BAB 10
(Translater : Fulcrum)

Lina telah dengan tegas menolak adanya hubungan antara penyebab kebocoran eksperimen black hole mikro dengan Humanist.
Tatsuya juga merasa kalau pendapat Lina benar.
Walau begitu, seolah-olah mengejek mereka berdua, aksi diskriminasi terhadap penyihir yang berasal dari Humanist menjadi gelombang besar yang menerpa benua Amerika Utara dari timur hingga ke barat.
Hanya masalah waktu sebelum gelombang ini meliputi seluruh dunia.
Tiga bulan lagi sudah akhir musim, musim dingin akan segera tiba.
◊ ◊ ◊
Ini bisa disebut diplomasi, setingkat dengan diplomasi kapal perang[1] atau diplomasi balik layar.
Aliansi besar membentuk keseimbangan kekuatan di era ini dengan membentuk kerangka diplomasi, mengadakan konferensi dan kegiatan-kegiatan diplomatis; namun, itu tidak berarti diplomasi kapal perang dan diplomasi balik layar rahasia telah hilang. Kegiatan-kegiatan diplomatis tesebut tidak akan sukses tanpa adanya diplomasi balik layar rahasia saat mengadakan persiapan awalnya; mereka yang terlibat didalamnya merubah status mereka dari ornamen diplomasi menjadi pelaku diplomasi, yang secara diam-diam merubah dunia sekarang.
Di era apapun, di negara manapun.
Benih-benih konspirasi tidak dapat dihilangkan dari dunia ini.
Malam ini juga sama.
Di negara ini juga.
“….Demi Tuhan, kelompok fanatik ini tak bisa dihentikan.”
“Hahaha….. Mudah sekali untuk membuat kelompok-kelompok seperti itu bergerak, tapi susah mengendalikannya.”
Dua pria paruh baya, duduk berseberangan, menghadap satu sama lain sambil mengenakan setelan, namun orang yang menyajikan sake itu berketurunan Eropa, bukan Asia.
Mungkin dia sudah tinggal di Jepang untuk waktu yang lama, atau mungkin itu hanya pandangan orang saja, atau mungkin ini hasil dari pendidikannya, tapi dia menuang cairan transparan dari botol ke mangkuk kecil itu dengan anggun, dia sedang menuangnya ke cangkir sake selagi mengikuti etiket dalam meminum sake.
“Saat kuperhatikan ulang, aku bingung pada sake kualitas tinggi ini, yang disebut Seishu…… meski tidak disuling, sake ini tidak berwarna dan sangat jernih.”
Tentu saja, dia tidak lupa memasukkan kalimat sindiran terhadap negara lain.
“Tidak, tidak, kalau dibandingkan dengan red wine, tidak diragukan lagi pasti kalah. Tentunya, aku hanya bermaksud untuk mempersiapkan apapun yang memuaskan keinginanmu.”
Orang yang sedang dipuji tidak lupa untuk menunjukkan kerendahan hatinya.
Kesamaan yang dimiliki orang-orang ini adalah mereka tidak pernah menunjukkan apa yang sebenarnya mereka pikirkan.
“Itu kebenarannya…. Ini enak sekali sampai aku hampir memustuskan untuk mabuk hari ini, tapi karena kelompok fanatik yang kusebutkan sebelumnya tidak pernah berhenti melanggar hukum, aku tidak bisa menganggapnya enteng.”

“Aku tidak bisa membalas budi atas pengertian khusus yang telah kau berikan pada keamanan orang-orang kami selama tinggal di negaramu.”
Nada bicaranya tidak berubah. Senyuman kecil di wajah mereka tetap sama. Walau begitu, jika ada orang lain yang melihat mereka berdua, orang itu pasti akan menyadari adanya atmosfer yang aneh sejak awal.
“Tidak, tidak, ini biasa saja. Karena kelompok fanatik yang kau sebutkan tidak bisa dijadikan alasan….. Contohnya saja, tidak peduli bagaimana cara kita menjelaskannya, mereka tidak akan mendengarkan karena ledakan yang menyapu Pasukan Great Asian Alliance adalah hasil dari sihir buatan saintifik dan bukan ulah hal-hal supranatural.”
“‘Mereka tidak akan mendengarkan’ bukanlah alasan saat kau tidak bisa melindungi pengunjung asing dibawah pengawasanmu……. Aku kasihan terhadapnya.”
Dua lelaki itu memiringkan botol mereka satu sama lain dan meneguknya dari cangkir sake mereka bersama-sama, seperti yang telah mereka rencanakan.
“Kau mungkin akan menganggapnya lucu saat mendengarnya, tapi kalau saja aku dapat menjelaskan kejadian ‘Ledakan Dahsyat’ secara umum saja, maka aku rasa mereka pasti akan mereda.”
“……Kau mungkin juga akan menganggap apa yang akan kukatakan lucu, tapi militer sedang mempertahankan semua informasi mengenai senjata yang digunakan di ujung selatan Semenanjung Korea. Tidak peduli seberapa rahasia informasi itu, kontrol publik adalah prinsip demokratis yang paling dasar….. kenapa para tentara bersikeras akan itu?”
Saat itu juga mata mereka bertemu, berkilau; sesaat setelahnya, mereka berdua tersenyum berseri-seri.
◊ ◊ ◊
“Semuanya seperti yang baru saja kau dengar.”
Fujibayashi menghentikan jalannya rekaman percakapan tersebut dan mengangkat kepalanya.
“Akhir-akhir ini, bahkan diplomat kita sepertinya sudah tidak melakukan apa-apa lagi. Seperti yang diduga, mereka mungkin dapat mengerti betapa pentingnya dan langkanya seorang penyihir ‘Kelas Strategis’.”
“Ada yang lain?”
Fujibayashi memiringkan kepalanya dan memasang wajah bingung pada Tatsuya, yang sedang ragu-ragu untuk mengatakan sesuatu, untuk memaksanya melanjutkan apa yang dimaksudnya.
“……Selain itu, aku yakin ini berhubungan dengan kehormatan Kementerian Luar Negeri. Tiga tahun yang lalu, kita sedang berada dalam invasi sepihak; mereka dicap sebagai ‘pengecut’ oleh seluruh Jepang, meskipun mereka sudah berusaha sekeras mungkin untuk mencapai solusi non-militer, usaha itulah yang membuat mereka terlihat bodoh.”
“Asian Alliance yang melakukannya….?”
Menjelaskan hal ini kepada Fujibayashi terasa seperti ‘menceramahi Buddha’, tapi kelihatannya Miyuki tidak mengerti hal itu.
Yah mau bagaimana lagi, bahkan Tatsuya saja sadar kalau ini seharusnya adalah suatu pengetahuan umum.
“Jepang dan USNA bersekutu, tapi disaat yang sama, kalau masalah area Pasifik Utara, mereka menjadi saingan. Kalau Jepang sedang melemah, USNA akan diuntungkan.”
Melihat Miyuki mengangguk kecil, Tatsuya melanjutkan penjelasannya.
“Disisi lain, walaupun Asian Alliance adalah sebuah negara besar, mereka tidak memiliki kekuatan untuk berhadapan langsung dengan aliansi Jepang-Amerika. Selain itu, mereka tidak sedang dalam keterpurukan sampai-sampai perlu bertaruh seperti itu. Karena itu, mengapa Asian Alliance dengan ceroboh menginvasi Yokohama?”
Tatsuya memberikan penjelasannya untuk memberi Miyuki waktu berpikir. Dia tidak ingin adiknya hanya menjadi ‘patung’.
“Disaat yang sama Asian Aliiance tidak memiliki kekuatan untuk mengalahkan Jepang dan Amerika…. Walaupun Jepang bersekutu dengan Amerika, mereka pikir akan lebih mudah bagi mereka kalau Jepang sedikit lebih lemah daripada sekarang……….”
Didalam hati, Miyuki diam-diam berkata ‘aha’ saat dia mengerti konsepnya.
“Tak bisa dipercaya……. Asian Alliance dan USNA diam-diam berkolusi?”
Senyum puas Tatsuya berkata, ‘Selamat’ dan Fujibayashi, yang sedang melihat mereka berdua, memasang sebuah seringaian di wajahnya.
“Kata berkolusi mungkin terlalu berlebihan, tapi aku rasa ada semacam kerja sama yang sangat tinggi antara mereka.”
Tatsuya mengarahkan tatapannya pada Fujibayashi, dan seringaiannya menghilang dengan sedikit anggukan setuju.
“Contohnya, sesuatu seperti USNA sengaja menunda pengerahan pasukan Pasifik saat invasi militer Asian Alliance.”
Respon Fujibayashi pada balasan Tatsuya cukup positif.
“Mungin tujuan militer Asian Alliance bukanah menduduki wilayah ataupun merusak fasilitas pemerintah; bukankah tujuan mereka lebih seperti menculik ahli teknik dan mencuri teknologi?”
“Bisa jadi seperti itu. Kalau kita mempertimbangkan wilayah dan kekuatan militer, maka mereka tidak bisa berharap lebih dari itu. Kalau mereka belum mengerahkan pasukan, aku yakin mereka sudah siap gagal. Akibatnya, mereka tidak peduli walaupun berada dalam posisi tidak mengenakkan.”
“Seperti yang mereka katakan, burung yang tidak bersuara tidak akan tertembak. Kalau kau menakuti ular dengan menyodok semak-semak, maka kau akan terluka, hal itu menggambarkan diri kita.”
Tatsuya mempertahankan ekspresi datarnya, tapi,
“Opini pihak yang paling terlibat dari masalah ini diduga dipenuhi banyak emosi.”
Tampaknya Fujibayashi tidak akan membiarkan Tatsuya begitu saja.
“Kalau begitu….. sudah waktunya aku pergi. Walaupun kita berkata kalau ini adalah ‘wawancara pra-penerimaan’, rasanya aneh bagi seorang tentara untuk berada di rumah warga sipil untuk waktu yang lama pada hari Minggu.”
“Terima kasih atas waktumu hari ini.”
Tatsuya bangkit berdiri di waktu yang sama dengan Fujibayashi untuk menyampaikan rasa terima kasihnya.
Dia tidak mencoba untuk terlalu serius atau merendah. Walaupun dirinya sendiri tidak sadar akan itu, pikiran kalau ‘karena Miyuki menikmatinya jadi aku tidak perlu terlalu formal’ terlintas di kepala Tatsuya.
Saat Tatsuya mengantarnya ke pintu, Fujibayashi memasukkan tangannya ke dalam tasnya selagi berkata ‘Oh, ya’. Sebenarnya, dia tidak melupakannya dari tadi; tentu saja, ini hanya pura-pura.
Apa yang dikeluarkannya adalah sebuah kotak kecil yang terbungkus dengan indah.
“Ini, ini masih dua hari lebih cepat tapi ini giri chocolate[2]-mu.”
Giri, ya?”
Dia benar-benar blak-blakan tentang ketidaktepatan waktunya.
Menyebutnya giri chocolate hampir terdengar seperti lelucon, tapi Tatsuya tahu dengan baik kalau Fujibaashi bukanlah tipe orang yang senang mencari jalan pintas, jadi itu bukanlah suatu masalah.
“Apa kau tidak senang kalau ini giri?”
Fujibayashi tertawa nakal.
Seketika, mata Miyuki diwarnai cahaya tajam.
“Tidak, jangan bercanda.”
Tapi Tatsuya menjawab dengan normal, cahaya itu benar-benar menghilang seolah-olah itu hanyalah ilusi optik.
Suara tawa seorang wanita muda dapat terdengar saat mereka berbincang-bincang bersama di jalan menuju pintu, tapi Tatsuya dan Miyuki kembali ke ruang keluarga dengan wajah seolah-olah tak terjadi apa-apa.
◊ ◊ ◊
Ada kesan yang dalam kalau perang yang merubah negara-negara (Perang Dunia III) ikut merubah tren budaya di negara ini secara keseluruhan.
Walau begitu, sebenarnya perubahan ini tidak terlalu besar; banyak kebiasaan-kebiasaan ‘dangkal’ yang masih bertahan.
Salah satunya, hari Valentine, yang jatuh pada esok hari. Sebenarnya, hal-hal seperti ‘hari St. Valentine’ seharusnya bukanlah sesuatu yang ‘dangkal’; cokelat dan hadiah tidak lebih dari taktik perusahaan permen, dan kebiasaan-kebiasaan yang lain kurang mampu mempengaruhi orang-orang untuk meninggalkan kebiasaan ini. Walaupun sadar akan hari itu, para anak muda masih tetap fokus pada kesibukan masing-masing.
Besok adalah hari Valentine, dan keributan akan memenuhi SMA 1 sepanjang hari. Jika diingat-ingat lagi, para penyihir (seharusnya) juga seorang gadis biasa.
“………Mitsui-san, tidak apa-apa kok kalau kau mau pulang sekarang, sungguh.”
Sepulang sekolah, di ruangan OSIS.
Untuk sesaat, suara error terdengar berulang kali.
Azusa bukannya terganggu dengan Honoka, yang berulang kali melakukan kesalahan; dia mengatakannya karena dia khawatir kalau Honoka mungkin sakit atau semacamnya.
“Tidak apa-apa, Honoka. Lebih baik kau sudahi saja untuk hari ini.”
Orang yang menyatakan hal tersebut dengan mata birunya adalah Lina, yang dijadikan anggota OSIS sementara. Identitas asli Lina disembunyikan dari siswa biasa seperti Azusa dan Isori, tapi dia tidak bisa menyembunyikan keberaniannya.
Jelas sekali bahkan bagi Honoka, kalau dirinya, akan lebih baik kalau dia pulang sekarang; tapi,
“Tidak, aku baik-baik saja.”
Walaupun dia jelas-jelas sedang dalam kondisi yang buruk, Honoka dengan tegas menjawab seperti itu.
……Karena dia sadar penyebab dari buruknya kondisinya, dia malu melihat mereka sampai mengkhawatirkan dirinya; karena itu, gadis keras kepala ini tahu kalau dirinya memberi kesan kalau ia memaksakan dirinya sendiri karena rasa tanggung jawab kerja yang tinggi, yang mana hanya akan membuat mereka makin khawatir dan membuat dirinya sendiri merasa makin tidak enak.
“Mitsui-san, aku rasa tidak apa-apa kalau kau merasa bertanggung jawab, tapi tidak ada salahnya untuk beristirahat.”
Walaupun dia berbicara seperti itu kepada Isori, Honoka tidak berkata ‘Ok, aku akan beristirahat’ sampai Miyuki membuatnya kalah bicara.
“Honoka, bukankah lebih baik kau tidak memaksakan dirimu. Tidak peduli seberapa keras kau mencoba, kau tidak akan mungkin menyelesaikannya hari ini, bukan?”
Miyuki juga, di depan mereka, menunjukkan wajah yang sangat khawatir. Sebagai seorang gadis yang kecantikan misterius yang dapat membuat manusia lupa kalau dirinya adalah manusia memasang wajah seperti itu selagi mengatakan perasaannya, Azusa, Isori, dan Lina hanya bisa menganggukkan kepala mereka ‘Itu benar’.
Meski begitu, Honoka sadar kalau Miyuki telah mengetahui penyebab dari kondisinya yang buruk, jadi baginya, ini adalah suatu komentar yang mengganggu. Terutama bagian ‘kau tidak akan mungkin menyelesaikannya hari ini’.
“Jadi begitu….. Um. Kalau begitu…..”
Setelah menunjukkan sedikit keraguan, Honoka dengan antusias berdiri dan dengan penuh energi menunduk.
“Aku benar-benar minta maaf! Tolong maafkan aku karena pulang lebih cepat. Kalau begitu mulai besok, aku akan bekerja keras lagi!”
“Ya, kita akan bekerja keras besok.”
Miyuki memberikan jawabannya kepada Honoka, mendahului (mengabaikan) jawaban dari dua senpai. Azusa merasa kalau ada hal yang sedikit aneh dari Honoka tidak menggunakan kata ‘juga’ untuk menandakan usaha yang ditunjukkannya hari ini akan sama dengan usaha yang akan dilakukannya besok, tapi hanya Honoka, sendiri lah, yang dapat mengerti apa dimaksudnya.
Saat dia menundukkan kepalanya dan permisi, pipi Honoka memerah saat dia tergesa-gesa pergi.
◊ ◊ ◊
“…….Honoka pulang lebih awal karena itu.”
Miyuki menjelaskannya kepada Tatsuya saat mereka berjalan pulang dari sekolah ke stasiun.
“Oh……. Mungkin dia sedang bersiap-siap untuk besok.”
“Tidak salah lagi.”
Miyuki mengangguk, sangat yakin, dan wajah Tatsuya mulai terlihat seolah-olah dia merasa tidak nyaman.
“Karena Honoka adalah tipe orang yang akan berusaha keras dalam hal seperti ini…..”
“Apa kau senang, Onii-sama?”
Dia tidak cemburu, Miyuki menanyainya dengan nada nakal; tidak sedang ingin diganggu, Tatsuya mengangkat bahunya sebagai jawaban.
“Daripada senang, aku merasa bersalah. Walaupun aku dapat memberi sesuatu sebagai balasannya, aku tidak akan bisa memberikan sesuatu yang penting baginya.”
Miyuki dengan malu-malu merangkul lengan Tatsuya saat dia membisikkan sesuatu pada Miyuki dengan nada serius.
“….Tolong jangan dipikikan. Berdua Honoka dan aku dengan sepenuh hati hanya ingin Onii-sama bahagia.”
“…..Benarkah?”
“Benar, terima saja apa yang diberikannya tanpa ragu-ragu.”
“Umm, maafkan aku mengganggu saat Onii-sama sedang mood, tapi…..”
Tatsuya, dengan Miyuki yang masih menempel pada lengannya, berbalik melihat Lina, yang sedang ragu-ragu memotong pembicaraan mereka; walaupun dia lebih terdengar kesal daripada malu, rasa enggan terlihat di wajahnya.
Mood? Kau mengatakan hal yang tidak masuk akal, Lina.”
“Yang tidak masuk akal itu kepalamu!” itulah yang ingin diteriakkan Lina, dia akan tetap tidak dapat menang melawan Tatsuya menggunakan kata-kata, saat dia sudah menyadarinya.
“Singkatnya, kondisi Honoka sedang buruk karena dia khawatir tentang memberi Tatsuya cokelat untuk besok?”
“Kau memahaminya dengan cukup baik, Lina. Memberi cokelat adalah kebiasaan unik di Jepang, aku rasa.”
Lina telah melihat ke wajah Tatsuya saat dia bertanya, tapi Miyuki menjawab seolah-olah itu normal saja kalau dia yang menjawabnya…... Ini bukan pertama kalinya terjadi, jadi Lina sudah berhenti berpikir ‘Mereka melakukannya lagi’ saat Tatsuya tidak menjawab pertanyaan itu.
“Itu tidak benar. ‘Perempuan memberi cokelat pada hari Valentine’ adalah tradisi terkenal di Jepang. Bahkan di Amerika, banyak perempuan yang menirunya, dan aku sudah mendengarnya dari teman sekelasku selain Miyuki.”
Lina menghadapi Miyuki dengan memberikan jawaban yang entah bagaimana sedikit panjang.
“Hmmmm……… siapa yang akan kau beri cokelat, Lina?”
“Bahkan kau juga menanyaiku, Miyuki……?”
Dari ekspresi tidak senang Lina dapat diketahui kalau banyak orang yang menanyainya pertanyaan itu. Walaupun mungkin penyampaiannya berbeda, pertanyaan seperti ini tetap sama seperti seratus tahun yang lalu dan tidak salah lagi, hal ini tidak akan berubah dalam ratusan tahun ke depan.
“Aku tidak berencana memberi cokelat kepada siapapun.”
“Astaga, bahkan giri? Atau mungkin kau tidak tahu tentang giri chocolate?”
“Aku tahu apa itu giri chocolate.”

“Maka dari itu, bukankah kau akan membuat banyak orang senang kalau kau memberinya, pada orang-orang yang telah membantumu saat kau mulai belajar di sini dan orang lainsemacam itu?”
Lina sedikit melirik wajah Miyuki. Namun, dia tidak dapat membaca apapun selain sebuah rasa penasaran dari ekspresi Miyuki.
“Kalau aku memberi seseorang hadiah dariku sendiri, secara pribadi, banyak masalah yang akan terjadi.”
“Apa begitu? Hidup orang populer memang sulit.”
Nafas Lina berhenti di tenggorokannya saat dia mendengar gumaman Miyuki.
Dia merasa kalau kepopuleran Miyuki bahkan melebihi kekuatan Miyuki, tapi dia sadar kalau itu hanya delusinya saja.
“Kalau masalah orang populer, bukankah jauh lebih populer, Miyuki? Siapa yang akan kau beri cokelat, Miyuki? Kau akan memberi Tatsuya cokelat ‘I Love You’, bukan?”
Sudah jelas kalau Miyuki akan memberikan cokelat cinta sejati kepada Tatsuya, jadi maju dan katakan cintamu kepadanya, karena aku akan benar-benar mengejekmu, pikir Lina, tapi…..
“Apa yang kau katakan, Lina? Onii-sama dan aku bersaudara. Akan aneh kalau aku memberi kakakku cokelat ‘I Love You’, ‘kan?”
“…….”
Aku tidak mengatakan apa-apa karena aku memutuskan untuk mengatakan hal lain, ah ya benar…. Lina berbisik di dalam hatinya.
◊ ◊ ◊
“…….Psst, psst, Izumi, menurutmu apa yang Onee-chan lakukan?”
“Aku rasa…… dia sedang membuat cokelat?”
“Lalu….. kenapa dia tertawa menakutkan……?”
Saat ini mereka sedang menjalani tahun ketiga SMP mereka, Saegusa Kasumi dan Saegusa Izumi, putri kembar dari Kepala Keluarga Saegusa, berbisik-bisik satu sama lain di pintu masuk dapur rumah mereka.
“Dia terlihat……… bahagia. Semacam itu.”
“Tapi, apa itu tidak sedikit aneh?”
Didepan dua pasang mata itu, Mayumi dengan senang sedang memanasi batangan cokelat. Namun, walaupun mereka menyebutnya bahagia, senyuman di wajahnya jelas bukan wajah seorang gadis yang sedang jatuh cinta pada malam sebelum hari Valentine.
“……Kira-kira dia akan memberikannya pada siapa?”
Tawa Mayumi sudah bukan ‘uhuhuhu’ lagi, setelah ‘HuhHuhHuhHuhHu…’ untuk beberapa saat dan sekarang sudah hampir berubah seperti ‘KukKukKukKukKukKu…’. Sebagai orang yang menjadi kakak mereka berlaku seolah-olah sedang berencana meracuni seseorang, saudara kembar itu melihat satu sama lain dengan wajah pucat.
“Kasumi-chan, cokelat yang dipakai Onee-chan, itu kan….”
“Aah, oh ya…. Itu cokelat yang 95% kakao dan 0% gula…..”
Dulu, produk yang bertuliskan berisi 95% kokoa sudah dapat dibeli, tapi apa yang sekarang dijual secara komersil adalah cokelat yang terkuat dan terpahit, dan itu yang digunakan Mayumi sebagai bahan.
“Di situ, tas itu…….”
“Itu bubuk espresso……”
“Onee-chan, kejam sekali……”
◊ ◊ ◊
Sebuah ledakan Psion terjadi di Dimensi Informasi dan segera menabrak sebuah Badan Informasi yang terisolasi.
“Kau setengah-setengah hari ini, jadi kenapa kau tidak menghentikan sesi latihan pagi ini saja.”
“…….Terima kasih.”
Saat Tatsuya sudah mengatur kembali nafasnya dan memberikan tundukan kepada Yakumo, Miyuki segera berlari ke arahnya dan memberinya handuk.
Meski ini ditengah musim dingin, ada banyak sekali keringat di dahi Tatsuya. Setelah menghabiskan beberapa waktu melihat Tatsuya menyeka keringatnya, Miyuki mulai berbicara kepada Yakumo.
“Sensei, aku rasa Onii-sama sangat kelelahan akibat menggunakan Gram Demolition……”
Yakumo melihat mata Tatsuya tepat saat dia akan menjawab pertanyaan itu sendirian, lalu menggelengkan kepalanya menandakan kalau itu tidak apa-apa.
“Kelelahan memang tak dapat dihindari. Karena bagi Tatsuya-kun, Badan Informasi adalah sesuatu yang tidak benar-benar nyata, ‘Pergerakan’ dan ‘Pelepasan’.”
Sejak Senin minggu lalu, Miyuki telah berkata ‘Aku hanya akan menghambat’ dan berhenti melihat latihan ini. Karena hari ini Selasa, sudah seminggu dan sehari sejak Miyuki datang melihatnya, Karena itu, walaupun Miyuki tahu Tatsuya telah menawarkan ‘Bagaimana kalau kita coba temukan sihir baru yang dapat digunakan melawan Parasite’, (saat Miyuki terganggu bahwa Yakumo lah yang membuat tawaran itu) dia belum tahu apa yang terjadi sampai dia bertanya pada Yakumo. Walaupun mereka menyebutnya sihir baru, sepertinya itu hanyalah latihan menggunakan Gram Demolition pada Dimensi Informasi bagi Miyuki.
“Itu….. hasil sampingan dari latihan ini, ‘kan?”
Dia percaya kalau kakaknya adalah penyihir terkuat, tapi dia tahu ada banyak hal yang tak dapat dilakukan kakaknya. Kalau perlu memastikan kemenangan, kakaknya akan membiarkan hati dan tubuhnya terluka, contohnya, memperpendek masa hidupnya, dan Miyuki bermaksud melakukan apapun, bahkan air mata, untuk segera menghentikannya melakukan hal tersebut.
“Tidak, aku rasa bukan seperti itu.”
Jawaban Yakumo segera bertentangan dengan teori Miyuki.
“Karena hanya metode pengenalan milik Tatsuya-kun yang berubah, dia tidak dapat secara langsung mengenai target; dia menemukan koordinatnya dengan membuat tanda dari satu detik hingga tiga puluh dua menit dari samping target, dan dia menghasilkan sebuah peluru yang akan memberikannya pengecualian pergerakan di area yang telah dikuasainya yang terhubung dengan dunia nyata. Benar ‘kan, Tatsuya-kun?”
“Itulah yang kami lakukan, Miyuki. Memutar ke belakang dan ke depan antara berpikir dan merasakan membuatku secara mental…. tidak, itu hanya melelahkan sensitivitasku saja. Jangan khawatir, aku tidak akan membiarkan diriku terkena efek samping.”
“Benarkah……….”
Miyuki tampaknya memastikan penjelasan Tatsuya.
“Jadi, ada kesempatan untuk menyerang Parasite?”
Saat dipandangi oleh adiknya yang matanya berkilauan seolah berkata ‘Seperti yang kuharapkan dari Onii-sama’, Tatsuya tak sengaja menunjukkan senyum terpaksa.
“Tidak.”
“Kalau dia pergi melawan seorang ‘anak’ yang baru lahir, ia mungkin akan menghancurkannya. Tapi dia akan cukup kesulitan untuk melawan seorang ‘dewasa’ yang memiliki pengalaman bertahun-tahun.”
Tatsuya mengeluarkan sebuah tawa terpaksa saat dia menggelengkan kepalnya.
Yakumo memotongnya dan sedikit merendahkan ekspektasinya.
Berkat itu, kakak beradik itu mengakhiri sesi latihan itu tanpa kecanggungan.
Miyuki tidak menemani Tatsuya pagi ini, dia hanya datang untuk memeriksa perkembangan latihan Tatsuya.
Miyuki datang ke kuil Yakumo pada pagi tanggal empat belas Februari tahun lalu dan tahun sebelumnya, jadi ini ketiga kalinya.
Dia mungkin tidak perlu mengatakan kepentingannya.
Saat mereka kembali ke tempat pendeta, Miyuki mengeluarkan sebuah kotak cantik dari tas yang ditinggalkannya disana dan memberikannya pada Yakumo.
“Sensei mungkin hanya menganggapnya sebagai kebiasaan, tapi tolong terima ini. Sensei selalu melakukan banyak hal untuk Onii-sama.”
Saat dia melakukannya, Yakumo menyeringai.
“Tidak tidak, hal-hal yang baik dipertahankan, bahkan jika itu adalah kebiasaan asing.”
Tentunya Tatsuya bukanlah satu-satunya orang yang berpikir kalau ‘Setiap tahun, dia mengatakan hal yang sama, orang ini……….”
“Master, semuanya melihat.”
Namun, Tatsuya lah satu-satunya yang bisa memberikan tatapan dingin kepadanya daripada hanya memasang wajah kaku saja.
“Hmm? Bukankah tidak apa-apa? Ini tindak insentif untuk melatihmu.”
Selain itu, Yakumo tidak berlaku seperti dia menyadari ketidaksetujuan Tatsuya sama sekali.
“Bukankah hubungan seperti ini berbau duniawi?”
“Selama bukan hasrat seksual, maka tidak ada masalah.”
Yakumo berbicara seolah-olah dia meninggalkan hal-hal berbau duniawi, tapi ekspresi wajahnya tidak cocok dengan perkataannya.
Saat Tatsuya mengangkat bahunya ‘Tidak ada yang bisa dilakukan dengan orang ini’, hampir semua murid yang diam-diam setuju dengannya.
◊ ◊ ◊
Sampai setengah abad yang lalu, banyak orang yang menggunakan mobil listrik untuk transportasi, tapi mobil listrik era modern telah lebih unggul, karena memiliki kemampuan untuk memperkirakan waktu kedatangan.
Jika mengingat metode yang digunakan, alasannya masih bisa diterima, tapi mobil listrik tidak punya yang namanya jadwal kedatangan. Biasanya, untuk mencegah kemacetan, ada jangka waktu yang panjang agar mobil listrik datang tanpa terlambat. Lemahnya hukum terkait batas kecepatan dalam rute mobil listrik menjadi alasan dari kedatangannya yang cepat. Meski begitu dapat dibilang sedikit tidak nyaman untuk pertemuan yang sudah ditentukan waktu dan lokasinya.
Saat semester pertama, Tatsuya dan teman-temannya bertemu di stasiun dan berjalan bersama mengikuti arus menuju ke sekolah berkali-kali, tapi akhir-akhir ini kebiasaan mereka berubah menjadi bertemu di kelas.
“Selamat pagi, Tatsuya-san.”
“Pagi, Honoka.”
Tantangan besar ini, mungkin terjadi karena mereka masih muda.
Atau mungkin karena sedang jatuh cinta.
Mungkin dua jawaban itu benar.
“Ah, selamat pagi, Honoka-san.”
“Selamat pagi, Mizuki.”
Dan bagi seorang gadis yang sedang jatuh cinta, tidak boleh ada siapapun yang mengganggu mereka. Tapi karena adanya Miyuki itu sudah biasa, tidak ada yang bisa dilakukan, pikir Honoka.
Namun, siapapun selain Miyuki bukanlah teman lagi tapi hambatan. Tidak, itu karena mereka berteman maka Honoka pikir dia ingin mereka untuk berasumsi berdasarkan tanggal hari ini.
Tentunya, itu ditunjukkannya pada ekspresi wajahnya.
Bisa dikatakan kalau Mizuki merasakan hal tersebut dari perubahan kecil pada ekspresi Honoka.
Mizuki mulai gelisah. Meski dia benar-benar tidak nyaman dengan hal itu, akan terasa sangat anah kalau tiba-tiba dia berkata ‘Aku pergi dulu ya’ atau ‘Aku baru ingat aku harus pergi’ saat ini.
Walaupun dia ingin memenuhi ekspektasi Honoka, di situasi Mizuki tidak dapat bergerak; secara tak terduga, Miyuki lah yang membukakan jalan.
“Mizuki, apa ada sesuatu di seragammu?”
“Eh?”
Tentu saja, setelah tiba-tiba diberitahu seperti itu, Mizuki berusaha memiringkan kepalanya sebisanya, untuk melihat punggungnya.
Tidak ada gunanya membuat seseorang melihat punggungnya sendiri karena sejak awal memang tidak ada apa-apa, itu tidak ada artinya, namun,
“Kau diam saja. Akan kubersihkan. Onii-sama, maafkan aku, bisakah kau pergi dulu. Honoka, kau bisa pergi lebih dulu.”
“Oh, aku mengerti.”
Honoka mengangguk terpesona melihat perkembangan tak terduga ini; Tatsuya mengangguk ringan dan Honoka mengangguk didepannya.
Honoka dengan canggung memaksa kakinya untuk mengikuti Tatsuya dan membalik tubuh bagian atasnya untuk berterima kasih pada Miyuki dengan matanya.
Miyuki mengangguk dengan senyuman kecil.
Kegugupan dan kesenangan Honoka sudah melebihi angan-angannya untuk berjalan berdua bersama ke sekolah. Walaupun Tatsuya berjalan sambil berbincang-bincang dengannya, dia hanya dapat menjawabnya secukupnya. Selain itu, suaranya juga sedikit serak. Berbeda dengan Tatsuya yang berjalan dengan perlahan, kakinya memiliki kesulitan untuk mengikutinya akibat dari kakinya yang tegang, dan dia hampir tersandung ditempat yang tidak ada apa-apa.
Walaupun hanya dia yang menyebutnya demam panggung, tidak diragukan lagi kalau itu memang benar.
Kalau dia masuk ke sekolah seperti ini, perbedaan status antara Golongan 1 dan Golongan 2 akan memisahkan mereka. Honoka juga paham dengan baik kalau kesempatan luar biasa ini akan segera berakhir.
Tidak memanfaatkan kesempatan yang diberikan sama dengan mengkhianati dirimu sendiri terhadap sainganmu.
“Um, Tatsuya-san!”
Tepat saat mereka memasuki gerbang sekolah, Honoka meminta Tatsuya untuk berhenti.
“Apa tidak apa-apa kalau aku berbicara denganmu sebentar!”
Cara bicaranya seperti orang yang berdiri di sebuah acara bersama dengan atasan berkedudukan tinggi atau manager yang beberapa tingkat diatasnya.
“Tidak masalah.”
Bahkan tidak ada sedikit pun rasa kaget yang terlihat dari senyuman hangat Tatsuya saat mengangguk.
“Tolong….. ke sini.”
Dengan hati-hati, seolah-olah tidak ingin menarik perhatian mata orang (yang makin membuatnya menonjol), Honoka memercepat langkahnya ke arah taman bagian luar, diikuti Tatsuya dengan kecepatan yang tidak cepat ataupun lambat.
Dengan wajah yang berkata kalau dia tahu segalanya.
“Kalau begitu, Tachu…..!”
Tempat pribadi di sekolah (yang cocok untuk tempat pengakuan cinta) yang diketahuinya di sekolah adalah dibawah bayang-bayang pohon dibelakang garasi Klub Penelitian Robot. (Namun, tidak ada legenda khusus terkait hal itu.)
Honoka berdiri didepan Tatsuya, dengan bersemangat memegang sebuah kotak kecil di kedua tangannya, dengan semua keberaniannya dan memikirkan kata yang tepat untuk dikatakannya seperti orang bodoh.
Honoka terdiam dalam posisi itu.
Rambut panjangnya, yang diikat menjadi dua ekor kuda, tidak menyembunyikan telinganya yang merah. Kepalanya ditundukkan ke bawah menunjukkan bagian tengah rambutnya, yang mana kulitnya sudah merah sekali.
Dia tidak bisa bergerak sedikit pun. Begitu juga berbicara. Dia tidak dapat maju ataupun mundur. Kedua lengannya gemetaran, hatinya berdebar kencang. Di sisi lain sekolah juga menghasilkan suara yang tidak kalah keras tapi gelombang yang dihasilkan hatinya setara dengan suara itu. Bentuk gelombang itu indah seperti suara ping yang dihasilkan oleh garpu. Menuntun jiwanya yang gemetaran.
“Terima kasih, Honoka.”
Dari kedua tangan Honoka, yang sedang kesulitan akibat semangatnya sendiri dan tidak bisa bergerak, Tatsuya dengan lembut mengambil kotak berisi cokelat itu agar tidak jatuh. Dan sebagai balasannya, dia menaruh sebuah kantung hadiah kecil di tangan Honoka.
Hal tak terduga ini mungkin telah menghilangkan rasa malunya (untuk sementara); Honoka mendekatkan kantung hadiah itu ke dadanya dengan ekspresi kosong di wajahnya.
“Uh, Tatsuya-san, ini……”
“Untuk sementara, ini gantinya. Karena aku akan memberimu yang lain bulan depan, tunggu saja nanti.”
Honoka menyeka air mata yang menetes dari matanya sambil kebingungan saat dia perlahan-lahan membuka matanya dan tersenyum bodoh.
“Uh, um, aku tak menduga…….. Uh, Tatsuya-san, apa tidak apa-apa kubuka sekarang?”
“Tentu saja.”
Honoka menatap hadiah yang ada digenggamannya seolah-olah takut kalau hadiah itu akan menghilang.
“……Honoka, bukankah kau harus segera ke kelas?”
Sampai Tatsuya berbicara kepadanya, Honoka masih berdiri terdiam.
Tatsuya sudah memerhatikan sekeliling untuk memastikan tidak ada yang menguping atau memata-matai mereka. Walau begitu, dia tidak sampai menggunakan Elemental Sight. Dia tidak mengambil risiko untuk menggunakan kemampuan observasi rahasia ini hanya untuk hari Valentine.
Namun, Tatsuya seharusnya menggunakan Elemental Sight.
Tentu saja, tidak ada tanda-tanda dari para penguping, Karena sampai sekarang, mahluk itu belum memiliki wujud.
Di sudut didalam garasi yang ada di SMA 1, mahluk yang sedang bersembunyi dalam diri sebuah boneka tanpa hati mulai bangkit akibat sebuah gelombang yang mewakili orang yang telah memanggil mahluk itu ke dunia ini.
Kata bangkit mungkin akan menghasilkan sedikit kesalahpahaman.
Bermandikan hasrat murni yang kuat yang menjadi doa, sebuah jiwa baru mekar dari dalam benda itu.
Membentuk ulang dirinya mungkin adalah cara yang lebih akurat untuk mengatakannya.
Didalam diri mahluk yang bersemayam didalam boneka yang tidak memiliki kehendaknya sendiri, lahirlah sebuah kesadaran.
Sebuah kesadaran yang bersemayam di dalam boneka.
Saat Honoka sampai di ruang kelas, segera setelah dia menaruh barang-barangnya dia berlari menuju ke toilet.
Menarik Miyuki yang baru saja sampai tepat sebelumnya ikut bersamanya.
Tujuannya bukanlah bilik di toilet tapi cermin yang ada didepannya.
Dengan tidak sabaran ia melepaskan ikat rambut yang mengikat rambutnya, setelah itu, dia dengan hati-hati merapikan rambutnya.
Dan menggunakan sepasang pita ikat yang baru saja diterimanya dari Tatsuya sebagai sentuhan akhir. Pita ikat itu memiliki desain yang sederhana dengan dua bola kecil tergantung di ujungnya. Tapi, walaupun desainya sederhana, bukan berarti itu dibuat dari bahan yang murahan. Bukan hanya berguna untuk mengikat rambut saja, terdapat sebuah lapisan pada pitanya, dan di ujung pita ikat yang berwarna perak itu terdapat sebuah penahan bola yang terbuat dari kristal murni.
Daripada hanya sebuah dekorasi belaka, kristas di zaman modern ini dijadikan sebagai perantara berharga yang mendampingi sihir (karena keefektifannya dalam meningkatnya arah gelombang pikiran). Sebagai seorang siswa SMA sihir, para gadis biasanya memiliki ketertarikan yang dalam pada mineral seperti itu, dan Honoka juga memahami seberapa berharganya benda tersebut. Dia pasti sangat senang dengan hadiah dari Tatsuya sekalipun bola-bola itu hanya terbuat dari kaca murahan, tidak salah lagi, dia benar-benar bahagia.
“Hei, Miyuki, bagaimana penampilanku? Apa kelihatan aneh? Apa cocok denganku?”
Honoka bertanya, dengan sedikit gelisah, tentang ikat rambut yang ada di kedua tangannya.
Miyuki menjawab dengan serius tanpa sedikit pun tanda-tanda kalau dia merasa bahagia ataupun jijik.
“Tenang saja Honoka, ikat rambut itu sangat cocok denganmu.”
“….Benarkah?”
“Iya. Tidak mungkin Onii-sama memilih hadiah yang tidak cocok.”
Honoka mengangguk, tersipu mendengar respon dari Miyuki.
Dengan dirinya yang kegirangan, Honoka tidak menyadari kalau suara Miyuki terdengar seperti orang yang membaca naskah.
Setelah berpisah dengan Honoka saat menuju ke kelasnya, Tatsuya berhadapan dengan kebenciannya terhadap dirinya sendiri yang sedang bergejolak di dalam hatinya. Rasa bersalah yang disebabkan karena menipu seorang gadis dan penyesalan karena membuat adiknya harus membantunya menimbulkan rasa sakit di hatinya seperti yang seperti rasa sakit gigi.
Sejujurnya saja, ikat rambut yang diberikan kepada Honoka sebenarnya dipilihkan oleh Miyuki.
Walaupun begitu, dia akan melupakannya karena yang terpenting hasilnya. Itu tetap tidak merubah fakta kalau itu ‘hadiah dari Tatsuya’, dan tentu saja hal itu tidak akan mengecewakan Honoka.
Namun, alasan Tatsuya memberikan hadiah ini tidaklah sesederhana itu.
Tatsuya dapat memahami seberapa dalamnya dia memikirkan hadiah yang diberikannya kepada Honoka sebagai balasan untuk cokelat yang diberikannya sampai-sampai memenuhi pikirannya. Memberi dan menerima cokelat Valentine biasanya memberi kesan kalau sang pemberi dan sang penerima saling bertukar ‘perasaan’, ikatan antara dua orang yang terikat oleh sebuah ‘janji’; ini jelas sekali hal yang akan terlintas di kepala Honoka.
Itulah alasan mengapa dia menyiapkan hadiah untuk Honoka hari ini; reaksi Honoka benar benar sesuai kalkulasi Tatsuya.
Tatsuya telah meremehkan rasa cinta Honoka.
Sudah lama sejak dia menekan dirinya agar mau menerima rasa bersalah itu.
Dia tidak dapat melakukan apapun mengenai fakta kalau dirinya adalah seorang yang kejam yang tidak dapat memahami perasaan manusia, dan walaupun dia menggunakan rahmat sosial untuk menghadapai hal tersebut atau mungkin bahkan sampai untuk menerima balasan, dia menganggapnya sebagai menuai apa yang telah ditaburnya (kalau kau tidak menganggapnya suatu kepasrahan dan malah menganggapnya ketidakpatuhan, itu akan benar-benar tepat.)
Namun, walaupun mengetahui kalau adiknya tidak akan penah melawan apa yang telah diputuskannya, demi menunda apa yang tak bisa dihindari, dia memanfaatkan adiknya dalam taktik daruratnya dan saat ini dia hanya bisa menyesalinya.
Fakta kalau dia bisa merasa seperti ini menjadi bukti kalau dia tidak sekejam seperti yang dikiranya sendiri; tapi, sayangnya, tidak ada orang dewasa di sekitar Tatsuya yang dapat memberitahunya akan itu.
“Hei, apa sesuatu terjadi pagi ini, kau terlihat pucat.”
Dia mungkin sudah dapat menenangkan emosinya tidak lama setelahnya. Kalimat itu ditujukan kepadanya pada saat ia memasuki kelasnya.
Tatsuya mengangkat tangannya untuk menyapa Leo, yang mengangkat satu tangannya selagi menarik kursinya.
“Sementara itu, dirimu, terlihat cukup sehat bagi orang yang baru keluar rumah sakit kemarin.”
“Hei, kalian berdua, salam yang benar itu ‘selamat pagi’.”
Dengan tertawa dia berkata ‘kalian berdua ini bagaimana’, Mikihiko mendekat untuk ikut dalam perbincangan itu.
“Ah, selamat pagi Mikihiko.”
“Yo.”
Tatsuya dengan patuh menyapanya dengan benar. Leo tetap bersikeras untuk memertahankan sikap aslinya, tidak ada maksud apapun dibalik apa yang dilakukannya.
“Selamat pagi. Leo, kau terlihat cukup seperti dirimu.”
Saat dia berkata ‘seperti dirimu’, yang dimaksud Mikihiko ialah ‘seperti biasa’, tapi,

“Benar, dokter benar-benar tidak ingin aku pulang, tapi karena aku terlalu sehat, dia tidak bisa apa-apa.”
Mungkin Leo mengerti atau mungkin tidak, tapi dia menjawab dengan penjelasan yang tepat.
Berdasarkan hasil tes medisnya, dia seharusnya masih tetap di rumah sakit setidaknya sampai sebulan; yang mana membuat sang doktor sedikit tidak percaya melihat kemampuan pemulihannya yang melawan akal sehat, pikirnya.
Namun, karena sang dokter tidak melihat ada masalah dan sang pasien ingin segera keluar dari rumah sakit, sang doktor tidak dapat menahannya. Karena itu, Leo kembali ke sekolah hari ini.
“Um, Tatsuya, apa kau bertengkar dengan adikmu pagi ini?”
“Tidak mungkin.”
Kalimat itu bukan keluar dari Tatsuya, tapi Mikihiko.
Dia tidak benar-benar puas dengan celetukan itu, tapi dia tidak dapat memutuskan alasan yang tidak akan menuju ke sebuah kesalahpahaman.
“Bukannya dia lebih seperti muak melihat apa yang terjadi? Hari ini hari Valentine.”
Leo mengangguk setuju. Hal itu juga memancing amarah Tatsuya, tapi marah saat ini hanya akan, sayangnya, membuatnya makin terjebak dalam masalah ini.
“Mereka yang belum punya ‘orang’ tidak termasuk dalam pemandangan itu. Mizuki. Kau telat.”
Tatsuya terpaksa dan dengan sangat bodoh menggunakan Mizuki, yang baru saja masuk ke kelas, untuk merubah topik pembicaraan mereka.
“Tidak, aku berhenti sebentar di ruang klub. Selamat pagi, Yoshida-kun, Leo-kun.”
Sebenarnya, Mikihiko terlihat kecewa akan pergantian topik ini, tapi dia benar-benar tidak sadar kalau itu salah satu ciri khas Mizuki.
“Leo-kun, kau mulai masuk sekolah hari ini. Kau pulih lebih cepat daripada yang kukira, untunglah.”
Sebenarnya Leo pulang dari rumah sakit kemarin dan masuk sekolah hari ini; minggu lalu, saat mereka menjenguknya di rumah sakit, mereka juga mendengar tentang kondisinya, jadi tidaklah aneh kalau Mizuki mengetahui hal tersebut.
Karena itu, kalau itu memang benar, itu berarti yang baru saja dikatakannya benar-benar aneh, tapi Tatsuya, Mikihiko,
“Oh, terima kasih, sudah sering menjengukku.”
Segera setelah Mizuki duduk di bangkunya, dia memberikan sebuah kotak kecil seukuran terlapak tangan kepada tiga lelaki itu. Sikapnya begitu tenang; dia tidak mempermasalahkan apapun, dia tidak terlihat gugup, dan dia tidak terlihat malu sedikit pun.
Itu adalah wajah seseorang yang sedang menjalankan sebuah tradisi tahunan.
Salah satu dari ketiga lelaki itu terlihat agak terkejut dengan hal ini, tapi karena kedua temannya sadar kalau orang yang dimaksud sedang mencoba untuk menahan perasaannya dengan ekspresi datar, maka mereka diam saja.
Simpati seorang prajurit.
Kebetulan, orang itu bukanlah Leo.
Namun, dia menatap kotak kecil yang diterimanya seolah-olah itu adalah sesuatu yang menakjubkan.
Tampaknya, ini adalah pertama kalinya dia menerima cokelat dari seseorang yang bukan keluarganya di hari Valentine.
Itu cukup aneh, tapi mereka tidak tahu tipe murid seperti apa dia saat masih SMP, jadi berdua Tatsuya dan Mikihiko menyampaikan keterkejutannya.
Erika, yang baru saja masuk ke kelas, ikut dalam pembicaraan itu.
“Aku pikir kau memang keluar rumah sakit begitu cepat; ternyata kau mengejar cokelat.”
“Jangan asal bicara! Hentikan omong kosongmu, dasar bodoh!”
Tidak hanya membantahnya, Leo juga menendang kursinya saat dia berdiri.
“Ooh, apa aku membuatmu marah?”
Itu adalah penjelasan yang cukup jelas untuk sebuah reaksi yang berlebihan, kalau dilihat dengan pikiran penuh curiga. Tapi, kalau terpaksa menyimpulkan sesuatu. Kalau dilihat dengan jelas, suara yang dikeluarkan Leo, ‘Gununununu’, terbentuk dari suara gertakan dan geraman giginya. Namun, Tatsuya merasa kalau dia perlu menjadi pendamai dan tidak bisa membiarkan hal ini begitu saja, jadi dia menghentikan temannya dan berbicara kepada Erika.
“Selamat pagi, Erika. Kau terlambat hari ini.”
Erika memutar seluruh tubuhnya untuk menghadap Tatsuya.
“Selamat pagi, Tatsuya-kun.”
Dengan mudah, melupakan masalah Leo dengan tenang.
“14 Februari, sangat berat setiap tahun. Karena kami memiliki banyak murid laki-laki.”
Jelas sekali, Erika lebih memilih untuk menyampaikan apa yang membebani pikirannya daripada mempermainkan Leo, dan tampaknya arah pembicaraannya telah berubah sepenuhnya ke pembicaraan ini.
“Kalau aku tidak memberinya satu pun, tidak hanya satu atau dua dari mereka yang akan merajuk, dan semuanya seperti itu, jadi aku tidak bisa membiarkan mereka; pokoknya berat sekali.”
Dia mengulang kata berat dua kali, mungkin karena perasaannya yang sesungguhnya memang seperti itu.
“Bukankah lebih baik kalau kau memberi kepada mereka yang mau saja?”
“Kalau aku seperti itu, akan ada yang menyebarkan gosip kalau aku pilih kasih. Dan ini satu-satunya momen dimana mereka semua bisa bersatu. Biasanya, mereka tidak tahu arti kata ‘harmoni’.”
Erika benar-benar lelah.
“Dengan alasan hubungan pertemanan para murid, ayahku membayarku untuk melakukan hal itu; daripada begitu aku benar-benar berharap kalau dia akan menggunakan uang itu untuk mendapatkan beberapa murid perempuan.”
Ekspresi wajahnya membuat Tatsuya merasa kalau dia seharusnya berpura-pura merasa kasihan.
“Itu benar-benar terdengar melelahkan.”
“Memang seperti itu! Aku sangat lelah…… akan lebih baik kalau hari Valentine dan sepertinya tidak usah ada.”
Sepertinya kestressannya meluap saat dia mengatakannya. Kemarahan Erika begitu nyata dan ekstrem.
“Pasti enak sekali di tempat Miki.”
Di saat seperi ini, beberapa orang yang mengamuk, menyerang orang lain di sekitarnya untuk melepas stresnya.
“Bukankah kebanyakan murid keluargamu perempuan?”
Target yang dipilihnya kali ini adalah Mikihiko.
“Setiap tahun, apa kau sudah memilih siapa gadisnya?”
“Yoshida-kun…… apa itu benar?”
Mizuki tidak benar-benar mengerti mengapa dirinya berkata seperti itu.
Atau mungkin, dia tidak menyadari alasannya.
Dan Mikihiko sendiri juga, untuk alasan tertentu dia sendiri juga tidak berpikir; mengapa dirinya lebih terpukul mendengar perkataan Mizuki ketimbang Erika.
“Itu tidak benar!”
Diluar refleks, dia membalas dengan sebuah jawaban.
Kalau sedikit mempertimbangkan latar belakang masalah ini, maka kau akan dapat dengan cepat memberi respon beralasan yang akan menyelesaikan semua aspek pembicaraan ini, itu mungkin sedikit sulit untuk dilakukan anak remaja.
“Pada dasarnya, akan lucu sekali kalau menerapkan kedisiplinan tapi masih tidak karuan.”
Meski begitu, amarah seperti itu agak terdengar bodoh.
“Mengejek, huh. Jadi kenapa kau menyebut dojo-kun tidak karuan?”
“Uh, tidak, aku tidak bermaksud seperti itu……..”
“Kalau begitu apa maksudmu?”
Saat Mikihiko mulai berkeringat dingin, Erika dengan tajam memantapkan padangannya ke arahnya dan Mizuki melihat mereka berdua dengan tatapan yang sama untuk alasan tertentu, Tatsuya dan Leo saling tersenyum kecut.
◊ ◊ ◊
Kurikulum SMA Sihir sama dengan SMA biasa, dengan tambahan pelajaran sihir. Sistem pendidikan modern mendukung kebijakan untuk memperdalam mata pelajaran tertentu yang contohnya tidak hanya SMA Sihir saja. Dalam praktiknya, ada ‘SMA Seni Sastra’, ‘SMA IPA’, ‘SMA Seni Rupa’, dan ‘SMA Olahraga’ untuk siswa dengan bakat tertentu yang penting menurut sistem pendidikan. Kurikulum SMA seperti ini berbeda dari SMA biasa karena sebagian dari doktrin pendidikan di SMA telah dihapus dan dikemas dalam mata pelajaran pendalaman. Walau begitu, bahkan dikatakan jika dibandingkan dengan SMA dengan sistem yang sama, bahkan ada sekolah yang memberi kurikulum yang lebih ringan daripada SMA Sihir.
Akibatnya, siswa SMA Sihir menjadi orang yang tekun. Selama pelajaran, mereka jarang sekali menggosip, tidur siang, atau menyia-nyiakan waktu mereka untuk melakukan hal lain, seperti bermain-main. Sangat disayangkan, tapi mungkin harus dibilang kalau hal seperti ini lebih terjadi di kalangan siswa Golongan 2 daripada Golongan 1 di SMA Sihir. Ini mungkin lebih karena ketakutan mereka tertinggal daripada semangat belajar mereka.
Namun, bahkan itu pun ada pengecualiannya. Terlepas dari jam pelajaran praktik sihir, sudah ada jam yang disiapkan untuk pelajaran olahraga biasa, yang mana sedikit lebih santai. Terutama hari ini, entah bagaimana tidak ada seorang pun yang dapat fokus mengerjakan tugas mereka sejak pagi hingga sekarang pada hari spesial seperti 14 Februari; ketegangan di sepanjang hari ini begitu terasa.
Perubahan seragam sekolah perempuan terlihat lebih mencolok ketimbang seragam sekolah laki-laki. Ini bukan hanya terjadi pada SMA 1 saja, dan mungkin sekolah lain juga. Lagipula, masalah ini bukan hanya tentang seragam saja. Sebagian advokat diskriminasi seksual menyatakan bahwa seharusnya ada perubahan budaya pada pakaian unisex dan semacamya, tapi mayoritas laki-laki dan perempuan tidak ingin seperti itu.
Pada jam istirahat pendek sebelum pelajaran Olahraga, suasana di ruang ganti selalu dipenuhi dengan kesibukan. Semuanya sedang tergesa-gesa melepas bajunya dengan hati-hati, menaruhnya di hanger di loker mereka dan mengenakan pakaian olahraga mereka. Terlebih lagi banyak dari mereka yang tidak terbiasa menggunakan kunci biometrik, dan mereka harus mendaftarkan pola vena mereka setiap kali akan memakainya, jadi itu juga memakan waktu.
Terlebih lagi, saat bulan Februari, bahkan para anak kelas satu sudah terbiasa dengan hal ini, jadi selagi tangan mereka bergerak dengan cepat, mereka berbincang-bincang dengan teman mereka yang ada di loker sampingnya dan juga sedikit santai melihat tubuh teman mereka yang dibalut pakaian dalam. Ruang ganti sedikit lebih ribut hari ini.
Tahun ini, posisi loker mereka ditentukan seperti biasa. Miyuki, seperti biasa, sedang berganti baju didepan lokernya ditengah-tengah tembok sisi kanan ruangan. Samping kirinya adalah Honoka dan yang ada di samping kanannya adalah loker yang digunakan Shizuku; namun, Kelas A memiliki jumlah siswa yang lebih sedikit ketimbang biasanya. Walau begitu, hari ini Lina telah mengisi tempat yang ada di samping kanan Miyuki.
“Oh, Lina. Apa tempatmu yang biasanya dipakai?”
Miyuki bertanya pertanyaan ini saat dia menaruh CAD-nya dan terminal informasinya ke dalam loker. Loker yang biasa digunakan Lina berada dekat dengan pintu. Pertama kali, semua siswi Kelas A mengira kalau dia akan menggunakan loker tempat Shizuku, tapi Lina memilih loker yang ada di dekat pintu yang mana sedikit orang di sekitarnya. Saat Miyuki berbicara kepada Tatsuya tentang itu, Tatsuya berkata ‘Dia mungkin memilih tempat yang dapat digunakannya untuk melarikan diri dengan cepat’ dan Miyuki berpikir, ‘Jadi begitu’. Tidak ada bukti kalau dugaan Tatsuya itu benar. Tentunya ini bisa dikatakan pertama kalinya Lina berganti baju di sebelah Miyuki.
“Bukan itu alasannya.”
Miyuki tidak bertanya alasannya. Dia tidak peduli dengan jawabannya dan dia sendiri sedang sibuk melepas jaketnya saat Lina berbicara.
Namun, mungkin karena dia pikir jawabannya barusan sangat tidak ramah, Lina, atas kehendaknya sendiri, memberikan jawaban tambahan selagi juga melepas jaketnya.
“Semuanya bertanya siapa yang akan kuberi cokelat…. Aku tahu mereka tidak punya maksud buruk, tapi aku muak dengan itu.”
“Semuanya penasaran. Itu karena kau sangat cantik, Lina.”
Miyuki mengatakannya dengan ekspresi serius selagi melepas dasinya; Lina mengembungkan pipinya frustasi.
“Kalau begitu kenapa aku harus menjawab pertanyaan-pertanyaan darimu Mi……yuki.”
Seketika Miyuki mengeluarkan bahu kanannya dari dalam gaun seragamnya, Lina memotong responnya di tengah. Mata Lina terpaku pada hal luar biasa ini dan lidahnya sudah tidak dapat berfungsi dengan normal lagi.
“Huh? Aku penasaran apa mungkin karena aku kurang memikat.”
Perkataan Miyuki membuat Lina kesal untuk alasan tertentu dan dia sendiri tidak tahu mengapa. Lina tidak sadar kalau dirinya sedang melepas gaunnya dengan sikap yang kompetitif.
Kali ini, Miyuki menghela nafas melihat tubuh Lina yang setengah terlanjang yang muncul dari balik seragamnya.
“Lina, tubuhmu indah sekali. Aku iri melihatnya.”
Tidak ada tanda-tanda rasa malu sedikit pun saat dia mengucapkannya, Miyuki juga saat itu hanya mengenakan pakaian dalamnya saja.
“Apa itu sindiran? Bagaimana mungkin Miyuki bisa iri denganku?”
Saat dia berbicara seperti itu, Lina, dengan tangannya di pinggulnya membentuk pose memaksa, mengamati tubuh semi-telanjang milik Miyuki sampai ke wajahnya.
“Lagipula, proporsi pinggul dan bokongmu sangat indah dan benar-benar seksi. Kau tidak kurus, tapi benar-benar pas, Lina.”

Miyuki merentangkan tangan kanannya dan menepuk bagian paling ujung pinggang Lina. Itu dilakukannya tanpa adanya maksud buruk sedikit pun, dari sudut pandang tertentu; itu adalah sebuah sentuhan biasa. Meskipun Lina tahu kalau sentuhan itu bukan diakibatkan oleh nafsu lesbi, rasanya susah sekali baginya untuk menahan dirinya. Suara seseorang menelan ludahnya dapat terdengar dari seluruh penjuru ruang ganti; pemandangan ini mungkin mengganggu kedamaian pikiran orang-orang walaupun hanya dengan melihatnya saja.
Tentu saja, Lina terlalu sibuk untuk mengkhawatirkan orang-orang yang memerhatikan mereka.
“Mi-Miyuki, kau…..”
Saat dia berbicara, Lina merentangkan tangannya. Namun, dia ragu-ragu tepat sebelum tangannya menyentuh kulit Miyuki dan menarik kembali tangannya.
“Tidak ada bagian tubuhmu yang terlalu kurus, tubuh femininmu membuatku sangat cemburu.”
Miyuki memberikan senyuman jahil kepada Lina, yang tidak tahan tubuhnya ditatap orang lain dan tersipu malu, dan melepas tangannya dari panggul Lina.
Tepat setelahnya, sebuah suara bantingan keras terdengar dari belakang Miyuki.
Miyuki berbalik badan; Lina menggeser pandangannya.
Mereka melihat kalau kaki Honoka sudah lemas dan sedang bersandang di loker.
Entah bagaimana, Miyuki mengamati area itu dan sadar kalau temannya telah berhenti setengah jalan saat berganti baju dan sekarang sedang menyembunyikan wajah merahnya dengan cara yang tidak anggun. Biasanya, Miyuki akan mengabaikan orang-orang yang memerhatikan dirinya, jadi dia tidak sadar sampai sekarang kalau mereka telah menarik perhatian semua temannya.
“….Kenapa kita tidak ganti baju cepat saja.”
Menjawab tawaran Miyuki,
“Ya.”
Lina, yang merasakan perasaan yang sama, mengangguk selagi menjawab.
◊ ◊ ◊
Segera sepulang sekolah, suasananya telah berubah. Selama jam pelajaran, para siswa mungkin sedang menahan diri. Dan sekarang sepertinya mereka sudah tidak bisa menahannya lebih lama lagi; tampang penuh penderitaan dan bahagia yang membuatmu ingin menyiramnya dengan air dingin terlihat di seluruh penjuru sekolah.
Situasinya bermacam-macam.
Contohnya saja, diantara lingkaran pertemanannya, sebuah pemandangan pemberian cokelat terlihat diantara banyaknya pasangan, yang telah diterima baik oleh diri mereka sendiri maupun orang tua mereka. Sepertinya Kanon, Ketua Komite Moral Publik, mendatangi Ruang OSIS, dan memasang wajah tersenyum untuk menekan Isori, sang Bendahara, untuk memakan semua cokelat buatannya yang ada didalam sebuah kotak berhiasan yang hampir kepenuhan.
Contoh selanjutnya, mari kita perhatikan kasus khusus tentang seorang gadis pemalu yang bertekad kuat. Tampaknya, dia dapat dengan mudah mengabaikan statusnya sebagai siswi Golongan 2 untuk mendatangi kelas Golongan 1, untuk memberikan kotak berpita dengan wajah merahnya dan matanya yang tertuju ke bawah pada seorang siswa yang terkejut saat menerima hadiah itu, dan bahkan sampai sekarang dia masih kelihatan sangat kegirangan. Jadi begitulah kisah cinta dari pasangan Kendo dan Kenjutsu.
Hanya pada hari ini, para siswa SMA 1 tidak berlaku seperti ‘penyihir’, tapi seperti seorang ‘siswa SMA’ yang menikmati masa muda mereka.
Mereka yang tidak dapat merayakan suasana itu ingin mengalihkan mata mereka.
“Oh, Tatsuya, kau bertugas hari ini.”
Sebuah suara memanggilnya dengan ekspresi tidak enggan menyebunyikan kebosanannya dan mulai mencari hiburan, mengacau takdir Tatsuya dengan membuatnya tidak dapat mengabaikan pemandangan ini.
“Semua kakak kelas kelihatannya sudah bertugas sebelumnya, jadi yang tersisa hari ini cuma anak kelas satu, Morisaki dan aku.”
Seharusnya, dia mungkin akan merasa lebih baik kalau ada teman. Namun, karena sampai sekarang Morisaki masih tidak senang dengan dirinya, kedatangannya hanya akan sedikit merubah suasana hatinya.
“Itu alasan yang cukup halus saat akan lari meninggalkan tugas.”
“Aku tidak bermaksud seperti itu.”
Rasa sungkan yang ada pada suaranya tidak sebanding dengan tawa bernada tinggi yang meresponnya.
“Ngomong-ngomong, Tatsuya-kun.”
Mungkin dia sudah puasa tertawa untuk sesaat, memikirkan Tatsuya saat Mayumi memanggilnya. Untuk alasan tertentu dia mencoba untuk tidak memandang kursi yang ada diseberangnya.
“Apa kau punya waktu sebentar?”
“Tentu saja, tapi sebelum itu……”
Saat dia berbicara, Tatsuya menaruh pandangannya pada kakak kelas yang telah jatuh lemas disamping meja yang ada diseberang Mayumi.
“Ada apa yang terjadi?”
Mereka saat ini sedang berada di sudut kantin, sebuah area yang sering dijadikan tempat bertemu.
Karena tempat mereka tidak memiliki atap ataupun langit-langit, suara pembicaraan mereka dapat didengar orang lain.
Tapi tetap saja, fakta kalau tempat ini bukanlah tempat yang sepi mungkin membuat mereka merasa lebih aman daripada biasanya.
Tempat ini sebenarnya terkenal hanya di kalangan siswa kelas 3 Golongan 1; jarang sekali ada siswa kelas 1 atau 2 yang memijakkan kaki di tempat ini kecuali ditemani oleh siswa kelas 3. Sayangnya, Tatsuya juga belum pernah ke tempat ini.
Alasan kenapa dia di tempat itu sekarang,
“Seharusnya tidak ada makanan beracun di sekolah ini. Memangnya apa yang yang dimakan Ketua Manajemen Klub Hattori?”
Ditengah-tengah patrolinya, dia mampir ke café untuk menghilangkan dahaganya saat tiba-tiba ia mendengar suara orang yang sangat kesakitan di telinganya, jadi dia memeriksa situasinya terlebih dahulu.
“Tidak. Yah…… bukan racun. Tentunya.”
Dia segera sadar siapa pelakunya.
Lagipula, tepat didepan Hattori, Mayumi duduk dengan wajah bingung.
Ekspresi bertanya-tanyanya itu bisa dibilang aneh.
Sampai sekarang, tatapannya mengundangnya untuk menerima keramahannya.
“….Shiba……”
Tatsuya masih memikirkan bagaimana caranya menghadapi situasi ini saat Hattori, yang masih terlihat pingsan, memanggil namanya dengan suara serak.
“.....air…..”
Itu adalah suara seorang pengembara yang sudah kehabisan tenaga di depan oasis.
“Tunggu sebentar.”
Permintaannya saja yang terdengar jelas.
Untuk sesaat, dia bingung untuk mengambil air biasa ataukah air dingin, tapi dia memilih air dingin karena lebih dekat. Dia menaruh sebuah gelas yang penuh air dingin di meja.
Hattori dengan ceroboh mengambil gelas itu, perlahan-lahan menggerakkan tubuhnya, dan mendekatkan gelas itu ke mulutnya saat dia memiringkan gelas itu dan menghabiskannya dengan sekali tegukan.
Dia terus menutup matanya, perlahan-lahan mengumpulkan tenaganya; butuh waktu sembilah puluh detik sebelum Hattori membuka matanya lagi dan menghela nafas panjang.
“…..Shiba, terima kasih.”
Apa yang sebenarnya terjadi. Duel yang mereka lakukan pada bulan April tidak membuat mereka bermusuhan, tapi sampai sekarang hubungan antara Hattori dan Tatsuya tidak bisa disebut cukup dekat.
Tatsuya tidak punya dendam kepadanya.
Begitu juga dengan Hattori, walaupun orang-orang tidak selalu menyadari emosi yang mereka miliki, tapi walau begitu, rasa terima kasihnya kepada Tatsuya menciptakan sebuah kesan yang salah.
“…….Apa kau baik-baik saja?”
“…..Hmm, aku baik-baik saja sekarang.”
Untuk membuktikan perkataannya, Hattori berdiri tegak.
Perasaan tegang yang dirasakannya tak dapat disangkal.
“Ini hanya masalah waktu. Karena tidak ada masalah khusus yang terjadi, kau seharusnya tidak perlu mengkhawatirkanku. Kalau begitu, Ketu-, tidak maksudku Saegusa-senpai, aku permisi dulu.”
Hattori dengan sopan menunduk dihadapan Mayumi dan menegakkan kembali punggungnya.
Wow, itu benar-benar tak terduga, pikir Tatsuya saat melihatnya.
“Umm, apa bisa aku minta waktu sebentar?”
Mayumi mengarahkan Tatsuya ke sebuah kursi, senyumannya dipenuhi dengan kepolosan palsu.
Alasan dari keanehan yang terjadi pada Hattori tentunya karena dia; dia sedang berpura-pura tapi itu sudah jelas, Tatsuya sadar akan sangat kasar jika membongkarnya saat Hattori berusaha menyembunyikannya.
Sebagai konsekuensinya, Tatsuya lupa untuk berlaku seperti yang diinginkan Hattori.
Karena dia tentunya tidak perlu melakukan apapun, Tatsuya mengangguk memberikan respon ‘Tentu saja’; namun,
“Ah, dia disini! Subaru, disini!”
Suara ceria itu menghentikan dirinya.
Suara langkah itu menghasilkan suara yang seperti tetesan hujan saat mereka berlari ke arah Tatsuya.
Mereka segera berdiri di samping Tatsuya dan segera menyadari siapa yang sedang bersamanya.
Sebuah jeritan terdengar saat pemilik suara itu menghentikan langkahnya.
“Ke-Ketua.”
“Hei, Eimi, bukan Ketua, ini Saegusa-senpai, ‘kan?”
Sebuah sentilan keras, ‘Aduh!’, dengan manis menenangkan Eimi; Subaru mencoba untuk tidak melihat eskpresi tidak senang Eimi dan menunduk dalam kepada Mayumi.
“Maafkan aku sudah membuat keributan.”
Nada bicaranya membuat Mayumi mengedipkan matanya.
“Itu tidak apa-apa, jadi tolong lupakan saja, Satomi-san.”
Orang yang memasang wajah datar dan menjawab dengan dingin adalah Mayumi.
Bagi seorang adik kelas, perkataan, nada bicara, dan tatapan itu dapat dianggap mengganggu.
Saat ini, Eimi sedikit terdiam.
“Apa begitu? Kalau begitu kami akan segera menyelesaian urusan kami.”
Walau begitu, Subaru tidak memerdulikan hal tersebut.
Saat dia menjawab dengan tenang, dia memberikan sebuah tas (tas kain lebih tepatnya) yang ada di tangannya kepada Tatsuya.
“Apa kau mau menerima ini dari kami?”
“…Satomi-san. Hari ini, kau seperti aktris drama.”
“Aku tidak tahu apa aku pantas melakukannya, tapi Eimi dan aku ditunjuk untuk memberikannya. Seperti yang kau pikir, kami, jujur saja, sedikit malu melakukan ini.”
Kalau diperhatikan lebih dekat, pipinya sedikit merah.
Mengatakan kalau dirinya malu sepertinya bukanlah kebohongan.
“Kalau begitu, apa tidak apa-apa kalau aku bertanya siapa yang memintaimu tolong?”
Dia sudah memiliki gambaran bagaimana dia akan menjawabnya, tapi untuk mengulur waktu baginya untuk melakukan persiapan, Tatsuya menyakan hal itu.
“Sebagian besar siswi kelas 1 anggota Kompetisi Sembilan Sekolah………. Yah ini rasa terima kasih kami.”
Pemilihan kata Subaru tidak lazim digunakan tapi artinya masih sama.
Singkatnya, giri chocolate, ‘kan.
Namun, dia tidak menduga akan mendapatkannya dari semua anggota.
“Ah, meski aku bilang anggota, itu tidak termasuk Honoka atau Miyuki.”
Telah kembali sadar, di sisi lain Eimi tidak terlihat malu sama sekali. Lagipula dari awal dia memang bukan orang yang pemalu, ditambah lagi dia mungkin (banyak orang yang mengatakannya) cukup naif tentang hubungan laki-laki – perempuan. Dalam kasus Eimi, dia mungkin punya terlalu banyak hal yang dikhawatirkan.
“Karena mereka berdua mungkin ingin untuk memberikannya secara langsung.”
“Kalau kita mengganggu, mereka mungkin akan marah.”
“Kau bisa menganggapnya pengganti, tapi ini juga termasuk Shizuku. Kami akan menghubungi atau meng-email-nya nanti untuk memberitahu tentang keikutsertaannya.”
Tidak ada yang menghalangi kepergian mereka.
Setelah memotong percakapan antara Mayumi dan Tatsuya, Subaru dan Eimi segera pergi.
“…..Pemandangan yang indah, enak sekali ya masih muda?”
Mungkin mereka telah menggagalkan rencananya, karena emosi Mayumi sedikit tidak fokus.
Tentu saja, Tatsuya tidak menginjak ranjau yang ada didepannya.
Dia diam-diam duduk ke kursi yang sebelumnya ditempati Hattori.
Disaat yang bersamaan, Tatsuya secara refleks menurunkan alisnya.
“Apa ada masalah?”
“Tidak, ada sedikit bau…….. mungkin ada yang menumpahkan kopi.”
Apa bau kuat yang menyerang hidungnya berasal dari biji kopi atau kokoa. Robot pembersih seharusnya memiliki mekanisme pengharum, tapi…. ini sebenarnya bisa dibersihkan dengan tangan.
Tatsuya memikirkannya di sisi lain meja itu.
“Benarkah? Aku tidak mencium apapun.”
Sementara itu Mayumi, yang tahu kebenarannya, pura-pura tidak tahu.
Sebenarnya, tidak ada gunanya mengatakan seperti itu, tetapi.
“Yang lebih penting, ini.”
Setelah itu, aroma yang sama keluar dari dalam kotak yang diberikan Mayumi saat dia berbicara.
Tentu saja, Tatsuya mencium aroma ini. Tak diragukan lagi apa yang didapat Hattori tadi pasti ini, terka Tatsuya. Tatsuya bermaksud untuk melupakan apa yang baru saja dilhatnya, tapi sepertinya Mayumi tidak akan membiarkannya pergi.
“….Ini?”
Kalau dilihat dari bentuknya, kotak ini dibungkus baru pada hari itu, jelas sekali apa isinya, tapi walau begitu, dia tidak bisa menahan diri untuk bertanya.
“Ah, bukankah ini tentu saja sama seperti yang kau pikirkan?”
Dibalik perkataannya, suara dan ekspresinya yang menunjukkan keterkejutan, Mayumi sendiri sebenarnya sedang menikmati hal ini.
“…..Terima kasih.”
Sayangnya, Tatsuya tidak punya alasan untuk menolaknya.
Kalau keadaan tidak seperti ini, dia mungkin akan menggunakan alasan klise seperti ‘Aku tidak suka manis-manis’, tapi itu tidak berguna setelah melihat dirinya yang menerima sebegitu banyak cokelat dari Subaru dan teman-temannya.
Tidak ada yang dapat dilakukannya, jadi Tatsuya menerima cokelat Mayumi.
Ukurannya sangat besar.
Dari bagaimana yang dirasakan tangannya, cokelat itu lima kali lebih berat daripada cokelat yang biasa dijual di pasaran.
Itu membuat Tatsuya dapat menebak kalau dia menggunakan bahan berkualitas tinggi dalam rencananya. Sejak kapan aku bermusuhan denganmu, pikirnya, tapi dia tidak punya satu pun petunjuk atas motifnya; namun,
“Hei, cobalah.”
Dia sudah menduga kalau kalimat seperti itu akan datang dari mulut Mayumi.
“Sekarang?”
“Ya. Aku ingin mendengar komentarmu.”
Dia tidak mengatakannya, kenapa kau masih belum berhenti setelah dengan Hattori-senpai.
Sudah jelas akan percuma jika dia berkata seperti itu.
Dia mungkin ingin melihat raut wajah seperti apa yang akan dibuat Tatsuya dengan mata kepalanya sendiri.
Aku tidak tahu kenapa dia sangat kekanak-kanakan……. selagi dia berpikir seperti itu, Tatsuya mulai membuka bungkusnya.
(Yah, mau bagaimana lagi.)
Baru saja ada satu hal yang ingin ditanyakannya kepada Mayumi. Karena dia sudah akan mengikuti ujian masuk Universitas, waktunya terbatas dan Tatsuya merasa sungkan untuk mengganggunya; namun, kalau dia ingin untuk menggunakan waktunya untuk mempermainkan dirinya maka dia tidak akan mempermasalahkannya.
“Kalau begitu ada satu hal kecil yang ingin kubicarakan denganmu, apa kita bisa pindah tempat?”
Dia tidak ingin ada orang lain yang mendengar pembicaraannya. Sebenarnya, bukan itu saja alasan mengapa dia ingin pindah tempat. Bahkan Tatsuya sekalipun khawatir dengan reputasinya. Pingsan setelah memakan cokelat bisa dikatakan hal yang memalukan, tapi dia merasa kalau hal seperti itu tidak akan dilupakan seseorang sampai selamanya.
“Akan jadi masalah kalau ada yang mendengar pembicaraan kita.”
Sepertinya Mayumi cepat mengerti salah satu alasannya.
Senyuman itu hilang dari wajahnya. Perubahan itu sangat drastis sampai-sampai dia hampir mendengar suara ‘ping’ saat ekspresi wajahnya berubah.
“Ya.”
“……Aku mengerti. Ikutlah denganku.”
Dia terdiam cukup lama sambil melihati terminal informasinya sebelum menyiapkan ruangannya. Mungkin dia sedang memilih ruang kelas kosong. Seorang siswa biasa tidak akan dapat melakukan hal seperti itu, tapi tidak akan aneh jika kakak kelas yang melakukannya.
Tatsuya mengambil kotak yang diberikan kepadanya saat dia berdiri menyusul Mayumi, yang sudah bangkit dari kursinya.
Dia merasa tatapan semua orang, tapi dia sudah memutuskan untuk tidak mengkhawatirkan apa yang tidak dapat dirubahnya.
◊ ◊ ◊
Mayumi menggunakan kode kunci sekali pakai yang diunduhnya melalui terminal informasinya untuk membuka pintu ke ruangan itu, yang mana merupakan salah satu ruang tunggu yang biasa digunakan untuk wawancara dengan wali murid dan pedagang. Ruangan itu tidak seformal ruang resepsi, tapi terasa tidak nyaman kalau digunakan oleh siswa.
Ini bukan seolah-olah dia tidak terpikir sedikit pun untuk bertanya apakah tidak apa-apa mereka menggunakan ruangan ini, tapi mungkin sudah terlambat untuk menanyakannya sekarang karena dia sudah mengunduh kode kuncinya. Didalam ruangan itu terdapat layanan teh yang benar-benar otomatis, jadi dia memilih ruangan yang dapat mereka gunakan untuk makan dan minum.
“Apa kau mau teh hitam?”
“Tidak, kau tidak perlu seperti itu.”
“Jangan buat aku kehilangan mukaku sebagai seorang gadis.”
Kalau dia telah berkata seperti itu, tidak ada yang dapat dilakukan Tatsuya selain menerima tawarannya.
Meskipun mesin itu otomatis, dia tidak menggunakan gelas kertas yang ada di dispenser. Dia memilih cangkir teh yang ada dibawah mesin itu dan berusaha mencari lepek yang cocok dengan cangkirnya.
Mayumi terlihat sangat menikmati hal tersebut.
“Ini, silahkan.”
“Terima kasih.”
Dari saat dia meminum teh tersebut dari cangkirnya, dia memperbaiki posisi duduknya.
Hampir secara otomatis, Mayumi juga menegakkan tulang punggungnya saat duduk.
“Apa yang ingin kau bicarakan, apa itu masalah ‘Parasite’?”
Yang membuka pembicaraan ini adalah Mayumi.
Mungkin dia juga ingin membicarakan hal ini dengan Tatsuya.
“Ya, informasi ini masih belum diberitakan oleh media, tapi apa masyarakat sudah mulai tenang?”
Tidak hanya media, tapi sumber informasi Batalion Sihir Independen juga tiba-tiba berhenti memberitakan laporan kerusakannya.
Sesederhana kalau kau bepikir; jika usaha pengusiran iblis mereka berhasil menyelesaikan segala masalah. Namun, mereka memastikan kalau operasi rahasia para iblis ini telah mengambil banyak bentuk. Tidak menyadari kalau mereka sudah dapat mengalahkan ‘Vampire’ meskipun kekurangan informasi, karena itu dia tidak menganggap masalah ini benar-benar selesai.
“Secara resmi, semuanya sudah sedikit tenang.”
Mayumi, atau lebih tepatnya Keluarga Saegusa, memiliki sumber informasi yang berbeda dengan Tatsuya. Namun, bahkah dirinya tidak punya rincian tentang situasi saat ini.
“Meski begitu, karena jumlah orang hilang lebih banyak tahun ini dibandingkan tahu lalu, aku yakin kita dapat mengartikannya kalau mereka sudah lebih mulus dalam menjalankan operasi mereka. Orang-orang kami mungkin berhasil membunuh satu dari mereka.”
Bukan hanya Mayumi saja; Keluarga Saegusa juga menemukan fakta-fakta aneh. Seminggu yang lalu, beberapa orang yang mengetahui informasi tentang Parasite dikatakan telah mati.
Karena itu, pembicaraan antara Tatsuya dan Mayumi sebenarnya melenceng dari kebenaran. Namun, tidak mungkin tubuh asli Parasite dihancurkan dan akan dibangkitkan ke tubuh tubuh baru nantinya adalah kebenaran yang tak diketahui. Oleh karena itu, bahaya yang mereka terdua takuti bukanlah omong kosong.
“Tidak ada cara untuk memastikannya, tapi mungkin kita seharusnya tetap mengawasinya. Mungkin seharusnya orang-orang kita bisa melakukan telepati.”
“Tele….pati?”
Sebuah kata asing masuk ke dalam pembicaraan mereka. Mayumi memiringkan kepalanya, meminta penjelasan.
“Itu adalah sebutan untuk kemampuan yang dapat membagi inspirasi dan persepsi. Fenomena ini telah diteliti pada anak kembar identik; ini adalah salah satu dari banyak bentuk Extrasensory Perception. Walaupun aku sudah mengatakan banyak, contoh nyatanya sangat jarang, namun.”
“Singkatnya, suatu kemampuan untuk membagikan apa yang didengar dan lihat kepada orang lain, itu ‘kan maksudmu?”
“Itu hanya sekedar dugaan.”
Mayumi memikirkannya dengan wajah murung.
Agar tidak mengganggunya, dia meminum teh hitamnya tanpa membuat suara,
“……Aku tidak suka dengan semua hal yang tak kumengerti.”
Tapi dia dapat mendengar gumaman Mayumi barusan.
Tatsuya benar-benar memahami perasaan itu, tapi kalau dia mengatakannya, pembicaraan ini akan menyimpang dari tujuan aslinya menjadi sesi konsultasi. Dia merasa kalau hal itu akan merugikannya.
“Semua yang kita lakukan hanya menebak-nebak, mencari cara untuk mengendalikan situasi ini.”
Karena itu, saat dia mengatakan kalau tidak ada yang dapat mereka lakukan, Tatsuya mencoba untuk tidak menghiburnya.
“…..”
Tatsuya juga sadar kalau dirinya mengatakan jika Parasite tidak memiliki tubuh fisik hanya akan membuat keadaan makin tidak nyaman selagi menelaah masalah ini.
“….Kalau kita tidak bisa melakukan itu…..”
Walau begitu, tampaknya perhatian Mayumi tepusat pada hal yang benar-benar berbeda.
“Aku tidak benar-benar paham dengan apa yang kau maksud kemampuan untuk membagi inspirasi dan persepsi, tapi hmm…… hei, apa semua orang bisa melakukannya?”
“….ESP dianggap sebagai sesuatu yang sepenuhnya berbeda dari sihir, jadi aku rasa tidak.”
Kegelisahan mereka sedang mencapai puncaknya.

Bagaimana bisa mereka mengakhiri pembicaraan mereka dengan baik, Mayumi menyimpulkan semua yang dirasakannya dengan sebuah desahan. Pada saat itu, Tatsuya bangkit berdiri bermaksud untuk pergi tanpa memakan apapun, tapi ujung lengannya telah dipegang erat oleh tangan yang terentang dari sisi meja yang lain. Jika Tatsuya ingin untuk menghindarinya, dia pasti bisa melakukannya, tapi dia menahan dirinya karena Mayumi sudah cukup mendapat hal buruk hari ini.
“Sekarang, kenapa kau tidak menikmati saja waktu minum tehmu.”
Tatsuya memberikan tatapan tidak yakin (sebenarnya, itu sengaja) pada senyuman memaksa Mayumi, dan Mayumi dengan pelan mendorong kotak kecil yang ditaruhnya di meja dengan tangannya yang lain.
Sepertinya dia tidak akan membiarkan dan melupakannya begitu saja.
Jadi begitu; Tatsuya menghela nafas kecil melihat Mayumi, yang tidak lagi menyembunyikan apa yang direncanakannya.
Tidak ada kata-kata yang dapat menghentikannya.
Sedikit berlawanan, Mayumi sedang melihat Tatsuya dengan antisipasi dan kegembiraan di matanya.
Bukankah dia kembali kekanak-kanakan karena dirinya gelisah dengan ujian masuk Universitas yang sudah dekat? Selagi dia memikirkannya (Apalagi, Mayumi tidak punya alasan untuk gelisah tentang nilainya), Tatsuya membuka kotak dari pembungkusnya.
Dia tidak melakukannya dengan kasar, perlahan, memakan waktu, tapi dia dengan sopan membukanya dengan cara yang tidak merusak kertas pembungkusnya sedikit pun sebagai bentuk dari penolakannya.
Apa yang ada didalamnya adalah sebuah kotak kardus. Sebuah kotak cokelat Valentine yang bagian dalamnya dilapisi vinil; dari besarnya kotak itu membuatnya dapat dianggap sebagai kotak yang untuk ‘menyatakan perasaan’.
Tentu saja, dia sudah mengetahuinya.
Kombinasi buruk antara cokelat dan kopi, yang mana membuatnya pusing, membuatnya tidak bisa berpikir.
Bagian dalam kotaknya berwana hitam, objek berbentuk kotak. Itu tidak terlihat sama sekali seperti apa yang Tatsuya kenali sebagai ‘cokelat’.
Dia punya perasaan kalau rasanya akan seburuk aromanya.
Tidak peduli seberapa banyak orang yang bilang kalau barang pahit tidak selalu terasa pahit, itu hanya tergantung kualitas dan kuantitasnya.
Tatsuya dengan enggan memasukkan objek yang terlihat lebih seperti obat daripada makanan ke dalam mulutnya dan mengunyahnya.
Hasilnya, hanya dilihat oleh senyuman puas Mayumi.
◊ ◊ ◊
Honoka berjalan menyeberangi taman sekolah ke ruang persiapan dengan berbentuk buka catatan besar.
Matahari sudah mulai tenggelam, dan suhu sudah mulai menurun beberapa derajat. Kalau saja dia bengong sedikit saja, tubuhnya pasti sudah menggigil.
Tapi, suasana hatinya tidak terpengaruh oleh dinginnya suhu.
Apapun yang mencoba untuk merusak harinya digagalkan oleh kedua ikat rambutnya.
Pikirannya secara tidak sengaja terpaku pada bola kristal yang dipakainya.
Dia mengakuinya pada dirinya sendiri kalau ekspresinya sedang tertegun tapi dia mengatakannya berulang kali kepada dirinya lagi dan lagi kalau ‘Tidak apa-apa hari ini saja’.
Honoka sepenuhnya sadar kalau dirinya bukanlah pacar Tatsuya.
Dia tidak lupa kalau pengakuan cintanya telah ditolak.
Dia sudah ditolak.
Walau begitu, selama Tatsuya tidak apa-apa, dia akan terus dekat dengannya.
Dia sesekali merasa kalau dia adalah ‘gadis aneh’ karena merasa seperti itu.
Terkadang malam-malam, dia benci dengan dirinya sendiri karena tidak menjauhinya setelah menolaknya.
Namun, hari ini dia merasa semua emosi negatif itu hilang.
Logikanya, aksesoris seperti ini terlalu murah untuk membuatnya bahagia, kalah dihadapan perasaan ini.
“Honoka!”
Saat Honoka memasuki ruang persiapan dengan langkah yang pelan, sebuah suara terdengar memanggilnya dari samping dan berhenti.
“Ah, Eimi.”
Gadis kecil itu, yang berdiri dengan rambut merah rubinya, berlari ke arah Honoka dengan cepat.
“Aneh bagimu untuk datang ke sini, Honoka. Bukankah ini pertama kalinya kita bertemu sejak kau menjadi anggota OSIS?”
“Aku menggantikan Isori-senpai.”
Saat dia mengatakannya, Honoka mengangkat terminalnya untuk menampilkannya dan Eimi terlihat paham.
“Kau sendiri bagaimana, Eimi; apa kau tidak bersama klubmu?”
Seragam klub berburunya Eimi seharusnya adalah kaos lengan panjang dengan jaket pendek, celana pendek tipis dan sepatu bot, tapi saat ini dia sedang mengenakan seragam sekolahnya. Dan sekarang kegiatan klub seharusnya belum berakhir.
“Hari ini hanya ada rapat.”
Karena Eimi segera menyadari kalau Honoka bertanya karena seragam yang dikenakannya, dia tidak bertanya ‘kenapa’ saat ditanya.
“Hei? Kristal itu?”
Dia sebenarnya tidak ingin untuk bertanya, tapi cahaya yang terpantul dari rambut Honoka segera menarik perhatian matanya dan membuatnya bertanya dengan berapi-api dan penasaran.
“Umm, ya.”
Ekspresi malunya mungkin telah membuat bel didalam dirinya berdering; Eimi menyeringai dengan senang.
“Kau dapat dari Shiba-kun, ‘kan?”
“……Ya, dia bilang ini hadiah balasan atas cokelatku.”
Kebahagiaan dari Honoka yang tersipu membuatnya memasang senyuman bahagia di wajahnya, yang mana ditunjukkan kepada Eimi yang terbelalak.
“Ooh… dia sudah menyiapkan hadiah sebelumnya, lumayan juga Shiba-kun. Dia kelihatan cuek, tapi dia bisa pengertian juga. Dewasa sekali, eh?”
Senyuman Honoka bertambah bahagia.
Meski begitu, perkataan Eimi setelahnya menghilangkan senyuman itu seketika.
“Aku tahu dia juga cukup populer, eh. Baru saja, sepertinya Ketua memberinya cokelat, mungkin itu cokelat ‘aku cinta padamu’?”
“….Ketua?”
“Ah. Aku salah bicara. Mantan Ketua. Saegusa-senpai.”
“Saegusa-senpai?”
“Tapi, rasanya senpai memaksanya untuk bersamanya. Karena wajah Shiba-kun entah bagaimana terlihat agak tidak menikmatinya, aku rasa kau tidak perlu mengkhawatirkannya.”
Eimi sudah mengatakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan dan dia mungkin mengatakan apa yang dipikirkannya. Tapi walau begitu dia sudah terlanjut mengatakannya, hati Honoka tidak tenang memikirkannya.
“Bukankah sepertinya Mayumi punya perasaan spesial kepada Tatsuya….” Kecurigaan itu sudah muncul di benak Honoka untuk beberapa kali. Kalau dia harus bersaing dengan Mayumi, Honoka tidak yakin kalau dirinya daat menang.
Saingan terbesarnya saat ini, Miyuki, dihalangi oleh fakta kalau mereka ‘bersaudara’. Karena itu, tidak mungkin mereka dapat melakukannya, yang mana membuat Honoka tenang.
Namun, Mayumi tidak punya halangan seperti itu.
Dia lebih unggul baik masalah penampilan maupun kemampuan sihir; satu-satunya keunggulan yang dimiliki Honoka adalah ‘gadis itu lebih tua darinya’. Tetapi, Honoka tidak merasa Tatsuya akan mempermasalahkan perbedaan usia satu atau dua tahun.
Suatu gelombang terpancar dari hati Honoka.
Gelombang itu menyebar tanpa melemah sedikit pun.
Gelombang itu tidak terbatas hanya pada hati Honoka saja.
Sesuatu yang bersemayam di tubuh robot itu bangkit seketika pagi itu berkat kebahagiaan Honoka yang luar biasa.
Sekarang, melalui ikatan itu, gelombang pikiran ini membuatnya bangkit kembali.
Kesadaran yang baru saja terbentuk ini bangkit sepenuhnya kali ini.
◊ ◊ ◊
Matahari sudah terbenam, saat Tatsuya keluar melewati gerbang sekolah sambil membawa sebuah kantung baju besar.
Karena ini pertengahan Februari, hari ini sudah berakhir dan matahari sudah terbenam sejak tadi.
Tapi mereka masih merasa sangat kedinginan.
Saat kehangatan matahari menghilang, suhu segera menurun drastis.
Tentu saja, orang-orang segera berkerumun, tidak ada cara lain lagi.
Sebenarnya, hampir tidak ada jarak diantara kerumunan siswa yang bergegas pulang dengan cepat saat gerbang sekolah akan ditutup. Namun, ada beberapa pengecualian atas kasus ini.
Di kedua sisi Tatsuya, singkatnya berdua Miyuki dan Honoka berhenti memepetkan tubuh mereka pada Tatsuya; untuk beberapa saat mereka telah mengulanginya beberapa kali.
Dari luar, mereka mungkin terlihat seperti sadar akan kehadiran orang lain tentunya, tapi….
“Aku penasaran apa mungkin lebih baik kalau aku segera pulang.”
Mungkin mata orang yang berjalan bersama mereka adalah salah satunya yang sadar akan kehadiran mereka.
“Tidak.”
Komentar penuh perhatian dari Lina disampaikannya dengan nada monoton; Tatsuya menjawab dengan sangkalan yang singkat.
Tatsuya dan Miyuki dan Honoka dan Lina.
Sesuatu yang saat ini ada bersama mereka.
Teman sekelas Tatsuya telah cukup peka sampai-sampai mereka pulang terlebih dahulu.
Namun, Lina merupakan anggota OSIS, meskipun hanya sementara.
Dengan berdua Miyuki dan Honoka yang masih bekerja, tidak mungkin Lina dapat pulang lebih awal. Kegiatan OSIS hanya seperti main-main jika dibandingkan dengan tugas tentaranya; hanya main-main tapi bukan berarti kalau dia dapat melakukan pekerjaannya dengan sembarangan. Karena dia punya rasa tanggung jawab sekaligus kesadaran kalau hal ini diperlukan untuk tugas penyusupannya, untuk sementara dia bukanlah ‘Sirius’ dan kegiatan sehari-harinya bukan menjadi ‘Ketua’ ataupun ‘Eksekusioner’, dan itu akan sangat memalukan baginya jika dia mengerjakannya setengah-setengah.
Sebenarnya, hari ini, dia terjebak menemani Miyuki dan yang lain hanya sebagai penonton sampai mereka semua tiba di stasiun, yang mana membuatnya merasa sangat kesal. Suasana tempat itu sangat sulit untuk membuat Lina lupa kalau Tatsuya dan Miyuki adalah target pengamatannya dan kalau memungkinkan, dia akan memantau mereka sepanjang hari.
“Benarkah?”
Tatsuya berkata kalau dirinya tidak masalah, dan dua yang lain hanya diam menolak untuk mempertanyakan hal itu. Dia dihadapkan dengan kesempatan untuk segera pulang ketika stasiun mulai terlihat di pandangan mereka.
Ngomong-ngomong, dia masih perlu berjalan melewati jalanan panjang; tapi,
“Kita sudah dekat dengan stasiun. Jadi tidak perlu terburu-buru pulang.”
Seperti apa yang telah dijelaskannya, mobil modern tidak punya jadwal.
Tapi itu tidak ada hubungannya dengan arah naik atau turun.
Rumah Tatsuya dan apartemen Lina berada sama-sama berada di arah naik, dan rumah Honoka ada di arah turun.
Kebetulan hari itu, tidak ada lagi mobil yang naik.
Waktu tunggu yang ditampilkan di stasiun sekitar tiga menit.
Mereka bertiga melihat Honoka berdiri dan menunggu didalam dinding tembus pandang untuk mencegah angin dingin mengenainya sembari menunggu mobil selanjutnya datang.
Tiga menit adalah waktu yang singkat. Akan aneh bahkan bagi banyak orang jika melihat orang yang memiliki hubungan dekat hanya diam seribu bahasa.
Berbanding terbalik, sepenuhnya normal bagi orang-orang yang tahu kalau mereka terpaksa tidak berbicara satu sama lain.
Suasana antara Lina dengan Shiba bersaudara terbagi atas ketidaksenangan dan kedekatan.
Menyebut hubungan mereka ‘dekat’ selagi mereka pernah mencoba membunuh satu sama lain mungkin akan terdengar aneh jika didengar orang lain.
Walau begitu, baik Tatsuya ataupun Miyuki tidak memiliki kebencian kepadanya. Terutama Tatsuya, yang sadar kalau perasaannya kepada Lina lebih seperti simpati.
Untuk sekarang, Penyihir tidak dapat melarikan diri dijadikan sebagai senjata.
Terutama Tatsuya tidak dapat lupa kalau dia sendiri ‘seperti itu’.
Kalau dia pernah sekali saja mencoba untuk menolaknya, negara atau masyarakat mungkin akan mencoba untuk membunuhnya.
Karena sihirnya berpotensi untuk membumihanguskan seluruh negara.
Dan itu juga berlaku untuk Lina.
Dia, sama seperti Tatsuya, tidak bisa melarikan diri sebagai senjata.
Pada kasus tertentu, Lina berkedudukan lebih dekat dengan Tatsuya dibandingkan Miyuki.
“……Apa ada masalah?”
Mungkin karena dia terlalu asyik merenung, Tatsuya tidak sadar kalau Lina ingin mengatakan sesuatu sampai Miyuki menarik lengan bajunya untuk menyadarkannya.
“…..Bukan apa-apa, lupakan.”
Karena Miyuki memberitahunya, ini bukan masalah Lina hanya menatapnya untuk beberapa saat. Sikap Lina yang aneh juga mengatakan kalau ‘ini bukan apa-apa’.
“Benarkah.”
Namun, Tatsuya tidak berusaha menyindirnya agar dirinya mengakui apa sebenarnya yang disembunyikannya. Dia tidak sesibuk itu, dan jika dia tidak terlalu dekat dengan Lina, suasana hati Miyuki akan tenggelam juga.
Terlebih lagi, mobil yang mereka tunggu sudah akan sampai.
“Onii-sama.”
Dan kebetulan.
“Apa ada sesuatu?”
“Tidak.”
Menolehkan kepalanya, Tatsuya merangkul bahu adiknya.
Miyuki terkejut, dan menyandarkan seluruh tubuhnya pada Tatsuya tanpa ragu-ragu. Tidak ada pertanyaan lagi yang keluar dari mulutnya.
Bagi mereka, ini adalah cara sederhana untuk membungkam satu sama lain.
Dalam hati Tatsuya sadar kalau ada tatapan yang sedang mengawasi mereka.
◊ ◊ ◊
“Ada apa?”
Gerakan matanya yang cepat membuatnya sadar akan ketegangan yang menjalar di tubuh bawahannya, Kolonel Balance menanyainya.
Wajah operator yang memalingkan tatapannya dari monitor itu terlihat kebingungan.
“Apa….. apa dia sadar akan pengawasan kita?”
“Hal bodoh apa yang kau katakan?”
Balance, yang selalu berpikir realistis, menghilangkan kebingungan bawahannya dengan mengatakan kalau itu hanya imajinasinya saja.
“Satelit kita terletak di orbit rendah tapi tetap saja itu satelit pengawas. Terlebih lagi. Tidak mungkin kau dapat melihat kameranya dari bumi dengan mata telanjang.”
“Tapi baru saja, saya melihatnya dengan jelas kalau mata Shiba Tatsuya melihat lurus ke arah monitor.”
Singkatnya, mata mereka bertemu selagi dirinya melihat ke arah kamera, tapi….
“Tidak peduli seberapa hebat penglihatan seorang manusia, jelas sekali tidak mungkin bagi mereka untuk dapat melihat sebuah satelit yang terletak di orbit rendah, bukan. Sederhananya saja ambil contoh kamera di satelit itu; kamera itu tidak akan dapat terlihat bahkan dengan kemampuan persepsi manusia modifikasi.”
Ketika Balance berbicara dengan nada kesalnya, ekspresi wajahnya sedikit lebih rileks.
“Baik. Untuk berjaga-jaga saja. Akanku periksa ulang gambar tiga menit yang lalu.”
“Baik, bu.”
Gambar real-time yang tampil dikecilkan di layar dan gambar yang terekam sebelumnya mulai diputar ulang di layar utama. Kamera resolusi tinggi tersebut dengan jelas menampilkan Mayor Angie Sirius yang dengan gugup melihat ke kanan-kiri.
Gambar itu menimbulkan ketertarikan khusus Balance (atau lebih seperti tidak bisa diabaikannya), tapi dia memfokuskan perhatiannya pada apa yang dipermasalahkan bawahannya, Shiba Tatsuya.
Tatapan anak laki-laki itu yang tertuju pada Mayor Sirius mengarah ke atas.
Pastinya, dia terlihat sekilas seperti sedang menatap ke arah kamera itu.
Meski begitu, itu adalah sesuatu yang dapat dijelaskan dengan mudah jika ditelaah kembali, itu sesederhana itu.
Mungkin yang sebenarnya terjadi adalah dia tiba-tiba ingin melihat ke langit.
Buktinya sesaat setelahnya dia mengalihkan tatapannya dari kamera.
“Itu hanya imajinasimu saja, seperti yang kuduga. Memang lebih baik kalau kau seperti ini daripada hanya melamun saja, tapi terlalu was-was juga hanya akan membuatmu mengambil keputusan yang salah.”
Sang Kolonel memberikan instruksinya dan mengalihkan matanya dari layar utama.
Pada bagian kecil layar tersebut, terlihat Mayor Sirius sedang mengendarai sebuah mobil listrik kecil yang disebut cabinet di Jepang saat ini. Tentu saja, Balance lebih khawatir akan ketidakstabilan kelakuan dari gadis yang mengemban gelar Sirius itu.
◊ ◊ ◊
Lina kembali ke apartemen sewaannya yang menjadi basis operasinya selama di Jepang dan menghela nafas panjang didepan pintu kamarnya.
Dia sadar kalau sudah terlambat untuk melakukan sesuatu pada kotak berisi cokelat yang ada didalam tasnya.
Pada akhirnya, tidak peduli seberapa siapnya dirinya mempersiapkan giri chocolate, dia masih belum menemukan alasan yang cocok untuk membicarakan topik ini dan terus seperti itu. Secara refleks, dia menghindari pertanyaan Tatsuya dengan jawaban ‘ini bukan apa-apa’, tapi sebenarnya, dia sudah memutuskan untuk memberikan cokelat itu saat mereka akan berpisah jalan.
(….Tidak perlu menghindari pertanyaan itu. Lagipula, ini hanya giri chocolate.)
Tentunya tidak ada maksud apapun dibalik cokelat itu. Faktanya ‘giri chocolate’ dianggap oleh orang-orang di dunia tidak memiliki makna yang dalam.
Walau begitu, baginya ini adalah sesuatu yang sangat penting. Dia berulang kali membisikkannya pada dirinya sendiri dari lubuk hatinya yang terdalam tapi karena dia sudah kewalahan untuk menahannya, entah bagaimana wajah kakunya menunjukkan sebuah senyuman.
Walaupun mereka telah mencoba membunuh satu sama lain, mereka juga pernah bertarung bersama, sekali.
(Selain itu, Tatsuya juga tidak membocorkan identitasku.)
Karena ini hanya giri, tidak ada yang spesial. Tidak alasan bagiku untuk takut membuat kesan yang tidak baik.
Dia mengembalikan niatnya dan mengeluarkan kotak itu dari tasnya.
(Sayang sekali.)
Dia tidak memberikannya pada Tatsuya.
Tiba-tiiba, dia melihat Tatsuya merangkul bahu Miyuki dan mengakibatkan tangannya tidak dapat bergerak sama sekali.
(Kenapa waktu itu aku…….)
Dia sangat terkejut melihatnya, hal itu dapat diketahui dari tangannya yang tidak bergerak sedikit pun karena terkejut melihat Tatsuya merangkul bahu Miyuki.
(Apa yang sebenarnya terjadi padaku!)
Sayang sekali cokelat itu pada akhirnya sia-sia.
(Tapi, bukan itu masalahnya.)
(Yang lebih penting, itu seperti kalau aku…….)
Ini adalah masalah serius bagi Lina.
(Aku terkejut bukan karena rasa sukaku pada Tatsuya.)
(Itu tidak bercanda.)
Lina meneriakkan hal itu di pikirannya. Dia benar-benar terganggu dengan alasannya sendiri.
(Aku menolak menerima hal ini! Aku benar-benar tidak bisa menerima kalau aku mungkin punya perasaan terhadap orang itu yang sangat sis-con yang sangat mencintai adiknya sendiri!)
Meski dia tidak sadar dia sedang berbicara dengan siapa, Lina mengatakan hal itu keras-keras didalam hatinya.
(Aku kenal Tatsuya. Bukan dalam cara yang normal, tapi dengan cara yang intens.)
Pemikiran itu tampaknya sedikit kacau. Tapi tetap saja, dia sendiri tidak mengerti siapa yang yang dimaksudnya kacau, tetapi.
(Tapi, itu! Itu karena hinaan yang diberikannya padaku! Sampai aku menang melawannya, aku tidak akan dapat menghilangkan Tatsuya dari pikiranku!)
Seorang gadis normal mungkin akan berpikir seperti itu, mugkin dia seharusnya tidak membuat cokelat untuknya, mungkin dia seharusnya menyiapkan sarung tangan putih.
Meski begitu, saat ini Lina tidak punya perasaan seperti itu di pikirannya.
Saat dia membuka pintu kamarnya dengan suasana hatinya yang tidak stabil, dia sadar akan keanehan yang ada didalamnya.
Pikirannya segera tenang.
Silvia sudah pulang, jadi sekarang Lina tinggal sendirian.
Walau begitu, dia merasa ada kehadiran seseorang.
Sensasi merinding menjalan di sepanjang tulang belakangnya.
Ceroboh sekali dirinya sampai-sampai baru saja akan hal itu setelah membuka pintu kamarnya, jadi dia menegur dirinya sendiri. Selagi dia mempersiapkan mentalnya, dia masuk ke dalam dengan berhati-hati.
Sudah terlambat untuk seperti itu, pikirnya, tapi dia menutup pintunya perlahan-lahan tanpa membuat suara sedikit pun.
Dia bingung apa yang harus dilakukannya pada sepatunya untuk sesaat. Itu bukanlah hal yang perlu dipikirkan saat ini, tapi dia sekarang berpikir kalau dia harus membersihkannya nanti.
Sekali lagi, dia menegur dirinya sendiri atas kebodohannya, pikiran konyolnya; dia menaruh tasnya perlahan di lantai dan dalam posisi merunduk bersiap untuk menerobos masuk.
“Jujur saja sepertinya persepsimu tidak tajam.”
Dan ketika suara pahit atasannya terdengar dari dalam ruangan, dia menghentikan apa yang dilakukannya.
“Jika anda ingin menemui saya, saya sendiri akan segera datang kepada anda.”
Disaat Lina selesai menyiapkan teh (dan kue) jelas tidak bisa dibilang baik selagi dia dengan malu-malu berbicara dengan Kolonel Virginia Balance, yang sedang duduk di meja makan sederhana.
Walau begitu, sang Kolonel tidak segera menanggapi perkataan Lina.
“Mungkin kau sudah mengetahuinya, tapi aturan militer kita sebagian besar berbicara tentang operasi dibalik layar. Dan sebagian besarnya berkata kalau yang terpenting dalam perkerjaan ini adalah menajemen relasi pribadi.”
Tentu saja, Lina tahu latar belakang dari orang terkenal seperti Kolonel Balance. Sang Kolonel lulus dari sebuah sekolah bisnis prestisius dengan nilai yang tinggi, memiliki kebijaksanaan yang tinggi, dan tidak jarang dia ditempatkan di garis depan; dia telah membuahkan banyak prestasi dalam pekerjaannya yang membuat tidak ada orang yang dapat mencelanya.
“Sekarang karena kau sudah tahu tentang pengalamanku, Mayor Sirius.”
“Ya.”
Lina menegakkan tubuhnya dan menjawabnya dengan kaku. Instingnya merasa kalau perkataan itu tidak seharusnya disikapi dengan senyuman.
“Mengenai kondisi saat ini, aku khawatir kalau kau mungkin sedikit dekat dengan targetmu.”
Lina tidak menjawab perkataan Balance. Dia menahan dirinya, tapi ternyata itu tidak berhasil.
“Aku tidak pernah…..”
“Benarkah. Apa aku terlalu berlebihan, kalau begitu tidak perlu dipermasalahkan lagi, tapi….”
Selagi mengatakannya, Balance menujukan tatapannya pada tas Lina yang diletakkannya di kursi.
Bahu Lina tegang seketika.
Kalau dia melihat apa yang ada didalam tas itu, tidak peduli bagaimanapun caranya untuk berbohong, tidak akan ada gunanya lagi. Balance hampir yakin kalau kecurigaannya memang benar terjadi, dan itu mungkin akan menyempurnakan kecurigaannya. Tidak peduli bagaimana pun dia berkata kalau itu hanya ‘kesalahpahaman’, mungkin dia sudah tidak akan bisa membujuk Balance untuk percaya kepadanya lagi……
“Aku, juga, berusaha untuk memahami kondisimu.”
Walau begitu, Balance tidak memerintahnya untuk ‘menunjukkan isi tasnya’.
“Kaulah satu-satunya orang yang pernah diberi kedudukan sebagai Komandan Stars meski usiamu masih remaja.”
Kalimat sederhana itu diucapkan seiringan dengan tatapan yang sedikit berbeda dari sebelumnya.
“Potensi sihir membuka era baru bagi sebagian orang melalui penggunaan teknik sihir modern yang memungkinkan para penyihir untuk menemukan hal-hal baru dan menambahkannya ke teori energi. Namun beberapa orang yang mengatakan kalau kau terlalu muda. Kalau menurut pendapatku sendiri, aku mungkin juga akan mengatakan kalau kau terlalu muda untuk posisi Komandan.”
Suara Balance terdengar berbeda dari orang-orang yang pernah mengomentari posisi Lina.
“Kau sekarang 16 tahun. Aku mengerti betapa susahnya untuk mengendalikan emosimu saat berada bersama teman seumuranmu.”
Memahami maksud dibalik nada bicara dan suasana hati atasannya, Lina mendengarkan omongan atasannya dengan tampang lembut.
Namun, melihat sedikit perubahan dari ekpresi wajah Lina untuk alasan tertentu membuat Balance merasa sedikit kesal.
“…..Dari sudut pandangmu, aku mungkin hanyalah seorang ibu-ibu, tapi aku umurku masih dua puluhan.”
“Yang benar saja! Saya tidak pernah berpikir seperti itu!”
Lina secara blak-blakan dan kasar membela dirinya dari tuduhan tak berdasar yang tertuju padanya.
Namun, disaat yang sama, secara aneh dan mengejutkan Lina merasa lega. Sang Kolonel, yang merupakan petugas yang sempurna yang tidak pernah terlihat punya kecacatan sedikit pun, menunjukkan sisi ‘manis’nya yang mana dapat menenangkan ketegangan yang dirasakan Lina.
“….Baiklah kalau begitu. Lupakan perkataanku barusan.”
Ekspresi kalau dirinya kebablasan yang terpampang di wajah Balance yang dilihat Lina mungkin adalah bagian utama dari sandiwaranya yang dibuat agar terlihat asli.
“…..Tentu saja, tak dapat dihindari kalau saya memiliki perasaan terhadap Shiba Tatsuya sebagai tentara USNA.”
Hal tersebut berhasil membuat Lina lebih terbuka.
“Namun, tentunya ini bukan perasaan cinta atau semacamnya. Perasaan yang saya miliki lebih seperti persaingan yang dimiliki sepasang rival.”
Rival, hm.”
“Ya, saya yakin Kolonel mendapat laporan kalau saya pernah sekali dikalahkan Shiba Tatsuya.”
“Aku mengerti, ini pertama kalinya kau kalah dalam pertarungan sihir sejak mengemban gelar ‘Sirius’.”
“Ya.”
Sebenarnya dia sudah melakukan banyak latihan bertarung dengan Mayor Canopus sejak dirinya menjadi Komandan, tapi mereka selalu bermain aman saat melakukannya dan tidak perlu mengkoreksi perkataan Kolonel.
“Aku mengerti. Kalau begitu, ini hanyalah pembicaraan biasa.”
Nada bicara Kolonel perlahan-lahan berubah; suasana hatinya sebelumnya sangat dingin.
Itu adalah satu-satunya hal yang memberitahu Lina kalau moratoriumnya telah berakhir.
“Mayor Angie Sirius, saat ini, pencarian dan pemusnahan pengkhianat dihentikan untuk sementara dan kau diperintahkan untuk kembali pada tugas awalmu.”
Lina mengatur ulang postur tubuhnya secara tidak sadar.
“Untuk sekarang, penangkapan individu yang melakukan ‘konversi massa ke energi’ diutamakan. Kalau tidak memungkinkan dilakukan penangkapan, maka kita perlu membuat individu tersebut tidak dapat melakukannya lagi.”
Untuk membuat individu tersebut tidak dapat melakukannya lagi hanyalah cara halus untuk mengatakan agar tidak ada yang dapat melakukannya lagi. Dengan kata lain, membunuh pelakunya.
“Untuk sekarang, kita asumsikan saja Shiba Tatsuya adalah pelakunya. Gelombang pertama penyerangan kita akan dilancarkan esok hari dengan Stardust. Kau juga akan diperlengkapi dengan Brionac dan masuklah kalau kau merasa waktunya tepat.”
“Baik, bu.”
Dengan ekspresi bengong, Lina berdiri dan memberikan hormat kepada Balance.
◊ ◊ ◊
Erika adalah bagian dari murid SMA 1 yang harus melakukan perjalanan panjang untuk ke sekolah. Dia sebenarnya telah ditawari utuk menyewa tempat yang dekat dengan sekolah saat dia diterima di SMA 1. Namun, dia bersikeras untuk berangkat dari rumahnya sendiri.
Itu bukan berarti dia tidak tahan jauh dari keluarganya.
Itu kebalikannya.
Saat ayahnya sudah menyiapkan sebuah kondominium (dia tidak berkata kalau dia ‘menyewakannya untuk Erika’, dia berkata kalau dia ‘membelikannya untuk Erika’), Erika menjadi makin bersikeras untuk berangkat dari rumah.
Dibadingkan harus mendengarkan perkataan ayah atau kakaknya, ini tidak ada apa-apanya.
Jalan dari stasiun ke rumahnya cukup gelap saat perjalanan pulang, dan Erika lebih memilih berjalan kaki daripada menggunakan mobil. Itu adalah hal yang tidak disarankan untuk dilakukan oleh seorang gadis cantik, tapi keluarganya tidak khawatir akan itu. Karena orang-orang mesum dan pencopet tidak punya kemampuan yang dapat digunakannya untuk melawan Erika.
Ini karena sudut pandang seseorang, tapi memang begitulah kenyataannya. Hari ini, Erika sekali lagi berhasil sampai di rumahnya tanpa terjadi apa-apa.
Rumahnya bukanlah di rumah utama. ‘Rumah’nya adalah sebuah paviliun disamping dojo keluarganya.
Tidak ada selain dirinya yang tinggal di tempat itu; seketika dia masuk ke kamarnya, Erika melempar tasnya dan menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjangnya, masih mengenakan seragamnya. Dia biasanya tidak semalas ini. Dia hanya kelelahan setelah acara tahunan yang baru saja dilaluinya, emosinya kacau setelah mendapat banyak tatapan heran sepanjang hari ini.
Dia sadar kalau sebenarnya dirinya cantik (dia dengan objektik menilai dirinya dengan rendah hati), jadi dia tidak tahu harus bagaimana menanggapi perhatian yang didapatnya dari para laki-laki seumurannya (dan beberapa gadis) pada hari seperti hari ini, tapi……
(Kalau begitu, mereka seharusnya tahu kalau aku bukan tipe orang yang membuat giri chocolate.)
‘Sejak awal, mereka hanya melihat fisikku saja’ begitulah kesimpulannya, yang mana membuatnya makin kelelahan.
Dia tidak benci dengan penampilannya.
Lebih baik cantik daripada jelek.
Tapi dia merasa kerugiannya setara dengan keuntungannya.
Erika yakin kalau lebih baik memiliki kecantikan sepertinya daripada harus menghadapi banyak kesusahan karena terlalu cantik seperti Miyuki.
Tapi dia benci kalau hanya dinilai dari fisiknya saja.
Dan tentu saja dia muak akan tatapan-tatapan itu.
Terlalu bergantung pada niat baik yang berasal dari tampang hanyalah awal dari nasib buruk yang akan membuatmu menyukai bagian dirimu yang disukai orang lain saja.
Erika percaya akan itu.
Matanya secara spontan melihat apa yang ada diatas lacinya.
Yang mana dihiasi sebuah bingkai foto kecil.
Itu bukanlah foto digital, tapi sebuah cetakan foto dari seorang wanita dengan rambut yang sedikit lebih cerah ketimbang Erika dan memiliki penampilan yang sangat menyerupai Erika. Hal tersebut membuatmu berpikir kalau Erika akan jadi persis seperti itu sepuluh tahun lagi.
Itu adalah foto ibu Erika, yang telah meninggal saat Erika masih berusia 14 tahun.
Wanita yang melahirkan Erika yang juga menjadi alasan mengapa dia memilih tinggal sendiri di paviliun ini.
Anna Rosen Katori.
Itulah nama ibu Erika.
Dari namanya saja, jelas kalau dia setengah keturunan Jerman.
Dan nama keluarganya bukan Chiba.
Bagi ayahnya, kepala Keluarga Chiba dan salah satu dari Seratus Keluarga, kalimat halusnya adalah ibu Erika hanyalah ‘kekasih’nya saja; kalau dengan kasar, dengan gaya bicara kuno, dia adalah ‘selir’nya saja.
Erika tidak diperbolehkan menggunakan nama keluarga ‘Chiba’ sampai ibunya meninggal; terlebih lagi, itu berarti sampai dia baru akan masuk SMA. Sebenarnya, dia tidak mendapat nama ‘Chiba Erika’ sampai dia mengambil ujian masuk SMA, sampai kerabatnya memperbolehkannya. (Akibatnya, Tatsuya tidak pernah tahu akan adanya ‘Chiba Erika’.)
Erika lahir sebelum istri sahnya meninggal akibat penyakit. Mereka melakukan ‘hal itu’ selagi istrinya terbaring di ranjang rumah sakitnya, Erika merasa kalau itu bukan alasan atas apapun yang dilakukan orang tuanya. Itu terdengar kejam, tapi kalau dilihat lagi, dia menyalahkan ibunya atas itu.
Walau begitu, dia jelas tidak terima kalau hanya ibunya saja yang disalahkan. Lagipula, hampir semua tanggung jawab itu ditanggung oleh ayahnya.
Ada masa dimana dia menjalani hari-harinya tidak mengetahui alasan dibalik tatapan menghina yang tertuju padanya, tubuh kecilnya bersembunyi.
Ada juga masa dimana dia berlatih pedang secara gila-gilaan agar ibunya dan dirinya dapat diakui. Itu adalah masa-masa dimana dia menjadi idola di Dojo Chiba. Diantara para murid-murid muda yang masih remaja dan dua puluh tahunan, berkumpul dan membentuk [Rombongan Pendukung Erika] karena dia melihat kalau Erika telah kehilangan antusiasmenya untuk bermain pedang lagi setelah ditingal oleh ibunya, dan mulai ikut campur dalam urusan pribadinya.
Melihat kembali masa lalu, dia yakin kalau sekarang adalah masa terbaiknya, masa yang paling mengasyikkan dalam hidupnya.
Teman perempuan yang dengan ramah merasa kalau ‘dirinya tiada bandingannya’ dan teman laki-laki yang tidak dapat memahami perasaannya tidak peduli seberapa lama dia mencoba memahaminya.
Teman sekelasnya yang menghangatkan hatinya,
Teman-teman yang mana dapat diajak bertengkar dan diejek,
Teman masa kecil yang juga dapat diejeknya.
Sekumpulan teman yang mengakui ‘kekuatan’nya dan kesempatan untuk menggunakan kekuatan itu.
Sekarang, berlatih pedang terasa menyenangkan. Waktu yang disia-siakannya untuk berlatih pedang tidak terbuang percuma.
Kalau dia bersama dengan mereka, dia merasa kalau dia dapat mendaki gunung tertinggi.
Karena itulah, dia tidak ingin diganggu hanya oleh sebuah permainan cinta.
Dia menatap langit-langit kamarnya diam selagi memikirkan hal-hal itu; secara tak terduga, bel pintu kamarnya berbunyi. Bukan sinyal yang menunggu jawaban darinya, tapi sinyal dari terbukanya pintu kamarnya. Karena dia belum menguncinya, semua orang dapat masuk dengan bebas.
Tidak mungkin dia akan mengintip untuk melihat siapa itu, dia tidak bermaksud untuk terlihat gugup.
Dia melihat jam.
Masih terlalu cepat untuk makan malam.
Kedua kakak laki-lakinya (biasanya, yang tidak memiliki ibu yang sama dengannya) dan kakak perempuannya (tentu saja, dia juga tidak memiliki ibu yang sama dengannya) tapi jujur saja dia membencinya; bagi Erika, waktu berjalan begitu cepat. Buktinya setiap kali mereka bertemu, bukan hanya kakak perempuannya saja tapi dirinya juga merasa tidak nyaman, tidak perlu menyembunyikannya.
Tepat saat dia akan bangun untuk melihat siapa orang itu, terdengar ketukan di pintunya.
Dari suara langkah kaki yang menuju ke arahnya, bahkan suara nafasnya, dan kehadirannya, kemungkinannya dapat diperkecil hingga kedua kakak laki-lakinya. Karena kakak tertuanya biasanya bekerja pada jam-jam seperti ini dan seharusnya baru pulang larut malam.
“Tsugu-aniue? Masuklah.”
Seperti yang dikatakannya, dia berpindah dari atas ranjangnya ke depan mejanya.
“Maaf mengganggu istirahatmu, Erika.”
Erika duduk didepan meja dengan kursi yang diputar menghadap pintu, dengan punggungnya yang ditegakkannya dan kedua tangannya di atas lututnya, tapi kakak laki-lakinya, Naotsugu, melihat ranjangnya dan menyampaikan permintaan maafnya.
Yah, dengan kemampuan pengamatan kakaknya tidaklah aneh kalau dirinya mendapat sebutan ‘Chiba Kirin’.
Sebenarnya, Erika bahkan tidak berkedip sekali pun.
“Tidak, aku hanya berbaring sebentar. Kalau begitu, apa kau butuh sesuatu?”
Melihatnya dengan wanita itu saat liburan musim panas membuatnya sedikit bermusuhan dengannya, tapi kalau tidak sedang seperti itu, bersama dengan kakaknya membuat hati Erika merasa sangat tenang.
Dia hanya akan menaikkan suaranya kepada kakaknya kalau dia sedang bersama wanita itu.
“Hmm….. aku bingung harus memberitahumu atau tidak, tapi…… bagaimanapun juga, aku rasa aku akan memberitahumu. Erika, aku yakin kau punya teman sekelas laki-laki bernama Shiba Tatsuya?”
“Ya, ada apa dengannya?”
Hal itu tidak terlihat di wajahnya, tapi saat ini, Erika merasa cukup terganggu. Dia benar-benar tak menduga kalau kakak laki-lakinya tiba-tiba bertanya tentang Tatsuya.
“Dia sedang berada dibawah pengawasan Badan Keamanan Nasional.”
“…Uh?”
“Tidak heran kalau kau sulit untuk memercayainya secara mendadak, tapi ini kebenarannya.”
Tentunya, dia kesulitan untuk memercayai informasi mengejutkan ini, tapi dia mungkin merasa sulit untuk memercayainya karena alasan yang berbeda dari yang dikira Naotsugu.
Erika tahu kalau Tatsuya adalah warga sipil yang merupakan anggota Badan Keamanan Nasional.
Saat itu, seorang petugas membawanya dan memberitahu kalau hubungan Tatsuya dengan Badan Keamanan Nasional adalah rahasian nasional tingkat tinggi.
Jadi orang-orang yang berpangkat rendah di kemiliteran tidak akan tahu akan statusnya.
Tapi tetap saja, Erika merasa kalau ini sangat menggelikan sampai-sampai dia bahkan tidak ingin tertawa, mendengar anggota Badan Keamanan Nasional akan melakukan pengawasan terhadap Tatsuya, yang mana merupakan anggota dari organisasi yang sama, meski sedikit berbeda.
Tentu saja, tercengangnya dirinya, tidak ada kaitannya dengan tugas yang diberikan dan sebagainya,
“Aku juga menerima perintah tidak resmi.”
Sepertinya menggunakan anggota dari organisasi yang sama tidak sepenuhnya bodoh.
“Apa misi itu benar-benar membutuhkanmu, Tsugu-aniue, dengan status resmimu sebagai mahasiswa dari Sekolah Tinggi Milter? Ada apa denganmu…..”
“Mengawasinya dan, kalau perlu, melindunginya.”
“Mengawasi dan….. melindungi?”
“Ah. Sepertinya Shiba-kun telah terlibat dalam sebuah masalah yang menarik perhatian militer.”
Erika merasa kalau daripada dibilang terlibat, dia adalah masalah yang telah dipermasalahkan militer untuk beberapa saat, tapi dia merasa kalau dia lebih baik tidak mengatakan apa-apa demi Tatsuya dan juga Naotsugu, jadi dia hanya diam.
“Erika, aku rasa lebih baik kau menjauh dari Tatsuya untuk sementara.”
“Apa maksudmu bahkan di sekolah? Aku sekelas dengannya.”
Dia tidak akan patuh dengan mudah tidak peduli seberapa hormatnya dirinya pada kakaknya, tapi tidak salah lagi, kalau kakaknya baru saja mengatakan sesuatunya yang membuatnya sangat ingin tertawa, sekarang dia sedang mencoba untuk menyelidiki sikap kakaknya yang mencurigakan.
“Tidak, aku yakin dia tidak akan diserang di sekolah.”
Dari perkataan itu, dia paham alasan dibalik pihak yang memberi perintah kepada Naotsugu, daripada menjadikannya target, Tatsuya dijadikan sebagai umpan.
Sederhananya, penyerang utamanya tidak ada hubungannya dengan Lina; bahkan jika Lina terlibat didalamnya, kemungkinannya kalau ini dilakukan kelompok lain cukuplah tinggi… menurut Erika.
“Kalau begitu Aniue, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Karena Shiba-kun dan aku adalah teman pulang pergi, kita tidak sedekat itu sampai berjalan-jalan bersama sepulang sekolah atau pergi ke rumah satu sama lain.”
“Itu benar. Tapi tetap saja kau benar-benar harus berhenti pergi ke sekolah dengannya…. Karena akan lebih baik kalau kau tidak menimbulkan kekhawatiran.”
“Apapun yang terjadi, berhati-hatilah, Erika.”
“Terima kasih, Aniue.”
Karena dia telah diberitahu harus seperti apa saat sedang bersama Tatsuya, dia akan berhati-hati, Erika mengatakan hal itu di dalam hatinya.
◊ ◊ ◊
Segera setelah sampai di rumah, Miyuki mengambil kantung kertas penuh cokelat dari tangan kakaknya dan menyimpannya di kulkas.
Sampai tahun lalu, bahkan saat dia hanya menerima satu atau dua, dia sudah memikirkan tentang respon adiknya; tapi, tahun ini, kecemburuan Miyuki sedikit berkurang dari yang diperkirakannya, yang mana membuatnya lega.
“Onii-sama, aku akan segera menyiapkan makan malam, jadi tunggulah saja di kamarmu untuk sementara?”
Miyuki segera beralih kepada Tatsuya, yang mengikutinya ke dapur untuk memastikan perasaannya, dan, dengan senyuman lebarnya yang tidak natural, berkata seperti itu.
Kalau diterjemahkannya, maksud Miyuki ‘jangan keluar sampai kupanggil’. Mengingat seberapa buruknya tahun lalu, Tatsuya segera mengunci dirinya di kamarnya.
Dan sekitar sejam,
“Aku datang…..”
Tanpa berpikir, Tatsuya mengatakannya keras-keras.
Ruang makan dipenuhi dengan aroma manis, aromanya benar-benar berbeda dari cokelat Mayumi; tidak salah lagi, ini adalah aroma cokelat.
Dengan senyuman, kali ini senyumannya natural, Miyuki mempersilahkan Tatsuya untuk duduk.
Penampilannya mengejutkan Tatsuya hingga terdiam.
“Apa yang bisa saya bantu, Tuan?”
Senyumannya berubah jadi nakal, Miyuki sedikit memiringkan kepalanya saat bertanya padanya.
Jelas sekali, wajah seseorang yang sepenuhnya sadar akan apa yang dilakukannya.
“………Aku tidak tahu kau punya kostum seperti itu.”
“Kostum? Ini hanyalah baju yang dipakai oleh pelayan.”
Setelah dipikir-pikir kembali, bajunya mungkin akan cocok jika digunakan di bidang industri jasa.
Tapi, bukan hanya waktu dan acaranya yang salah, tempatnya juga, dan dirinya juga merasa kalau itu tidak cocok untuk saat seperti sekarang.
Kalau ini bukan ruang makan di dalam rumah, tapi sebuah restoran dengan pelayanan khusus, maka ini bisa dibilang cocok dengan waktu, tempat, dan acara.
Seragam pelayan Miyuki memiliki lengan yang menggembung, rok berenda, dan sebuah celemek penuh renda. Singkatnya, seragam itu bergaya Julie Andrew.
Meski dia paham kalau konsepnya cocok dengan makanannya, bukankah dia sudah berlebihan….
“Umm, apa aku tidak cocok memakai baju ini…..?”
“Tidak, kau kelihatan cocok. Sangat manis.”
Saat adiknya menanyakan pertanyaan itu dengan nada tidak yakin, tidak peduli apa yang sedang dipikirkan Tatsuya, dia tidak akan mengatakan hal yang akan menyakiti adiknya dan dan mengakibatkan dirinya perlu mencari sesuatu yang dapat digunakan untuk memukul kepalanya.
“Terima kasih!”
Berbanding terbalik dengan apa yang sedang terjadi di hati Tatsuya, semangat Miyuki telah kembali dan dia menyajikan makanan satu per satu. Membuat Tatsuya tidak punya pilihan lain selain pergi ke meja makan.
Pada keseluruhan menu hari ini.
Makanan utamanya adalah daging potong dalam saus cokelat.
Diiringi dengan kue penuh kacang dan fondue cokelat.
Tak perlu dikata, semuanya dipenuhi cokelat.
“Onii-sama, silahkan menikmati semuanya, Aku, Miyuki, telah menyiapkan cokelat Valentine ini spesial untukmu, Onii-sama.”
Tentu saja, ini bukanlah sesuatu yang dapat dilakukan kalau kau tinggal sendirian.
Rasa semua masakan yang dimasak dengan cokelat tersebut hanya manis.
Jika dipikir lagi, itu semua akan masuk ke mulut Tatsuya hari ini.
Semuanya adalah hasil dari ide yang dihasilkan Miyuki.
Saat dia selesai melahap makanan penutupnya, wajah Miyuki terlihat sedikit merah. Selagi dia memakan fondue cokelat putih, dia khawatir kalau Miyuki kebanyakan meminum brandy, dan tampaknya itu hanya imajinasinya saja.
Karena Miyuki tidak makan sebanyak yang dimakannya, dia memiliki toleransi terhadap alkohol yang lebih tinggi daripadanya, tapi…..
“Miyuki, apa kau tidak apa-apa?”
“Ya? Ada apa?”
Saat Miyuki menjawab dengan tampang bingung di wajahnya, dia sedang membersihkan meja.
Cara bicaranya sedikit berbeda.
Miyuki menumpuk semua piring agar selesai dalam sekali jalan.
Tatsuya merasa kalau itu berbahaya.
Miyuki yang biasanya akan kesana-kemari dua sampai tiga kali untuk merapikan piring sebanyak ini.
Dia mungkin tidak kesulitan dan secara tidak sadar memilih melakukannya seperti ini agar selesai dengan cepat.
Tatsuya mengitari meja itu dengan cepat dan tanpa berbicara satu kata pun.
“Eek!?”
Seperti yang ditakutkan, dia memeluk tubuh adiknya agar dia tidak tersandung kakinya sendiri.
Tidak ada satu pun piring yang terjatuh ke lantai.
Selagi satu lengannya menahan Miyuki, tangan yang satunya lagi sedang menangkap piring-piring yang dibawa Miyuki.
Dengan sempurna, dia memutar tubuhnya dan menaruh kembali piring-piring itu ke meja.
Setelahnya, dia sekali lagi menahan tubuh adiknya dengan kedua tangannya dan membantunya berdiri tegak.
“Te…….terima kasih, Onii-sama.”
“Miyuki, beristirahatlah di sofa sebentar.”
Miyuki protes dan berkata kalau dirinya baik-baik saja.
Satu-satunya hal yang akan terjadi kalau dia protes adalah membuat Tatsuya kesulitan dan ia sangat tidak menginginkan hal itu terjadi.
Dia menumpuk piring-piring itu di tempat cuci dan menyerahkan sisanya untuk diurus HAR. Meski dia tahu kalau itu sebenarnya adalah pekerjaan yang sangat ringan, dia merasa bersalah sampai membiarkan kakaknya yang melakukannya sendirian dan mencoba untuk membuat dirinya melupakan perasaan tersebut.
Namun, dia tetap tidak bisa tidak depresi.
Meski dia sudah membuat atmosfer yang menyenangkan, pada akhirnya dia sendiri lah yang merusaknya dengan ceroboh…. Itulah kebohongan yang dikatakannya kepada dirinya sendiri.
Dia hanya bisa merasa benci terhadap apa yang jauh diatas kendali manusia.
Tidak, sejak awal dia tidak membencinya. Dia lebih menganggapnya sebagai halangan. Itu seharusnya disebut sebuah kutukan.
“……Kenapa aku harus jadi adik Onii-sama”
Dengan helaan nafas panjang, kalimat itu keluar dari mulutnya secara tidak sengaja.
Sebagian dari keinginannya telah disuarakannya.
Sebuah keinginan yang mencerminkan hatinya.
Sebuah kalimat yang telah berulang kali ada di hatinya sejak kemarin.
Segera panik, Miyuki berbalik badan.
Perkataannya barusan tidak boleh didengar oleh kakaknya.
Pikiran yang tidak boleh disampaikan.
Dia bukan tidak senang jadi adiknya.
Ini bukan kebohongan, inilah perasaan Miyuki yang sesungguhnya.
Lagipula, alasan Miyuki bisa bersama Tatsuya adalah karena dia adiknya.
Memang benar, karena dia adiknya makanya kakaknya selalu perhatian terhadapnya.
Namun, tak diragukan lagi, didalam hati Miyuki juga ada dirinya yang menginginkan kalau mereka memiliki hubungan yang berbeda.
Untuk sekarang, hal itu masih belum.
Meski begitu, suatu saat, sisi dirinya itu mungkin akan mengalahkan dirinya yang ingin menjadi adik Onii-sama.
Miyuki takut jika hari itu datang.
Dia takut kalau kakaknya menemukan sisi dirinya yang menginginkan hal tersebut.
Saat dia melihat ke belakang, Tatsuya masih ada di depan tempat cuci piring.
Bahkan dengan kelima inderanya yang tajam, jaraknya terlalu jauh untuk dapat mendengar sebuah bisikan kecil.
Miyuki merasa lega.
Salah satu bagian hatinya terlihat menyesal karena Tatsuya tidak mendengarnya.
Dia mengalihkan perhatiannya dari dirinya yang seperti itu.

[1] Mengejar tujuan kebijakan luar negeri dengan bantuan menampilkan mencolok kekuatan militer.
[2] Cokelat yang diberikan wanita atas dasar rasa kewajiban pada hari Valentine