuk di pedulikan. Ekspresi itu terlihat seperti timbul dari kemauannya sendiri.
“Mereka memukulku di kepala, dari belakang.... Itu sudah sepuluh tahun yang lalu.”
“Oh, um, saya....”
Priestess sekarang telah mengerti apa maksud perkataannya. Apa yang harus dia katakan? Bagaimana dia mengatakannya? Suaranya semakin gugup dan dia tidak berani menatap wanita itu.
“Apa anda...baik-baik saja....sekarang?”
Sword maiden tidak bergerak untuk sesaat. Jika matanya tidak tersembunyikan, pastinya Priestess akan melihat wanita itu mengedipkan matanya. “Kamu orang yang sangat baik ya?” dia berkata dengan lembut, dan ekspresinya memudar hingga dia terlihat seperti sebuah ukiran. “Kebanyakan dari mereka, ketika saya memberitahu mereka, mereka hanya mengucapkan belasungkawa mereka.”
“Sa-saya hanya...”
...nggak bisa mencari hal lain untuk di ucapkan, pikir Priestess, namun kalimat itu tersangkut di tenggorokkannya.
Tidak mungkin dia mengatakan itu pada Sword maiden.
“Hee-hee...kamu tidak perlu khawatir.”
Sword maiden mengulurkan tangannya dan mengambil cabang betula. Gerakannya sangat terlihat elegan dan terarah hingga membuat orang lupa bahwa matanya tertutup oleh sebuah kain. Kemudian, dia memukulkan cabang itu pada tubuhnya sendiri seperti cambuk, sebuah “Mm!” lembut terlepas dari bibirnya. Priestess mengalihkan pandangannya, tapi tetap tidak bisa melawan hasratnya untuk melirik, melirik, melirik.
Sword maiden akhirnya berhenti menggunakan cabang itu, seakan-akan dia menyadari Priestess memperhatikkannya.
“Dengan mata ini...” Sword maiden bergumam dan mendekatkan wajahnya kepada Priestess.
Priestess menelan liurnya gugup.
“Dengan mata ini, saya melihat banyak hal... Banyak hal yang luar biasa.”
Priestess mengeluarkan hembusan nafas tertahan melalui hidungnya. Perasaan mabuk yang ringan terasa pada dirinya, namun tidak seperti di saat dia menghirup aroma manis bunga mawar.
“Bermacam hal yang tidak bisa kamu bayangkan...”
“Oh...”
Kemudian, dengan begitu saja, Sword maiden meninggalkan Priestess yang terpesona dan memasuki pemandian yang beruap . Priestess menyelimuti dirinya sendiri di antara uap layaknya gadis pemalu. Ayunan gemulai rambut pirangnya hanyalah tinggal bayang-bayang saja sekarang.
“Pria yang bersamamu...”
“Apa....?”
Priestess menggelengkan kepalanya untuk menjernihkan pikiran-pikiran yang menghasut di kepalanya.
“Goblin slayer—bukankah dia menyebut dirinya sendiri seperti itu? Dia terlihat seperti....orang yang dapat di andalkan.”
“Oh, uh, ahem... Ya. Itu benar.”
Priestess memiliki ekpresi layaknya anak kecil tak berdosa yang menunjukkan harta karunnya. Ujung bibir Sword maiden mengembang yang menghasilkan senyum yang menggoda.
“Saya sangat senang mengetahui investigasi kalian berjalan lancar.”
“Tapi...” Sword maiden menambahkan, dengan keterus terangan mengenai  dia “....Tidak di ragukan lagi suatu hari, dia, juga, akan menghilang.”
Priestess menelan liurnya perlahan.
Dia melihatku.
Priestess dapat merasakan mata yang tidak bisa melihat itu melihat mengarahnya; membuat kuiltnya merinding. Mata Sword maiden tertutup. Akan tetapi, Priestess merasakan bahwa mata itu menatap tajam masuk ke dalam hatinya...
“U-um, S-Sa...!”
“Ya, lebih baik segera keluar dari pemandian sebelum kamu merasa pusing.”
Priestess tanpa sadar telah berdiri. Sword maiden mengangguk panjang dan perlahan kepadanya, dan Priestess berlari dari pemandian, tertatih-tatih pada lantai putih yang licin, berusaha melarikan diri dari tatapan itu.

Dia tidak terlalu bisa mengingat bagaimana dia bisa mengeringkan tubuhnya atau mengenakan pakaian malamnya setelah dia sampai di ruang ganti. Dia hanya mengingat dirinya tiba-tiba, berdiri di lorong kuil hukum, angin malam bertiup di sekelilingnya.
Pada saat malam, hujan telah reda, yang menunjukkan langit penuh bintang, indah dan dingin. Bulan kembar tampaknya mengeluarkan hawa dingin, walaupun ini adalah musim panas. Melihat kedua bulan tersebut, Priestess memeluk pundaknya dan merinding.
Dia tahu.
Datang layaknya sebuah wahyu .
Wanita itu tahu.
Tahu apa?
Tentang goblin itu.
Dia merasakan sensasi dingin pada hatinya melebihi apa yang terasa di kulitnya.
*****
“Whoop, ini dia.”
Orcbolg—atau, Goblin slayer—telah berkata bahwa mereka harus bertemu di Guild Petualang.
Yang tentunya, berada di samping gerbang kota—lebih besar dari guild yang ada di kota perbatasan namun lebih kecil dari kuil hukum. Bangunan tersebut memiliki kantor administrasi, bar, dan penginapan, bersamaan dengan sebuah pabrik dan berbagai macam fasilitas lainnya. Semua seperti guild di kota di rumah mereka, tapi dengan tampilan yang berbeda.
Bangunan ini di bangun dengan batu putih, yang menunjukkan aura kedamaian. Hampir mirip sebuah bank. Walaupun High elf archer tidak pernah ke bank sebelumnya. Yang membuatnya terpana adalah ukuran tempatnya yang besar.
“Whoa, coba liat tuh. Itu seorang High elf...!”
“Nggak mungkin. Aku belum pernah liat sebelumnya!”
“Whooo! Wanita yang aduhai sekali! Dan aku nggak bermaksud sebagai seorang elf!”
High elf archer pernah ke kota ini sebelumnya, tapi petualang di sekitarnya masih melihatnya penuh takjub. Mulut mereka mengatakan apapun yang mereka mau, dan mata mereka melirik kepadanya dengan tatapan penuh rasa penasaran dan nafsu.
“..........”
High elf archer sedikit mengerutkan alisnya, hal ini tidak pernah membuatnya terganggu sebelumnya, tapi dia sudah terbiasa akan hidup nyamannya di kota perbatasan.
Ini cukup....menyebalkan.
Mungkin ini karena tempat ini tidak seperti kota perbatasan yang kecil, ini adalah kota yang besar dan maju.
Terdapat banyak petualang yang wara wiri. High elf archer melihat sekelilingnya di ikuti dengan ayunan telinganya.
“Hmm, dimana Orcbolg....? Ah, itu dia!”
Tidak mungkin bisa salah mengenal helm yang terlihat murahan dan armor kotornya. Goblin slayer duduk dengan tegap di sebuah bangku di ujung ruangan, tangan di lipat. Seperti itulah dia selalu duduk, jika tidak di tempat biasa dia berada. Namun terdapat hal lain yang berbeda dari biasanya.
Sebuah party saling berbisik bersama, secara jelas mengejeknya. Mungkin mereka berpikir bahwa dia tidak bisa mendengar perkataan mereka, tapi bagi telinga panjang High elf archer suara mereka terdengar jelas seperti mereka berteriak.
“Ya ampun, kenapa kotor banget?”
“Yeah, dia cuci di sungai mana sih? Yang benar saja. Kita punya standar di sekitar sini!”
High elf archer melotot kepada mereka dan mengeluarkan “hmph.” Dia sama sekali tidak menyukai ini. Dia berjalan melewati aula menuju bangku itu, melewati  tatapan petualang yang berdiri bersampingan, dan dengan sengaja melangkahkan kakinya dengan cara yang cukup aneh dari langkah tanpa suara biasanya.
“Maaf membuatmu menunggu Orcbolg.”
Kemudian, dia duduk di sampingnya—tepat di sampingnya. Dia menempel di sampingnya. Seperti seekor kucing, dia melihat gumaman heboh yang terjadi di antara para petualang dan tersenyum. Baru tau kalian. High elf archer tertawa kecil di balik nafasnya.
“Maaf. Aku ketiduran. Apa kamu sudah mengirim suratmu?”
“Ya.” Dia menjawab datar.
Yah, sepertinya dia tidak marah kepadanya karena sudah ketiduran. Itu membuatnya sedikit tenang. Dia tidak harus memikirkannya juga kalau begitu.
Entah dia mengetahuinya atau tidak tentang apa yang sedang High elf archer pikirkan, dia menunjukkan resi kepada High elf archer. Di tandai dengan stempel lilin yang mengartikan bahwa suratnya telah di terima.
“Aku menemukan petualang yang sedang berjalan ke tempat ini, jadi aku memintanya untuk membawanya sekalian. Aku juga sudah membayarnya juga.”
Terdapat sistem pos—di semua jalan, selama pos kuda bisa melewatinya. Kebanyakan surat memakai jasa itu, tapi dengan tambahan sedikit uang, kamu juga bisa menyewa petualang untuk melakukannya.
Itu karena, petualang hanyalah orang kasar berarmor, senjata, dan kekuatan. Jika kamu membayar mereka dengan cukup, mereka akan mengantar suratmu sampai ke tujuan—sangat berguna pada saat darurat atau suratnya harus mencapai tempat yang terpencil dimana sistem pos tidak bisa menjangkaunya. Dan jika kamu mendaftarkannya melewati guild, mereka dapat memastikannya ketika surat tersebut telah sampai. Ini untuk mencegah para kurir untuk melarikan diri bersama dengan barangmu atau hanya membuang suratnya dan berpura-pura mereka sudah mengantarnya.
Tentu saja, tidak ada satupun orang yang akan mempercayai kiriman penting mereka kepada seseorang orang tidak di kenal  yang sok kuat, seberapapun kuatnya dia. Salah satu keuntungan sistem rangking guild adalah dapat mengetahui siapa yang bisa di percaya untuk membawa paketmu.
“Kalau di pikir lagi, aku belum pernah menulis surat sebelumnya.”High elf archer berkata, menambahkan sebuah “hmm.” Seraya dia melihat formulir quest dengan seksama. “Apa yang kamu tulis? Laporan kalau kamu sudah sampai kesini dengan selamat?”
“Ya, kurang lebih.”
Uh-huh...
Di cukup yakin untuk memahaminya, dan menimbulkan sipuan kecil pada pipimya. High elf archer melempar resi kembali kepadanya. Dia pasti menulis untuk gadis kebun itu. Aku yakin. “Ya ampun, Orcbolg, ternyata kamu punya sisi lembut juga ya.”
“Benarkah?”
“Iya benar.”
“Begitu....”
Uh-huh, uh-huh. Telinga High elf archer berayun naik dan turun dengan gembira; dia cukup terhibur dengan kesimpulan yang dia kira.
“Oke!” Dia melompat berdiri dari bangku, meresa senang.
Rambutnya bertiup kebelakang seraya dia meregangkan diri, menjalar di udara seperti bintang jatuh.
“Kamu perlu berbelanja, Orcbolg? Senjata atau sesuatu?”
“Ya.”
Goblin slayer mengangguk, kemudian berdiri perlahan. Dia menyentuh pinggulnya dengan satu tangan. Dia menunjukkan sarung pedangnya, yang sering di temani dengan perlengkapan primitf, panjang yang aneh, dan senjata curian. Dalam petualangan sebelumnya, kebiasaannya untuk melempar senjatanya tanpa ragu telah membuat sarung pedangnya kosong.
“Aku nggak suka dagger... Kamu mau beli baju?”
“Iya. Saluran air itu bau sekali. Aku benci bau itu menempel di badanku...” Kamu satu-satunya yang nggak menyadarinya. High elf archer menyipitkan mata mengarah padanya. “Walau nggak seburuk ketika kamu melumuriku dengan isi perut goblin.”
“Erk...” Goblin slayer mendengus pelan, masih berdiri di depannya. “...Kalau itu benar-benar membuatmu marah, apa aku perlu meminta maaf?”
“Silahkan aja. Aku nggak peduli.” Dia memberikan lambaian tangan ringan. Benar-benar tenang. “Aku rasa kalau kamu meminta maaf, aku akan berhenti mengungkitnya.”
“...Aku mengerti.”
Jawabannya, tentu saja, seperti biasanya.
Begitu pula suasana di dalam aula guild. Kumpulan para petualang, pegawai, semuanya melihat kepada mereka dengan rasa penasaran. Dan mungkin, beberapa, dengan rasa iri. Apa yang High elf lakukan dengan orang-orang seperti itu? Semua orang memiliki teorinya sendiri: Mungkin terdapat suatu kesalahan, atau seseorang sedang di kerjai. Dan lain-lain.
“Aku menyadari,” Goblin slayer berkata perlahan, dan setiap telinga di ruangan berusaha mendengar apa yang akan di katakannya selanjutnya, “walaupun ada saluran air disini, tapi sama sekali nggak ada pembasmian  tikus raksasa.”
“Huh. Setelah kamu mengatakannya, aku rasa kamu benar.”
Seraya dia menjulurkan lehernya untuk memeriksa papan quest, High elf archer secara tak sengaja menyadari beberapa senyum menyindir. Walaupun mereka tidak berbicara, ekspresi mereka mengatakan semua. Bocah desa. High elf archer dapat melihat mereka menatap tajam kepada Goblin slayer. Kamu pikir ada tikus di saluran air kami? Di kota sebagus ini?
Namun High elf archer hanya tertawa kecil dan melihat sekeliling ruangan.
“Kalau begitu, ayo kita pergi?”
Dengan senyum menyeringai, dia menarik tangan Goblin slayer, gumaman menjadi teriakan heboh. High elf archer menikmati semua itu lebih dari apa yang dia dapat ucapkan. Sensasi sarung tangan kulit kasar di tangan sangat asing juga, dan senyumnya semakin melebar.
“Hey, dari tadi aku mau tanya kamu sesuatu.”
Dengan cepat mereka kembali ke jalan yang sebelumnya telah di lewati High elf archer, menuju kembali ke kota.
“Apa?”
“Kamu perlu celana dalam di bawah sana?” Aku selalu penasaran.
Goblin slayer memberikan desahan tidak biasa mendengar pertanyaannya.
“Jangan tanya aku.”
High elf archer selalu bertanya apa yang dia mau, tentu saja, dan dia memperhatikan reaksinya dengan seksama. Menarik tangannya dengan cukup kuat, dia melirik kepada wajahnya.
“Jadi. Kamu Cuma perlu pedang, Orcbolg?”
“Nggak. Beberapa benda lainnya juga.”
“Hmm.”
High elf archer mengingat kembali semua yang terdapat dalam tas pinggang Goblin slayer.
Semua adalah benda yang tidak di kenalimya, semua adalah benda yang tidak pernah di lihat sebelumnya. Semua perlengkapan yang ingin di ketahuinya. Sebuah rasa penasaran bergelembung di dadanya yang kecil, dan tanpa rasa malu, dia tersenyum dan bertanya:
“Apa yang kamu mau beli?”