TAMU TAK TERDUGA
(Translater : Zerard; Editor : Hamdi)

“Orcbolg.”  Seorang elf berkata. Suaranya yang jernih seakan-akan melantunkan sebuah mantra.
Adalah sebelum tengah hari, para petualang yang terlambat bangun pergi untuk melihat quest yang masih tersedia. Keadaannya terlihat lebih tenang di bandingkan dengan pagi hari, namun aula guild tetaplah ramai, dan setiap pasang mata memandang seorang elf.
“Oh, cuy... coba cek dia!” Seorang warrior laki-laki yang masih hijau bersiul menggoda.
“Hey!” Anggota partynya, seorang gadis cleric marah.
“Maaf.” Kata Laki-laki itu dengan tersenyum, akan tetapi matanya masih melirik mengarah elf.
Sulit untuk menyalahkannya, elf memiliki kecantikan natural lain dari yang lain, tapi bahkan di antara wanita elf, elf yang satu ini benar-benar menonjol.
Umur tidaklah ada artinya bagi elf. Tapi jika di lihat dari penampilan, dia bisa di anggap sebagai tujuh belas atau delapan belas tahun. Dia langsing dan tinggi, di selimuti oleh pakaian pemburu, dan bergerak seindah rusa.
Sebuah panah besar yang menggantung di punggungnya menunjukkan bahwa dia adalah seorang ranger atau mungkin archer. Kalung yang bergantung di sekitar lehernya berwarna silver.
“Dia seorang high elf... mereka adalah darah keturunan para peri...”
“Telinga mereka lebih panjang di banding elf lainnya...”
Seorang druid dan seorang gadis rhea berbisik dengan seorang half-elf light warrior, sedangkan party mereka lainnya, heavy warrior memandangnya. Seorang scout muda yang mendengar pembicaraan mereka berkata seolah-olah tau “Tentu saja.”
Gadis guild pernah berhadapan dengan high elf sebelumnya dan gadis guild tidak gugup bertemu dengannya. Tapi dia kebingungan oleh ucapan yang di katakan high elf.
“Maaf bu, apa yang ibu maksud oak, Seperti pohon?”
Dia sudah terbiasa dengan orang-orang yang mendatangi counternya hanya dengan menyebutkan nama monster. Tapi ini adalah kata yang belum pernah di dengarnya, akan tetapi, ada lebih dari lima puluh ribu jenis monster (tidak berlebihan!) , jadi ada kemungkinan bahwa ini adalah nama yang belum di ketahuinya.
Atau mungkin itu adalah nama elf ini? Bahasa elf mempunyai ritme dari sebuah mantra atau lagu.
“Nggak, orc. Orcbolg.” Disaat high elf mengulang perkataannya, dia memiringkan kepalanya seakan-akan mengatakan mengerti? Dan dia menambahkan. “Aneh....”
“Aku dengar dia ada disini.”
“Um, jadi, anda sedang mencari seorang petualang?” gadis guild mempunyai banyak bakat, tapi bahkan dia tidak bisa mengingat semua nama lengkap para petualang. Dia berbalik untuk mengambil sebuah kamus tebal yang ada di rak belakangnya, kemudian dia mendengar.
“Idiot, inilah kenapa kalian telinga-panjang perlu turun dari benteng tinggi yang kalian dirikan itu.”
Suara tersebut berasal dari seorang dwarf yang pendek dan lebar berdiri di samping elf. Satu-satunya yang terlihat dari balik meja counter gadis guild adalah dahinya yang bersinar tanpa rambut. Dia membelai jenggot putih panjangnya penuh pikiran.
Pakaiannya terlihat bergaya ala timur yang terlihat tidak biasa, pada pinggulnya, dia membawa bermacam-macam barang. Gadis guild dapat memastikan bahwa dia adalah seorang pembaca mantra—seorang dwarf shaman. Dia juga, menggunakan kalung silver di lehernya.
“Tempat ini adalah milik orang-orang tinggi,” dia berkata. “Akan terlihat bodoh jika kamu percaya bahwa kata-kata dari telinga-panjangmu akan berguna disini.”
“Oh, bodohnya aku. Kalau begitu dengan kebijaksanaanmu aku perlu memanggilnya apa?” High elf mendengus dan mempunyai ekspresi yang tidak terlihat seperti elf sama sekali.
Menjawab pertanyaannya, dwarf shaman memutar jenggotnya dan berkata dengan bangga. “Tentu saja beard-cutter!”
“Um, maaf pak, tidak ada nama seperti itu juga disini.” Gadis guild berkata mohon maaf.
“Apa, nggak ada sama sekali?!” Dwarf berkata.
“Mohon maaf pak, tidak ada.”
High elf menggelengkan kepalanya dengan lebay diikuti dengan mengangkat bahu dan mendesah.
“Kebijaksanaan dwarf yang nggak bisa di harap, keras kepala kayak batu, dan selalu percaya mereka benar.”
“Sini kamu dan katakan lagi!” Dwarf berteriak. Dia mungkin akan mulai perkelahian, jika saja tubuh high elf tidak dua kali lipat tingginya dari dia. Dia bahkan tidak bisa mencapainya walaupun dia melompat. Sang elf pun tersenyum sombong.
Dwarf mengeratkan giginya. Dan tiba-tiba, dia teringat akan sesuatu dan senyum tak di duga muncul di wajahnya.
“...Heh. Dasar elf... Hati sekeras papan, dan sama ratanya. Pantas saja”
“Apa?!” Kali ini giliran wajah elf yang terlihat merah. Dia melotot ke arah dwarf dan tanpa di sadarinya berusaha menutupi dadanya.
“It-itu ga ada hubungannya sama sekali! Lu-lucu mendengar itu semua dari dwarf yang dimana semua anak perempuanya kayak gentung!”
“Itu namanya montok telinga-panjang, dan itu lebih baik dari papan!”
Suara mereka semakin menyaring.
Permusuhan di antara bangsa dwarf dan bangsa elf sudah terjadi sejak dahulu kala. Tidak ada yang tau secara pasti apa yang memulainya—bahkan para elf yang tidak mempunyai umur pun tidak yakin. Mungkin di karenakan oleh perdebatan kuno: para elf menghormati pepohonan dan membenci api, sedangkan dwarf menebang pepohonnan untuk membuat api.
Apapun sumber dari kebencian ini, bukanlah mereka berdua yang akan menyelesaikannya. Di saat mereka berdua berdiri berdebat di depan gadis guild, yang terlihat tersenyum pasrah di wajahnya.
“Um, ayo—ayo semuanya berbaikan, oke...?”
“Permisi, kalian berdua, jika kalian ingin bertengkar, tolong lakukan di tempat lain dan jangan libatkan kami.” Sebuah bayangan tinggi terlihat di belakang mereka, menghentikan perdebatan mereka.
Seorang lizardman berdiri di antara mereka, tubuh tertutupi oleh sisik, mendesis napas yang sedikit bau. Bahkan gadis guild hampir berteriak “Yikes...” ketika melihatnya.
Gadis guild tidak pernah melihat baju tradisonal yang dia kenakan. Di sekitar lehernya terdapat kalung tingkat silver dan beberapa jimat.
Lizard priest menggabungkan kedua tangannya dengan gerakan yang tidak biasa dan menundukkan kepalanya kepada gadis guild. “Mohon maaf. Sepertinya rekan saya sudah merepotkan anda.”
“Oh, ti-tidak sama sekali! Semua petualang kami memang penuh dengan semangat seperti ini, sa-saya sudah terbiasa!”
Walaupun begitu, grup yang ada di depannya bukanlah pemandangan yang biasa. Dan bukan hanya karena mereka berbeda bangsa.
High elf sangat langka, tapi bukan berarti cerita orang-orang muda penghuni hutan ini berpetualang untuk memuaskan rasa keingintauan mereka pada dunia tidak pernah terdengar. Dwarf lebih mirip manusia akan kecintaannya pada harta karun dan hal lainnya. Dan terkadang mereka sering menjadi petualang. Dan walaupun lizardman sering di anggap saudara para monster, namun beberapa dari suku mereka sangatlah bersahabat. Dan jarang sekali mereka menjadi petualang.
Tapi mereka bertiga sekaligus—dan mereka semua tingkat silver. Dari tiga petualang dengan latar belakang yang berbeda untuk membentuk party bersama, adalah sesuatu yang gadis guild tidak pernah lihat sebelumnya.
“Um...” Gadis guild melihat elf dan dwarf, yang perdebatannya belum terselesaikan. Dan melihat lizardman yang jika dilihat dari luar, seolah-olah akan menunjukkan taringnya dan menerjang kearah gadis guild.
“Jadi... siapa yang sedang anda cari pak?” Walaupun begitu, dia terlihat seperti yang paling mudah di ajak bicara di banding dua rekannya.
“Hmmm. Sayangnya, saya kurang paham akan lidah para manusia...”
Gadis guild mengangguk.
“Orcbolg dan beard-cutter adalah yang kalian sebut dengan nama panggilan. Dalam lidah kalian, mungkin anda akan menyebutnya...” Dia mengangguk yakin, dan seperti yang gadis guild duga, lizardman berkata. “....Goblin slayer.”
“Oh!” Wajahnya ceria, dia menepuk tangannya sebelum dia sadar apa yang di lakukannya. dia menahan rasa ingin berteriak senang.
Petualang lain datang kemari hanya untuk mencarinya, reputasinya sudah menyebar.
Aku tidak bisa membiarkan kesempatan ini begitu saja, demi dia!
“Saya mengenalnya dengan baik pak!”
“Ah, anda tau?” mata lizardman melebar dan lidahnya menjulur keluar mulut, yang sepertinya itu adalah senyum bagi lizardman. Gadis guild tidak tersentak pada ekspresi lizardman yang terlihat mengerikan baginya.
“Oh, apa anda ingin minum teh?”
“Saya tidak ingin merepotkan anda.” Dia memanggil rekannya. “Kalian berdua, sepertinya orang yang kita cari memang ada disini.”
“Lihat, sudah kubilang kan?”
“Ah, tapi kamu tidak bisa menanyakannya kan bocah?”
“Lihat siapa yang bicara.”
“Apa?!”
Lizardman mengeluarkan desisan, elf dan dwarf saling melotot tanpa berkata.
“Baiklah kalau begitu. Nyonyaku gadis guild, di mana tuanku goblin slayer berada?”
“Um... dia sedang pergi berburu goblin sekitar tiga hari yang lalu.”
“Oh, jadi begitu, tentu saja.”
“Saya rasa dia akan kembali sebentar lagi, pak.” Gadis guild melihat penuh harap ke arah pintu aula guild. Gadis guild khawatir akan keselamatannya, tentu saja, tapi percaya bahwa dia akan kembali.
Itu karena, dia tidak akan pernah di kalahkan oleh para goblin.
“Itu dia!” Gadis guild berteriak, seketika lonceng di atas pintu berbunyi, dan dua petualang masuk.
Lizardman, dwarf dan elf, semua menoleh ke arah pintu.... Dan tak bisa berkata-kata.
Seorang gadis cantik dengan jubah sucinya berdiri disana, sebuah tongkat di genggam di tangannya. Sempurna.
Permasalahannya adalah pria yang berjalan di depannya. Dia menggunakan armor kulit yang kotor dan sebuah helm baja dan membawa sebuah pedang yang terlihat terlalu panjang untuk di gunakan, dengan sebuah perisai bundar kecil. Dia terlihat menyedihkan. Bahkan para pemula lainnya di quest pertamanya memiliki perlengkapan yang lebih bagus.
Dia berjalan tanpa henti mengarah meja counter, Priestess dengan buru-buru mengikutinya. Namun ketika dia melambatkan langkahnya, barulah priestess dapat berdiri di sampingnya.
“Selamat datang kembali, goblin slayer tersayangku. Kalian berdua terlihat dalam kondisi yang baik.” Gadis guild memberikan lambaian, kepangnya ikut berayun.
“Kami menyelesaikan pekerjaannya dengan aman.”
“Ya, kurang lebih.”
Di banding goblin slayer ketika melaporkan questnya dengan tenang, priestess terlihat lelah. Dia tersenyum dengan tegar, tapi.... gadis guild mengangguk. Gadis guild mengetahui, goblin slayer mengambil quest setiap siang dan setiap malam, mengikutinya pastilah melelahkan.
“Baiklah, pemberian detailnya bisa nanti saja. Tidak harus sekarang.”
“Oh?”
“Ya, ada beberapa tamu yang ingin bertemu dengamu, pak goblin slayer.”
Dia menoleh mengarah ke sebuah party yang ada di sampingnya seolah-olah baru menyadarinya : Seorang high elf archer, dwarf spell caster, lizard priest.
Priestess berteriak kecil terkejut, dan dengan cepat menutup mulutnya.
“Apa kamu goblin?”
“Menurutmu?!” high elf archer memberikannya tatapan mencurigakan, seolah-olah tidak percaya apa yang di dengarnya. Namun goblin slayer hanya menjawab. “Begitu.”
“Jadi, kamu orcbolg? Kamu nggak kelihatan seperti itu....”
“Karena itu bukan aku, aku nggak pernah di panggil dengan nama itu.”
Terlihat ekspresi kaget pada wajah elf, sementara dwarf membelai jenggotnya dan tertawa terbahak-bahak. Sedangkan lizard priest yang terlihat sedikit terganggu, sepertinya sudah terbiasa dengan mereka berdua. Dia mengabungkan tangannya dengan gerakan aneh, dan menundukkan kepalanya perlahan kepada goblin slayer.
“Kami pengunjung yang rendah hati, mempunyai sebuah urusan dengan tuanku goblin slayer. Bisakah kami memintamu untuk sedikit meluangkan waktumu dengan kami?”
“Baiklah.”
“Jika kalian ingin melakukan sebuah meeting, kami memiliki ruangan di atas....” Lizardman membuat gerakan berterima kasih pada saran yang di berikan gadis guild.
“Kalau begitu, ayo kita pergi.”
Priestess yang hanya berdiri dia mendengarkan percakapan mereka sekarang berkata dengan sedikit gugup kepada goblin slayer yang akan pergi. “U-umm, a-apa aku....? Apa aku perlu ikut?”
Goblin slayer memperhatikan tubuhnya priestess dari atas sampai bawah, kemudian dia menggelengkan kepala.
“Kamu istirahat.”
Priestess memberikan anggukkan.
Dan tanpa melihat untuk kedua kalinya, goblin slayer melangkah dengan tenang menaiki tangga.
“Jangan khawatir, dia akan kembali padamu secara utuh.” High elf archer sedikit menunduk memberi salam seraya melewati priestess. Dwarf dan lizadrman mengikutinya.
Priestess berdiri disana, sendirian.
*****
“Haaaaah...”
Sendirian, priestess duduk di sebuah kursi di sudut ruang yang sepertinya selalu di siapkan untuk goblin slayer. Tangannya mengelilingi secangkir teh yang di bawakan oleh gadis guild.
Goblin slayer mungkin hanyalah ingin yang terbaik untuknya. Dia menaikkan cangkir itu ke bibirnya.
“Ahhh....” Dia mendesah seketika cairan hangat itu menyebar keseluruh tubuhnya. Priestess menyadari bahwa ini adalah efek dari stamina potion.
Sangat baik sekali bagi gadis guild untuk menambahkan ini pada tehnya. Efeknya terasa sangat bermanfaat pada tubuhnya yang lelah.
Apakah aku menghambatnya?
Dia adalah tingkat silver, sedangkan priestess hanyalah porcelain. Walaupun dengan perbedaan ini, priestess tidaklah menganggap dirinya sebagai beban baginya, tapi tetap saja....
Priestess mengusap matanya, kelopak matanya sangatlah berat.
Dia dapat mendengar keriuhan orang berbicara di sekeliling aula guild. Aula guild selalu ramai seperti biasanya. Ada sesuatu yang dia dengar dari balik keriuhan itu, namun dia tidak mendengarnya dengan jelas. Dia menguap.
“Hey! Hey kamu.”
“A-ap—?” Ketika dia mendengar untuk kedua kalinya, priestess terbangun, dan dengan cepat meluruskan badannya.
Berdiri di depannya adalah seorang laki-laki muda yang terlihat gugup—dan juga tingkat porcelain.
Dia adalah warrior pemula yang pernah di lihat priestess sebelumnya, berdiri disampingnya adalah seorang gadis cleric, mengantung di lehernya sebuah timbangan dan pedang, simbol dari supreme god yang bertanggung jawab atas hukum dan keadilan.
“Kamu... maksudku kamu gadis yang bekerja sama dengannya kan?”
“Dengan... siapa?”
“Itu loh, pria yang selalu memakai helm kotornya?” Gadis cleric berkata dengan nada tinggi.
“Oh.” Priestess berkata di saat kebingungannya sirna. “Maksudmu tuan goblin slayer?”
“Yeah, itu dia! Hey...” Warrior tiba-tiba memelankan suaranya dan melihat sekeliling dengan hati-hati. “Kamu tingkat porcelain juga. Gimana kalau ikut dengan kami?”
Priestess menahan napasnya, terdiam. Sebuah gelombang emosi murka bergerumuh di hatinya seakan-akan membelah hatinya menjadi dua.
Dia mengepalkan tangannya dan menahan rasa ingin marah. Dan menggelengkan kepalanya.
“Nggak. Terima kasih, tapi nggak.”
“Tapi dia itu orang aneh! Tingkat silver macam mana yang Cuma berburu goblin?” Warrior bertanya dengan mengkerutkan dahinya. Setiap tingkat silver harusnya beburu sesuatu yang lebih besar.
“Yeah.” Kata cleric sambil memerhatikan sekeliling ruangan khawatir. “Dan melibatkan seorang pemula juga. Kamu tau nggak, orang lain mengira kamu itu tawanan dia? Kamu baik-baik saja?”
“Aku bahkan dengar bahwa alasan dia berburu goblin itu adalah sesuatu yang....aneh. Tau apa maksudku kan?”
“Sebentar dulu, itu bukan—!” Secara refleks priestess naik pitam.
“Sudah, sudah. Jangan mengganggu.” Kumpulan emosi mereka di redamkan oleh suara yang lembut dan manis, yang tiba-tiba terdengar. Sejak kapan dia ada disana? Sudah berapa lama dia disana? Witch dengan tubuhnya yang sensual, sebuah kalung silver bergantung di lehernya, berdiri di samping mereka.
“Ta-tapi, kami nggak—”
“Itu, sudah cukup. Pergi, kesana, Oke?”
Warrior terlihat seperti akan berdebat dengan witch, namun cleric menarik lengan bajunya dan pergi.
Witch memberikan priestess sebuah tampak bersahabat, dan berkata dengan senyum. “Biar aku, yang tangani mereka, oke?”
Hanya itu yang dilakukannya. Warrior dan cleric berkata. “Ayo pergi dari sini!” Secara bersamaan. Dan dengan wajah cemas priestess, mereka pergi.
Priestess duduk di kursi, secangkir teh ditangannya. Witch menyelinap duduk di sampingnya, memenuhin kursi.
“Jadi, kamu, gadis yang ikut, dengannya, ya?”
“Oh, ya bu. Aku di berikan kehormatan untuk menemaninya.” Priestess mengangguk yakin, berusaha membenarkan posisi tangan dan cangkirnya di lututnya.
Menemani, eh?” Witch berkata penuh arti. Priestess terlihat kebingungan, Witch menghiraukannya. “Itu pasti, cukup, sulit, dia tidak banyak memperhatikan, iya kan....?”
Priestess terlihat kebingungan lagi. “Um, aku... dia...”
“Dan lagi, kamu, juga terlihat, tidak baik.”
Priestess melakukan gerakan memohon maaf dengan malu. Witch memerhatikannya dengan lembut. Dia mengeluarkan sebuah pipa besi panjang dan meletakkan sebuah daun ke dalamnya dengan tanganya yang elegan.
“Bolehkah? ...Inflammarae.”  Tanpa menunggu jawaban, witch membakar pipa itu dengan jarinya. Sebuah asap merah muda yang wangi keluar dari pipa itu.
“Aku tau, buang-buang tenaga saja, kan? Witch tertawa spontan pada priestess yang terbengong. “Dan kamu.... berapa banyak, keajaiban, yang dapat kamu, gunakan...?
“Um, aku punya dua akhir-akhir ini, sekarang empat. Tapi aku hanya bisa berdoa sebanyak tiga kali saja...”
“Tingkat porcelain, dengan empat keajaiban. Wah, kamu cukup berbakat.”
“Oh, te-terima kasih.” Priestess menundukkan kepalanya, membuat tubuhnya yang kecil terlihat menjadi lebih kecil. Senyum witch tidak bergeming.
“Kamu tau, dia pernah, meminta, sebuah permintaan yang aneh, kepadaku juga.”
“Apa...?” Priestess menaikkan kepalanya melihat wajah witch.
Witch mengangkat kepalanya dengan memikat. “Aku tau, apa yang kamu pikirkan” kata witch menggoda.
“Ng-nggak, aku nggak...!”
“Dia ingin meminta pertolongan kecil, dengan sebuah scroll. Jadi, aku tau, seberapa sulit, untuk.... Menemaninya
“Nggak,aku... dia...yah, sedikit. Dia tingkat silver sih.” Dia terlihat lelah. Ketika kepalanya menunduk, dia menyadari bahwa cangkir itu masih ada di tangannya. Melihat dasar cangkir dari balik air berwarna coklat yang tembus pandang itu. Sebuah perkataan sepertinya akan mengalir layaknya sebuah air dari mulutnya :
“A-aku bahkan hampir tidak bisa mengikutinya... Dan a-aku hanyalah beban baginya...”
“Dan, dia juga, jago dengan apa yang di kerjakannya, kan?” Witch bernapas dalam, dan menghembuskan sebuah asap bulat. Asap itu mengapung perlahan mengarah priestess dan terpencar ketika bersentuhan dengan pipi priestess. Priestess terbatuk-batuk. Witch memohon maaf dengan tertawa.
“Itulah yang di dapatnya, dari tahun, demi tahun, berburu goblin, tanpa istirahat.” Dia berada pada liga yang berbeda dengan seorang gadis tingkat porcelain. Witch memutar pipanya penuh pikiran. “Membasmi goblin memang, membawa dampak baik di dunia, dibanding dengan seseorang yang hanya berburu mangsa besar... tapi tidaklah ahli dalam hal itu.” Pipanya menunjukkan beberapa petualang yang berkumpul di sekitar aula guild.
Di suatu tempat pada aula guild, telinga spearman memanas, witch menyipitkan matanya dan melihat ke arah keramaian.
“Tapi itu bukan berarti, terlalu terpaku, kepada goblin bisa di bilang....sehat.”
Priestess diam.
“Sebagai contoh, di ibukota, demons tidak ada habisnya. Monster ada di segala penjuru, di dunia.”
Yang tentu saja, jika bukan karena keberadaan petualang yang ada di mana-mana, tidak peduli seberapa banyaknya reruntuhan yang di tinggalkan. Tapi dengan ancaman yang terus bermunculan dari segala penjuru, pasukan militer saja tidak akan sanggup menanganinya. Peran mereka adalah untuk menangani negara tetangga, atau dark gods atau necromancer. Goblin tentu saja sebuah ancaman, tapi mereka bukanlah yang satu-satunya.
“Jika kamu mau untuk... menolong seseorang, kamu bisa melakukannya. Bahkan, dengan dua anak kecil yang sebelumnya, sebagai contohnya.”
“Itu—a-aku bisa...tapi.” Priestess menjadi gelisah kembali. Dia mencondongkan tubuhnya kedepan di kursinya, namun tidak ada suara yang dapat keluar dari bibirnya. Yang akhirnya membuat dia bergumam yang tidak jelas.
“Hee-hee.. ada begitu, banyak jalan, benar? Dan tidak ada, kepastian, memang sangat sulit...” Dia menepuk kepala priestess yang sedang menggerutu. “Maafkan aku.” Priestess menyadari bahwa aroma wangi asap tersebut sangat menenangkan jiwa.
“Paling tidak... jika kamu, ingin menemaninya, biarkanlah, itu menjadi, keputusanmu sendiri. ”
Jika kamu memaafkan perkataanku.
Dengan itu, witch berdiri dengan gerakannya yang anggun seperti saat dia duduk
“Oh..”
“Sampai jumpa lagi. Aku percaya, bahwa kamu punya, sebuah kencan—maafkan aku, petualangan—dengannya.” Dan dengan lambaian tangan kecil, dia berjalan. Pinggul bergoyang, dan hilang di keramaian.
“Keputusanku sendiri...”
Sendiri lagi, priestess menggenggam lembut cangkir yang ada di tangannya.
Kehangatan yang dia rasakan sebelumnya sudah hilang.
*****
Seketika mereka memasuki ruangan, sang elf dengan segera melepaskan panahnya dari pundaknya, dan bertanya. “Jadi, apa kamu benar tingkat silver?”
Kursi di ruangan ini di selimuti oleh kain berwarna perunggu, yang mengelilingi sebuah meja yang telah di gosok mengkilat. Rak-raknya terdiri dari tengkorak monster, taring, dan penghargaan para petualang.
“Itu menurut guild.” Amor dan helm kotor goblin slayer sama sekali tidak mencerminkan tingkatannya. Dia duduk di kursi dengan keras.
“Jujur saja, aku nggak percaya.” Elf berkata. Dia duduk di seberang goblin slayer dengan jarak yang cukup dekat dan menggelengkan kepalanya. “Maksudku, coba lihat dirimu sendiri. Aku pernah melihat serangga yang lebih mengintimidasi di banding kamu.”
“Jangan bodoh telinga panjang!” Sang dwarf, dengan senang hati duduk bersila di lantai, dan tertawa mengejek. Walaupun manusia sudah berusaha untuk bersikap sopan kepada bangsa lain, namun kursi mereka terlalu besar untuk dwarf dan rhea. “Sebelum mereka di asah, permata dan metal yang berharga semua terlihat seperti batu. Nggak ada dwarf yang akan menilai sesuatu hanya dari tampilannya saja.”
“Oh, yang benar?”
“Ya, benar! Armor kulit untuk memudahkan pergerakan. Baju besi untuk menghentikan pisau dalam kegelapan,” Dwarf shaman mencoba menilai goblin slayer dengan tatapannya, seakan-akan itulah kewajibannya. Jika berhubungan dengan senjata atau perlengkapan, bahkan anak kecil dwarf pun lebih banyak tau di bandingkan dengan penjaga toko yang sudah bepengalaman. “...Helmnya, juga sama. Sebuah pedang dan perisai kecil, mudah di gunakan di tempat yang sempit.”
 Goblin slayer tidak berkata apapun.
Elf memperhatikan goblin slayer penuh curiga.
“Paling tidak dia bisa mencari equipment lain yang lebih keren.”
“Item yang bersih berbau metal.” Goblin slayer berkata. Sebuah nada tidak senang terdengar di suaranya. Goblin memiliki penciuman yang baik.
“Ya tuhan. Kalian penghuni hutan begitu mencintai panah kalian, kalian nggak akan pernah menyadari jika sebuah pedang menusuk leher kalian.”
“Ergh...” Elf mengeratkan giginya mendengar celotehan dwarf. Perkataan dwarf memang keras, tapi dia tidak salah. Berburu adalah hal yang natural bagi elf layaknya bernapas. Archer ini, sebenarnya mengetahui sedikit banyak tentang menyamarkan bau. Tapi dia termasuk sangat muda di antara elf lainnya, dan baru saja meninggalkan rumahnya akhir-akhir ini. Beberapa tahun yang telah dia jalani di dunia yang luas ini hanyalah sekejap saja bagi elf. Dia masih kurang pengalaman.
Sang dwarf membelai jenggotnya dengan wajah penuh percaya diri. “Hidupku ini sudah lebih panjang darimu telinga panjang. Kenapa kamu tidak coba belajar sedikit dari orang yang lebih tua?”
“Hmph.” Elf menyipitkan matanya, layaknya seekor kucing yang mengincar tikus.
“Umurku dua ribu tahun,” Katanya. “Berapa umurmu kamu bilang?”
Dwarf tidak mengatakan apapun dalam jeda yang cukup panjang, dan akhirnya. “Seratus tujuh tahun.”
“Ohohoho.... ya ampun.” Elf tersenyum mengejek, dwarf membelai jenggotnya merasa malu.
Perdebatan ini terlihat akan berlangsung cukup lama, dan ketika goblin slayer berpikir untuk meninggalkan mereka, lizard priest memberikan sebuah lambaian menyudahi.
“Kalian berdua, hentikan pembicaraan mengenai keunikkan kalian. Kalian mempermalukan mereka yang tidak dapat mengukur hidupnya dalam abad.” Dia bersandar pada dinding. Lizardman tidak duduk di kursi manusia, itu karena, ekor mereka akan menghalangi.
“Sekarang, apa yang kalian inginkan dariku? Sebuah quest?” Goblin slayer selalu blak-blakan seperti biasanya.
“Ya, begini.” Elf berkata. Wajahnya menjadi muram. “Aku yakin kamu tau bahwa jumlah demons yang ada di sekitar ibu kota semakin bertambah....”
“Nggak, aku nggak tau.”
“Ini merupakan sebuah tanda kebangkitan roh jahat semakin mendekat. Mereka ingin menggunakan sebuah pasukan demon untuk menghancurkan dunia!”
“Begitu.”
“....Dan kami berharap, dengan bantuanmu....”
“Cari orang lain.” Dia berkata terus terang. “Jika bukan goblin, aku nggak peduli.”
Wajah elf menegang. “Apa kamu ngerti apa yang aku ucapkan?” Dia bertanya dengan emosi kemarahan yang terdengar di suaranya. Telinga panjangnya yang berbentuk seperti daun bergetar. “Sebuah pasukan demon sedang datang, dan kita sedang membicarakan nasib dunia!”
“Ya, aku mendengarmu.”
“Kalau begitu, kenapa—?”
“Sebelum dunia berakhir, para goblin akan mengakhiri lebih banyak desa.” Goblin slayer berkata dengan suaranya yang terdengar mekanikal. Seakan-akan ingin berkata. Inilah segalaku, inilah tujuanku. “Kita tidak bisa menghiraukan goblin hanya karena dunia sedang dalam bahaya.”
“Gimana kamu—?!” Elf menendang sebuah kursi, Wajahnya yang putih menjadi merah marah. Dia menyondongkan tubuhnya di atas meja untuk mencengkram armor goblin slayer. Dwarf lah yang menghentikkan elf.
“Tunggu dulu telinga panjang, pikirkan dampak dari apa yang akan kamu lakukan.”
“Apa maksudmu, dwarf?”
“Kita nggak bisa datang kesini dan seenaknya memintanya untuk melakukan sesuatu. Seorang platinum mungkin saja bisa, tapi kita nggak.”
“Y—yah, ya, tapi...”
“Nggak ada tapi-tapian, tenangkan dirimu. Mari kita berbicara dengan santun.” Dia menegur elf dengan sebuah lambaian tangan kecilnya.
“.....Baiklah.”  Kata elf jengkel. Dan kembali duduk di kursinya. Melihat ini dan melihat itu, goblin slayer sepertinya tidak merasa terganggu oleh kejadian ini. Dwarf tertawa lega.
“Dia memang muda, tapi dia memanglah beard-cutter! Pendiriannya sekeras batu.”
“Kalau begitu,” Lizard priest berkata. “Kalian tidak keberatan jika saya menawarkan quest ini kepadanya?”
“Nggak ada masalah buatku.” Dwarf berkata sambil membelai jenggotnya. “Lebih baik dia daripada seorang pengecut.”
“Tuanku goblin slayer, mohon jangan berprasangka buruk terhadap kami. Kami datang kemari, memang bermaksud meminta bantuan anda untuk membasmi para iblis kecil itu.”
“Jadi begitu, jadi kalian sedang membicarakan goblin.” Goblin slayer berkata. “Kalau begitu, aku menerimanya.”
Hening.
“Dimana mereka? Ada berapa jumlah mereka?”
High elf archer terlihat sedikit tercengang, mata lizard priest melebar, dwarf tertawa terbahak-bahak.
“Hahaha. Kenapa terburu-buru seperti itu bocah? Apa kamu nggak ingin dengar kelanjutan cerita scaly?”(TL Note: Scaly yang di maksud disini adalah lizardman)
“Tentu saja.” Goblin slayer mengangguk tegas. “Informasi sangatlah penting. Aku perlu tau ukuran sarang mereka, apakah ada shaman? Bagaimana dengan hob?”
“Saya mengira anda akan bertanya mengenai hadiah terlebih dahulu.” Lizard priest berkata. Lidahnya menjulur keluar dan menyentuh hidungnya. Itu terlihat seperti berusaha menyembunyikan wajahnya malu. “.....Untuk memulainya, seperti yang telah di terangkan sebelumnya oleh rekan saya yang rendah hati, ada sebuah pasukan demon yang siap menyerang.”
Hening.
“Salah satu dari demon lord yang tersegel, kini telah bangkit dan berusaha untuk menghancurkan kita semua....”
“Nggak tertarik.” Goblin slayer berkata. “Hal yang sama terjadi sepuluh tahun yang lalu.”
“Hmm, saya juga awalnya berpikir bahwa ini tidak ada sangkut pautnya dengan saya.” Lizardman memutar matanya muram.
Bermacam variasi ekspresi dapat terlihat di wajah elf di saat mereka berdua sedang berbicara. Ini orang sulit di percaya. Elf memandang dengan marah kepada goblin slayer, namun wajah dan ekspresinya tersembunyi di balik helmnya.
“Oleh karena itu,  pemimpin kepala suku kami, semua raja para manusia, dan pemimpin para elf dan dwarf mengadakan konfrensi.”
“Rhea kurang cocok untuk sebuah pertarungan, karena itu tidak ada rhea di antara kami—akan tetapi, kamilah perwakilan yang mereka kirimkan.” Dwarf berkata dengan bangga sambil menepuk perutnya. “Karena kami petualang, kami melakukan ini semua demi dunia dan tingkatan kami sebagai hadiahnya!”
“Sepertinya kita akan menuju ke sebuah pertempuran besar.” Walaupun kamu tidak peduli. Elf sepertinya sudah menyerah.
Dwarf melanjutkan, membelai jenggotnya. “Masalahnya adalah, makhluk-makhluk kecil busuk itu mulai semakin aktif di lahan para elf akhir-akhir ini.”
“Apa ada champion atau lord yang muncul?” goblin slayer bertanya.
Dwarf menjawab. “Mungkin.”
Telinga elf bergerak ketika mendengar sebuah kata yang asing baginya. “Champion? Lord? Apa itu?”
“Pahlawan para goblin. Raja para goblin. Anggap saja mereka adalah tingkat platinum para goblin.” Goblin slayer melipat tangannya, di ikuti dengan “Hmmm.” Panjang. Dia terlihat sangat serius. Elf mengira bahwa dia sedang memikirkan sesuatu. Setelah jeda panjang, dia berkata.
“Informasinya belum cukup, Lanjutkan.
“Berdasakan investigasi kami, kami menemukan sebuah sarang yang sangat besar.... tapi, anda pasti tau, politik....”
“Pasukan militer nggak mau bergerak hanya karena goblin. Sudah biasa.” Menebak pikiran lizardman, goblin slayer seperti bertanya dan ingin memastikan pada saat yang bersamaan.
“Raja para manusia melihat kami sebagai sekutu, tapi tidak sederajat dengan mereka.” Elf berkata, pundaknya tegang. “Jika kami membawa pasukan kami kemari, mereka akan berpikir bahwa kami sedang merencanakan sesuatu.”
“Karena itulah party petualang ini di bentuk... Tapi hanya kami saja tidak akan sanggup untuk menangani semuanya.”
“Jadi, orcbolg.... Di antara semua yang ada, kami memilihmu.”
“Pemilihan kata-kata telinga panjang ini memang sesuatu sekali.” Dwarf berkata dengan tawa kecil. Elf melotot kepadanya, namun dengan cepat melihat ke arah lain.
“Kalian punya peta?” goblin slayer berkata dengan tenang.
“Ini.” Lizardman mengambil sebuah gulungan peta dari lengan bajunya, dan memberikkannya kepada goblin slayer. Goblin slayer membuka gulungan itu dengan tangannya yang kasar. Peta itu di gambar dengan menggunakan sebuah pewarna di atas kulit pohon. Tampilan yang abstrak namun terperinci ini adalah pemetaan bangsa elf yang khas.
Peta itu menggambarkan sebuah lahan yang tandus dengan bangunan yang terlihat kuno. Goblin slayer menujuk pada struktur itu.
“Reruntuhan?”
“Mungkin.”
“Jumlah?”
“Yang kami ketahui hanyalah sarangnya yang sangat besar.”
“Aku akan berangkat dengan segera. Bayar aku sesuka kalian.” Goblin slayer mengangguk, menggulung peta itu dengan santai, dan berdiri. Memasukkan petanya, kemudian melakukkan pengecekan cepat terhadap perlengkapannya dan kemudian berjalan menuju pintu.
Elf menjadi gelisah. “Tu-tunggu dulu!” Telinganya berkedut, dan menyondongkan tubuhnya di atas meja sepeti sebelumnya. “Kamu terdengar seperti akan pergi kesana sendirian.”
“Memang.”
Elf mengkerutkan dahinya dan berpikir. Kamu ini bercanda ya?
Lizardman mengeluarkan suara yang menarik. “Ini hanyalah berdasarkan pengamatan saya yang rendah hati, tapi apakah pendeta ibunda bumi itu adalah member party anda tuanku goblin slayer?”
“Apa kamu mau melawan mereka sendirian?” Elf berkata. “Apa kamu gila?”
Goblin slayer berhenti melangkah dan menghembuskan nafas pelan. “Ya.”
Dan tanpa mengucapkan kata lain, dia berjalan keluar ruangan meeting.
Pertanyaan mana yang dia jawab, mereka tidak ada yang tau.
Tidak mungkin mereka mengetahuinya.
*****
Tarik napas, buang napas. Dia berhenti beberapa saat, dan kemudian berjalan dengan sigap menuruni tangga dan berjalan menuju meja resepsionis. Perkataan yang di ucapkannya selalu sama dengan yang sebelumnya keluar dari bibirnya:
“Goblin.”
“Jadi mereka datang untuk menawarimu quest!” Gadis guild terlihat ceria di tengah-tengah pekerjaannya.
Berada di dekatnya spearman menjentikkan lidahnya. Dia baru saja ingin berbicara dengan gadis guild.
“Quest macam apa? Aku akan membuat catatannya.”
“Lizardman itu akan memberitahumu rinciannya. Aku akan pergi keluar, tapi aku butuh uang. Berikan hadiahku dari quest yang sebelumnya.”
“Hmmm... tapi kamu belum membuat laporannya... Tapi aku rasa kami bisa membuat pengecualian untukmu tuan goblin slayer.” Gadis guild menambahkan “Cuma antara kamu dan aku saja ya.” Dia menandatangai selembar kertas dan mengambil sebuah kantong kulit dari dalam brangkas. Hadiah yang hampir tidak cukup untuk membiayai satu party porcelain, akan terasa cukup banyak jika kamu melakukan petualangannya seorang diri. Goblin slayer dapat mencukupi kebutuhannya untuk melakukan quest membasmi goblin di karenakan dia bekerja sendiri.
Dia mengambil tumpukan koin kotor itu—yang di kumpulkan oleh hasil jerih payah penduduk desa yang miskin—kedalam dompetnya.
“Berikan sisanya kepadanya.”
“Baik. Tu-tunggu dulu, kamu pergi sendiri? Bukannya dia—?”
“Aku ingin membiarkannya istirahat.”
Hanya itulah yang dikatakannya kepada gadis guild yang tercengang sebelum dia berjalan pergi.
Spearman menatap dia dengan tatapan yang tajam ketika goblin slayer berjalan melewatinya.
“Dia pikir dia siapa sih?”
Tapi goblin slayer tidak mendengar bisikan ejek itu. Dia tidak memperdulikannya. Dia mempunyai hal yang lebih besar untuk di pikirkan.
Sambil berjalan, dia menghitung dalam kepalanya, jumlah persediaannya yang masih tersedia. Dia akan membeli tali, anti racun, potion, minyak, dan beberapa barang konsumabel. Setelah dia keluar dari aula guild, dia juga perlu pergi ke suatu tempat untuk mempersiapkan persediaan pangannya. Dia perlu menghemat tenaganya. Perlengkapan kemah bukanlah suatu masalah, selama dia berpergian sendiri, dia bisa beristirahat di mana saja. Jika apa yang tertera di gulungan peta benar—
“Tuan goblin slayer!”
Di saat dia akan keluar pintu aula guild, dia mendengar sebuah langkah kaki yang ringan berusaha mengejarnya. Dia mendengus.
“Um—it-itu tadi quest kan?”
Dia adalah priestess.
Jarak dia dari kursinya dengan pintu keluar aula guild tidaklah jauh, akan tetapi dia terlihat begitu lelah setelah berlari. Dia bernapas berat dan wajahnya memerah.
“Ya.” Dia berkata. “Membasmi goblin.”
“Sudah... ku duga.” Priestess tersenyum lega. Dia hampir tidak bisa mengikuti goblin slayer yang selalu datang dan pergi secara tiba-tiba. Meskipun begitu, dia memegang tongkatnya dengan semangat. “Kalau begitu, biar aku—”
“Nggak.” Goblin slayer memotong pembicaraannya dengan dingin. “Aku akan pergi sendiri.”
“Apa!?” suara priestess meninggi mendengar suara goblin slayer yang tenang.
Setiap mata di aula guild memandang mereka  Di kala mereka mendengar teriakan kecil itu. Beberapa bergumam “Oh, cuma goblin slayer.” Kemudian mengalihkan pandangannya.
Tetapi priestess menatapnya tanpa bergeming. Melemparkan perkataannya. Dia tidak akan pergi sendiri. Dia tidak peduli jika goblin slayer selalu kembali pulang. Dia tidak akan pergi sendiri.
“Paling tidak—paling tidak kamu bisa membicarakannya bersama ku sebelum kamu memustukan—”
Goblin slayer memiringkan kepalanya kebingungan.
“Bukankah sekarang kita berbicara?”
Priestess berkedip.
“I-iya..aku rasa kita sedang bicara....”
“Aku rasa begitu.”
“Ahh...” Siapa yang bisa menyalahkan desahan yang keluar dari mulutnya pada saat itu?
“Tapi, itu tidaklah ada artinya jika aku nggak memiliki sebuah pilihan dalam pembicaraan itu.”
“Benarkah?”
Dia benar-benar sulit di percaya
“Aku ikut denganmu.” Dia berkata penuh keberanian dan tanpa rasa ragu.
Dari balik helmnya, goblin slayer melihat mengarahnya. Helmnya yang kotor terpantul di bola mata priestess.
“Aku nggak bisa meninggalkanmu sendiri.” Katanya.
Mata mereka berdua bertemu, mereka berdua diam dalam waktu yang cukup lama.
“.....Lakukan sesukamu.” Akhirnya goblin slayer menyerah, dia terdengar sedikit jengkel.
Tapi priestess yang memegang tongkatnya dengan kedua tangan, tersenyum layaknya bunga yang mekar.
“Terima kasih.”
“Kalau begitu ambil hadiahmu.”
“Oke! Tunggu disini sebentar... hey, gimana dengan laporan kita?”
“Kita bisa lakukan nanti.”
“Baiklah!”
Goblin slayer berdiri di pintu dan menunggu priestess yang berlari. Dari lantai dua, wajah yang tak asing memerhatikan priestess. High elf archer, dwarf shaman, dan lizard priest saling melihat satu sama lain. Seseorang menghembuskan nafas kecil
“Bahkan kita pun tau apa yang sedang terjadi disini. Gadis itu menjanjikan.” Dwarf adalah yang pertama menuruni tangga, membelai jenggotnya.
“Sungguh memalukan bagi diriku sebagai yang menawarkan quest, jika saya sendiri tidak membantunya untuk menyelesaikannya.” Lizardman yang berikutnya turun di ikuti dengan anggukan, menggabungkan tangannya mengarah kepada elf. Dia menuruni tangga secara perlahan, ekornya berayun ke kiri dan kanan.
Sang archer terdiam, dia tidak bisa berkata apa-apa.
Orcbolg, petualang pembasmi goblin, ada tepat di depan matanya, tetapi dia tidaklah seperti yang elf bayangkan. Dia tidak bisa memahami jalan hidup goblin slayer. Goblin slayer sangatlah asing bagi elf.
Apa kamu akan berhenti begitu saja hanya karena sebuah kejutan yang kecil?
Sang elf tertawa. Bukankah dia pergi dari hutan untuk mencari hal-hal seperti ini?
Dia memeriksa panahnya, dan mengamankannya di pundaknya.
“Ya ampun, bukannya kalian harus menghormati orang yang lebih tua?”
Dengan itu, dia menuruni tangga dengan langkahnya yang ringan.
Kalian tau, party sering sekali terbentuk dengan cara yang tidak terduga.