DI BALIK BUKIT GOBLIN
(Translater : Zerard ; Editor : Hamdi)

Ini adalah awal dari malam yang panjang.
“GRARARARARARA! GRARARARA!!”
Melihat bulan yang menjulang tinggi di langit—"Tengah siang hari” bagi gerombolannya—Goblin Lord memberikan perintahnya.
Perintahnya disampaikan secara langsung di tengah-tengah keributan suara yang menggerutu, dan pasukan goblin mulai maju. Tersembunyi di balik rerumputan yang setinggi mereka, mereka mengangkat perisai mereka seraya mereka berdiri. Goblin menyebutnya “Perisai daging” : seorang wanita tawanan dan anak-anak yang diikatkan pada sebuah papan. Dengan jumlah, sepuluh tawanan telanjang dipaparkan di depan pasukan mereka. Tawanan itu terkadang mendesah atau kejang-kejang tidak karuan.
Para goblin telah puas memainkan tawanan ini. Apakah perisai daging mereka hidup atau mati sudah tidak penting bagi mereka lagi. Yang penting adalah perisai daging ini akan membuat musuh mereka ragu untuk menembakkan panah atau mantra. Kebalikkannya, jika seorang petualang menangkap seekor goblin dan menggunakannya dengan cara yang sama, tidak ada satu goblin pun yang akan ragu untuk menembaknya. Benar, mungkin goblin itu akan merasa marah karena harus membunuh rekan goblinnya, namun itu hanya akan menambah motivasinya untuk menghancurkan musuh berkeping-keping.
Sang Goblin Lord tertawa berpikir betapa bodohnya para petualang.
Pada ujung penglihatannya, mereka dapat melihat cahaya pada kebun itu. Sebuah kota terlihat sedikit lebih jauh.
Ada para petualang di kota seorang petualang! Kata hina untuk makhluk yang hina.
Goblin Lord membuat keputusan cepat. Dia akan mengambil setiap petualang dan menusuknya dengan pasak kayu hingga mereka mati. Mungkin pada akhirnya, mereka akan bertobat tentang apa yang sudah mereka lakukan pada bangsanya.
Seperti para petualang yang sudah menyerang sarangnya—rumahnya dan membuatnya terlantar di alam liar hanya karena dia masih muda.
Mereka akan memulai dengan kebun itu. Mencuri sapi dan kambing untuk mengisi perut mereka. Menculik gadisnya untuk meningkatkan populasi mereka.
Kebun itu akan menjadi markas pusat yang bagus untuk menyerang kota, membantai para petualang, dan meningkatkan pasukan mereka. Dan pada akhirnya, mereka akan menyerang ibu kota para manusia, menjarahnya dan mendirikan kerajaan goblin pada tempatnya!
Hari itu masihlah sebuah mimpi, namun rencana Goblin Lord terdengar cukup nyata.
Para bawahanny tidak dapat memahaminya. Hanya terdapat kemarahan, kebencian, dan nafsu yang bergejolak dalam diri mereka. Hasil dari pengintaian mereka menunjukkan tidak hanya daging segar, namun juga seorang gadis muda.
Mereka bergerak secara perlahan di balik rerumputan, yang menimbulkan bunyi gesekan dengan rumput seraya mereka bergerak. Dan akhirnya, cahaya kebun itu semakin mendekat. Sebentar lagi, penyerangan akan di mulai.
Dan kemudian, itu terjadi.
“GRUUU?”
Sebuah kabut beraroma manis menyebar di padang rumput. Salah satu dari pemegang perisai yang berdiri di depan pasukan terhanyut dengan aroma itu. Dan tidak lama kemudian, dia mengarah ke arah yang lain dan terjatuh di tanah. Dan pemegang perisai lain-pun mulai jatuh satu persatu. Dengan sekejap membuat Goblin Lord berkedip, sebuah sosok hitam melompat dari bayangan di balik dinding di sekitar kebun.
Petualang! Ini sihir!
“GAAUUUU!!” Sang Lord berteriak tinggi.
“GUUUGGAAR!!” Seekor Goblin Shaman meneriakkan sesuatu dan mengayunkan tongkatnya. Sebuah kilatan petir menyambar salah satu petualang di dadanya. Namun ketika satu petualang gugur, petualang lain dengan cepat memperdekat jarak dengan goblin dan mengambil perisai daging. Para petualang menghiraukan musuh mereka sama sekali, dan mundur secepat mereka bisa. Shaman membaca mantranya lagi dan menganyunkan tongkatnya, berharap mengenai salah satu petualang yang lari.
“GAAAA?!”
Sebuah anak panah yang terbuat dari cabang pohon menembus dadanya. Mulutnya terbuka dan tertutup sesaat, kemudian terjatuh terlentang di rerumputan, mati.
Berkat penglihatan malam mereka, goblin dengan cepat dapat menemukan sumber tambakkan itu.
Di atas sebuah pohon di kebun—seorang Elf. Seorang elf menembaki mereka!
Goblin archer dengan terburu-buru membalas tembakkan dengan panah pendek mereka, namun para elf hanya mendengus dan melompat ke semak-semak.
Para petualang yang membawa perisai daging berhasil kembali menuju dinding, dan sebagai gantinya, sebuah grup rekan bersenjata mereka muncul. Mereka mengambil postur rendah selagi mereka berlari menuju goblin, yang di ikuti suara gesekan armor mereka.
“GOOOOORRR!!”
Goblin Lord dengan cepat memerintahkan para pasukannya untuk membalas menyerang, namun mereka tidak cukup sadar untuk menuruti perintahnya. Mantra Stupor telah bekerja dengan sangat baik pada mereka, dan satu persatu, mereka terjatuh di hujani panah dengan pikiran mereka yang masih terkantuk.
“Jadi itu ‘Perisai’ mereka. Mahkluk hina.” Elf berkata, rasa jijik terlihat di wajahnya. Dia berlari di rerumputan, menembakkan panah layaknya sebuah angin. Dia dapat menembak semudah dia bernapas. Dia dapat mengenai sasarannya walau dengan mata tertutup. Panahnya menembus goblin layaknya sebuah pisau yang menusuk daging.
Sebenarnya dia tidak begitu banyak membunuh musuh. Namun dia tidak bisa melanjutkannya terus menerus.
“Aku membunuh pembaca mantra mereka!”
“Baiklah, kalian semua! Saatnya mendapatkan gaji kita!”
“Haa-haaaa! Liat emas kita berlari menuju kita!”
Para petualang membuat kontak kepada musuh sebelum goblin yang kebingungan dapat menyadarkan dirinya
Sekarang kedua sisi sudah tidak bisa menggunakan mantra yang dapat mengenai rekannya—terlebih petualang, namun bahkan goblin pun mempunyai penilaian resiko dan hasil. Mereka tidak mempunyai rasa ragu untuk menggunakan rekannya sebagai perisai, namun mereka juga harus berhati-hati agar jumlah perisai yang dapat mereka gunakan tidak menipis. Dan lagi, walaupun mereka menggunakan mantra, goblin tetaplah goblin. Mereka pengecut dan penakut.
Dengan ini, pertempuran di mulai.
Dentingan suara permainan pedang berbunyi. Aroma darah menyebar di keseluruhan rerumputan malam. Teriakan, erangan, seruan perang. Di tengah-tengah kekacauan ini, terlihat bayang-bayang—petualang, goblin—yang menghilang satu persatu di kala mereka gugur.
“Tuhan, banyak sekali goblin disini yang akan cukup membuatmu kaya seumur hidup!” Spearman berteriak sambil tertawa seraya menbunuh musuh satu persatu.
Di setiap para monster terjatuh di tanah, Lizard priest melompat ke arah mereka untuk memberikan serangan penghabisan. “Benar sekali, bahkan tuanku Goblin slayer sudah kehabisan akal...” Lizard priest membuat gerakan telapak tanganya dan mengeluarkan pedang taringnya. Masih banyak goblin yang harus di basmi.
“Bukannya aku keberatan, tapi demi keselamatanmu... tetaplah, pada jangkauan, mantra Deflect Missle, bersedia kan?” Witch berdiri di sekitaran, tongkat di tangannya dan melancarkan mantra demi mantra. Dadanya yang besar kembang kempis ketika dia menarik nafasnya.
Di dekatnya, Dwarf Shaman telah menggunakan Stupor sebanyak yang dia bisa, yang memaksanya memakai ketapel. “Kampret, Beard cutter memang benar nggak ada yang bisa menghadapi mereka semua sendirian!” Dia menembakkan sebuah batu secara lurus dengan sempurna mengenai kepala goblin. “Ya ampun,” dia berkata, “kamu nggak perlu repot-repot membidik disi—ap?!—"
Dwarf Shaman menyipitkan matanya. High Elf Archer menyadarinya dengan segera dan berteriak “Ada apa Dwarf?”
“Rider, telinga panjang! Pengendara goblin datang!”
Lolongan bergema di rerumputan bermandikan cahaya bulan. Goblin menunggangi seekor serigala abu-abu besar dan mengayunkan pedangnya menebas menembus kegelapan.
“Aku tembak mereka dari sini! Tahan mereka!”
“Siap! Dinding tombak, jangan biarkan mereka lewat!” Pada perintah Spearman, petualang di dekatnya berdiri bersampingan dan mendorongkan senjata mereka ke depan. Para serigala mendatangi mereka hanya untuk di hujani oleh panah. Para petualang dengan senang hati menusukkan senjata mereka masuk ke dalam perut goblin
Terdengar teriakan dan erangan, suara yang memekikkan telinga.
“Errraaagghhh!”
Salah satu petualang telah di buat sekarat oleh rider yang menerjangnya dan menyadari serigala mengigitnya di lehernya. Banyak dari serigala yang mati di tangan petualang, melontarkan goblin di punggungnya.
“Seraaaaaangggg!”  Lizardman memimpin dengan teriakan membara dan menerjang goblin rider yang terjatuh. Dia adalah Warrior priest, dari waktu ke waktu, dia melengkingkan suara yang sepertinya adalah doa bagi para lizardman.
Secara keseluruhan, para petualang sepertinya memenangkan pertarungan ini dengan cukup baik.
Pada umumnya, dalam kontes antara para petualang dan seekor goblin, para petualang biasanya akan selalu menang, selama keberuntungan tidak menghalangi. Dan terlebih…
Goblin slayer berkata: “Siapkan penyerangan tiba-tiba. Mereka ahli dalam melakukan serangan tiba-tiba tapi tidak pernah berpikir bahwa mereka yang akan di serang secara tiba-tiba.”
Dia berkata: “Ambil kuda-kuda rendah. Incar kaki mereka. Mereka kecil, tapi mereka tidak bisa terbang.”
Dia berkata; “Mereka pasti akan membawa perisai daging. Gunakan mantra Sleep (TL Note: sleep = tidur), kemudian gunakan kesempatan itu untuk menyelamatkan para tawanan.”
Dia berkata: “Walaupun kamu kamu berpikir bahwa kamu bisa membunuh mereka selagi kalian mengambil tawanan mereka, jangan. Jika mereka terbangun, itu hanya akan menjadi masalah.”
Dia berkata: “Jangan gunakan sihir serangan. Simpan mantramu untuk hal lainnya.”
Dia berkata: “Pedang, tombak. Panah, kapak, segala macam senjata bisa di gunakan untuk membunuh mereka. Apa yang tidak bisa di lakukan dengan senjata, lakukan dengan magic.”
Dia berkata: “Habisi pembaca mantra mereka duluan.”
Dia berkata: “Jangan biarkan mereka ada di belakangmu. Tetap selalu bergerak. Gerakan kecil dengan sejatamu. Simpan tenagamu.”
Dia berkata…
Para petualang lain tertegun dengan banyaknya pengetahuan yang di berikan Goblin slayer kepada mereka.
Para petualang bukanlah prajurit, namun mereka tidaklah asing dengan strategi. Namun mereka tidak terbiasa dengan mengatasi goblin dengan sangat terperinci. Petualang pengalaman maupun pemula mengangap goblin adalah musuh rendahan.
“Man! Nggak hanya aku dapat duit banyak. Aku bisa membuat gadisku terkesan!”
Dengan taktik seperti ini di tangan mereka, goblin sangatlah mudah di hadapi selama mereka bisa di paksa melakukan pertarungan satu lawan satu. Spearman dan warrior yang lainnya menebaskan senjata mereka ke kiri dan kanan, ke segala arah mencari goblin untuk di bunuh.

Jauh di dalam kumpulan musuh, mereka dalam melihat suatu sosok yang besar, sebuah bayang-bayang yang tersinari cahaya bulan.
“Itu dia! Seekor hob—Tunggu, apa benar?”
“GURAURAURAURAURAURAURAUUUU!!”
Raungan yang ganas mengisi medan perang penuh darah.
Makhluk itu sangatlah besar sehingga bisa di kira sebagai seekor ogre. Makhluk itu memegang sebuah pentungan penuh dengan noda darah dan otak. Seekor goblin champion.
Seekor goblin, ya, namun goblin yang sangat kuat yang dapat memutar balikkan arus peperangan seekor diri.
Jauh dari para petualang, seakan-akan menolak tantangan hanya karena ukuran mereka yang dua kali lipat dan membawa sebuah stik yang besar.
“Ahhh, akhirnya ada yang besar! Aku sudah lelah dengan musuh-musuh kacangan ini!” Sang Heavy warrior adalah yang pertama berlari menerjang goblin champion, dengan senjata pada pundaknya dan tawaan liar pada bibirnya. Memutar matanya, Knight mengikutinya, dengan perisai di depannya.
“Baru saja aku sibuk menghitung berapa banyak kepala goblin yang sudah aku kumpulkan,” Knight berkata.
“Hitung nanti saja! Hajar sekarang!”
“Kalian para warrior benar-benar punya pikiran pendek.” Dengan perdebatan ringan ini, mereka dengan senang hati terjun ke dalam pertempuran melawan musuh baru.
Di segala medan, bunyi benturan antar senjata dapat terdengar, dan darah yang menyembur ke udara.
“Dan di mana pemimpin kita yang tidak kenal takut?” Spearman bertanya, seraya dia berhenti dan mengelap ujung tombaknya dengan kulit serigala. Napasnya terengah-engah.
Di seberang medan, sebuah gerombolan hitam baru telah muncul.
Bala bantuan goblin. Tidak ada waktu untuk beristirahat. Dia mengenggam tombaknya dan bersiap.
“Oh, aku rasa, kamu tau, jawaban, akan itu,” Witch berbisik dengan suaranya yang merdu, ketika dia mengeluarkan pipa panjangnya dan secara perlahan menghembuskan nafasnya. Asap merah muda yang beraroma manis melayang di tiup angin, dan setiap goblin yang menghirupnya merasakan indra mereka menjadi tumpul. Di kejauhan, bala bantuan goblin secara perlahan mulai mendekat.
“Sudah jelas,” High Elf Archer berkata dengan tertawa, menembak pada musuh yang kebingungan. “Dia pergi untuk membasmi goblin.”

*****
Bagaimana ini bisa terjadi?!
Goblin Lord berlari secepat dia bisa hingga hampir tersandung. Di saat dia menyadari bahwa dia tidak memiliki kesempatan untuk menang, dia meninggalkan medan perang. Di belakangnya, dia dapat mendengar suara senjata beradu, teriakan, suara mantra yang bergemuruh.
Beberapa dari teriakan itu adalah para petualang. Namun kebanyakan adalah suara goblin.
Seharusnya ini menjadi serangan kejutan untuk menetapkan markas di area ini. Akan tetapi…
Adalah kami yang diserang tiba-tiba! Bagaimana ini bisa terjadi?!
Pasukannya telah kalah. Dengan pasukannya yang telah kalah, sudah tidak ada artinya untuk berada di sana.
Selama dia selamat, itulah yang terpenting.
Dia akan kembali ke sarangnya, menggunakan para wanita yang tertangkap untuk meningkatkan pasukannya lagi.
Seperti sebelumnya.
Goblin Lord adalah seorang Wanderer, satu-satunya yang selamat dari sebuah sarang yang dihancurkan oleh para petualang. Sekarang, dia hidup hanya untuk membasmi para petualang.
Tidaklah begitu sulit.
Korban pertamanya adalah seorang wanita yang mengampuninya “Hanya karena dia masil kecil.” Wanita itu langsung menjadi makanannya tepat di saat dia membalikkan punggungnya.
Dia telah belajar bahwa jika kamu memukul para petualang cukup keras di kepalanya dengan batu, mereka menjadi lemah. Ketika dia mengetahui bahwa pentungan lebih efektif, dia menggunakannya. Kemudan, dia belajar cara menggunakan senjata dan memakai armor. Dari para petualang yang membentuk partynya, dia mempelajari cara terbaik untuk memimpin pasukannya.
Hari-hari panjangnya berkelana telah melatih tubuh dan pikirannya hingga dia menjadi sebuah tantangan bahkan untuk warrior manusia.
Ini akan menjadi hal yang sama.
Di bawah sinar dua bulan, sang lord berputar dari peperangan dan berlari menyelamatkan dirinya.
Melewati rerumputan, berlari di tanah, menuju hutan. Di dalam hutan. Terdapat sebuah sarang di sana. Sarangnya.
Dia telah gagal. Tapi selama dia hidup, akan ada selalu kesempatan lainnya.
Dia akan belajar, dan memperbaharui pasukannya, dan yang berikutnya akan lebih baik. Yang berikutnya—
“Aku tau kamu akan datang kesini.”
Sebuah suara tenang, dingin, hampir mekanikal terdengar olehnya. Tanpa di pikirnya Goblin Lord berhenti berlari. Dia menyiapkan kapak perangnya yang di genggam di tanganya.
Matanya dapat menemukan sesosok orang yang berdiri di hadapannya di dalam kegelapan. Dia adalah seorang petualang dengan armor kulit murahan dan helm baja. Sebuah perisai kecil terikat di lengan kirinya, dan di tangan kanannya, sebuah pedang dengan panjang yang aneh. Dia belepotan oleh darah hasil membunuh, berdiri di genangan darah yang memualkan.
“Bodoh. Jadi kita berdua menggunakan pasukan kita sebagai umpan.”
Sang lord dapat berbicara bahasa umum, walaupun dia membencinya. Dia tidak mengetahui siapa petualang ini. Tapi sudah sangat jelas apa yang sudah terjadi.
“Rumahmu sudah tidak ada lagi.”
“ORGRRRRRRR!!”
Lord mengerluarkan teriakan yang memekikkan telinga dan melompat mengarah Goblin slayer. Sang lord mengayunkan kapaknya secara tegak lurus, bermaksud untuk membelah kepala petualang hingga tebuka, namun Goblin slayer memblokirnya dengan perisainya. Terdengar suara metal yang terkoyak.
Goblin slayer memberikan goyangan pada perisainya dan mendorong kapak itu ke samping, kemudian melancarkan tusukan tajam dengan pedangnya.
“Hrm!” dia bergumam.
Ujung dari pedangnya mengenai lord tepat di dadanya namun hanya menghasilkan sebuah suara tumpul. Goblin itu menggunakan sebuah pelindung dada.
Goblin slayer tidak terkejut namun tidak bergerak untuk beberapa saat, dan di saat itu, kapak itu mendatanginya dari samping.
Sebuah keputusan sekejap, dia melemparkan dirinya sendiri ke samping, berguling untuk menghindari hantaman itu. Dia berlutut sebelah kaki, terengah-engah.
 “….”
Goblin slayer berdiri dan memutar pedangnya perlahan di tangannya, mengedepankan perisainya.
“GRRR…”
Sang lord membuat suara jijik dan menggengam kapaknya dengan kedua tangannya.
Perbedaan kekuatan dan perlengkapan yang mereka pakai sangatlah jauh.
Lukanya dari sebelumnya. Berbulan-bulan memulihkan diri. Dia membutuhkan semua waktu itu untuk sembuh, akan tetapi…
Goblin slayer sangatlah sadar akan kemampuannya yang telah menjadi tumpul. Ini tidak akan menjadi masalah, akan tetapi. Dia tidak akan membiarkan ini menjadi sebuah masalah. Ada seekor goblin di depannya. Hanya itu yang dia perlukan.
“…!”
Goblin slayer menerjang musuhnya layaknya sebuah panah yang di tembakkan ke musuh.
Dia bergerak dengan postur rendah; dengan tangan kirinya, dia mencabut segenggam rumput, dan melemparnya kepada Goblin Lord.
Dalam hitungan detik saat lord mengibas rerumputan itu, Goblin slayer menusuk dengan pedangnya.
Darah beterbangan, sebuah teriakan.
“GARUARARARARAA?!” Sang lord mengayunkan kapaknya secara liar, pendarahan dari dahinya. Sebelum seorang pengamat dapat mendecakkan lidahnya, sebuah serangan mengenai Goblin slayer.
Dia merasakan dirinya sendiri melambung di udara—dan kemudian mendarat dengan keras di tanah.
“Oof! Agh…” Sebuah tanah yang keras bertemu dengan punggungnya, memaksa udara keluar dari paru-parunya. Dia melihat perisainya hampir terbelah dua.
Kemampuannya mungkin menjadi tumpul, namun ototnya masih mengingat tugasnya. Perisai yang secara refleks di angkatnya telah menyelamatkan nyawanya lagi.
“Mereka lemah dengan serangan secara langsung…” Dia bergumam, berdiri, men-support dirinya dengan pedangnya.
“GAROOOOO!!”
Goblin Lord bukanlah tipe yang akan melewatkan kesempatannya. Dia menyerang melewati rerumputan.
Goblin slayer memberikan anggukkan kecil. Dia mengangkat pedangnya tinggi, mengangkat perisainya yang rusak, dan menghadapi sang lord secara langsung.
Dengan sekejap, dia berlari menuju musuhnya.
Kapak Goblin Lord bersiul Di udara. Goblin slayer mengangkat perisainya untuk memblokirnya dan mendorong pedangnya kedepan.
Benturan.
Kapak itu membelah perisainya menjadi dua dan mengigit dalam lengan goblin slayer. Sang petualang itu melambung sekali lagi.
Namun pada saat yang sama, pedangnya telah menyayat masuk ke dalam perut goblin, yang sekarang menyemburkan darah pada lahan yang gelap ini.
“GAU…”
Tapi luka itu tidaklah fatal. Sang lord menggerutu marah.
“Ugh,hrl…?!”Goblin slayer berusaha untuk bangun dari tanah. Namun dia tidak bisa berdiri. Dia berusaha menggunakan pedangnya untuk menopang dirinya, namun pedang itu telah rusak.
“GURRR…” Goblin itu terdengar seperti bosan. Paling tidak dia dapat membalas dendamkan pasukannya yang telah terbunuh. Dia akan memotong tangan dan kaki pria itu, mengikatnya pada sebuah tiang, dan menyiksanya hingga mati. Ketika dia membayangkan sebuah masa depan yang suram, Goblin Lord mulai tertawa kecil, kemudian secara perlahan berjalan mendekati mangsanya.
Dia memberikan sebuah tendangan ganas pada helm Goblin slayer yang tidak bergerak.
Hening.
Sang lord merasa tidak senang. Seorang mangsa seharusnya merasa ketakutan pada saat akan mati.
Tapi biarkan saja.
Kematian akan mengakhiri ini. Mengakhiri semua. Mungkin malam ini dia akan puas hanya dengan itu.
Goblin Lord mengangkat kapaknya perlahan.
Crack.
Detik berikutnya, kapaknya terlempar kebelakang.
“GAU…?”
Apa dia mengenai akar pohon atau sesuatu? Lord melihat kebelakang dengan frustrasi, namun tidak terdapat apapun di belakangnya. Pohon terdekat berdiri cukup jauh.
“GA, RRR…?!”
Kali ini dia mencoba menurunkan senjatanya, sang lord menyadari bahwa senjatanya tidak dapat begerak sama sekali. Tidak—tubuhnyalah yang tidak dapat mengikuti perintahnya. Tulangnya berbunyi seakan-akan ada sesuatu yang mendorongnya. Seperti dia terperangkap di antara dua dinding yang tidak terlihat.
“GA, GAO…?!”
Mata lord bergerak ke kanan dan kiri; dia bahkan tidak bisa bergerak.
Apa yang…? Apa yang terjadi…?!
O ibunda bumi yang penuh ampunan, dengan kekuatanmu berikanlah perlindungan kepada kami yang lemah…”
Jawaban dari pertanyaan datang dalam bentuk suara yang secara ajaib terdengar dengan jelas melantunkan sebuah doa.
Seorang wanita muda berjalan di dekat sebuah mayat. Keringat mengucur dari dahinya, dan di tangannya yang bergetar mengenggam sebuah tongkat.
Seorang Priestess muda berdoa dengan khusyuk kepada Ibunda bumi.
Ini adalah perbuatannya!
“GAAAAUUAUAUAUAUAAAA!!”
Goblin Lord meraungkan setiap ancaman yang dia ketahui kepadanya. Dia akan merobek anggota tubuhnya dan membuatnya dirinya memakan anggota tubuhnya sendiri! Tidak, dia akan menyodomi pantatnya dengan sangat keras hingga tembus sampai ke mulutnya! Dia akan mematahkan jarinya satu persatu, membakar wajahnya hingga tidak ada seorangpun yang mengenalnya…
Gadis itu terlihat begitu rapuh. Tentunya sedikit intimidasi akan cukup untuk menakutinya…
“…!”
Namun dia salah.
Wajah pucat, mengigit bibirnya, Priestess masih mengenggam erat tongkatnya.
Lord mulai khawatir.
“GA…RO…?”
Mungkin gadis ini tidak seperti yang di pikirkannya.
Jika begitu, ganti rencana. Sang lord mengenakan sebuah ekspresi yang paling menyedihkan yang dia bisa dan memohon ampunan. Dia tidak akan melakukan ini lagi. Dia telah salah, sangat salah. Dia akan pergi dan hidup dengan damai di dalam hutan, tidak akan melihat desa manusia lagi. Tolong ampuni dia. Please.
Dia mengoceh dengan bahasa manusia menyedihkan versinya. Dan jika memungkinkan, dia akan bersujud di depan kakinya.
Ini bukanlah pertama kalinya dia berusaha meyakinkan petualang untuk mengampuninya nyawanya dengan memohon.
Pertama kalinya adalah jauh sebelum dia menjadi seekor lord—bahkan, dia masih seekor anak kecil. Jika di pikir lagi, petualang waktu itu juga seorang wanita juga. “Baiklah,” Wanita itu berkata, “Tapi kamu tidak boleh melakukan hal seperti ini lagi.” Dia menyetujuinya dengan cepat. Dan kemudian, tentu saja, dia membunuhnya tepat di saat wanita itu membalikkan punggungnya.
Dia merasakan kebahagiaan ketika dia mengingat wanita itu memohon pertolongan ketika dia menusukknya hingga mati. Wanita itu mengira bahwa dirinya kuat.
Jika dapat selamat sekarang, akan ada waktunya untuk merencanakan balas dendamnya.
Tapi pertama-tama, aku akan mengambil gadis ini!
“Kamu kira aku akan membiarkanmu?” Sebuah suara yang dingin terdengar di telinganya.
“GA, RR…?!”
Suara itu membuat tubuhnya merinding layaknya sebuah angin yang bertiup dari perut bumi.
Goblin slayer berjalan perlahan dengan kakinya.
Lengan kirinya bermandikan darah. Pada lengan kirinya, dia menggengam perisainya yang terbelah. Di kanannya, pedangnya yang rusak.
Dia melangkah dengan berani mengarah Goblin Lord. Dia mendorongkan pedangnya dari samping masuk ke leher lord yang tidak dapat bergerak.
“GA…GO…?!”
Senjata yang rusak itu tidak dapat memotong ataupun menusuk.
Namun dapat menghancurkan. Makhluk itu meracau tidak karuan ketika pedang itu menekan batang tenggorokkannya.
“Seekor lord? Konyol.” Sang lord berusaha dengan sangat untuk melepaskan diri.
“Kamu seekor goblin.”
Goblin itu membuka mulutnya, berusaha mencari udara.
“Hanya goblin…”
Namun dia tidak dapat melakukan apapun.
“…yang hina.”
Wajah lord mulai berubah, dan lidahnya menjulur keluar. Busa keluar dari ujung mulutnya; matanya berputar ke atas kepalanya.
“Dan aku…”
Ketika lord mulai kehilangan kesadarannya, sebuah pertanyaan terlintas di pikirannya yang sedang sekarat.
Apa? Kamu itu apa?
“…adalah Goblin slayer!”
Mata makhluk itu masih terputar ke belakang kepalanya. Seekor goblin yang seharusnya raja, kejang sekali, dua kali, dan kemudian mati. Terdapat keheningan panjang.
“Itu satu…kepala goblin…”
Pedang Goblin slayer terlepas dari tangannya ketika kalimat itu terucap dari bibirnya. Kemudian dia terjatuh kedepan layaknya boneka yang benangnya telah di potong.
Priestess melempar tongatnya kesamping, berlari kedepan, dan menangkapnya. “Pak Goblin slayer!” Goblin slayer terasa sangat berat pada lengan kurus Priestess, berlapisi kulit dan metal dan lumpur dan darah.
Dan kemudian, keajaiban Protection memudar, dan tubuh Goblin Lord terjatuh di samping Goblin slayer. Priestess tidak memperhatikkannya akan tetapi dia memperhatikan luka Goblin slayer. Terdapat luka yang parah pada lengan kirinya. Dan kemungkinan paling buruk, mungkin akan terkena hingga ke tulangnya.
“Kumohon…jangan lakukan hal nekat seperti ini…”
“…Urgh…”
Dia menjauhkan erangannya dari pikirannya dan menekankan telapak tangannya pada lukanya, tidak mempedulikan darah yang menodai tanganya.
“O Ibunda bumi yang penuh ampunan, ulurkanlah tanganmu yang penuh kasih sayang pada luka anakmu…”
Doa itu mengikis jiwanya, dengan sungguh-sungguh, dan tulus.
Apa yang terjadi pada petualangan pertamanya…? Aku tidak ingin hal itu terjadi lagi…
Ibunda bumi dengan anggun mendengarkan doanya dan menyentuh lengan Goblin slayer dengan jarinya yang bercahaya. Ini adalah cara Priesstess menggunakan keajaibannya yang tersisa.
Goblin slayer memberi tahunya bahwa dia akan mengalihkan perhatian Goblin Lord di saat Priestess menggunakan Protection.
Priestess tidak lagi merasa terganggu dengan rencana menggunakan dua Protection secara bersamaan, bukan untuk menangkis musuh, tapi untuk memperangkapnya. Tapi Priestess tidak menggunakan Protection ketiga seperti yang telah di instruksikan Goblin slayer.
Mungkin adalah sebuah wahyu yang membuatnya tidak menghabiskan keajaibannya. Karena jika dia menghabiskannya, nyawa pria ini—pria aneh, kerasa kepala, dan serius—akan berakhir di sini.
“…Ya ampun. Aku sudah kasih tau kamu…”
“Pak Goblin slayer!”
Pada suara kasar yang terdengar olehnya, Priestess menjawab dengan air mata pada matanya.
“…Nekat bukanlah yang menentukan kemenangan.”
Goblin slayer duduk dengan rasa sakit. Priestess membantunya sebaik dia bisa, menjepit dirinya di bawah lengan Goblin slayer. Goblin slayer hampir terlalu berat untuk di tahan. Sekarang dia berusaha membantunya berdiri dengan kakinya. Berusaha memapangnya dengan lengan kurusnya yang indah, Priestess memapangnya pada pundaknya dan berdiri.
“Kamu mungkin…bilang begitu…”
“…”
“…Tapi aku pikir…kamu harus lebih hati-hati…!”
“Iya kah?”
Priestess diam.
“…Maafkan aku.”
Terisak, tersedu, Priestess menggelengkan kepalanya dengan keras.
Langkah demi langkah yang di nodai air mata, dia mulai berjalan perlahan, tentunya maju ke depan.
Berusaha sebisa mungkin menahan berat beban tubuh Goblin slayer padanya, Goblin slayer berkata dengan tenang, “Itu karena aku percaya padamu.”
Priestess tersenyum pada wajahnya yang terbanjiri air mata yang mengalir di pipinya… “…Kamu ini benar-benar tidak berdaya ya?”
Dia mengingat rekannya yang telah mati pada petualangan pertama mereka bersama. Dia mengingat para petualang yang berdarah dan sekarat hingga saat ini. Dia mengingat goblin yang telah di bunuh. Dia mengingat Goblin Lord yang mati tepat di depan matanya.
Dengan semua ini yang terputar di pikirannya, dia menjadi sadar akan beban pria yang bersandar kepadanya. Hanyalah ini yang dapat di lakukannya untuk memapang tubuhnya dengan tubuhnya sendiri yang kelelahan.
Dia melangkahkan kakinya dengan lelah satu persatu, hampir tidak bergerak. Suara peperangan terdengar di kejauhan, dan cahaya kota yang lebih jauh.
Namun dengan setiap langkah, hatinya bahagia.