REUNI DI KOTA SISI DANAU
Di
tengah dataran yang luas terdapat jalan raya yang terbentang jauh ke Utara.
Meskipun disebut jalan raya, tapi itu sebenarnya hanyalah tanah tanpa rumput
yang telah dipangkas berulang kali, hal itu membuatnya secara alami menjadi
jalan. Karena tidak adanya sesuatu seperti kendaraan pengangkut, maka punggung para pekerja akan sakit begitu
mereka mencapai tujuan.
Tiba-tiba,
sebuah bayangan melaju dengan kecepatan yang luar biasa dari jalan yang tidak
rata. Dengan badan hitamnya yang melesat maju dengan 2 roda dari jalan yang
tidak rata, membawa bayangan dari 3 orang.
Mereka
adalah Hajime, Yue dan Shia. Mereka melaju dengan kecepatan yang tidak bisa
dibandingkan dengan saat mereka di Raisen Grand Canyon. Itu mungkin sudah mencapai
80km/jam. Karena tidak ada sesuatu yang menghalangi sihirnya, maka kecepatan
aslinya kendaraan beroda 2 itu pun dapat ditunjukkan. Urutan duduk mereka
seperti biasa: Yue ada diantara kedua lengan Hajime, dan Shia ada di belakang
Hajime. Telinga kelinci Shia terlihat pata-pata, berkibar di udara.
Sinar
mentari yang hangat terlimpahkan karena cuaca yang bagus, dan dengan Yue yang
menggunakan sihirnya untuk mengatur tekanan udara, bisa dibilang itu adalah
cuaca yang pas untuk touring. Kenyataannya, Yue dan Shia merasakan hangatnya
sinar matahari dan nikmatnya hembusan angin dengan tubuh mereka, mereka menutup
mata karena sensasi yang begitu menyenangkan.
"Huu~,
ini begitu nyaman~, Yue saa~n. Kita harus bertukar tempat saat kita
pulang~"
"...
... Tidak mau. Ini khusus untukku."
"Eh~,
jangan begitu, ayo kita tukaran tempat~, di belakang terasa nyaman kok~"
Shia
meminta Yue untuk bertukar tempat dengan nada yang rendah dan suara cempreng.
Dengan wajah tidak suka, Hajime memandang wajah santai Shia di pundaknya dan
menjawab menggantikan Yue.
"Kau
tahu, kau tidak bisa duduk di depan okay? Juga, kau akan menghalangi
pandanganku. Apalagi telinga kelinci itu. Itu akan mengenai mataku saat tertiup
angin."
"Ah~,
benar juga~"
"...
...parah, dia hampir tertidur."
Sepertinya,
Shia hampir tertidur karena suasana yang begitu nyaman. Dia menyandarkan
kepalanya dengan segala berat
badannya di pundak Hajime. Dia juga sudah setengah tertidur saat berbicara pada
Yue tadi.
"Baiklah,
dengan kecepatan ini kita hanya butuh waktu satu hari. Kita akan terus berjalan
tanpa henti, jadi kita hanya akan
beristirahat jika memang sudah waktunya."
Seperti
yang telah Hajime katakan, Hajime sedang pergi ke kota hanya berselang satu
hari perjalanan; kota yang terdekat dengan area pegunungan utara tempat di mana
Will melakukan Quest penyelidikan. Mereka telah melaju terus
tanpa henti, jadi kemungkinan mereka akan sampai saat matahari terbenam dan
melakukan pencarian setelah istirahat semalam di kota. Alasan mereka begitu
terburu-buru adalah, dengan semakin berlalunya waktu, maka kesempatan bagi Will
dan partynya untuk selamat akan semakin
berkurang. Tetapi karena Hajime terlihat begitu proaktif demi kepentingan orang
lain, Yue memandang Hajime dengan tatapan ragu di wajahnya.
Hajime
mengeluarkan senyum kecutnya saat melihat Yue dengan manisnya melingkarkan
lengannya di lehernya.
"...
... Proaktif?"
"Aa,
akan lebih baik jika dia masih hidup. Jika seperti itu, dia akan sangat
berterima kasih. Setelah apa yang terjadi, masalah kerajaan dan kegerejaan
telah menunggu kita di depan sana. Jadi, bukankah lebih baik untuk memiliki
lebih banyak pendukung? Aku tak mau menghadapi mereka satu-persatu."
"...
... Aku mengerti."
Kenyataannya,
dia tidak tau apa yang bisa dia lakukan dengan dukungan dari Ilwa. Apalagi,
kemungkinan Ilwa menjadi pendukung yang tidak berguna jauh lebih besar. Tapi,
jika itu bisa didapatkan dengan sedikit kerja keras, mungkin itu akan menjadi
hal yang tidak perlu untuk disesalkan.
"Aku
juga mendengar, bahwa tempat tujuan kita, kota pinggir danau memiliki banyak
sungai. Itulah kenapa pinggiran kota menjadi area penghasil beras nomor satu di provinsi."
"...
... Sawah?"
"Ou,
dengan kata lain itu nasi. Nasi adalah makanan pokok di kampung halamanku,
Jepang. Aku belum pernah memakannya sekalipun sejak datang kemari. Jadi,
meskipun aku tak tahu apa itu makanan yang sama, aku ingin segera
memakannya."
"...
... Nn, aku juga ingin memakannya ... ... Nama kotanya?"
Hajime
memandang jauh sambil membayangkan hidangan nasi. Melihat Hajime dengan
ekspresi dimabuk kepuasan di wajahnya, Yue masih belum pernah mendengar nama
kotanya dan menanyakannya. "Hah", Hajime terkejut, dia bahkan sedikit
malu saat menyadari tatapan Yue. Dia kemudian menjawab dengan suara yang agak
keras untuk menutupi rasa malunya.
"Kota
sisi danau itu namanya Ul."
* * *
"Haa,
hari ini pun tidak ada petunjuk sama sekali... Shimizu-kun, ke mana perginya
engkau..."
Dengan
bahu yang diturunkan dengan sedih, orang yang berjalan di jalan raya Ul adalah
salah satu dari Para Orang Yang Terpanggil; sang guru, Hatayama Aiko.
Keceriaannya telah hilang. Saat ini, dia dipenuhi dengan rasa penasaran dan
khawatir, dengan atmosfir suram menyelimuti dirinya. Entah mengapa, warna
jalanan, dan bahkan lampu jalan terlihat lebih redup daripada biasanya.
"Aiko,
jangan murung begitu. Kami masih tidak tau apapun. Cukup berpikirlah bahwa dia
aman-aman saja. Apa yang bisa kau lakukan jika kau bahkan tidak
mempercayainya."
"Itu
benar, Ai-chan sensei, ruangan Shimizu-kun tidak terlihat seperti diserang.
Jadi, bukannya kemungkinan dia pergi dengan kemauannya sendiri jauh lebih
besar? Tolong jangan hanya berpikiran buruk."
Karena
Aiko sedang tidak bersemangat, komandan bodyguard eksklusif milik Aiko; David,
dan muridnya; Yuka, memanggilnya. Di sekitarnya adalah para kesatria dan murid
yang dikenalnya. Mereka juga sangat khawatir dengan Aiko dan mencoba berbicara
padanya.
Salah
satu dari murid Aiko, Shimizu Yukitoshi telah menghilang selama satu minggu. Aiko
dan yang lainnya telah mencoba mencarinya, tapi dia tidak meninggalkan jejak.
Akan tetapi, keberadaannya masih tidak diketahui. Tidak ada yang pernah
melihatnya di kota, jadi mereka mengirimkan pembawa pesan ke kota lain dan desa
terdekat, tapi semua usaha mereka masih sia-sia.
Meskipun,
pertama kali mereka pikir dia terlibat dalam sebuah kecelakaan, tapi ruangan
Shimizu terlihat bersih. Shimizu sendiri adalah seorang 'Dark Magician', sebuah
kelas yang memiliki bakat tinggi terhadap sihir kegelapan. Dia juga memiliki
bakat yang tinggi di sistem sihir yang lain, itulah kenapa tidak mungkin dia
dihabisi oleh penjahat biasa. Orang-orang pun berpikir bahwa dia pergi dengan
kemauannya sendiri.
Ditambah,
Shimizu adalah anak rumahan yang tidak pandai bergaul. Bahkan diantara teman sekelasnya, dia tidak memiliki
teman dekat sama sekali. Karenanya, sebuah kejutan disaat dia juga ingin
menjadi bodyguard Ai-chan. Karena itu, selain Aiko, murid-murid yang lain
meyakini bahwa dia aman-aman saja. Mereka lebih mengkhawatirkan Aiko yang
semakin tidak bersemangat dengan semakin berlalunya waktu. Tidak perlu
dikatakan lagi seberapa khawatir bodyguardnya terhadapnya.
Secara
tidak sengaja, mereka telah melaporkan hal tersebut kepada kerajaan dan gereja,
dan sepertinya tim pencarian yang telah mereka buat telah datang. Shimizu
adalah salah satu dari 'yang terpanggil' yang memiliki bakat dalam sihir, hal
yang membedakan tim pencari ini dengan kelompok Hajime adalah mereka tidak
memiliki pandangan yang optimis. Tim pencari telah sampai dalam 2 atau 3 hari
perjalanan.
Karena
perhatian yang terus berdatangan dari orang di sekelilingnya, hal itu membuat
mental Aiko terpukul. Apakah Shimizu terlibat sebuah insiden atau memang kabur
itu tidaklah masalah, hal itu tidak mengubah kenyataan bahwa itu membuatnya
khawatir. Akan tetapi, ia harus mengesampingkan hal tersebut dulu sekarang.
Sekarang tugasnya adalah untuk menyemangati murid-murid di sampingnya. Itulah
kenapa, "Aku adalah guru mereka!". Aiko mengambil nafas panjang dan
menepuk-nepuk mukanya untuk mengembalikan semangatnya.
"Semuanya,
maaf telah membuat kalian khawatir. Seperti yang telah kalian bilang. Tidak
akan ada yang terselesaikan dengan terus merenung seperti ini. Shimizu adalah
penyihir yang hebat. Dia pasti akan baik-baik saja. Sekarang, ayo kita pikir
bahwa dia aman. Sekarang, untuk makan malam! Ayo isi perut kita dan bersiap
untuk esok!"
Meskipun
ia tahu bahwa dia terlalu berlebihan, para murid mengikutinya dan menjawabnya
dengan lantang "Y-Ya", dengan bersemangat. Para prajurit pun
terkesima dengan penampilannya.
KARANh
KARANh
Ketika
suara itu berbunyi, pintu penginapan di mana Aiko dan yang lainnya menginap
terbuka. Itu adalah penginapan nomor satu di Ul. Penginapan tersebut bernama
"Penginapan Peri Air"(Water Fairy Inn). Pada jaman dahulu, sepasang
suami istri peri tinggal di danau Uldeia, dan itulah asal-usul namanya. Danau
Uldeia adalah danau yang dibanggakan sebagai danau terbesar di provinsi, dan
terletak di pinggiran kota Ul. Ukurannya sekitar empat kali dari danau Biwa di
Jepang.
Lantai
pertama Penginapan Peri Air adalah sebuah restoran. Di sana menghidangkan
berbagai hidangan terutama makanan khas kota Ul. Interiornya terasa
menenangkan, terdapat juga meja dan konter bar yang memberikan atmosfir
berwibawa. Ornamen mereka dibuat dengan sangat detil, tapi juga tidak terlihat
mencolok. Ditambah, terdapat tempat lilin sederhana di langit-langit, dan
bunga-bunga disusun untuk memberikan suasana menenangkan. Hal ini membuat orang
teringat dengan kata 'mapan', sebuah penginapan dimana pengunjungnya dapat
merasakan sejarah.
Pada
awalnya, Aiko dan para murid tidak dapat bersikap tenang karena semuanya terasa
begitu mewah. Tidak mungkin untuk Aiko dan para muridnya untuk tinggal di penginapan biasa mengingat reputasi mereka,
karena orang-orang telah memanggilnya sebagai 'Utusan Tuhan' dan 'Dewi Panen'.
Setelah beberapa kali dibujuk oleh para prajurit, mereka setuju untuk tinggal
di sini selama masih berada di Ul.
Kenyataannya,
mereka telah menghabiskan waktu mereka di salah satu ruang termewah di
kerajaan, jadi Aiko dan para muridnya secara perlahan pun mulai terbiasa.
Sekarang penginapan menjadi satu-satunya tempat dimana mereka bisa bersantai.
Untuk Aiko dan yang lainnya yang kelelahan akibat mengembangkan ladang pertanian
dan pencarian Shimizu, hidangan di sana menjadi satu-satunya kenikmatan. Mereka
semua duduk di bangku VIP di bagian paling dalam dari penginapan selagi mereka
menikmati makan malam.
"Aa,
ini selalu terasa begitu nikmat~ Aku tak pernah membayangkan untuk bisa memakan
kari di dunia ini."
"Yahh,
sebenernya ini lebih terlihat seperti rebusan ... ... Tidak, apakah ini kari
putih?"
"Tidak,
ada semangkok nasi dengan tempura juga diatasnya, ingat? Bahkan sausnya juga
terasa begitu super bukan? Jepang pun kalah bukan?"
"Itu,
bukannya karena Tamai-kun hanya memakan yang belum dibuat saja? Jangan
bandingkan itu dengan Hokaben."
"Yahh,
aku lebih suka yang seperti nasi goreng.
Sudahlah, hentikan."
Ketegangan
para murid meningkat setiap malamnya karena hidangan di sana yang menyerupai
masakan di bumi. Meskipun ada sedikit perbedaan di penampilan dan rasanya, tapi konsepnya sama dengan
kembarannya di bumi. Melimpahnya
hasil bumi merupakan salah satu alasan meningkatnya kualitas hidangan di kota Ul. Selain nasi, ada juga ikan
dari danau Uldeia, ditambah berbagai bumbu dan rempah dari area pegunungan.
Selagi
Aiko dan yang lainnya menikmati
hidangan, seorang pria tua berkumis dengan umur sekitar 60-an, mendekati mereka
dengan senyuman.
"Semuanya,
bagaimana hidangan hari ini? Jika ada yang ingin dikatakan, tak usah sungkan
untuk melakukannya."
"Ah,
pak pemilik."
Orang
yang sedang berbicara dengan
Aiko dan yang lainnya adalah pemilik Penginapan Peri Air; Foss Selo. Dia
meluruskan punggungnya, dengan
lembut menyipitkan matanya, dan rambut berwarna abu-abu tercampur dengan rambut
hitamnya yang
disisir ke belakang. Dia adalah orang yang pas dengan suasana tenang di
penginapan ini.
"Tidak,
hari ini juga terasa enak. Semuanya merasa puas."
Ketika
Aiko menjawab dengan senyuman, Foss dengan senang hati menjawab, "Terima
kasih atas pujiannya", dan tersenyum. Tapi, beberapa saat setelahnya,
ekspresinya berubah pucat seperti ingin meminta maaf. Ini adalah ekspresi tidak
biasa dari Foss
yang selalu tersenyum lembut. Penasaran dengan apa yang terjadi, semuanya berhenti makan dan
mengalihkan perhatian kepada Foss.
"Sebenarnya,
meski agak disesalkan... Aku hanya dapat memberikan hidangan dengan bumbu
sebanyak ini hari ini saja."
"Eh!?
Maksudmu, kami tidak bisa makan Nilshisseer (kari
versi dunia ini) lagi?"
Sonobe
Yuka, yang menyukai kari, terkejut dan mencoba menanyakannya lagi.
"Ya,
maafkan aku. Tidak peduli seberapa banyak bahan yang digunakan... itu akan
cukup jika seperti biasanya... Akan tetapi, ada kerusuhan di area pegunungan
utara bulan ini, jadi orang yang memanen bahan-bahan di gunung berkurang secara drastis. Bahkan beberapa hari yang lalu,
sebuah party yang ditugaskan untuk melakukan penyelidikan telah menghilang.
Makanya lebih banyak orang bertambah untuk enggan pergi ke sana. Ini menjadi
situasi dimana kami tidak tahu kapan stok barang akan datang."
"Umm...
Apa maksudmu dengan kerusuhan?"
"Sesuatu
seperti terlihatnya kumpulan para demonic beast... Tempat ini bisa dibilang
cukup aman selama kalian tidak pergi ke area pegunungan utara. Meskipun ada
beberapa demonic beast yang kuat di gunung, mereka tidak pernah mendekat ke
sini dengan sengaja. Akan tetapi, terlihat kumpulan para demonic beast di area pegunungan yang seharusnya tidak ada
satupun."
"Itu
benar-benar mengkhawatirkan..."
Aiko
mengerutkan keningnya. Yang lain terlihat depresi dan saling memandangi satu
sama lainnya. Foss berbicara dengan ekspresi meminta maaf, "Ini bukan saat
yang pas untuk membicarakannya selagi makan bukan?", kemudian dia berbicara
dengan nada riang untuk mengembalikan suasana.
"Akan
tetapi, musibah ini seharusnya akan segera berakhir."
"Maksudmu?"
"Sebenarnya,
hari ini ada pelanggan yang datang sebelum matahari terbenam. Sepertinya mereka
akan pergi ke area pegunungan utara untuk mencari tim penyelidik yang
menghilang. Mereka ditunjuk langsung oleh kepala guild cabang Fhuren, jadi
sepertinya mereka bukan
orang biasa. Mereka mungkin dapat mengakhiri musibah ini."
Meskipun
Aiko dan para muridnya masih terduduk, tapi para prajurit bodyguqrd yang
dikomandoi oleh David yang
sedang makan bersama mereka mengeluarkan seruan "Hou", dengan nada
setengah kagum dan setengah tertarik. Bahkan diantara para petugas guild,
kepala guild cabang Fhuren dianggap salah satu dari yang terbaik. Untuk seseorang ditunjuk
langsung oleh kepala cabang guild secara langsung mengartikan bahwa mereka
dapat menyelesaikan misi di mana hanya orang kuat yang dapat melakukannya. Rasa
penasaran mereka semakin meningkat karena mereka ingin bertarung di medan perang
yang sama dengan orang seperti itu. Di dalam kepala para prajurit, mereka
dimasukkan dalam daftar petualang kelas 'Emas' yang terkenal.
Aiko
dan para muridnya melihat ke arah obrolan yang tak biasa di antara David dan
para prajuritnya, kemudian mereka mulai mendengar suara dari tangga yang
terhubung ke lantai 2. Itu adalah suara dari seorang pria dan 2 orang gadis.
Sepertinya salah satu dari gadis itu sedang mengeluh ke sang pria. Foss adalah
orang yang bereaksi terhadap suara itu.
"Oya,
ngomong-ngomong soal iblis. Ini adalah mereka, pak prajurit. Jika kalian ingin
berbicara pada mereka lakukanlah sekarang karena mereka akan pergi besok pagi."
"Aku
mengerti, aku paham. Tapi suara itu terdengar cukup muda. Apa ada seseorang
semuda itu di kelas 'Emas'?"
David
dan para prajurit telah mengingat dengan jelas kelas 'Emas' yang terkenal dalam
kepala mereka, tapi karena tidak ada satupun yang memiliki suara semuda itu.
Beberapa dari mereka saling memandang dengan ekspresi kebingungan.
Ketika
mereka sedang dipusingkan,
trio Hajime pun datang mendekat sambil mengobrol.
Kursi
di mana Aiko dan yang lainnya duduk adalah kursi bagian paling dalam yang
tertutupi oleh tembok dari tiga sisi. Itu adalah tempat di mana mereka dapat
melihat ke manapun di dalam restoran. Saat ini, ruangan tersebut digunakan
sebagai ruang pribadi dengan ditutupi korden. Tidak perlu dikatakan lagi, di
dalamnya terdapat kelompok Aiko yang mencolok, adalah Aiko; orang yang dipuja
sebagai 'Dewi Panen', yang membuat mereka semakin mencolok. Itulah kenapa
mereka menggunakan korden kapanpun mereka menyantap hidangan. Bahkan sekarang,
mereka menutup korden supaya tidak ada yang melihat.
Dari
luar korden, mereka dapat mendengarkan percakapan antara seorang pria dengan 2
orang gadis.
"Mou,
berapa kali harus kukatakan supaya kau mengerti. Tolong berhenti meninggalkanku
dan membuat dunia kalian berdua sendiri. Ini membuatku benar-benar kesepian.
Apa kau mendengarkanku? 'Hajime'-san."
"Iya,
iya aku mendengarnya. Berpindahlah ruangan supaya kau tak melihatnya."
"Nmah!
Apa kau mendengar yang dia katakan Yue-san? 'Hajime'-san baru saja mengatakan
hal yang begitu dingin."
"...'Hajime'
...Nakal!"
"Iya,
iya."
Dari
percakapan tersebut, nama yang diucapkan gadis itu langsung membuat hati Aiko
terguncang. Apa yang gadis itu katakan? Siapa sebutan pria itu? Suara pria
ini... bukannya sama dengan 'pria itu'?, adalah pertanyaan-pertanyaan yang
muncul di benak Aiko. Tubuhnya menjadi kaku seperti seolah terikat sesuatu,
jadi dia hanya bisa memandang korden.
Hal
yang sama terjadi pada Sonobe Yuka dan murid lainnya yang duduk di sebelahnya.
Di benak mereka, muncul kembali ingatan tentang seorang pria yang terjatuh ke
jurang empat bulan yang lalu. Dia adalah seorang anak yang mereka yakini telah
'tewas di dunia ini'. Seseorang yang ingin mereka lupakan, seseorang yang
menonjol karena kebaikan dan keburukannya.
Karena
ekspresi yang tidak wajar dari Aiko dan para muridnya, Foss dan para prajurit
mencoba memanggil mereka dengan tercengang, tetapi tak seorangpun merespon.
Para prajurit bertanya-tanya apa
yang terjadi dengan memandang wajah mereka. Kemudian Aiko mengucapkan sebuah
nama tanpa sengaja.
"...Nagumo-kun?"
Karena
kata yang baru saja diucapkannya tanpa sengaja, tubuhnya yang kaku karena
situasi tidak terduga kembali seperti biasanya. Aiko tiba-tiba berdiri dan
kursinya jatuh ke bawah. Dia kemudian membuka tirainya dengan begitu keras
sampai hampir robek.!!
Karena
suara tidak terduga yang datang saat tirai dibuka, trio pria dan dua gadis
tersebut hanya dapat tertegun melihatnya.
Aiko
berteriak tanpa mempedulikan orang lain. Itu adalah nama muridnya yang berharga
yang ia teriakkan.
"Nagumo-kun!"
"Ah?
........ Sensei?"
Di
depan matanya, dengan mata yang terbuka lebar terkejut, terdapat seorang pria
berambut putih dengan mengenakan penutup mata. Dia terlihat berbeda dengan
Nagumo Hajime seperti yang di dalam ingatannya. Bukan hanya penampilannya,
tetapi udara di sekitarnya pun terasa berbeda. Nagumo Hajime yang ia kenal adalah seseorang yang
suka melamun, lembut dan pendiam. Sebenarnya, Aiko menyadari bahwa senyum kecut
itu adalah miliknya, tapi ia merahasiakannya. Akan tetapi, orang di depannya
memiliki tatapan mata yang tajam, pakaian dengan atmosfir yang sulit untuk
didekati. Dia terlalu berbeda dengan seperti yang ada di dalam ingatannya. Jika
ia kebetulan berpapasan dengannya di kota, Aiko yakin bahwa ia tidak akan
menyadari bahwa dia adalah Nagumo Hajime.
Tapi
jika ia melihat dengan teliti, suara dan wajah orang di depannya memang mirip
seperti yang ada dalam ingatannya. Di atas itu... itu adalah bagaimana cara
orang itu memanggil Aiko. Benar, dia menyebutkan kata "sensei". Aiko
pun yakin. Meskipun penampilan dan aura di sekitarnya telah berubah, dia yakin
bahwa orang di depannya adalah muridnya, "Nagumo Hajime"!
"Nagumo-kun...
Kamu adalah Nagumo-kun, bukan? Kau masih hidup... Kau benar-benar masih
hidup..."
"Bukan,
anda salah orang. Bye."
"He?"
Untuk
bertemu dengan murid yang dikiranya telah tewas, adalah sebuah keajaiban.
Merasa tersentuh, kelenjar air matanya pun menjadi lemas, air mata membanjiri
wajahnya. "Ke mana saja kau sampai sekarang? Apa yang telah terjadi? Aku
benar-benar bersyukur kau masih hidup." Adalah beberapa kata dari sekian
banyak kata yang ingin ia ucapkan, tapi tidak bisa ia lakukan. Meskipun begitu,
jawabannya yang memberikan keputus asaan benar-benar sesuatu yang tidak
terduga."
Ia
tanpa sadar mengeluarkan suara bodoh dan menarik kembali air matanya. Ia hanya
dapat menatap kosong Hajime yang mulai melangkahkan kakinya menuju pintu
keluar. "HAH", ia mendapatkan kembali kesadarannya, dan kemudian
mengejar Hajime lalu memegang pergelangan tangannya.
"Tunggu
sebentar? Bukannya kamu Nagumo-kun? Kamu baru saja memanggilku sensei bukan?
Bagaimana mungkin aku salah orang."
"Tidak...
kau salah dengar. Itu tadi... benar, itu tadi logat yang artinya 'kecil'.
Un."
"Bahkan
jika iya, itu sangat kasar. Dan juga mana mungkin ada logat yang seperti itu.
Kenapa kamu mencoba untuk berbohong? Dan penampilanmu... Apa yang telah
terjadi? Apa yang kau lakukan di tempat seperti ini? Kenapa, kenapa kau tidak
langsung kembali ke kami? Nagumo-kun! Tolong jawab! Sensei tidak akan
membiarkanmu berbohong!"
Suara
marah Aiko bergema di dalam restoran. Beberapa orang melihat kepada 'Dewi
Panen' yang terkenal saat ia menangkap dan berteriak kepada seorang laki-laki.
"Uuwah, apa dia beneran seorang
Dewi bro!?", mereka pun mulai salah paham dengan rasa penasaran bersinar
di mata mereka. Para murid dan para prajurit pun mulai ikut keluar dari ruang
makan.
Murid-murid
yang melihat penampilan Hajime pun tak percaya dengan orang yang ada di hadapan
mereka. Setengahnya tak percaya karena dia masih hidup, sedangkan setengahnya
lagi karena penampilan dan auranya yang berubah secara drastis. Akan tetapi,
mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan, mereka hanya bisa menatap kosong kepada Aiko dan Hajime.
Di
sisi lain, meskipun Hajime terlihat tenang, di dalam pikirannya ia sedikit
panik. Di kota yang dia datangi, dia menerima permintaan dari kepala cabang
guild dan secara
kebutan mendapatkan kenalan, dia tidak pernah mengira bahwa dia akan bertemu
dengan Aiko dan teman-teman sekelasnya lagi."
Karena
itu merupakan hal yang benar-benar di luar dugaan, dia pun keceplosan
mengucapkan "Sensei", dia pun berpikir, "Itu tidak
mungkin", sambil mencoba membohongi dirinya sendiri. Satu-satunya
kesempatan untuknya adalah kabur setelah rentetan pertanyaan dari Aiko,
melanjutkannya dengan akting 'anda salah orang', 'menjadi orang asing
misterius', dan 'ayo culik Aiko-san', adalah kemungkinan-kemungkinan yang dia
pikirkan untuk menyelamatkan hidupnya.
Dia bahkan tidak tahu bagaimana bisa kemungkinan terakhir muncul di benaknya.
Lalu,
Hajime pun diselamatkan oleh partnernya yang dapat diandalkan. Tentu itu bukan
si telinga kelinci yang tidak berguna, melainkan sang Putri Vampir. Yue, datang
di antara Hajime dan Aiko, kemudian ia melepaskan secara paksa tangan Aiko yang
menggenggam Hajime. Di sisi lain, para prajurit bodyguard mengeluarkan sedikit
niat membunuh mereka.
"...
Lepaskan, kau menyulitkan Hajime."
"S-siapa
kau? Ada hal penting yang harus sensei katakan pada Nagumo-kun..."
"...Kalau
begitu tenanglah sedikit."
Karena
gadis cantik tersebut memandangnya dengan dingin, Aiko sedikit tersentak. Tidak
banyak perbedaan tinggi di antara mereka. Umumnya, hal tersebut akan dikatakan pertengkaran anak
kecil. Akan tetapi, Aiko sebenarnya memiliki umur yang lebih tua dibandingnya,
dan Yue memiliki aura seorang penyihir di sekitarnya terlepas dari
penampilannya. Tak peduli siapa yang melihatnya, mereka terlihat seperti orang
dewasa (Yue) dan anak kecil yang marah (Aiko). Aiko menyadari perkataan Yue, ia pun
perlahan berjalan mundur dengan wajah memerah mengingat caranya marah tadi. Ia
pun menegakkan punggungnya untuk mengembalikan wibawanya sebagai orang dewasa,
meskipun itu terlalu terlambat, Aiko seperti... anak kecil yang melakukan
peregangan.
"Maaf,
aku terlalu bingung. Ayo kita mulai dari awal, kamu Nagumo-kun bukan?"
Kali
ini, Aiko menanyakannya dengan perlahan, tetapi suaranya dipenuhi dengan
kepercayaan saat menanyakan itu kepada Hajime, dan menyamakan pandangannya
dengannya. Melihat Aiko yang seperti itu, Hajime yakin tak peduli seberapa
keras dia mencoba mengelabuinya, ia tidak akan mengubah pendapatnya dan akan
terus mengejarnya ke manapun dia pergi. Kemudian, Hajime menggaruk kepalanya
dan menjawabnya dengan hembusan nafas panjang.
"Ah.
Lama tidak bertemu, sensei."
"Seperti
yang kuduga, kau benar-benar Nagumo-kun... Kau masih hidup..."
Mata
Aiko kembali berlinang air mata, tetapi Hajime tidak mempedulikannya dan
mengangkat bahunya.
"Sesuatu
seperti itu. Setelah banyak hal terjadi, entah bagaimana aku masih hidup."
"Aku
bersyukur. Aku benar-benar bersyukur."
Setelah
dia melirik Aiko yang sudah tak dapat berkata-kata lagi, Hajime pergi ke kursi
terdekat dan duduk. Melihatnya, Yue dan Shia pun mengikutinya. Shia entah
bagaiman menjadi kebingungan, sementara yang lain terlihat heran dengan sikap Hajime. Hajime telah
mengembalikan ketenangannya dan mengacuhkan yang lainnya, hanya untuk
mengisyaratkan kepada Foss yang telah melihat bagaimana situasi berjalan dari
belakang para murid.
"Uhm,
Hajime-san. Apa itu tak apa? Bukannya kalian saling kenal? Meskipun kalian
hanya tamu kami... dunia lain..."
"Itu
tidak masalah sama sekali. Aku hanya terkejut saat mereka tiba-tiba muncul,
yah, hanya itu. Pada awalnya kami datang untuk makan malam, jadi biarkan aku
memesan. Aku telah menduga hal ini sebelumnya. Apa kau tahu? Kari ini... Ah,
kau tidak tahu. Makanan ini disebut Nishisseer. Aku bahagia hanya dengan
membayangkan rasanya..."
"...Kalu
begitu, aku akan memesannya juga. Aku penasaran rasa seperti apa yang Hajime
sukai."
"Ah,
memikatnya dengan begitu saja... seperti yang diharapkan dari Yue. Kalau begitu
aku juga. Pelaya~n, kami ingin memesan~"
Awalnya,
Shia malu-malu untuk melirik Aiko dan yang lainnya, tetapi mengubah niatnya
setelah mendengar perkataan Hajime. Kemudian Foss datang untuk mengambil
pesanan mereka dengan senyum kerepotan.
Akan
tetapi, wajarnya, tidak ada waktu untuk mereka menunggu. Aiko, yang terbengong
dengan sikap Hajime yang duduk di meja terdekat dan memesan makanan,
mendapatkan kembali kesadarannya dan ia mulai mendekati meja Hajime. Ia pun
berkata, "Bu guru MARAH!", dengan ekspresi yang benar-benar marah
sambil ia menggebrak meja.
"Nagumo-kun,
kita belum selesai berbicara. Bagaimana bisa kau memesan makanan dengan begitu
saja. Lalu siapa kedua gadis ini?"
Apa
yang Aiko katakan mewakili apa yang semua orang ingin katakan. Para prajurit
yang menebak Hajime adalah murid Aiko, yang telah tewas empat bulan lalu, para
murid yang menunggu di belakang Aiko, dan yang lainnya pun juga, "Un
un", mengangguk dan mereka menunggu jawaban Hajime.
Hajime
mengerutkan keningnya karena ini akan menjadi hal yang merepotkan. Karena dia
tidak dapat menikmati hidangan dengan tenang berkat Aiko, yang tetap menunggu
Hajime untuk menjawab pertanyaannya bahkan selagi mereka makan, Hajime pun
enggan untuk mengalihkan pandangannya ke Aiko.
"Aku
telah melakukan perjalanan seharian penuh ke sini, tanpa berhenti, untuk
melaksanakan sebuah misi. Itulah kenapa aku lapar, jadi biarkan aku makan.
Lalu, mereka adalah..."
Hajime
mengalihkan pandangannya ke Yue dan Shia. Lalu mereka berdua, sebelum Hajime
sempat berbicara, mulai memperkenalkan diri yang akan membawa dampak besar.
"...Yue."
"Aku
Shia."
"Aku
kekasih milik Hajime(-san)."
"Ke-kekasih?"
Aiko
pun terbata-bata, "Eh-eh?", dan melihat Hajime dan kedua gadis cantik
itu secara bergantian. Sepertinya dia tidak dapat memproses hal tersebut di
otaknya. Para murid di belakangnya pun ikut terbengong-bengong. Ya, ekspresi
para murid lelaki mengatakan, "Itu tidak mungkin!", sambil melihati
Yue dan Shia dengan gelisah. Perlahan, muka mereka mulai memerah karena
terpikat dengan kecantikan Yue dan Shia.
"Oi,
dengan mengesampingkan Yue. Shia bukannya kau berbeda?"
"Dasar!
Hajime kejam. Bahkan kau telah mencuri ciuman pertamaku!"
"Apa,
mau sampai kapan kau terus membawa-bawa masalah itu. Aku mencoba menyela---
"Nagumo-kun" ... Ada apa, sensei?"
Karena
ucapan bahwa dia 'mencuri ciuman pertama Shia', sepertinya pemrosesan di
otaknya telah selesai. Kemudian, suara Aiko turun satu oktaf. Di dalam pikiran
Aiko, sepertinya ia membayangkan Hajime yang tertawa keras dengan kedua gadi
cantik di masing-masing lengannya. Ekspresinya mengatakan semuanya.
Merasa
malu, Aiko pun memotong pembicaraan Hajime. Ekspresinya dipenuhi dengan
keinginan untuk mengembalikan muridnya yang salah jalan untuk kembali ke jalan
kebenaran. Mengikutinya, sebuah petir besar bernama 'Kemarahan Guru' jatuh ke
penginapan terbaik di kota Ul.
"Untuk
mencuri ciuman pertama seorang gadis, dan bahkan d-dua kali! Jadi, kau tidak
kembali karena masih ingin bermain-main! Jika iya... itu tidak dapat dimaafkan!
Ee, sensei benar-benar tidak akan memaafkanmu! Ini saatnya untuk memarahimu!
Bersiaplah, Nagumo-kun!"
Hajime
memandang Aiko dengan yang berteriak "kyan-kyan" dengan
ragu-ragu, sambil ia menarik nafas yang begitu panjang, memikirkan bahwa ini
akan sangat merepotkan.
6 Comments
nice
BalasHapusgk ada ilustrasinya kah btw sankyuu
BalasHapusSetelah sekian lama, akhirnya bisa bertemu dengan senseinya....
BalasHapusmakasih udh di translate dlnjtkan min.
BalasHapuswkwkwk
BalasHapusShia kaparat.. membuat banyak kesalah pahaman aja shia-_-
BalasHapusPosting Komentar