BAB 3
(Translater : Fulcrum)

Mereka yang berkeliaran dalam gelapnya malam bukan hanya orang-orang yang berasal dari latar belakang menyeramkan saja.
Para warga bisa bergerak bebas tanpa ancaman para penjahat, dan benar-benar bebas saat itu, hal itu terjadi berkat upaya tak kenal lelah dari ‘Penegak Hukum’. Malam ini, seorang pria muda yang (seharusnya) merupakan salah satu dari pilar penegak ketertiban sedang mengomel pada rekan prianya.
“Yang benar saja, masalah muncul silih berganti….”
“……….”
“Bukannya kesialan kita sejak tahun lalu sudah akan berakhir?”
“……….”
“Pasti ada sesuatu yang terjadi. Dengan ini, akan lebih mudah kalau menganggap pelakunya adalah alien atau penyerang asing.”
“……Menginvestigasi mereka adalah tugas kita. Kita dipekerjakan karena adanya insiden-insiden seperti ini, jadi berhentilah mengeluh.”
Disaat yang sama dia mengeluarkan suaranya yang jelas untuk menegur atasannya, yang masih mengomel ‘hal seperti ini seharusnya tidak terjadi sama sekali……’, dia juga menarik nafas.
“Ya, ini Inagaki.”
Mendengar teriakan kecil dari earsetnya, Inagaki segera menjawabnya dengan nada tegas.
“….Saya mengerti. Kami akan segera ke TKP.”
Setelah mematikan alat transmisinya, Inagaki menaruh tatapannya pada atasannya, yang memasang ekspresi lesu di wajahnya saat sedang mengamati sekitarnya.
“Inspektur, 5 orang. Penyebab kematiannya sama seperti yang sebelumnya. Sama seperti sebelumnya, tidak ada luka luar.”
Mendengar laporan Sersan Inagaki, Inspektur Chiba Toshikazu menghela nafas selagi matanya memandang langit.
“Dan semua darah mereka pasti juga hilang. ………Yang benar saja, 5 mayat misterius setiap bulan. Seharusnya ada batasan dalam menarik perhatian media.”
Tanpa menyinggung para korban atau pembunuh, Inspektur Chiba Toshikazu hanya mendesah untuk menjelaskan begitu merepotkannya semua kejadian-kejadian ini. Namun, di tengah ekspresi ketidaknyamanan di wajahnya, pupil matanya berkilat dengan tatapan tajam seorang pemburu.
◊ ◊ ◊
Angelina Shields saat ini sedang berusaha sebaik mungkin untuk membuat kesan pertama yang baik.
Di hari pertama perpindahannya, penampilannya sendiri sudah dikenali oleh semua orang di sekolah.
Sebelumnya, gelar gadis paling cantik di sekolah disandang oleh Miyuki seorang. Itu adalah gabungan pendapat dari kakak kelas dan para siswi di sekolah.
Namun, dengan adanya Lina, gelar ‘Ratu’ sudah berubah menjadi ‘Twin Beauties’. Mengingat juga kalau mereka sering bersama-sama, gelar itu hanya makin menunjukkan kesan kalau ‘kecantikannya setara dengan Miyuki’.
Rambut pirang yang berkilau dibawah sinar matahari dan pupil birunya yang bahkan membuat safir malu akan keindahannya.
Rambut panjang yang lebih hitam daripada langit malam dan mata cerah yang melebihi kilauan permata hitam.
Miyuki dan Lina, setara dalam hal kecantikan, tapi memiliki penampilan yang berbeda. Cahaya mereka berdua menerangi sekolah tempat mereka belajar.
Hanya dengan memiliki tingkat kecantikan seperti itu sudah cukup untuk membuat orang-orang berdecak kagum.
“Miyuki, aku mulai.”
“Jangan sungkan-sungkan untuk memulai kapanpun, aku serahkan hitung mundurnya padamu, Lina.”
Mereka berdua berdiri berhadap-hadapan dengan jarak 30 meter.
Diantara mereka, sebuah bola logam dengan diameter 30 cm diletakkan pada sebuah penyangga kecil.
Walaupun ada banyak alat sejenis di Ruang Latihan Praktik, semua orang yang ada di ruangan itu seketika mengabaikan apa yang mereka lakukan dan memusatkan perhatian mereka pada Miyuki dan Lina.
Tidak, tidak hanya yang ada diruangan itu saja. Di balkon lantai dua, ada beberapa siswa kelas 3 yang memiliki kebebasan untuk masuk sekolah atau tidak.
Mayumi dan Mari juga termasuk diantara mereka.
“……Kemampuan sihirnya bisa menyaingi Miyuki, apa kau percaya dengan itu?”
“Pada tingkat tertentu, dia adalah perwakilan Amerika untuk Jepang, jadi hal itu tidak mustahil. Walau begitu, rasanya masih sulit untuk percaya kalau seseorang yang seumuran dengan Miyuki bisa menyaingi kemampuan sihirnya.”
“Aku setuju. Yah, melihat itu percaya. Aku hanya akan percaya kalau aku sudah melihatnya dengan mata kepalaku sendiri.”
“Kita disini hanya untuk memastikan hal itu.”
Tujuan dari latihan ini adalah untuk bersama-sama mengaktifkan CAD kedua pihak, dan pemenangnya ditentukan dari kemampuan seseorang mengendalikan bola logam yang ada ditengah. Latihan ini tidak hanya mudah untuk dilakukan, tapi juga menimbulkan rasa kompetitif diantara penggunanya.
Justru karena karena kesederhanaannya, ini adalah cara sederhana untuk menentukan perbedaan dari kedua pihak.
Sejak memulai latihan ini bulan lalu, Miyuki sudah mencapai tingkat yang tidak bisa dicapai orang lain. Perbedaan kemampuannya dengan yang lain sangatlah jauh sampai-sampai para pengajar memberitahunya kalau melakukan latihan ini dengan orang lain sudah tidak ada gunanya lagi baginya.
Sudah menjadi rahasia umum kalau bahkan mantan anggota OSIS (dan anggota Komite Moral Publik) yang datang menantang Miyuki karena mendengar kabar itu juga berakhir kalah darinya.
Tapi, Miyuki ingin mengadu kemampuannya dengan seorang siswa pindahan.
Membuat kakak kelasnya hilang muka walaupun terlihat menerima hasil itu dengan sepenuh hati (tentu saja, Miyuki bukanlah tipe orang yang menyombong-nyombongkan kemenangannya, namun sebaliknya malu atas dampak kemenangannya), Mayumi dan Mari harus menghadiri latihan itu.
“Tiga, dua, satu……”
Disaat Lina meneriakkan ‘satu’, mereka berdua menempelkan tangan mereka di dasbor.
“Mulai!”
Sinyal terakhir dari mereka berdua.
Miyuki menempelkan ujung jarinya saja pada dasbor itu, sementara Lina menempelkan seluruh telapak tangannya.
Keheningan dan aksi, sifat asli mereka tercermin dari gerakan pembuka mereka. Namun, itu hanya mencerminkan sisi fisik kehendak mereka saja.
Kilauan Psion itu menyatu dan meledak pada Eidos bola logam tersebut yang menjadi targetnya. Karena itu adalah cahaya yang tidak bisa dilihat oleh mata telanjang, tidak ada gunanya menutup mata.
Beberapa penonton yang belum menguasai teknik penekanan gangguan sihir hanya bisa memegang pelipis dan tidak bisa berhenti menggelengkan kepala mereka.
Cahaya itu menglihang sesaat setelah bola logam itu perlahan-lahan berguling kearah Lina.
“Ah, aku kalah lagi.”
“Fufu, dengan ini aku sudah menang dua putaran, Lina.”
Lina dengan keras menyampaikan ketidakinginannya untuk menerima kekalahannya sementara Miyuki tersenyum kecil selagi diam-diam menghela nafas lega.
Dilihat dari reaksi mereka, jelas sekali kalau pemenang kontes ini (ini bukan kontes asli) adalah Miyuki. Meskipun mengatakan ‘menang dua putaran’, kalimat yang biasanya diperuntukkan bagi sang pemenang tidak meninggalkan kesan tak terlupakan dari kemenangan besarnya, lebih seperti…..
“……Mereka benar-benar seimbang.”
“Dalam masalah Kecepatan Aktivasi, siswa pindahan itu sebenarnya lebih cepat, bukan?”
“Hmm, tapi Miyuki menang dalam masalah Kekuatan Gangguan, jadi dia dapat mengendalikannya sebelum sihir lawannya selesai. Inisiatif versus kekuatan…… Daripada menyebut ini murni kontes kemampuan, kemenangannya lebih terasa seperti kemenangan taktis.”
Di mata Mayumi dan Mari, dalam hal proses sistematis tunggal, mereka berdua seimbang.
Setelah itu, latihan tersebut diulang lagi sebanyak empat kali, dengan hasil 2-2, jadi hari itu berakhir dengan Miyuki yang masih unggul dua putaran.
Siang hari di kantin.
Hanya karena Lina duduk bersama mereka hari ini, bukan berarti itu bisa disebut kebiasaan. Sejak kepindahannya minggu lalu, dia sudah duduk bersama banyak kelompok berbeda secara bergantian saat jam makan siang.
Dengan memperluas hubungannya sebisa mungkin, dia bisa disebut sebagai model siswa pindahan. Mengenai makan siangnya dengan kelompok Tatsuya, ini benar-benar pertama kalinya sejak hari pertama kepindahannya.
“Kau cukup populer, Lina.”
“Terima kasih. Aku senang semua orang sangat ramah.”
Lina memilih untuk membalas pujian Erika dengan jawaban yang tidak berarti, malu-malu, dan tidak peduli.
Tidak mungkin kita bisa mengetahui apakah sikapnya disebabkan karena cara bicaranya atau latar belakang budaya, tapi Tatsuya dan yang lain (kecuali Erika) merasa kalau itu adalah perubahan sifat yang baru.
“Tetap saja, Lina cukup mengejutkan. Walaupun aku tahu kalau siapapun yang dikirim belajar di luar negeri pastinya memiliki kemampuan yang hebat, aku benar-benar tidak percaya kau bisa menyaingi Miyuki sampai seperti itu.”
“Tidak, aku rasa akulah yang seharusnya terkejut.”
Lina membelalakkan matanya tidak percaya, mendengar pujian Mikihiko.
Ngomong-ngomong, Mikihiko merasa lebih nyaman berbicara dengan Lina dibandingkan dengan Miyuki. Saat berbicara dengan Miyuki, Mikihiko masih berbicara dengan formal sementara dia bisa berbicara dengan santai saat bersama Lina.
“Aku biasanya tak terkalahkan dalam kompetisi setingkat ini, tapi aku tak akan pernah bisa mengalahkan Miyuki, dan saat melawan Honoka, aku menang dalam keseluruhan kemampuanku tapi aku masih kalah dalam kerumitan desain. Seperti yang diharapkan dari Jepang, yang merupakan salah satu negara sihir terkuat.”
“Lina, ini hanyalah latihan dan bukan kompetisi. Aku yakin tidak ada gunanya mempermasalahkan menang atau kalah.”
“Kompetisi sihir sangatlah penting. Walaupun ini hanya latihan, aku selalu memilih lawan dimana aku harus menang diatasnya.”
Dihadapkan dengan jawaban rendah hati Miyuki, Lina mengajukan argumentasinya, tanpa takut terjadi perselisihan sedikit pun.
Memang begitulah dirinya, yang menunjukkan sifatnya yang bebas.
“Keinginan untuk bersaing memang penting dalam sebuah kontes, tapi tentunya tidak perlu berlebihan, bukan? Latihan hanya digunakan untuk berlatih dan benar-benar berbeda daripada ujian yang digunakan untuk menentukan kemampuan seseorang.”
“….Itu memang benar. Mungkin Tatsuya memang benar. Aku mungkin terlalu bersemangat.”
“Bersemangat tidaklah salah. Miyuki juga menjadi termotivasi dengan saingan barunya, jadi karena itu, aku harus berterima kasih kepadamu, Lina.”
Lina yang pada awalnya mengangguk-angguk setuju dengan perkataan Tatsuya, tapi sekarang dia menunjukkan ekspresi tidak percaya terhadap Tatsuya.
“Akhirnya muncul! Komentar sis-con Tatsuya muncul!”
Di sisi lain, Erika memberikan komentar ‘Ah ha’ selagi berpura-pura mendesah.
“Ah…… Oh, jadi begitu…….. Tatsuya dan Miyuki benar-benar akrab.”
Menunjukkan tatapan yang agak tidak sopan, Tatsuya sepertinya menyadari kalau tatapan Lina kepadanya makin melemah saat dia melakukannya.
“Ngomong-ngomong, Lina, ini tidak terlalu penting……..”
Merasakan topik pembicaraan ini mulai melenceng, Tatsuya mencoba untuk merubahnya.
“Apa itu?”
Dia memberikan tatapan dingin kepada Lina, tapi itu tidak terlihat mengejeknya, jadi ini mungkin ini ditujukan untuk menyamai candaan Erika.

Sementara ini adalah hasil yang diharapkannya berdasarkan pengamatannya, tidak ada jaminan kalau dia benar. Tetap saja, yang dibicarakan disini adalah Tatsuya, dan Tatsuya bukanlah orang yang akan menutup mulutnya dan mundur dari apa yang akan dilakukannya.
“Seingatku, bukankah biasanya ‘Angelina’ dipanggil ‘Angie’?”
Pertanyaan itu bukanlah sesuatu yang mengejutkan.
Setidaknya, itulah yang dirasakan Erika, Mizuki, dan Honoka, yang duduk bersama mereka,
Tapi, untuk sesaat, ekspresi Lina berubah.
“Tidak, kau memang benar, tapi orang yang namanya ‘Angie’ tidak sedikit seperti yang kau kira. Contohnnya saja, aku memiliki teman sekelas saat SD yang bernama ‘Angela’ dan dia dipanggil ‘Angie’.”
“Eh, jadi itu alasannya mengapa Lina lebih memilih dipanggil ‘Lina’ daripada ‘Angie’.”
Tatsuya mengangguk-angguk mendengar penjelasan itu.
Dia tidak menunjukkan isyarat apapun saat dia menyadari betapa buruknya kebohongan Lina barusan.
◊ ◊ ◊
SMA 1 tidak memiliki satupun asrama siswa.
Karena hanya ada sembilan sekolah sihir di negara ini, kecil sekali kemungkinan kalau ada siswa pindahan yang berasal dari luar negeri.
Dengan demikian, walaupun asrama siswa bukanlah hal yang aneh, di zaman sekarang, selain beberapa sekolah asrama yang menganggap asrama siswa sebagai bagian dari kurikulum, tidak ada lagi fasilitas seperti itu di sekolah-sekolah lain.
Di zaman modern ini, HAR (Home Automation Robot) sudah dipasarkan, membeli barang sehari-hari dapat dilakukan secara online dan dikirim langsung ke rumah, jadi para siswa dapat dengan mudah hidup sendiri tanpa ketidaknyamanan, membuat asrama siswa menjadi hal yang tidak berguna. Dikarenakan alasan-alasan tersebut, kebanyakan siswa yang tidak bisa pulang-pergi ke rumahnya lebih memilih menyewa rumah yang dekat dengan sekolah. Sebagai seorang siswa pindahan, tidak ada anehnya melihat Lina menyewa apartemen. Rumahnya hanya dua halte bus dari sekolah, yang bisa dianggap dekat berkat adanya transportasi publik modern. Alasan mengapa dia tidak menyewa studio pribadi atau apartemen satu ruangan dan sebaliknya memilih yang aparteman ukuran keluarga adalah karena Lina tidak tinggal sendirian.
“Selamat datang kembali, Lina.”
“Silvie, kau sudah kembali?”
Disaat Lina membuka pintu apartemennya, Pembantu Letnan Dua Silvia, yang menjadi pendukungnya dalam misi ini, segera menyambut kedatangannya seolah-olah dia sudah menunggunya sejak lama.
“Ini sudah agak malam, bukan?”
Lina tersenyum kecut mendengarnya setelah dia mengambil jalan pulang yang memutar dan berjalan ke ruang makan dengan seragamnya. Di situ ada,
“Mina, kau disini.”
Seorang gadis yang memasang ekspresi tegang disapa Lina. Dia sedang berdiri didepan meja dan mungkin baru saja berbincang-bingang dengan Silvia.
“Ya, maaf mengganggumu, Mayor.”
Gadis yang bernama Mina itu menjawab balik dengan nada kaku. Dengan senyuman bingung di wajahnya, Lina duduk di meja makan.
“Duduklah, Mina. Silvie, bisakah kau buatkan teh?”
Biasanya, Silvia akan mengabaikan perintah itu dan menjawab balik seperti ‘Karena kau seorang perempuan, kau seharusnya membuat tehmu sendiri’. Namun, dia bukanlah orang yang tidak bisa membaca situasi.
“Apa teh susu tidak apa-apa? Mina, apa kau mau?”
“Ah, boleh, maaf merepotkan.”
Pertanyaan Silvia tampaknya menakuti Mina, tapi setidaknya dia sudah tidak setegang sebelumnya.
Nama lengkap gadis itu adalah Michaela Hongo, atau Mina singkatnya. Dia memiliki keturunan Jepang-Amerika seperti Lina, tapi tidak seperti Lina, Mina dapat berbaur sepenuhnya karena penampilannya. Mungkin karena warna kulitnya agak sedikit gelap? Hal seperti itu tidak cukup aneh bagi orang Jepang.
Dia merupakan salah satu mata-mata yang masuk ke Jepang bersama kelompok Lina. Ngomong-ngomong, ini juga bukan pekerjaan aslinya. Pekerjaan aslinya adalah peneliti sihir di Departemen Pertahanan yang ahli dalam Sihir Pelepasan Sistematik. Dia merupakan gadis berbakat yang berpartisipasi dalam eksperimen black hole November lalu di Dallas. Dia dengan sukarela menawarkan dirinya ikut dalam misi pencarian terobosan alternatif bagi ‘reaksi pemusnahan konversi energi’ setelah bencana di Pusat Penelitian Dallas.
Seperti banyak peneliti lain, dia juga merupakan seorang penyihir. Tidak seperti siswa palsu lain yang datang pada bulan ini dengan alasan penelitian, dia memasuki Universitas Sihir dibawah identitas seorang penjual dan insinyur dari Maximillian Industry cabang Jepang, ‘Mia Hongo’. Ngomong-ngomong, tempat tinggalnya tepat disamping apartemen sewaan Lina. Meskipun bukan anggota intelijen ataupun petarung, dia tetap bekerja sebagai pedukung dan bersembunyi sebagai aset aktif misi ini.
“Apa kau tahu sesuatu?”
Pertanyaan Lina barusan ditujukan kepada Silvia, yang baru saja duduk setelah menaruh cangkir-cangkir teh itu di meja.
“Aku sudah mengecek informasi publik, tapi sejauh ini aku belum menemukan data apapun.”
“Jadi begitu, sepertinya tidak ada cara cepat untuk mendapat informasi dengan cara itu.”
Kali ini dia menghadap ke Michaela.
“Bagaimana denganmu, Mina?”
“Aku juga belum menemukan apa-apa………. Maaf.”
Michaela terlihat agak santai sedikit sebelum kembali cemas.
Lina tidak bermaksud membuat semua orang tegang seperti orang yang tegas. Tapi, sejak akhir tahun lalu, Michaela selalu sangat gugup saat bersama Lina. Daripada menyebutnya karena perbedaan pekerjaan antara peneliti dan personil tempur, lebih tepatnya karena Lina berada di puncak penyihir USNA sebagai ‘Sirius’ meskipun dia masih muda. Tidak ada gunanya untuk memintanya santai. Walaupun sudah dua minggu sejak hari itu dan mereka sudah sering berinteraksi bersama, itu hanya sebatas percakapan sehari-hari saja. Sederhananya, Lina sendiri tahu kalau dia tidak akan bisa akrab dengannya seakrab dirinya dengan Silvia.
“Bagaimana denganmu Lina, apa kau sudah lebih dekat dengan target?”
Mendengar pertanyaan Silvia, ekspresi Lina terlihat bingung.
“Aku rasa aku tidak makin dekat sama sekali.”
Lina menghela nafas dan menunjukkan senyuman pahit di wajahnya.

“Aku belum mendapat satu informasi penting sedikit pun dan sepertinya mereka sudah mengetahui penyamaranku.”
“……Apa maksudmu?”
“Tatsuya bertanya kepadaku ‘bukankah Angie itu panggilan untuk Angelina’ dan itu hampir membuatku ketakutan setengah mati.”
“Bukankah itu hanya kebetulan?”
“Aku tidak tahu. Aku tidak berguna. Jadi sepertinya aku memang tidak cocok dengan pekerjaan seperti ini, eh?”
Lina terus menarik nafas dalam-dalam. Silvia menuang teh susu lagi ke cangkirnya. Sadar bahwa Silvia dan Michaela menunjukkan tatapan khawatir kepadanya, Lina berhasil mencari jalan untuk merubah suasananya.
“Jangan khawatirkan itu, bagaimanapun musuhku hanya seorang anak SMA. Dia seharusnya tidak bisa membongkar identitasku sebagai Sirius. Walaupun jika dia mencurigai sesuatu, dia tidak akan memiliki bukti konkretnya.”
Tidak perlu orang jenius untuk mengetahui perkataan Lina hanya untuk menghibur semata. Pada awalnya, Lina sudah ditugasi untuk mengidentifikasi target mereka dibawah situasi apapun, jadi mengatakan ‘tidak bisa membongkar’ hanyalah omong kosong. Silvia juga menyadari hal ini, tapi dia memilih untuk diam setelah memikirkan kalau ini akan menghancurkan moral seseorang. Karena itu, dia juga tidak bisa mengatakan kalau musuhnya hanyalah seorang anak SMA.
◊ ◊ ◊
Setelah memberikan jubah kepada adiknya, yang baru saja bangkit dari ranjang alat penguji gelombang psion sambil hanya mengenakan pakaian dalamnya saja, Tatsuya saat ini sedang mengamati hasil pengujiannya, sebuah ekspresi datar seperti mesin tidak bisa lepas dari mata Miyuki.
“….Apa ada sesuatu yang mengganggumu? Onii-sama, katakan saja kepadaku kalau ada. Tidak peduli apa yang Onii-sama katakan, aku akan selalu mendengarnya.”
Daripada menyebut reaksinya berlebihan, reaksinya terasa seperti terlalu bersemangat.
Dengan apa yang dipikirkan Tatsuya, dia bingung untuk meresponnya dengan ekspresi seperti apa, dan pada akhirnya ia hanya bisa tertawa.
“Tidak, daripada menyebutnya menggangguku, aku rasa ini masalahku sendiri. Karena skala sihirmu yang melebihi perhitungan, kekuatan pemrosesan CADmu sudah tidak bisa lagi menahan kekuatan sihirmu. Aku berencana memasukkan area perhitungan sihir yang lebih besar di dalamnya......kau terlalu membesar-besarkannya.”
“Maafkan aku.”
“Untuk apa kau meminta maaf? Malahan aku seharusnya memujimu.”
Mengelus-elus rambut adiknya dengan lembut saat adiknya sedang menunduk, Tatsuya tersenyum hangat kepada Miyuki saat dia mengangkat kepalanya.
Miyuki mengikuti kakaknya, lebih seperti meniru senyuman kakaknya. Semuanya tidak ada masalah sampai pada titik ini……..
(……..Ini bukan waktunya untuk tersipu.)
Menyadari bahaya yang ada didepannya, yang disebabkan belahan dada adiknya yang terlihat dari sela-sela jubahnya, Tatsuya segera mencoba membicarakan sesuatu.
“Sepertinya kepindahan Lina ke kelasmu menjadi stimulus yang baik.”
Mendengar nama Lina disebut, rona merah di wajah Miyuki segera hilang.
“Benar sekali……… Ini mungkin agak arogan, tapi aku belum pernah bertemu dengan seseorang sehebatnya.”
Perkataannya bukan disebabkan karena suasana hatinya telah hancur. Miyuki bukan tipe orang yang akan sedih ketika mendengar nama perempuan lain keluar dari mulut Tatsuya. Ekspresinya menunjukkan kejelasan untuk alasan perkataan. Sebuah semangat juang berkobar di mata Miyuki.
“Oh ya, Onii-sama, pertanyaanmu tadi pagi apa memang benar?”
“Kau menyadarinya?”
Tatsuya tertawa kecil saat mendengar perkataan adiknya.
“Seperti yang kuduga, Lina itu ‘Sirius’.”
Tatsuya mengatakannya saat senyuman di wajahnya digantikan dengan sebuah ekspresi serius.
“Sesuai dugaan, tidak ada yang bisa disembunyikan dari Miyuki.”
Melihat Tatsuya tertawa sekali lagi dan mengangkat lengannya, Miyuki tidak bisa lagi menatapnya langsung dan tersenyum nakal selagi mengangkat jarinya kepada Tatsuya.
“Tentu saja, karena Miyuki selalu memperhatikan Onii-sama lebih daripada orang lain.”
Tatsuya sengaja tertawa keras. Tidak ada caranya untuk mengetahui apa dia menganggap Miyuki sedang bercanda atau dia hanya mencoba menganggap perkataannya sebagai candaan.
Melihat kakaknya tertawa,  satu-satunya hal di pikiran Miyuki adalah betapa inginnya dia untuk mengetahui pemikiran Tatsuya.
Daripada karena AC basement masih menyala, yang membuat mereka tidak bisa tenang adalah jubah tipis yang dipakai Miyuki.
Miyuki perlu kembali ke kamarnya dan ganti baju, jadi mereka berdua kembali naik.
Apa yang sekarang sedang menutupi kaki kurus dan indah Miyuki bukanlah legging atau semacamnya, tapi sepasang stocking hitam. Baju yang dikenakan Miyuki agak longgar dan kulit putih Miyuki terlihat diantara rok mini dan stockingnya.
Hal itu masih tidak apa-apa saat Miyuki masih berdiri, tapi saat dia duduk, Tatsuya segera menyadari tersebut, bukankah situasi ini buruk? Dan lebih tepatnya apanya yang buruk, pikir Tatsuya.
Tidak sadar akan perasaan kakaknya, bukan berarti dia bisa mengetahuinya juga. Miyuki menaruh secangkir kopi didepan kakaknya.
Khusus hari ini, dia duduk didepan Tatsuya daripada di sampingnya.
Dia tidak mencoba duduk bersila di sofa.
Sebaliknya, dia menutup rapat lututnya dan memiringkannya secara diagonal.
Pose duduk seperti itu memberi kesan akan adanya pesona rahasia dibalik roknya.
Tidak tahu apa maksud Miyuki (keinginannya jelas, tapi maksudnya tidak diketahui), Tatsuya memilih untuk tidak fokus akan hal itu.
Setelah memutuskannya, pandangan Tatsuya berhenti.
Diseberangnya, dia dapat merasakan adanya ketidaksenangan dari Miyuki, tapi dia memilih untuk tidak mengatakannya dan mulai berbicara sementara Miyuki hanya melihatnya.
“Melanjutkan pembicaraan kita sebelumnya, aku yakin kalau kemungkinan besar Lina adalah ‘Angie Sirius’.”
Bulan lalu, Tatsuya telah mendapat peringatan dari Yotsuba Maya bahwa pasukan Tentara Penyihir USNA Stars sudah memulai investigasi mereka terhadap penyihir yang bertanggung jawab atas sihir kelas Strategis ‘Material Burst’. Disaat itu, Maya sudah menjelaskan kepada Tatsuya dan Miyuki dengan jelas kalau mereka termasuk dalam daftar pelaku terduga.
Tatsuya yakin kalau Lina masuk ke SMA 1 adalah salah satu aspek dari berlangsungnya perang intelijen.
“Saat ini, masalahnya adalah kita harus membongkar identitas Sirius meskipun dirinya berusaha untuk menutupinya. Selain itu, kita juga tahu kalau mereka pasti juga akan mencoba untuk membongkar identitas kita.”
Wajar saja bagi Tatsuya untuk bingung, melihat pertahanan pribadi dan mental Lina yang entah bagaimana lemah, setidaknya jika dilihat menurut standar USNA. Alasan di baliknya masih belum diketahui Tatsuya untuk saat ini.
“Terlebih lagi…..”
Mungkin dia akan tertawa terbahak-bahak saat mengatakan kebenarannya, tapi saat ini Tatsuya sedang menunjukkan ekspresi serius selagi melanjutkan analisanya.
“Mengapa USNA mengirimkan Sirius, yang jelas-jelas kartu as mereka, kesini?”
Miyuki membutuhkan waktu yang lama untuk menyesuaikan diri dengan penjelasan Tatsuya dengan menggunakan nada seriusnya sendiri.
Hanya begitu. Berdasarkan pengamatan minggu ini, aku merasa kalau kekuatan Lina bukan pada pekerjaan intelijen. Aku takut kalau misi aslinya masih disembunyikannya dan itulah maksud penyamarannya.”
“’Sirius’ tertutup dari segala sisi………”
“Mengasumsikan Lina adalah Sirius…… Misinya mungkin hanyalah kedok semata. Target utamanya bisa apa saja.”
Sampai memaksa USNA sampai mengirimkan Sirius dalam misi internasional…. Kira-kira untuk apa?”
Mereka mungkin memikirkannya terlalu keras, tapi untungnya mereka berdua masih belum tahu apa-apa.
“Aku tidak tahu…. Namun, aku rasa saat ini kita tidak perlu fokus terhadap hal itu.”
Dari perspektif tertentu, spekulasi Tatsuya sudah melenceng dari subjek yang dibicarakan bersamaan dengan perubahan nadanya yang mendadak.
“Kita beruntung Amerika sudah menyediakan musuh yang sempurna bagimu, Miyuki.”
Walau begitu, nada seriusnya tidak hilang begitu saja.
“Betul sekali, Onii-sama.”
Mendengar kakaknya yang merubah nada bicaranya, Miyuki juga ikut merubah nadanya.
“Lawanlah Lina dengan sekuat tenagamu. Kita baru saja membicarakannya tadi pagi, tapi kita juga harus memikirkan tentang kalah menang. Hal itu akan memicumu untuk meningkatkan kemampuanmu lebih tinggi.”
“Baik.”
“Hal itu juga berlaku untuk Lina, tapi saat ini kau tidak perlu memerdulikannya. Ini adalah kesempatan yang langka.”
Mendengar perkataan Tatsuya, Miyuki menunjukkan senyuman yang tenang tanpa adanya kegelisahan sedikit pun.
“Itu benar. Dan juga, Miyuki punya Onii-sama yang selalu bersamaku. Jadi selama Onii-sama berdiri disampingku, aku tidak takut kepada siapapun, bahkan Sirius sekalipun.”
Yang dimaksud Tatsuya adalah rival bukan musuh.
Ada sedikit perasaan Miyuki yang melenceng dari topik pada kalimatnya.
Namun, Tatsuya tetap menganggukkan kepalanya tanpa ragu-ragu, pada Miyuki yang selalu percaya kepadanya.
◊ ◊ ◊
Ada beberapa perubahan dalam kegiatan ekstrakurikuler Tatsuya. Di atas kertas hanya ada dua, yang pertama yaitu tinggal di perpustakaan dan yang kedua berpatroli sebagai anggota Komite Moral Publik, tapi yang kedua punya banyak masalah.
Hal itu sudah cukup untuk membuat seseorang curiga kalau ada konspirasi dibaliknya.
Hari ini, perasaan itu memenuhi dirinya.
Selagi para anggota Komite Moral Publik diberi hak untuk membawa CAD di sekolah, hanya Tatsuya lah yang tidak menggunakan CAD selagi menjalankan tugas komitenya.
Sebenarnya, CAD adalah alat yang digunakan untuk memperpendek waktu yang dibutuhkan untuk mengaktifkan 4 tipe Sihir Sistematik. Dan penggunaannya terbatas pada sihir lain, seperti Sihir Sistematik Luar, Sihir Non-Sistematik, Sihir Kuno, dan terutama jika Sihir Non-Sistematik hanya mengeluarkan psion sampai-sampai kekurangan CAD itu tidak akan tampak tidak alami sedikit pun.
Setelah secara tidak sengaja menunjukkan kemampuannya menggunakan Gram Demolition saat Kompetisi Sembilan Sekolah, Tatsuya melarang dirinya sendiri untuk menggunakan Sihir Non-Sistematik diluar pelajaran mulai semester kedua. Kemampuannya sudah lebih dari cukup untuk menjalankan tugasnya tanpa masalah, jadi tidak ada gunanya baginya untuk membawa CAD.
Alasannya membawa CAD milik komite selagi berpatroli adalah karena kemampuannya. Walaupun CAD tersebut tidak memiliki kemampuan yang hebat, Tatsuya biasanya akan datang ke ruang komite sebelum berpatroli untuk mengambil CAD itu dan memakainya di kedua pergelangan tangannya.
Seperti biasa, Tatsuya datang ke ruang komite sepulang sekolah dan melihat sosok Lina. Bahkan dari kejauhan, kilauan rambut emasnya sudah terlihat jelas.
Sambil menahan keinginannya untuk melarikan diri dikarenakan firasatnya yang mengatakan akan terjadi masalah, Tatsuya berusaha keras untuk menjaga keras suaranya.
“Selamat pagi.”
Dia sudah mulai terbiasa dengan sapaan para anggota komite yang tidak peduli dengan waktu. Dia berjalan melewati kerumunan orang di ruangan itu, yang sebenarnya tidak lebih dari lima orang saja, dan dengan cepat selesai memasang kedua CAD itu di pergelangan tangannya.
“Ah, Shiba-kun, tepat waktu.”
Sayangnya, Tatsuya sudah ditangkap Kanon.
Kemampuannya untuk menyembunyikan kekecewaannya adalah hasil dari latihan sehari-harinya.
“Ada apa?”
Suara Tatsuya tidak mengkhianati kehangatan yang ditujukan kepadanya. Untungnya Kanon tidak menyadarinya.
“Ini adalah Shields-san. Aku yakin kau sudah mengenalnya?”
Itu bukanlah pertanyaan. Tentu saja, satu-satunya pilihan Tatsuya adalah mengangguk.
“Shields-san ingin melihat aktivitas sehari-hari Komite Moral Publik. Aku yakin dia ingin mengetahui bagaimana tatanan sekolah sihir Jepang. Karena Shiba-kun bertugas hari ini, bagaimana kalau kau menemaninya mengitari sekolah?”
Merepotkan sekali, pikir Tatsuya. Dia tidak tahu maksud Lina sebenarnya, tapi dia merasa kalau ini pasti akan membuat masalah yang merepotkan. Hal itu terjamin, karena dia yakin kalau semua siswa laki-laki (semua kakak kelas) akan berkumpul melihat Lina dengan tatapan tajam mereka, dia tidak sanggup membayangkan betapa tidak nyamannya saat berjalan bersama Lina mengitari sekolah. Sayangnya, berdua permintaan Lina dan penunjukkan Tatsuya adalah hal yang masuk akal.
“Baiklah.”
Tatsuya tidak punya pilihan lain selain segera menerimanya.
Lina baru saja pindah ke SMA 1 jadi hal tersebut tidaklah aeh, tapi ini pertama kalinya mereka jalan berdua sendirian. Sebenarnya, dia bisa dibilang tidak berjalan sendirian karena adanya para siswa yang membicarakan mereka di seluruh sekolah, tapi suasana yang tidak nyaman itu tidak merubah apapun.
Pertama-tama, pembelaan Tatsuya, suasana tidak nyaman itu bukan karena Lina yang sangat cantik berjalan disampingnya, tapi karena Lina tidak menyembunyikan rasa penasarannya. Sesekali, dia akan diam-diam mengeluarkan suara ‘Hmm~’ selagi mencuri pandang ke arahnya, dan, meskipun dia sudah berusaha untuk menyebunyikannya, tapi Tatsuya merasa kalau hal itu hanya lebih membuatnya menunjukkan perasaannya.
Walau begitu, Tatsuya tidak bisa begitu saja mengatakan hal seperti ‘Kau adalah mata-mata, bukan’. Tekanan itu terus-menerus membuat situasi ini seperti gunung berapi yang siap meletus.
“Apa di sekolah lama Lina tidak ada sistem seperti ini?”
Tatsuya merasa kalau dia tidak tahan lagi dengan keheningan itu (secara teknis, saat ini mereka hanya baru berjalan belasan meter dari ruang komite). Memangnya ini keheningan macam apa, pikir Tatsuya selagi dia menanyakan pertanyaan itu kepada Lina. Sekarang jika dipikir-pikir lagi olehnya, pertanyaan itu sedikit jahat.
“Eh? Uh…………”
Jahat, karena dia dapat melihat kegelisahan Lina saat mencoba menjawabnya.
Rumor mengatakan kalau semua orang yang berpangkat ‘Sirius’ selalu merupakan petarung garis depan. Tentu saja tidak mungkin Lina tidak mengikuti latihan mata-mata, pikir Tatsuya, tidak bisa menentukan apa dia ingin tertawa atau menangis.
“…….Mau bagaimana lagi kalau seorang siswa kelas satu tidak tahu apa-apa.”
Merasa entah bagaimana bersalah karena sudah membuat Lina seperti ini, Tatsuya mencoba memberinya jalan keluar. Tidak ada gunanya untuk membongkar penyamarannya, karena hal itu hanya akan memperburuk masalah.
“Eh…… Ah, begitulah. Itulah alasan mengapa aku ingin mengetahui rahasia mengapa seorang siswa kelas satu bisa ikut dalam kegiatan seperti ini di sekolah ini.”
Dia tidak terbiasa menanggapi hal yang mengejutkan seperti ini, tapi dia memiliki kecerdasan yang hebat, pikir Tatsuya. Dia cukup gesit dalam mengganti topik pembicaraan itu menjadi tentang Tatsuya, yang mungkin memang masuk akal untuk ditanyakan daripada menanyakan tentang adiknya.
Sesuai dugaannya, dia sedang diperhatikan dari sisi kanan dan kirinya. Namun, mungkin khawatir kalau akan meninggalkan kesan negatif didepan siswa pindahan tersebut, tidak ada yang berani melawan Tatsuya.
Dengan begitu, Tatsuya mengantar Lina menuju ruang latihan utama dan laboratorium penelitian. Patroli ini disertai dengan penjelasan yang memberi kesan seperti sebuah tur keliling sekolah.
Lina menghentikan langkahnya di salah satu ujung bangunan yang berada disamping ruang labortorium penelitian dekat tangga yang terhubung ke bangunan sampingnya.
“Apa kau lelah? Apa kau ingin kembali?”
Tentu saja, dia tahu kalau itu bukan alasan mengapa dia menghentikan langkahnya. Dia hanya mengatakannya untuk memulai percakapan.
“Tidak, aku tidak apa-apa.”
Nadanya memberi kesan kalau Lina tidak tahu harus menjawab seperti apa.
“Ada apa?”
Lina akhirnya menghilangkan keraguannya, saat Tatsuya bertanya kembali kepadanya.
“Tatsuya itu cadangan, murid Golongan 2, ‘kan?”
“Itu benar, apa ada masalah?”
Sudah lama sekali sejak ada orang yang menanyakan pertanyaan itu kepadanya. Apa ini lagi? daripada merasa seperti itu, dia hanya menanggapinya dengan biasa dan menjawab dengan pertanyaan balik kepada Lina.
“Saat aku bertanya kepada Miyuki mengapa kau mengenakan seragam yang berbeda dengan semua orang di Kelas A, dia menjelaskannya dengan nada agak marah.”
Lina tertawa terbahak-bahak selagi mengingat kembali hal itu. Perkataannya terdengar seperti dia menekan tombol kemarahan Miyuki, Tatsuya tertawa mendengarnya.
“Tapi, saat aku bertanya pada Kanon tadi, dia bilang kalau Tatsuya adalah orang nomor satu diantara para penyihir di SMA 1.”
Saat Tatsuya mendengar nama Kanon dilafalkan seperti ‘cannon[1]’, dia mendengarnya lebih seperti ‘canon’ daripada ‘cannon’, tidaklah sopan memanggil Kanon dengan ‘cannon’.
Dengan begitu banyaknya hal-hal tidak penting yang berputar-putar dikepalanya, dia butuh beberapa waktu lebih lama dari biasanya untuk bisa memahami perkataan Lina.
“Tatsuya, mengapa kau berpura-pura menjadi siswa lemah? Dan karena kau berpura-pura menjadi siswa lemah, mengapa kau dengan mudahnya menunjukkan kemampuan sejatimu? Sikap Tatsuya tidak biasa jadi aku tidak mengerti mengapa kau seperti itu.”
Setelah mendengar pertanyaan Lina sampai selesai, dia akhirnya mengerti apa yang ingin dikatakan Lina.
“Aku tidak tahu apa yang kau tanyakan pada Chiyoda-senpai, tapi aku bukan pura-pura tidak bisa apa-apa. Aku memang lemah.”
Untungnya, Lina memberikan penjelasan rinci dari pertanyaannya, atau mungkin dia sudah mempermalukan dirinya sendiri. Dia perlu menghilangkan pikiran berlebihannya, pikir Tatsuya.
“Ujian praktik ditentukan oleh kecepatan, skala, dan kekuatan gangguan yang disesuaikan dengan standar internasional. Tapi, menang atau kalah dalam pertarungan sesungguhnya tidak ditentukan oleh tiga variabel tersebut. Sementara ujian praktikku mengatakan kalau aku lemah, aku tetap bisa bertarung. Hanya itu saja.”
Memang begitulah kebenarannya. Tatsuya percaya kalau itu sudah cukup untuk menjawab pertanyaan Lina, atau pada tingkat tertentu, membelokkan pertanyaannya.
“……Aku memang setuju denganmu kalau nilai praktik dan kemampuan bertarung adalah dua hal berbeda.”
Namun, perkataan Lina tidak diduganya dan tampaknya berhubungan dengan sesuatu yang lebih dari itu.
“Aku juga bukanlah orang yang hebat tentang masalah sekolah tapi aku adalah penyihir yang berguna dalam medan perang.”
Sebuah aura mencurigakan perlahan-lahan muncul keluar dari tubuh Lina.
“Bukankah itu bagus?”
Kehangatan di mata Tatsuya menghilang.
“Bisa kukatakan, kau lumayan.”
Lina menunjukkan senyuman mempesonanya, sebelum menggantinya dengan tatapan dingin, atau lebih seperti, tatapan tajam.
Kecantikannya bukan seperti bunga yang bersemi, tapi kecantikan dari sebuah pisau yang diasah hingga tajam.
Tangan Lina tiba-tiba bergerak!
Tatsuya dengan cepat menahan serangan itu.
Ujung tangan kanan Lina digunakan untuk membentuk posisi menusuk yang telah ditangkap oleh pergelangan tangan Tatsuya.
Serangan yang ditujukan kearah dagu Tatsuya tersebut berhasil dicegatnya sebelum sampai di tenggorokannya.
Lina lalu merubah posisi tangan kanannya menjadi seperti pistol dan bersiap menembak dengan jari telunjuknya.
Sebuah suara bising terdengar tepat didepan wajah Tatsuya.
Seketika, Tatsuya membalikkan tangan Lina ke samping.
Lina mengerutkan keningnya saat cahaya psion yang terkumpul di ujung jari telunjuknya tersebar sebelum diserangkan.
“Bahaya sekali.”
“Aku yakin kau pasti bisa menghindarinya.”
“Bisa kau jelaskan kepadaku?”
“Sebelum itu, bisakah kau lepaskan tanganku? Sakit sekali, dan posisi ini agak memalukan bagiku.”
Untuk membalikkan tangannya ke samping, jarak antara tubuh Tatsuya dan Lina harus agak dekat. Dari samping posisi itu terlihat seakan-akan Tatsuya sedang menyerang Lina, dan memaksa untuk menciumnya.
Tatsuya segera melepaskan tangan Lina.
Namun, matanya tidak menunjukkan adanya pengampunan sedikit pun.
“Yang benar saja, itu sakit sekali. Kau bahkan meninggalkan…….. huh? Tidak ada bekas? Kontrol kekuatan?”
Lina menunjukkan ekspresi bingung saat menggunakan tangan kirinya untuk menyingkap lengan baju kanannya.
“Setelah mencoba untuk menyerang wajah orang lain, menyakitimu seperti itu adalah hal sepadan.”
“Itu hanya aliran psion sederhana yang tidak berbahaya. Paling parah hanya seperti disodok pistol.”
“Alasan itu masih cukup untuk menghukummu.”
Setelah melihat senyuman hangat Lina, ekspresi Tatsuya tidak berubah sedikit pun.
Lina hanya bisa menghela nafas dan mengangkat kedua lengannya.
“Ya, ya. Maafkan kekasaran saya, Tatsuya-sama.”
Lina merubah sikapnya dan menunduk formal kepada Tatsuya sebelum kembali mengangkat kepalanya.
Ekspresi intens Tatsuya yang barusan mendadak menghilang dari wajahnya untuk alasan yang tidak diketahui.
“…..Apa ada yang lain.”
“Tidak, itu sudah cukup. Aku rasa kita bisa kembali berbicara dengan normal untuk selanjutnya. Walaupun sikapmu saat ini tidak cocok dengan Lina sama sekali.”
Tampaknya perubahan ekspresi Tatsuya terjadi karena dia merasa kalau sikap Lina tidak cocok untuknya
“Dalam hal apa aku tidak cocok!”
“Karaktermu.”
Dia tidak yakin apakah Lina akan mengerti istilah samar seperti "karakter", tetapi mengingat Lina berbahasa Jepang dengan lancar maka seharusnya dia pasti memahaminya, maka Tatsuya tidak perlu menjelaskannya.
Tidak tahu apa itu berkah atau kutukan, dia berhasil memahami perkataan Tatsuya.
“Omong kosong! Setidaknya, aku sudah pernah minum teh bersama presiden USNA.”
Merasa terdorong, Lina mencoba untuk memamerkan keanggunannya.
“Oh……..”
Mendengar hal itu, Tatsuya tertawa kecil.
Di dalam tawanya, ada hawa dingin yang mendalam.
Melihat hal itu, Lina menutup mulutnya.
Di balik ekspresi Tatsuya, dia dapat melihat wajah Mephistopheles[2] tersenyum kepadanya.
“Presiden, eh…..”
Ada kedudukan kekuasaan yang dapat dibunuh penyihir tanpa menggunakan senjata sama sekali. Bahkan di negara seperti Jepang yang memiliki pertahanan yang rendah, ada beberapa orang berkuasa yang bahkan membuat penyihir ketakutan sebelum menemuinya.
Di USNA, penyihir yang dapat menemui presiden mungkin hanyalah ………..
“Aku cocok, ‘kan……?”
Karena tidak mau menerima hasilnya, Lina memelototi Tatsuya, tapi hal itu disebabkan oleh dirinya sendiri.
“Maafkan aku. Itu murni hanya kebetulan saja percakapan kita mengarah ke hal itu. Mengenai pertanyaan itu, aku yakin Lina juga kesal dengan diri sendiri, benar bukan? Bagaimanapun, Lina lah yang memulainya.”
Dan begitulah rasanya menderita dalam keheningan. Satu-satunya hal yang dapat dilakukan Lina hanyalah terus memelototi Tatsuya dengan frustasi.
“Jadi, bisakah kau jelaskan mengapa kau sampai melakukan hal sejauh ini?”
“…….Aku hanya ingin mengetahui seberapa hebat Tatsuya.”
“Seberapa hebat diriku? Untuk apa?”
Lina mengalihkan pandangannya dari Tatsuya selagi dia berdiri didepannya sambil curiga.
“Tidak apa-apa…… hanya penasaran saja.”
“Penasaran…….. kau melakukan sejauh ini hanya untuk itu.”
Tatsuya kembali bertanya kepadanya, setelah dengan mudah mendengar kebohongan itu.
Lina sambil cemberut bergumam ‘Hmph’.
“…..Aslinya, itu benar. Sebenarnya………”
Bergumam kecil, Lina kembali menatap ke arah Tatsuya.
“Aku ingin tahu apakah kau ingin datang ke USNA.”
“Aku, ke Amerika?”
“Menurutku, kau memiliki kemampuan yang tinggi tapi kau hanya mendapat posisi yang rendah, bukankah kau ingin diakui orang lain. Walaupun posisi penyihir di Amerika sama dengan standar internasional, masih ada tempat yang lebih baik bagimu. Amerika adalah negara yang bebas dan penuh keberagaman. Tidak mungkin kau ditempatkan sebagai cadangan hanya karena kau kurang di satu bidang saja. Aku yakin kalau Tatsuya akan diakui sesuai dengan potensi aslimu.”
“Pernyataan yang menarik.”
Dihadapkan dengan hal yang diluar dugaannya, sikap Tatsuya mulai melunak entah bagaimana.
“Kalau begitu……”
Melihatnya, Lina segera memotong perkataannya terlebih dahulu.
“Kalau apa yang kau katakan adalah kebenarannya.”
Namun, Tatsuya juga segera menyerang balik Lina.
“Lina, coba katakan dimana tempat yang kau katakan menghargai prestasi diatas yang segalanya? Coba katakan, Arlington?”
Arlington dulunya adalah sebuah akademi angkatan laut, tapi sekarang menjadi penyedia utama penyihir dan peneliti sihir bagi militer USNA.
“…….Ya. Tapi, ada tempat lain.”
“Lina, menilai berdasarkan prestasi dirancang untuk memilih cara yang tepat dalam menggunakan alat.”
Meskipun nada Tatsuya terasa menghina, nadanya sudah tidak dingin lagi.
“Dalam memilih penyihir untuk masuk militer, Arlington dan JSDF adalah dua sisi pada koin yang sama. Pada tingkat tertentu, akan ada beberapa perbedaan.”
Pada akhirnya, Tatsuya memberikan penjelasan kepada temannya.
“Oh baiklah kalau begitu, lupakan saja.”
“Eh………?”
Tiba-tiba, Tatsuya bergumam seolah-olah apa yang dikatakannya tidak penting.
Lina yang tidak bisa mengikuti perubahan tersebut dan hanya bisa menjawab dengan ekspresi dan nada kebingungan.
“Lina hanya mencoba untuk menguji kemampuanku, bukan?”
“Uh….. ya.”
“Kalau begitu kita tinggalkan masalah ini sampai sini. Tolong jangan lakukan hal seperti itu lagi.”
Bukankah ini sudah waktunya bagimu untuk pergi? Memintanya melakukan seperti itu, ekspresi Tatsuya sudah kembali normal.
Lina sudah tidak bisa membedakan perbedaan Tatsuya yang biasanya dengan yang sekarang.
“Apa kau tidak ingin menanyakan apa-apa padaku?”
Alasan mengapa Tatsuya ingin melupakan hal itu pernah terjadi sangatlah masuk akal. Hal itu juga penting bagi Lina. Namun, dia tidak tahu apa tujuan Tatsuya ataupun alasan mengapa dia melakukannya sampai sejauh ini.
Sangatlah beruntung Tatsuya tidak bertanya apapun dan Lina tahu dia bisa memanfaatkan kebaikannya, tapi dia tidak bisa menahan keheranannya sendiri.
“Tentang apa?”
“Apa maksudmu? Seperti……. Identitas asliku atau semacamnya, bukankah kau ingin mengetahuinya?”
“Jangan khawatir akan itu. Ada beberapa hal di dunia ini yang lebih baik tidak diketahui.”
Lina tidak tahu apa dia jujur atau hanya mengelak.
Manusia yang bernama Shiba Tatsuya terlalu sulit untuk dipahami oleh Lina.
“…….Kau, sangat menjengkelkan.”
Tatsuya hanya mengangkat bahunya dan berbalik meninggalkan Lina.
Di saat yang sama Lina mengikutinya dari belakang, Lina merasa kalau kata ‘menjengkelkan’ yang digunakannya tidak sesuai dengan maknanya.



[1] Meriam dalam Bahasa Inggris.
[2] Iblis dalam legenda rakyat Jerman. Awalnya muncul sebagai setan dalam legenda Faust dan telah muncul dalam banyak cerita legenda dalam bentuk Iblis.