TAKDIR BEBERAPA PETUALANG
(Translater : Zerard ; Editor : Hamdi)
“Untuk kemenangan kita, untuk kebun ini, untuk kota kita, untuk petualangan kita—“
High elf archer melihat sekeliling rekan-rekannya yang berkumpul pada aula guild, dengan bermacam-macam luka yang mereka derita.
“—dan untuk orang aneh yang selalu berbicara tentang goblin! Bersulang!”
Para petualang meneriakan teriakan mereka dengan lantang, dan semuanya meminum gelas mereka. Ini adalah yang kelima atau keenam kali mereka bersulang, tapi tidak ada yang mempedulikannya. Mereka mendatangi aula guild tepat sebelum darah yang ada dalam tubuh mereka mengering, dan mereka terhanyut dengan kemenangan.
Dan itu adalah kemenangan yang luar biasa.
Seratus goblin telah di hancurkan. Goblin itu memiliki shaman, champion, dan yang lainnya pada sisi mereka, dan mereka masihlah bukan saingan untuk para petualang.
Tentu saja, para petualangan tidak melewati itu semua tanpa luka. Ada yang mati ada yang terluka. Akan selalu ada mereka yang tertangkap oleh kesialan. Oleh karena itu keriuhan ini tidak hanya untuk merayakan kemenangan tapi juga untuk mengenang rekan mereka yang telah gugur. Mereka semua yang menjadi petualangan tahu bahwa bisa saja kesialan itu mendatangi mereka keesokkan harinya.
Ketika peperangan telah berakhir, gadis sapi dan pamannya terlibat dengan perayaannya juga, dan dengan cepat menyebarkan rasa hormat dan rasa terima kasihnya.
Dia—seperti biasanya—duduk di sebuah bangku pada ujung pojok dekat dinding.
Lengan kirinya di perban hingga sampai ke dadanya, namun rasa sakitnya sepertinya telah hilang. Dia memperhatikan pesta dari balik kilauan permukaan dari sebuah koin emas.
Dwarf shaman mengeluarkan simpanan fire wine pribadinya dan membagikannya kepada semua. Lebih dari satu pemula yang mendapati dirinya mabuk sebelum mereka dapat menghabiskan segelas minumannya.
Di samping Dwarf, seekor Dragontooth warrior, di bawah control Lizard priest, melakukan sebuah ritual dansa bertepuk tangan dan bersorak aneh.
Gadis guild berlari kesana kemari layaknya seekor anak anjing yang kegirangan. Ketika Spearman mendekatinya, Witch mengetuk keras kepalanya dengan pipanya.
“Penjaga Bar! Aku wanita kaya malam ini! Terus keluarkan minumannya!”
“Daging! Bawa daging! Daging yang di masak sempurna!”
“Bukannya kamu bilang mau membawaku kencan? Huh? Gimana kalau bertemu dengan orang tuaku di rumah…?!”
“Yow! Sudah minum berapa banyak kamu?”
“Baiklaaaahhh! Gabung minum denganku—Hari ini juga!”
“Oh, gimana dengan sebuah penawar untuk melindungi dari rasa mabuk?”
“….Satu pliss.”
Dia menyipitkan matanya sedikit.
Dia telah membersihkan sarang goblin secara keseluruhan, namun dari keseluruhan pasukan goblin, dia hanya membunuh seekor lord.
Oleh karena itu hadiahnya: satu koin emas.
Dia meletakkan koin itu pada telapak tangan Priestess, yang duduk di sampingnya. Sebelumnya, Priestess tersenyum dengan cerah, namun seketika pesta berjalan terus menerus, Priestess menyandarkan kepalanya pada pundak Goblin slayer dan sekarang bernafas pendek dalam tidurnya.
“Dia pasti sudah berjuang dengan keras.”
Dari sisi lain gadis muda itu, dia—Gadis sapi—membelai rambut Priestess. Dia membersihkan sedikit debu yang menempel pada pipi Priestess dengan gerakan yang mengingatkan Goblin slayer tentang kakak perempuan yang sedang merawat adiknya. “Dia hanya seorang gadis. Jangan buat dia terlalu memaksa dirinya, ok?”
“Ya.” Dia mengangguk tenang. Gadis Sapi mengigit bibirnya.
“Kayaknya kamu lagi dalam mood yang bagus.” Dia memberi jeda. “Ada sesuatu yang terjadi.?”
“Seperti biasanya.”
“….yang benar?”
Mereka berdua terdiam, memperhatikan para petualang. Para pemenang yang berkumpul minum dan makan dan tertawa dan membuat keributan. Yang terluka dan yang tidak terluka. Mereka yang memperlakukan diri mereka special dan mereka yang tidak. Semua yang selamat menikmati hasil yang mereka dapat dari petualangan mereka ini.
“…Terima kasih,” Dia membisikkan kepadanya.
“Untuk apa?”
“Menyelamatkan kami.”
“…Aku nggak melakukan apapun.” Dia berkata dengan acuh.
Keheningan kembali di antara mereka. Ini bukan karena mereka tidak nyaman. Masing-masing dari mereka tahu apa yang sedang di pikirkan lawan bicaranya.
“Ini masih…”
“Hmm?” dia mengangkat kepalanya mendengar bisikannya yang lemah.
“Ini masih belum berakhir…”
“Mungkin. Tapi ini adalah sesuatu.”
Gadis sapi menunggu jawabannya.
Goblin slayer berpikir dan berpikir, dan kemudian berkata perlahan, dengan keraguan, “Aku rasa…aku ingin menjadi… seorang petualang.”
“Yeah?”
Bagi gadis sapi, dia terdengar seperti dia menjadi berumur sepuluh tahun lagi. Namun tidak seperti ketika gadis sapi berumur delapan, kali ini dia dapat menjawabnya dengan sebuah senyuman dan anggukkan menyemangati. “Aku yakin kamu pasti bisa.”
“Apa benar?”
“Ya.”
Hari di mana goblin sudah tidak ada mungkin sudah tidak begitu jauh, akan tetapi…
“Mm…ha…aah?” Pada saat itu, Priestess bergerak. Kelopak matanya terbuka mengantuk. “Huh, ap—?! A-apa aku ketiduran…?” Dia bertanya, wajahnya memerah. Melihatnya, dia—Gadis sapi—tertawa kecil.
“Ha-ha-ha. Semuanya sudah berjuang dengan keras hari ini. Apa salahnya ingin tidur sebentar.”
“Oh, ahh, um…ma-maafkan aku…”
“Nggak masalah.”
“Baiklah. Aku harus mengucapkan terima kasih kepada beberapa orang.” Dengan satu belaian lembut pada rambut Priestess, Gadis sapi berdiri. Ungkapan “Santai saja hari ini” yang dia isyaratkan seketika dia mendapatkan sebuah anggukkan dari Goblin slayer dan priestess yang melihat lantai dan tersipu.
“…Kamu nggak apa-apa, nggak bergabung dengan yang lain?”
Priestess menggelengkan kepalanya. “Aku nggak apa-apa.” Dia memberi jeda. “Aku… sedang menikmatinya sendiri.”
Tidak, ini tidaklah baik-baik saja… aku tidak tahu kenapa, tapi ini tidak bisa terus berlanjut….
Tiba-tiba Priestess menepuk tangannya. Ini adalah sesuatu yang dia pelajari dari Goblin slayer: lebih baik bertindak pada saat yang tepat dengan strategi yang sempurna setelah mengetahui fakta.
“Gi-gimana dengan kamu, pak Goblin slayer? Kamu nggak apa-apa?”
“Dengan apa?”
“Dengan…uang atau…apapun?”
“Nggak ada masalah.” Ini adalah sebuah pergantian topic yang blak-blakan, dan apakah Goblin slayer menyadarinya atau tidak, dia mengangguk. “Aku sudah memberikan kompensasi kepada semua sesuai dengan perjanjian kami.”
Priestess memberikan sebuah tatapan penuh Tanya.
“Aku membelikan satu ronde minuman.”
“Ah.” Priestess meletakkan tangannya pada mulutnya tanpa di sadarinya. Tatapannya baru saja mengarah kepada Spearman yang akan membuka tutup sebuah botol anggur. Tepat di sampingnya, Witch sedang menikmati cangkir anggur kelas-atas pertamanya.
Dia pasti sudah mengetahuinya kan? Pastinya. Mungkin.
“…Kamu teliti juga juga ya?”
“Pasar telah memutuskan bahwa membasmi goblin tidak begitu menguntungkan.”
“Dan apa itu tidak masalah?”
“Menurutku begitu.”
“Lagipula,” dia bergumam, “Guild lah yang membayarkan hadiahnya.” Dia sama sekali tidak terbebani biaya sepeserpun.
Priestess melihatnya dengan setengah mata tertutup. Goblin slayer tidak terlihat merasa terganggu. Tentu saja, Priestess tidak begitu serius juga. Itu hanyalah percakapan basa-basi. Priestess merasa terbawa suasana. Jantungnya berdebar. Darah mengalir deras ke seluruh tubuhnya.
“Pak Goblin slayer…”
“Ya?”
“Kenapa kamu tidak…? Maksudku, kenapa tidak memasang quest biasa saja?”
Apa sandiwara pada aula guild waktu itu benar-benar perlu? Bukankah akan lebih baik untuk memasang quest secara biasa? Itu adalah sebuah pertanyaan yang ada di pikirannya.
Goblin slayer diam.
“Kalau kamu nggak mau jawab, itu…itu nggak masalah…” Priestess menambahkan dengan cepat.
Keheningan antara mereka semakin memanjang.
“Nggak ada alasan penting,” Dia berkata dengan sebuah gelengan kepala. “Hanya…ketika itu terjadi padaku, tidak ada seorangpun yang datang.”
Dia melihat keramaian petualang yang mabuk akan minuman. Mereka yang dengan cepat bergabung dengannya, mempertaruhkan nyawa mereka untuk membasmi goblin.
Dan mereka yang tidak kembali kemari, mereka yang telah mati.
“Ada kemungkinan nggak ada seorangpun yang akan datang kali ini juga. Nggak ada kepastian. Hanya keberuntungan.”
Hanya itulah alasannya. Dia bergumam: “Dan karena, aku mendengar, bahwa aku ini aneh.”
Kemudian helm baja itu kembali menjadi hening. Priestess mendesahkan nafasnya.
Pria ini benar-benar tidak bisa di harap.
Oleh karena itu Priestess berkata padanya: “Kamu salah. Jika kamu meminta bantuanku, aku pasti akan membantumu.”
“Jangan bodoh.”
“Nggak Cuma aku saja. Semua petualangan yang ada di kota ini—semuanya.”
Dalam hatinya, dia menghela nafasnya. Pria ini benar-benar tidak bisa di harap sama sekali.
“Berikutnya juga, dan berikutnya lagi. Ketika kamu membutuhkan pertolongan, aku akan disini. Kami semua akan ada disini.”
Dari dalam hatinya adalah di mana dia menemukan kalimat berikutnya.
“Jadi…jadi keberuntungan nggak ada sangkut pautnya dengan ini.” Dia tersenyum kemudian, tersenyum malu yang timbul layaknya Bunga yang mekar.
“Begitu kah?” Goblin slayer bergumam, dan priestess berkata, “Ya memang begitu,” sedikit mengembangkan dadanya.
Sekarang…sekarang priestess dapat mengatakannya kan?
Jantungnya berdebar di dadanya. Dia mengepalkan telapak tangannya dan menghembuskan nafasnya.
“Ngomong-ngomong, pak Goblin slayer…”
Priestess pastilah sedang mabuk. Minuman itulah yang membuatnya melakukan ini. Ya, itu akan menjadi alasan yang bagus.
“Aku tau ini sedikit telat, tapi…bisa nggak aku minta hadiah juga?”
“Hadiah apa?”
Kumohon, oh kumohon, Ibunda bumi, berikanlah aku keberanian…
Keberanian untuk mengatakan sebuah kalimat yang akan memberitahukannya tentang apa yang priestess inginkan.
Priestess menghirup dan menghembuskan nafasnya. Dia menatap langsung Goblin slayer.
Goblin slayer tidak mengatakan apapun dalam jangka waktu cukup panjang.
Tapi kemudian dia menghela nafasnya, seakan-akan hampir menyerah, dan meletakkan tangannya pada helmnya.
Dia melepaskan ikatannya dan melepas helmnya, dan setelah pertempuran panjang, di situlah dia, di bawah cahaya ruangan ini.
Priestess tertawa tanpa suara dan mengangguk, tidak berusaha menutupi pipinya yang memerah.
“Aku rasa kamu kelihatan…lebih gagah seperti ini.”
“Menurutmu?”
Pada saat itu, pada saat Priestess mengangguk, sebuah teriakan menusuk udara.
“Ahhhhh!! Orcbolg, kamu melepas helmmu?! Nggak adil! Aku nggak pernah dapat kesempatan untuk melihat wajahmu!” Wajah High elf archer merah terang. Dia menunjukkan jarinya pada Goblin slayer, dan telinganya bergerak tidak karuan.
“Apa?!”
“Apa katamu?!”
Tidak ada satupun petualang yang tidak melewatkan kejadian yang terjadi juga. Itu karena, kekuatan persepsi mereka adalah kunci untuk keselamatan mereka.
Tentu saja, mereka berbondong untuk melihatnya, masih memegang minuman mereka, makanan mereka.
“Ap-ap-apaaaaaa—? Luar biasa! Benar-benar kesempatan luar biasa!”
“Menurutmu? Aku rasa begitu. Kemungkinan dia hanya melepas helmnya ketika dia tidur atau sedang istirahat…”
“Oh-ho! Beginilah bagaimana warrior terlihat seharusnya!”
“Kamu tidak mengecewakan ku, Beard cutter. Wajah kamu bagus.”
“Huh…? Kayaknya aku pernah melihatnya di suat tempat…Pffft! Ya ampun. Aku nggak suka wajah itu.”
“Hee-hee. Aku yakin, kamu pasti…cukup tampan , di balik armor itu.”
“Tunggu, itu wajah Goblin slayer?!”
“Hey, ambilkan aku buku yang kita simpan untuk taruhan itu!”
“…Apa ini artinya roh-roh jahat itu akan kembali besok?”
“Sial, dan disini aku sudah mempertaruhkan segalanya bahwa dia adalah seorang wanita di balik armornya!”
“Aku kira dia adalah goblin itu sendiri…”
“Heyyy, apa ada yang menebak dengan benar? Kesinilah dan ambil taruhanmu!”
Dia dikerubungi oleh keluarga yang diadopsi, teman, dan rekan seperjuangan—orang-orang yang dia ketahui dan orang-orang yang dia tidak pernah bertemu—semua mencoba untuk melihatnya dengan lebih dekat. Di sampingnya, Priestess, yang terlibat dengannya tergencet oleh tubuh-tubuh, dan terlihat terganggu. Priestess melihat kepadanya memohon bantuannya.
Keriuhan ini sangatlah nyaring, bersemangat, bebas.
Besok, kemungkinan semuanya akan kembali seperti biasanya.
Tidak ada yang berubah. Tidak ada sama sekali.
Kecuali…
“Berikutnya juga, dan berikutnya lagi. Ketika kamu membutuhkan pertolongan, aku akan disini. Kami semua akan ada disini.”
“Begitu kah…?”
“Jadi…jadi keberuntungan nggak ada sangkut pautnya dengan ini.”
“Aku harap…itu benar.”
Dan dengan kalimat itu, walaupun terlihat samar, dia tersenyum.
*****
Pada suatu hari, hari di mana jumlah bintang bersinar lebih sedikit di bandingkan dengan sekarang...
Dewa cahaya dan ketertiban berseteru dengan dewa kegelapan dan kekacauan untuk melihat siapa yang dapat mengontrol dunia. Perseteruan ini berlangsung tidak dalam pertarungan, melainkan dengan lemparan sebuah dadu.
Atau lebih tepatnya, banyak, banyak lemparan dadu. Lagi dan lagi dan lagi mereka melempar dadu.
Dan ada pemenang dan ada yang kalah, namun tetap tidak ada penyelesaiannya.
Pada akhirnya, para dewa lelah akan dadu. karena itu mereka menciptakan banyak makhluk untuk di jadikan bidak permainan dan sebuah dunia untuk tempat permainannya. Manusia, elf, dwarf, lizardmen, goblin, ogre, troll, dan demon.
Sesekali mereka berpetualang, terkadang meraih kemenangan, terkadang mengalami kekalahan. Mereka mendapatkan harta karun, mereka menjadi bahagia, dan pada akhirnya mereka mati.
Para dewa, melihat mereka, menjadi senang dan sedih; mereka tertawa dan mereka menangis.
Ada saatnya, para dewa dengan tidak di duga menikmati apa yang mereka lakukan pada bidak permainan mereka, hingga rasa cintanya pada dunia yang mereka ciptakan. Adalah kecintaan mereka pada dunia ini yang untuk pertama kalinya menunjukkan bahwa dewa memilik hati.
Benar, terkadang dadu menunjukkan hasil yang jelek, dan kegagalan pun datang, tapi seperti itulah segalanya berjalan.
Di dalam dunia ini, terdapat satu petualang yang berbeda
Dia adalah pria muda yang tidak biasa. Kecerdasannya bukanlah yang membedakannya, maupun talentanya, maupun kelahirannya, maupun perlengakapannya, maupun apapun.
Dia hanyalah seorang warrior manusia, yang akan kamu temukan di manapun,
Dia tidak akan menyelamatkan dunia.
Dia tidak akan merubah dunia.
Itu karena, dia hanyalah bidak lainnya, yang akan kamu temukan dimanapun….
Tapi petualang ini terlihat berbeda dengan yang lainnya.
Dia sangatlah berhati-hati, selalu memikirkan sebuah rencana, bertindak, berlatih, dan tidak melewatkan kesempatan yang datang padanya.
Dia tidak akan membiarkan para dewa melempar dadu.
Dia tidak butuh kelahiran, atau talenta, atau kecurangan.
Hal seperti itu adalah sampah baginya.
Bahkan dewa sangatlah tidak penting di matanya.
Namun suatu hari, para dewa menyadari akan sesuatu.
Dia tidak akan menyelamatkan dunia.
Dia tidak akan merubah dunia.
Itu karena, dia hanyalah bidak lainnya, yang akan kamu temukan dimanapun.
Tapi dia tidak membiarkan para dewa melempar dadunya.
Oleh karena itu, bahkan para dewa tidak mengetahui bagaimana takdir petualang ini.
Pertarungannya berlanjut di suatu tempat hingga saat ini.
1 Comments
Makasih min :D
BalasHapusPosting Komentar