KEKHAWATIRAN AIKO
(Translator : ken sei / Editor : Hirosuke Nagato)
(Translator : ken sei / Editor : Hirosuke Nagato)
Karena teriakan Aiko, Hajime dan partynya
pun dipandu menuju ke kursi VIP, tempat yang jauh dari pandangan tamu yang
lain. Lalu, Aiko, Sonobe Yuka dan murid-murid yang lainnya menghujaninya dengan
berbagai macam pertanyaan. Akan tetapi, Hajime malahan fokus terhadap
nishesseer (kari versi dunia lain) yang ada di hadapannya. Dia hanya
menjawabnya dengan setengah sadar.
Q(Question/pertanyaan): "Kau jatuh
dari jembatan, lalu apa yang terjadi kemudian?"
A(Answer/jawaban): "Aku melakukan
yang terbaik."
Q: "Kenapa rambutmu memutih?"
A: "Ini hasil dari usaha
terbaikku."
Q: "Apa yang terjadi dengan
matamu?"
A: "Ini hasil dari usahaku yang
sangat-sangat terbaik."
Q: "Kenapa kau tidak langsung kembali?"
A: "Tidak ada alasan untukku
melakukannya."
Setelah mendengar begitu banyaknya, Aiko
berteriak dengan pipinya yang menggembung, "Tolong jawab kami dengan
serius!" Memang, Aiko yang tidak dapat menunjukkan kehebatannya saat itu
cukup menyedihkan. Seperti biasa, Hajime terlihat cuek ketika angin berhembus.
Tanpa mengepaskan pandangannya, dia terus menikmati Nilshisseer yang
disantapnya, sambil sesekali mendengarkan keributan dari Yue dan Shia. Wajahnya
dipenuhi dengan kepuasan.
Melihat penampilannya, komandan dari
pasukan pengawal Aiko, David pun marah. Dia tidak dapat membiarkan wanita yang
disukainya diabaikan begitu saja. Itulah kenapa dia melayangkan pukulannya ke
meja dan muncullah suara yang keras.
"hey, kau. Aiko sedang bertanya
denganmu!"
Hajime pun memandang David, lalu
"Haa", dia menghela nafas.
"Bukannya sekarang kita sedang makan?
Bersikaplah sopan."
Protesnya diabaikan begitu saja. Akan
tetapi, David memiliki harga diri yang tinggi karena, sebagai Ksatria Kuil, dia
dipercayakan untuk menjadi komandan pasukan pengawal orang yang penting, jadi
dia tidak dapat menahannya dan wajahnya berubah menjadi merah. Selanjutnya,
karena dia tau Hajime tidak akan memberikan jawaban yang jelas kepadanya, dia
pun mengubah targetnya ke Shia dan memandangnya.
"Hmm, kau menyuruhku untuk bertindak
sopan? Sekarang, cobalah bercermin. Mengajak makan hewan di meja yang sama
seperti manusia, kau pikir siapa yang tidak sopan. Apa tak sebaiknya kau potong
saja telinga itu? Mungkin itu akan membuatnya
jadi terlihat lebih mirip manusia."
Tubuh Shia bergetar saat ia ditatap dengan
pandangan yang begitu menghinakan. Di kota Brook, dari kesannya terhadap
penginapan, kedektannya denga Catherine, ditambah dengan keberadaan Hajime,
selalu dipenuhi dengan orang-orang ramah. Meskipun banyak pandang yang
diskriminatif di Fhuren, dan bahkan walaupun mereka menyadari Shia sebagai
budak, tidak ada yang tega bersenang-senang dengan cara merendahkannya seperti
itu secara langsung.
Dengan kata lain, sejak awal
petualangannya dengan Hajime, ini pertama kali ia menerima secara langsung
ungkapan diskrinatif sebagai demi-human. Meskipun ia tidak ingin memikirkannya,
dia agak terkejut dengan sindiran itu, bahkan setelah ia terbiasa dengan dunia
luar, ia masih merasakan sakit di hatinya. Shun, Shia menunduk dengan
sedih.
Jika ia melihatnya dengan lebih teliti, ia
menyadari jika hal itu tidak hanya berasal dari David, Chase dan prajurit
lainnya pun memandangnya dengan pandangan yang sama. Tidak peduli seberapa
dekat mereka dengan Aiko dan para murid, mereka tetaplah seorang Ksatria Kuil
dan Prajurit Kerajaan. Mereka adalah orang-orang dari Gereja para Saints(orang
suci) dan Kerajaan, jadi rasa diskriminatif mereka terhadap ras demi-human
sangatlah kuat. Bagaimanapun, sumber diskriminatif itu berasal dari Gereja para
Saints dan Kerajaan. Meskipun pemikiran David dan prajurit lainnya terpengaruhi
oleh Aiko dan dapat berpikir sendiri, mereka tidak akan berubah hanya dalam
beberapa bulan karena pendirian itu tidaklah tertanam sedangkal itu di otak
mereka.
Karena ini bukanlah sesuatu yang
beralasan, Aiko secara naluri pun melontarkan protes. Tetapi sebelum itu, Yue
yang menggenggam tangan Shia yang bersedih, melontarkan tatapan sedingin es
kepada David. Pandangan dingin yang dapat membekukan tubuh seseorang dari kelas
terbaik, gadis cantik yang menyerupai boneka bisque. David tersentak untuk
sesaat, tapi menjadi marah ketika tahu tekanan yang dirasakannya berasal dari
seorang gadis kecil. Biasanya, dia tidak akan mudah lepas kendali, tetapi mengingat
ucapannya barusan, dan melihat Aiko yang disukainya, dia pun lepas kendali.
"Apa, apa-apaan mata itu? Kasar
sekali! Meskipun kau bukan utusan Tuhan, kau berani menentang Ksatria
Kuil!"
David secara spontan langsung berdiri,
meskipun wakil komandan Chase mencoba untuk menahannya, lebih cepat itu,
perkataan Yue terdengar jelas di tengah kegemparan.
"...Sumbu pendek."
Itu adalah sebuah ejekan. Sebuah ejekan
yang mengacu kepada betapa pendeknya urat syarafnya, hanya karena perbedaan
antar ras, dan kehilangan kendali saat ditatap oleh seorang gadis. David telah
ditelan kemarahan. Sebagai seorang pria, dipanggil dengan sebutan 'sumbu
pendek' di depan Aiko membawanya pada batas kesabarannya.
"...Kalian penyembah berhala. Aku
akan mengirim kalian ke neraka bersama dengan hewan itu."
Setelah dia menggumakan hal tersebut
dengan tanpa ekspresi. David mengambil pedang yang ada di sampingnya. Karena
muncul pembantaian yang begitu tiba-tiba, murid-murid kebingungan, selagi Aiko,
Chase dan prajurit lainnya mencoba menghentikannya. Akan tetapi, seperti yang
diduga dia tidak mendengarkan suara seklilingnya, David pun mulai menarik
pedang dari sarungnya.
Di saat yang sama,
DOPANh!!
Sebuah suara ledakan yang nyaring,
menggema di dalam Penginapan Peri Air. Di saat yang sama, David yang siap
menebas kapan saja, tertembak di kepala dan terpentalkan. Kebetulan, bagian
belakang kepala David yang membentur tembok yang keras menciptkan suara yang
hebat. Matanya berubah menjadi putih bersamaan dengan hilangnya kesadarannya.
Pedangnya terlepas dari genggamannya dan gashan! Terjatuh ke lantai.
Tidak ada seorangpun yang dapat memahami
apa yang baru saja terjadi, dan semuanya terpaku diam di tempat. Pandangan
mereka tertuju kepada David yang pingsan dengan matanya yang memutih. Kemudian
seseorang penasaran untuk mengetahui apa yang terjadi hingga terjadi ledakan
dengan suara sekencang itu, orang itu adalah Foss, yang mencoba mencari tahu.
Setelah itu, matanya terbuka lebar dan terpaku melihat pemandang menyeramkan di
depannya.
Di sisi lain, Aiko dan yang lainnya
mendapatkan kesadarannya kembali saat Foss mulai masuk. Pandangan mereka yang
semula tertuju pada David, secara alami menuju ke sumber suara ledakan.
Di tempat itu, adalah sesuatu yang Aiko
dan muridm-muridnya ketahui tetapi belum pernah melihatnya secara langsung. Itu
adalah sesuatu yang berasal dari dunia lain, sesuatu yang benar-benar tidak
diketahui oleh para prajurit. Terdapat sosok Hajime yang memegang sebuah
'pistol' sambil terduduk. Terdapat asap putih mengepul keluar dari Donner.
Setidaknya, peluru karet yang digunakannya bukanlah jenis peluru yang
mematikan.
Meskipun tidak tahu detailnya, para
prajurit menebak bahwa serangan itu berasal dari Hajime, jadi secara serentak
mereka menarik pedang mereka sambil mengeluarkan niat membunuh. Akan tetapi,
yang segera terjadi selanjutnya, adalah niat membunuh hebat yang tidak bisa
dibandingkan dengan para prajurit. Itu seperti mereka diserang oleh palu yang
terjatuh dari surga, dengan para prajurit yang mencoba berdiri terdorong untuk
kembali duduk.
Meskipun mereka tidak ikut tenggelam ke
dalam niat membunuh, merasakan Pressure(tekanan) yang dipancarkan oleh Hajime,
Aiko dan yang lainnya pun berubah pucat dan mulai gemetaran.
Hajime menaruh Doner di atas meja dan gotoh,
itu membuat suara yang tidak wajar. Tujuannya adalah untuk memperingatkan
mereka. Setelah itu, secara gamblang dia menyatakan tempatnya berdiri dan
meminta Aiko dan yang lainnya untuk ikut berdiri di sana.
"Aku tidak begitu tertarik pada
kalian. Aku tidak pernah berpikir untuk menjalin hubungan dengan kalian.
Terlebih, aku tidak akan mengatakan apa yang terjadi padaku dan apa yang ingin
ku lakukan. Aku di sini hanya untuk bekerja, jadi aku akan melanjutkan
perjalananku jika ini telah berakhir. Itulah saat kita berpisah. Juga, jangan
pernah saling ikut campuri urusan orang lain. Tidak peduli hal egois apa yang
ingin kalian lakukan, jangan pernah menghalangiku. Seperti barusan, jika kalian
berseteru... Aku mungkin akan membunuh kalian."
Mengerti? Adalah apa yang mata Hajime
katakan, tapi tak seorangpun menjawab. Dengan segera, dia mengalihkan
pandangannya kepada Chase dan para prajurit, yang dengan muram mengendurkan
tekanan mereka, dan yang bisa mereka lakukan hanyalah sedikit mengangguk.
Kemudian, Hajime mengalihkan pandangannya
kepada Aiko dan murid-murid. Aiko tidak dapat mengatakan apapun. Tidak, lebih
tepatnya ia tidak bisa. Itu bukan hanya karena Pressure yang dipancarkan
Hajime, tetapi juga karena apa yang Hajime ucapkan, dan bagaimana muridnya
telah berubah tanpa sepengetahuannya.
Hajime menghela nafas sambil mengangkat
bahunya dan melepaskan Pressure miliknya. Meskipun tidak ada jawaban dari Aiko,
entah bagaimana Hajime merasa kasihan kepadanya, jadi dia tidak memaksanya
untuk menjawab. Murid yang lainnya terlihat jelas ketakutan, jadi bisa ditebak
tidak ada yang berani menantangnya.
Dengan menghilangnya perasaan tertekan
yang mengerikan, para prajurit rubuh dan mengeluarkan helaan nafas panjang.
Aiko dan para muridnya juga kecapaian dan duduk manis di kursi mereka. Seperti
yang diduga tidak ada yang terjadi, Hajime melanjutkan menyantap makanannya,
dan berbicara kepada Shia yang bersedih.
"Oi, Shia. Itu adalah hal yang wajar
di 'dunia luar'. Jangan terlalu serius, ok?"
"Ya, itu benar... Meskipun aku dapat
memahami hal itu... seperti yang kuduga, bagi manusia, telinga ini terlihat
menjijikkan."
Dengan merendahkan dirinya sendiri, Shia
mengelus telinganya dan mengeluarkan senyuman pahit. Melihat Shia yang seperti
itu, Yue membisikkan sesuatu untuk mebuatnya merasa nyaman dengan matanya yang
terlihat jujur.
"...Telinga Shia terlihat
manis."
"Yue-san... Apa benar?"
Meskipun begitu, Shia masih tidak yakin
akan hal itu, jadi Hajime pun ikut-ikutan dengan mengeluarkan ekspresi
terkagum-kagum. Karena Yue sering mengatai Hajime "Jahat", sikap
Hajime ke Shia pun mulai melembut sedikit demi sedikit, dia pun mencoba untuk
membuat Shia merasa nyaman dengan sebisa mungkin.
"Kau tahu, mereka sebenarnya di didik
dengan cara dicuci otak oleh pihak gereja dan para bangsawan kerajaan, jadi
mereka hanya merasa enggan untuk menerimanya. Apakah kau tidak tahu kalau suku
kelinci adalah budak nomor satu yang paling populer? Dengan kata lain, secara
umum tak seorangpun berpikir kau adalah seseorang yang menjijikkan."
"I--... ...Itu begitu... U-ummm,
ngomong-ngomong Hajime-san,... Umm... Apa yang kau pikirkan... tentang
telingaku?"
Menyadari bahwa ucapan Hajime adalah
caranya tersendiri untuk membuatnya merasa lebih nyaman, Shia merasa sedikit
lebih bahagia. Kemudia ia menanyakannya dengan pandangan ke atas dan pipi yang
memerah. Seolah-olah berkata, "Aku ingin tahu, tapi aku juga tidak ingin
tahu." telinganya benar-benar terjatuh lesu dan terkadang berkedut ke arah
Hajime.
"...Aku tidak memikirkan apapun
tentang itu..."
Mencuri pandang ke arah telinga kelinci,
Hajime kembali memalingkan pandangannya ke arah makanannya seolah dia menipu
Shia, dan menjawabnya dengan cuek. Telinga kelinci Shia pun semakin terjatuh
lesu seolah telah menyesal menanyakan hal itu. Akan tetapi, dengan kalimat
selanjutnya dari Yue, telinga itu seolah mendapatkan energinya kembali dan
langsung berdiri tegak; hyupa!.
"...Telinga itu kesukaan Hajime, dia
suka memelukanya saat Shia sedang tidur."
"Yue!? Bukannya kamu udah janji ga
akan bilang-bilang!?"
"Ha-Hajime-san... Kau menyukai
telinga kelinciku... Ehehe."
"Dengan pipinya yang merona merah,
Shia mencoba menutupi seringainya, dan seolah berkata "Wa~i!",
telinga kelinci di atasnya bergerak, mengekspresikan kegembiraannya.
Suasana canggung dan tegang karena
pembantaian telah menghilang seolah itu hanya seperti sebuah ilusi. Suasannya
secara misterius telur berubah warna menjadi merah jambu, jadi Aiko dan para
muridnya, juga para prajurit hanya bisa berkedip keheranan. Untuk beberapa saat,
mereka melihat interaksi love-comedy dari pasangan Hajime, salah satu dari
murid pria; Aikawa Noboru menggumamkan sesuatu.
"Huh? Aneh sekali. Meskipun sampai
barusan Nagumo terlihat sangat menakutkan, sekarang bukannya niat membunuhnya
telah pudar..."
"Kau juga, huh. Lalu, mereka berdua,
meskipun mereka luar biasa manis,... meskipun mereka ada di zona-serangku,...
tapi, bermesra-mesraan di hadapanku kerupakan sebuah penyiksaan..."
"...Seperti yang baru dikatakan
Nagumo, hal itu tidaklah penting sama sekali. Tapi, memiliko kemampuan untuk
mendekati gadis dunia lain... Aku ingin menyakannya sekarang!... Noboru!
Akira!"
""Heh, nanti kita bisa mati,
Atsushi!""
Dengan mata terbakar rasa cemburu, mereka
menatapi Hajime yang membuat mereka ngeri sampai baru saja; mereka adalah 3
laki-laki dari pasukan pelindung Aiko-chan. Suasana yang serius telah
benar-benar hilang. Para murid perempuan telah mendapatkan sikap mereka
kembali, dan mereka melihat para murid pria dengan tatapan dingin.
Chase, setelah menyadari situasi mulai
menjadi tenang, mencoba menyembuhkan David. Di saat yang sama, tanpa
kewaspadaan dan rasa permusuhan, dia bertanya pada Hajime dengan sebuah
senyuman. Terlepas dari situasi Hajime, ada sesuatu yang bagaimanapun juga ingin dia dengar.
"Apakah boleh aku memanggilmu
Nagumo-kun? Tentang yang barusan, komandanku telah bersikap kasar. Tak peduli
apa yang terjadi, bagaimanapun kami adalah pengawal Aiko, jadi kami akan merasa
lebih sensitif jika itu menyinggung tentang Aiko-chan. Bagaimanapun, aku ingin
meminta maaf."
Meskipun Hajime ingin memotong kalimatnya
dan berkata, "Bagaimana bisa sensitif berlebihan hampir menjadi
pembunuhan?", tetapi kata 'pembunuhan' sendiri membuatnya tidak dapat
berkata-kata. Itulah kenapa dia hanya mengayunkan tangannya pada chase
menyuruhnya berhenti. Karena sikap acuh tak acuhnya ini, Chase sedikit
mengangkat alisnya, tetapi senyum poker facenya tetaplah tidak berubah.
Selanjutnya, dengan berpikir cepat, dia tidak bisa pergi begitu saja, dia
mengubah topik ke benda yang seperti artifak di hadapannya.
"Saya tebak... itu adalah artifak.
Meskipun aku tidak yakin dengan pengetahuanku yang terbatas, aku dapat melihat
itu benda yang sangat kuat. Itu lebih cepat dibandingkan panah, itu juga tidak
memerlukan mantra dan lingkaran sihir. Bagaimana bisa kau mendapatkannya?"
Meskipun dia tersenyum, tetapi matanya
tidak. Menilai dari ucapannya, karena tidak ada keberadaan sihir yang
terdeteksi, dia pikir benda itu murni memiliki mekanisme teknis dan dapat
diproduksi masal. Jika benar, ini akan benar-benar membantu dalam upaya
mendominasi musuh sebelum perang pecah. Bagaimanapun para prajurit bukanlah
tandingan Hajime, jadi setidaknya dia ingin mendapatkan informasi.
Hajime mencuri pandang ke Chase. Setelah
itu, sebelum dia sempat berbicara, dia dipotong oleh sebuah suara yang merasa
tertarik. Itu adalah suara pria teman kelasnya; Tamai Atsushi.
"I-itu benar, Nagumo. Bukannya itu
pistol!? Bagaimana bisa, kau mendapatkannya?"
Chase bereaksi terhadap perkataan Tamai.
"Pistol? Tamai, kau memgetahui
sesuatu tentang benda ini?"
"Eh? Ah, benar. Aku tahu. Itu adalah
senjata dari dunia kami."
Mata Chase bersinar karena ucapan Tamai.
Tetapi setelahnya, dia memandang Hajime.
"Hou, dengan kata lain, ini bukanlah
artifak dari dunia ini... Jika benar, ini pasti dibuat oleh seseorang dari
dunia lain... dan tentu pembuatnya adalah..."
"Aku yang membuatnya."
Hajime dengan mudahnya menjawab dia yang
membuatnya. Chase, karena telah mengganggap bahwa Hajime adalah orang yang
tertutup, terkejut dengan betapa mudahnya dia mengakuinya.
"Kau begitu mudahnya mengakuinya.
Nagumo-kun, kau tahu apa artinya dengan memgang senjata itu? Itu..."
"Itu dapat mengubah situasi
peperangan di dunia ini... benarkan? Itu jika kau dapat memproduksinya secara
massal. Palingan kau ingin mengajakku kembali bersamamu dan mengajarimu cara
membuatnya, atau yang semacamnya kan? Jujur saja, aku menolaknya. Menyerah
saja."
Perkataan Hajime membuatnya tak berkutik.
Kalimat itu seperti telah di persiapkan sebelumnya. Tetapi, Chase tidak
langsung menyerah. Itu karena pistol sangatlah menarik.
"Tetapi, prajurit dengan level rendah
akan memiliki daya serang tinggi jika senjata ini dapat diproduksi massal. Jika
itu terjadi, kita dapat menggunakan lebih banyak orang di perang yang akan
datang, dan kesempatan kita menang akan benar-benar meningkat. Jika kau bekerja
sama, bukannya artinya kau membantu teman dan gurumu? Jika iya..."
"Tak peduli apa yang kau katakan, aku
tidak akan bekerja sama. Jika kau mencoba untuk mengambilnya, itu artinya kau
musuhku. Jika itu terjadi... bersiaplah ku bantai bahkan sebelum perang
pecah."
Kalimat dingin Hajime membuat seluruh
tubuh Chase merinding dan membungkam mulutnya. Kemudian, Aiko pun mencoba untuk
ikut campur.
"Chase-san. Nagumo-kun punya maksud
tersendiri. Tolong jangan paksa muridku. Nagumo-kun juga, tolong jangan
mengatakan hal menakutkan seperti itu. Cobalah lebih ramah... Nagumo-kun, kau
benar-benar tak ingin kembali?"
"Ah, aku tak ingin ikut denganmu.
Besok pagi, setelah menyelesaikan misi ini, aku akan segera pergi."
"Kenapa..."
Aiko memandang Hajime dengan ekspresi
menyakitkan, ia ingin mengetahui alasannya, tetapi Hajime segera berdiri
sebelum ia sempat bertanya. Tanpa diketahui mereka, Yue dan Shia juga telah
menghabiskan makanan mereka. Meskipun Aiko mencoba untuk mencegahnya, Hajime
mengabaikannya dan menaiki tangga menuju ke lantai dua, ditemani oleh Yue dan
Shia.
Saat itu Aiko dan yang lain di tinggalkan
begitu saja, suasana yang halu dan tak dapat tergambarkan menyelimuti udara.
Mereka bersyukur teman sekelas mereka yang diduga tewas ternyata masih hidup.
Tetapi orangnya sendiri, malahan pura-pura seperti tidak mengenali mereka.
Terlebih, dia sudah menjadi sangat kuat sampai di titik dimana dia tidak bisa
dibandingkan dengan dirinya yang dulu. Dia bukan lagi orang tidak berkompeten
yang selalu dihina oleh orang-orang di atasnya.
Ditambah, tentang penghinaan, mereka
pura-pura tiak sadar atas penindasan yang dilakukan oleh Hiyama dan
teman-temannya kepada Hajime. Selain itu dengan adanya insiden 'salah tembak',
mereka semakin merasa berhutang budi atas sikap Hajime yang ambigu. Sebagai
hasilnya, tidak ada seorangpun yang dapat proaktif untuk menjangkau Hajime.
Aiko sendiri benar-benar terguncang dengan
perubahan muridnya dan marah dengan perkembangan situasi yang terjadi di dalam
pikirannya, jadi dia tidak dapat menghentikan Hajime.
Chase, selagi dia melihat David yang
sedang disembuhkan di sisinya, terlihat sedang memikirkan sesuatu.
Dengan makanan mereka yang sudah dingin,
nafsu makan mereka pun ikut hilang. Tanpa melihat makanan di hadapan mereka,
mereka pun kemudia berpikir bagimana cara 'Hajime selamat' setelah mereka
meninggalkannya.
Apa sebenarnya yang terjadi untuk dapat
merubah seseorang sampai seperti itu, apa yang Hajime pikirkan saat insiden
'salah tembak' itu terjadi, apa yang Hajime pikirkan tentang mereka sekarang...
Hal yang paling mungkin, Hajime memendam dendam kepada mereka. Dengan pikiran
itu terus berbutar dalam otak mereka, mereka semua menjadi lesu, dan hari pun
berakhir.
***
Di suatu tengah malam. Di kelilingi oleh
gelapnya malam, mereka benar-benar kelelahan. Baik secara fisik dan mental,
semuanya berkat perkembangan yang tak terduga. Semuanya merasa ngantuk, tapi
Aiko bahkan tidak bisa tidur sekarang. Kamar Aiko merupakan sebuah single room
(roang pribadi) jadi ini bukanlah ruangan yang besar. Satu set meja dengan
kasur dengan kaki ukiran kayu, sebuah perapian kecil, dan sebuah sofa kulit di
depannya. Di musim dingin, perapian tersebut pastinya akan menyinari seluruh
bagian ruangan, dan para pengunjung akan merasa terhangatkan hanya dengan
melihatnya.
Aiko memikirkan apa yang terjadi hari ini,
ia memandangi temaram perapian sambil merebahkan dirinya ke sofa. Isi kepala
Aiko seperti rak buku yang berantakan, dengan segala informasi yang tersusun
tidak pada tempatnya.
Meskipun ia tidak bisa memikirkannya, ia
tetap ingin memikirkannya. Dan sejak itu, kepalanya yang terus berputar-putar
dalam lingkaran tidak memberikan masukan yang membangun sama sekali. Ia pun
teringat untuk tersenyum saat mengingat muridnya masih hidup, kemudia ia hanya
bisa mengernyitkan alisnya saat mengingat sikapnya yang tak dapat dicerna.
Ia dapat sedikit melihat kekuatan Hajime
dari sikap dan cara bicara yang ditunjukkan David, ia pikir Hajime tidak akan
dapat selamat jika dia tidak pernah berubah, dan betapa keras usaha yang telah
Hajime alami. Sampai titik ini ia hanya dapat menghela nafas karena ia tidak
dapat membantunya sama sekali. Akan tetapi, ia teringat bagaimana Hajime
berinteraksi dengan dua gadis lainnya, ia pikir Hajime pasti telah menemukan
kawan yang dapat dipercayainya, dan ia pun tersenyum kembali.
Dan, tiba-tiba, tenrdengar suara dari
sebuah ruangan yang seharusnya cuma ada dirinya sendiri.
"Kenapa kau terus mengubah
ekspresimu, sensei?"
"Kh!?"
Aiko berbalik ke arah sumber suara dengan
mata terbuka lebar. Di sana ada Hajime yang berdiri di pintu masuk dengan
tangannya yang dilipat. Aiko begitu terkejut sampai membuat lidahnya kaku, akan
tetapi entah bagaimana ia bisa berbicara.
"Na-Nagumo-kun? Ke-kenapa kau ada di
sini, bagaimana..."
"Meskipun kau bertanya bagaimana
caranya. Aku cuma masuk lewat pintu, kurang lebihnya begitu."
"Eh, tapi kuncinya..."
"Kelasku adalah transmutasi, ingat?
Tidak deperti kunci di bumi, aku bisa membuka kunci dengan mekanisme seperti
ini."
Hajime dengan mudahnya menjawab, yang
kemudian membuat Aiko terpaku sesaat. Jantungnya berdetak dalam sebuah kejutan
dan entah bagaimana menenangkannya. Ia mengernyitkan dahinya kemudian mengomeli
Hajime.
"Di saat seperti ini, apalagi itu hal
yang kasar untuk masuk kamar perempuan tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
Membuka kuncinya dengan sengaja seperti itu... apa yang kau mau?"
Untuk sesaat, sebuah kata yang 'luar
biasa' muncul di pikiran Aiko tetapi dengan segera ia menghapusnya dari
pikirannya. Dia sedikit menggoyangkan kepalanya mengingat-ngingat fakta bahwa
orang di depannya adalah muridnya. Hajime tak mendengarkan omelan Aiko seperti
pohon yang tertiup angin, dan dia pun menceritakan alasannya atas kunjungan
tiba-tibanya ini.
"Yahh, maaf tentang hal itu. Aku
tidak ingin seorang pun tahu aku berkunjung. Aku ingin berbicara pada sensei,
tapi sebelumnya, ada beberapa pengikut Gereja dan Kerajaan, jadi aku tak bisa
melakukannya sebelumnya. Bagaimanapun, isi pembicaraan ini mungkin akan membuat
mereka marah."
"Berbincang? Nagumo-kun, tidak apa
kalo membicarakannya dengan sensei dan yang lainnya..."
Kebetulan, ia pikir Hajime ingin kembali
bersama mereka, dan mata Aiko bersinar dengan penuh harapan. Jika ini adalah
muridnya yang berkonsultasi, maka ruangan ini di ibaratkan sebagai kantor guru
miliknya. Tetapi dugaannya dengan segera ditolak mentah-mentah oleh Hajime.
"Tidak, aku tidak ingin kembali, ok?
Jadi berhenti memandangku dengan mata penuh harap seperti itu... Yang ingin aku
bicarakan adalah sesuatu yang kupikir sensei adalah orang yang bisa paling
tenang untuk mendengarkannya. Setelah pembicaraan ini, sensei bebas menentukan
pilihan sensei sendiri."
Setelah mengatakan itu, Hajime mulai
bercerita tentang "Para Pembebas" dan Dewa Gila yang diceritakan oleh
Oscar.
Hajike jelas memiliki alasannya tersendiri
untuk menceritakan ke Aiko tentang hal ini. Menurut niat para dewa, para
pahlawan; Kouki dan yang lainnya, dibuat untuk menari di permainan mereka, dan
para dewa sama sekali tak berniat untuk mengembalikan mereka ke dunianya sendiri
lagi. Untuk menyelamatkan ras manusia dari ras iblis, atau dengan kata lain
memenangkan perang mendatang, adalah alasan utama para dewa melakukan itu semua
dari awal. Para pahlawan itu sendiri sebenarnya hanyalah kepingan-kepingan
menarik yang dikumpulkan tanpa satupun tujuan nyata. Sepertinya, mereka
berpikir akan lebih tepat untuk memulai permainan baru dengan menggunakan para
pahlawan.
Akan tetapi, untuk Hajime, tidak ada
alasan untuk menjelaskannya secara tegas ke Kouki dan murid yang lainnya. Dia
tidak tertarik dengan apa yang teman-teman kelasnya ingin lakukan, dan itu
hanya akan membuatnya kerepotan saja. Meskipun dia menceritakannya, orang yang
selalu percaya keadilan yang dianut mayoritas tak akan mempercayainya.
Karena dia sendirian, diantara kata dari
seorang lelaki yang berubah drastis dan sebuah kalimat untuk menyelamatkan
mayoritas, dia bahkan tidak perlu untuk berpikir siapa yang akan mereka
percayai. Dan juga, karena kebanyakan orang mempercayai dan menyembah
'Ehito-sama," dia hanya akan dihina dan di ceramahi. Karena itu,
setidaknya Hajime tidak ingin berhubungan dengan Kouki.
Akan tetapi, di sebabkan oleh ketidak
sengajaan dan ikatan takdir, membuatnya dapat bertemu dengan Aiko. Hajime
sendiri tahu bahwa pendirian Aiko masih berpusat di sekitar murid-muridnya.
Dengan kata lain, terlepas bagaimana kondisi dunia ini, dia akan dengan tenang
menentukan pilihannya demi kepentingan murid-muridnya. Setelah itu, menilai
dari sikap teman-temannya, dan betapa mereka merindukan Jepang, jika itu adalah
Aiko, pasti hal itu akan sangat mempengaruhi mereka. Itulah apa yang Hajime
pikirkan.
Meskipun, Hajime tidak tahu bagaimana
pengaruh Aiko dapat merubah sikap mereka. Dengan informasi ini, jika pergerakan
Kouki dan yang lainnya berbeda dari apa yang para dewa inginkan, mereka pasti
akan lebih menaruh pengawasan pada Kouki dan yang lainnya. Hajime telah
mengetahui keberadaannya menakhlukkan Great Dungeon seperti halnya sebuah
malapetaka bagi mereka, dan masih ada kemungkinan Hajime akan menerima gangguan
dari para dewa saat mencoba untuk menakhlukkan Great Dungeon. Itulah kenapa,
dengan menyalurkan informasi lewat orang yang dipercayainya, dia dapat menyusun
pergerakan Kouki dan yang lainnya. Jadi, dia dapat menunda para dewa menyadari
dirinya. Tujuannya adalah untuk mengalihkan perhatian darinya.
Sebagai tambahan, tanpa mencoba bergantung
kepada para Dewa, Hajime mencoba mencwri jalan lain bagi mereka untuk kembali.
Selanjutnya, seperti halnya para 'pembebas', bagaimana sekutu awal mereka
berubah menjadi musuh yang dimanipulasi, itu niatnya untuk menanam bibit
ketidak percayaan kepada para dewa.
Pada awalnya, dia hanya dapat memikirkan
ide ini karena kebetulan dia bertemu dengan Aiko, jadi Hajime tidak menaruh
harapan besar kepadanya. Bagi Hajime, tidak ada rasa dendam atau kebencian
terhadap teman-teman kelasnya. Dia hanya bersikap cuek kepada mereka. Jika dia
dapat memanfaatkan mereka, maka dia akan melakukannya, dan dia hanya akan
meninggalkannya jika mereka tidak berguna. Itulah kenapa dia tidak membagikan
informasi ini secara asal-asalan.
Mendengarkan kenyataan sebenarnya dari
dunia ini, Aiko hanya dapat tercengang. Tidak diketahui apa dia benar-benar
memahami hal ini. Memproses informasi ini, tak peduli apa yang di pikirkannya,
itu membuatnya masih membutuhkan waktu.
"Yahh, jadi begitulah. Itulah hal
yang ku dapatkan dari kedalaman jurang. Setelah ku ceritakan ini semuanya
terserah pada sensei. Tidak apa jika kau menganggapnya tak masuk akal, dan
tidak apa jika kau bergerak karena menganggapnya benar. Lakukan saja
sesukamu."
"Na-Nagumo-kun, jangan bilang, untuk
melawan para 'dewa gila' itu... kau memulai perjalananmu?"
"Hah, itu tidak mungkin. Jujur saja
dari hatiku yang terdalam aku tak peduli apa yang terjadi pada dunia ini. Aku
hanya mencari jalan untuk kembali. Itulah kenapa aku berkelana. Alasanku
menceritakannya kepadamu adalah karena sepertinya itu akan mempermudahku
melakukannya, hanya itu."
Aiko mengeluarkan ekspresi tajam yang
tidak tergambarkan karena Hajime mendengus terhadap pertanyaannya. Meskipun
Aiko merasa lega Hajime tidak gegabah mendorong dirinya ke dalam bahaya, Aiko
tidak dapat berbuat apapun melainkan cemberut karena betapa mudahnya Hajime
membuang yang lainnya. Tetapi, ia sendiri juga membuat para muridnya sendiri
sebagai prioritas baginya, jadi iapun tak bisa mengatakan apapun tentangnya.
Sebagai hasilnya, ia mencoba mengganti topik dengan ekspresi lembut di
wajahnya.
"Kau mempercayainya?"
"Begitulah. Great Dungeon adalah
kuncinya. Tidak apa jika kau ingin mencarinya sendiri jika tertarik. Setelah
kau sampai pada tingkat ke-100 Orcus, kau senang akan menemukan Great Dungeon
yang sebenarnya. Pertama-tama, melihat dari penampilanmu hari ini, kau akan
langsung mati begitu pergi ke sana. Tak perlu ditanyakan jika kau tak dapat
menahan 'pressure' selevel itu saja."
Aiko teringat akan tekanan yang Hajime
keluarkan di saat makan malam. Selanjutnya, dia tercerminkan di matanya
perasaan yang rumit seperti rasa kasihan, kekaguman dan berbagai perasan
lainnya saat ia memikirkan betapa keras kehidupan yang telah dilalui Hajime.
Untuk sebentar, kesunyian mereka
berlanjut. Ruangan dipenuhi kesunyian. Hajime yakin dengan informasi yang di perolehnya
setelah melihat penampilan Aiko. Dan karena dia sudah tak ada urusan lagi, dia
pun membalikkan badannya dan berjalan menuju pintu. Di belakangnya, Aiko
memberitahu Hajime tentang murid tertentu yang ia ingat saat membicarakan Orcus
Dungeon.
"Shirasaki-san, masih belum menyerah
tentangmu."
"..."
Hajime berhenti berjalan karena sebuah
kalimat tak terduga dari Aiko. Kemudian, Aiko berbicara dengan lembut dengan
punggung Hajime di depannya.
"Meskipun semuanya percaya kau telah
mati, dia satu-satunya yang tidak menyerah tentangmu. Sebelum ia memastikannya
dengan matanya sendiri, ia percaya kau masih hidup. Bahkan sekarang, ia masih
bertarung di Great Dungeon Orcus. Meskipun Amanokawa-kun dan yang lainnya
datang untuk berlatih, dia ke sana untuk mencarimu"
"...Apakah Shirasaki baik-baik
saja?"
Setelah keheningan panjang, Hajime
menanyai Aiko. Hajime yang cuek terhadap mereka, mulai menanyakan yang lain
dengan sikap kepedulian. Aiko, yang menyadari Hajime yang asli masih ada,
menunjukkan mimik kebahagiaan.
"Y-ya. Walaupun Dungeon Orcus adalah
tempat yang berbahaya, kemampuannya telah berkembang dengan baik, dan terus
menakhlukkan Dungeon. Terkadang ia mengirim surat. Kau penasaran tentangnya?
Nagumo-kun dan Shirasaki-san sudah lama akrab kan."
Aiko berbicara dengan mengeluarkan senyum
yang begitu terang, tetapi Hajime hanya memandangi bahunya tanpa menyangkal
atau mengkonfirmasi apapun.
"Meskipun aku tidak bermaksud seperti
itu... akan bagus jika kau memberitahunya saat saling bertukar surat. Yang
harus ia waspadai bukanlah demonic beast di dalam dungeon. Tetapi
rekannya."
"Eh? Apa yang kau..."
"Sensei, aku dapat menebak situasinya
dengan melihat sikap Tamai dan yang lainnya hari ini. Kau kira penyebabku
terjatuh saat pertarungan melawan Behemoth hanyalah kecelakaan bukan?"
"I-itu... Iya. Sebuah sihir lepas
kendali secara tidak sengaja dan mengakibatkan
salah tembak... Bagaimanapun Hajime masih memendam dendam kepada
semuanya..."
"Aku tidak berpikiran seperti itu.
Hal yang ingin kukatakan adalah. Salah tembak? Itu salah. Itu adalah peluru
sihir yang dengan jelas mengincarku sebagai target utamanya."
"Eh? Mengincar? Target, katamu?"
Ekspresi Aiko mengatakan ia tak paham yang
Hajime maksud. Tetapi, Hajime mengatakan sesuatu yang tanpa belas kasihan
membuat Aiko semaki khawatir.
"Maksudku, ada murid yang ingin
membunuhku."
"Kh!?"
Aiko tercengang dan raut wajahnya menjadi
pucat, "Aku hanya tahu pelakunya adalah seseorang yang berhubungan dengan
Shirasaki, dia adalah orang yang dapat membunuh orang lain karena merasa iri.
Karena ia masih baik-baik saja, akan bagus untuk mengingatkannya sebelum ia
diserang dari belakang." Setelah meninghalkan pesan ini, Hajime
meninggalkan ruangan.
Shin, ada sebuah ilusi angin yang tertiup
di dalam ruangan, dan Aiko memeluk dirinya sendiri dengan kedua tangannya. Ada
sebuah kemungkinan salah satu dari muridnya mencoba untuk membunuh kawannya
sendiri. Terlebih, dia menggunakan cara pengecut dengan mengincar punggung
orang yang berada di tepi kematian. Untuk Aiko, yang sangat mencintai muridnya,
ini adalah sesuatu yang tidak mudah untuk diterimanya. Tetapi, ia tidak dapat
menyangkal perkataan Hajime tanpa bukti apapun. Benaknya yang ingin mempercayai
muridnya saling bertentangan.
Dengan kekhawatirannya yang semakin
mendalam, malam tanpa tidur Aiko semakin bertambah.
11 Comments
next
BalasHapusmantaps langsung 2bab makasih min ^_^
BalasHapussekyu min.....
BalasHapuslanjt min, maksh udh d tl.
BalasHapusLanjutkan min..
BalasHapusmantab
BalasHapusorang gereja slalu aja buat masalah entah sama demi-human,budak dan yg lainnya
BalasHapusisekai mah emang gitu rata rata gereja jadi musuh mc nya
Hapuslanjut min
BalasHapusPlot / alur terburuknya, yang nembak hajime hingga jatuh itu si sirahaki, bakalan down banget pembaca kalo gitu sih.
BalasHapusgood ni...gw suka cerita yang mc ngelawan oknum resmi (gereja, kerajaan dan sebagainya)
BalasHapusPosting Komentar