6 AGUSTUS 2092 / OKINAWA – PANGKALAN UDARA ONNA
(Translater : Fulcrum)

Segera setelah tur kami dimulai, latihan memanjat itu telah selesai.
Setelah latihan memanjat latihan selanjutnya adalah bertarung. Mungkin hal itu akan menarik bagi penyuka bela diri, tapi bagiku yang bahkan tidak tahu bedanya kenpo dan karate, aku dengan cepat merasa bosan.
Disaat seperti ini, kalau hanya melihat mereka latihan saja, aku tidak akan bisa mengetahui kemampuan Ani yang sebenarnya.
Mungkin aku akan pulang lebih dulu…. Tidak, tidak boleh seperti itu. Aku tidak seharusnya berpisah dengan Ani, dan meskipun aku memang terpisah dari Ani maka itu akan berlawanan dengan tujuanku datang kesini. Tidak perlu dikatakan, hal itu pasti akan sangat tidak sopan. Akan lebih baik jika entah bagaimana keadaannya orang itu bisa ikut dalam latihan….
Tidak mungkin dia bisa membaca pikiranku.
“Shiba-kun, kelihatannya kau agak bosan kan kalau hanya melihat saja? Apa kau mau ikut?”
Dengan tawaran dari Kapten Kazama, orang itu menoleh padaku.
“Aku rasa ya, kami sudah datang kesini jadi mengapa tidak?”
Baru saja…. Apa dia baru saja menerawangku? Kalau aku sedang bosan.
Poof, darahku naik ke kepalaku.
Kejam sekali, kejam sekali, kejam sekaliiii!
Mengapa dia harus menyadari hal yang tidak perlu dia sadari!
Orang itu tidak terlalu sering tersenyum, tapi dia memiliki penampilan anak-anak, kataku dalam hati.
Tapi perasaanku terus menerus saja diketahui olehnya.
Ni, Nii-san bodoh, setidaknya berilah alasan kepadaku untuk marah kepadamu!
Walaupun itu hanya didalam hatiku saja, tapi rasa tidak nyaman untuk memanggilnya ‘Nii-san’ tidak hilang sama sekali.
Yang paling penting, jujur saja, seharusnya cara memanggilnya yang benar adalah itu.
Lalu kenapa….?
Sepertinya aku tidak sepenuhnya mengerti perasaanku sendiri.
Orang yang dipanggil untuk menghadapi Ani adalah seorang Sersan dengan badan yang sedang dan terlihat seperti sudah awal 30an atau akhir 20an.
“Shiba-kun, tidak perlu menahan diri. Dulu saat masih seorang siswa, kemampuan tinju Sersan Toguchi setara tingkat nasional.”
Walaupun tanpa sihir, dia sudah setingkat nasional?
Melangkah dengan ujung jari kakinya tanpa menyentuh lantai, dan dengan cepat mengurangi jarak, cara berdirinya lebih seperti karate daripada tinju. Aku penasaran apa ini gaya tinju Okinawa? atau gaya tinju Angkatan Udara?
Selagi aku sedang memikirkannya, pertarungan itu sudah berakhir secepat kilat.
Dalam waktu secepat itu. Saat itu juga, Ani menyerang dengan lengan kanannya.
Itulah gambaran yang terlihat dari hasil pertarungan ini.

Apa yang kulihat adalah Ani entah bagaimana caranya mendadak bisa ada disamping Sersan Toguchi dengan lengan kanannya yang dilebarkan.
Sersan itu jatuh terlutut tanpa bersuara, sepertinya dia mencoba untuk menahan dirinya agar tidak terjatuh lebih jauh lagi.
“Toguchi!”
Salah satu dari tentara diruangan itu segera berlari menujunya, dan segera memberi pertolongan pertama kepada Sersan yang sedang berkeringat itu.
Masih berdiri ditempatnya, Ani membungkuk rendah.
Meskipun wajahnya menunjukkan hormat kepada lawan yang sudah dikalahkannya, itu juga memberikan kesan kalau dia memamerkan kemenangannya.
“Ini, ini….”
Disebelahku, Kapten Kazama terbata-bata. Letnan Sanada tidak bisa berkata-kata, sambil membelalakkan matanya.
“Kopral Haebaru!”
“Siap!”
Mendengar panggilan dari Kapten, seorang tentara yang kelihatannya masih tengah-tengah 20-an langsung maju.
Tentara ini lebih kurus daripada Sersan, tapi bukan berarti dia lebih lemah darinya atau semacamnya; dia tampak seperti pisau yang ditempa di api dan air, dibentuk, sampai semua yang tidak penting dan keburukannya hilang.
“Jangan sekali-kali berpikir untuk menahan diri. Serang dengan seluruh kemampuanmu!”
“Siap Pak!”
Disaat yang sama saat dia menjawab, Kopral Haebaru meninju Ani.
Itu gila sekali!
Tidak mungkin seorang anak 13 tahun bisa menang melawan tentara yang sudah pernah bertarung di garis depan!
Bermaksud untuk berteriak ‘berhenti!’ aku membuka mulutku.
Tapi kata-kata itu tidak keluar dari mulutku.
Decak-decak kagum terdengar dari seluruh ruangan.
Ani dapat menghindari serangan Kopral itu dengan mudah.
Pukulan dan tendangan yang ditujukan kepadanya dengan kecepatan tinggi itu, dapat dihindari dengan gerakan yang jauh lebih cepat dari serangan itu sendiri.
Tidak dekat perbedaannya, tapi jauh sekali perbedaannya.
“Dia seperti pernah bertarung di pertarungan sesungguhnya sebelumnya. Interval itu adalah ruang yang kau buat seandainya musuhmu masih menahan sesuatu.”
“Sepertinya seperti itu.”
Aku tidak mengerti sedikit pun percakapan antara Kapten dan Letnan, walau begitu bahkan dengan mataku ini aku dapat melihat kalau Ani lebih unggul.
Tidak ada kesalahan sama sekali saat ia membaca ekspresi Kopral.
Bahkan saat dia menyerang, dia sangat putus asa.
Ah!
Orang itu membalas.
Tapi Kopral juga tidak merunduk.
Setelah menghindari pukulan kanan, kiri, kanan, kiri Ani, dengan keadaan seperti itu, dia masih bisa menyerang Ani!?
Secara tak sadar aku menutup mataku, tapi sebagian dari diriku dengan tenang mengatakan kepada diriku ‘tidak ada yang perlu dikhawatirkan’.
Tidak mungkin dia akan kalah dengan serangan seperti itu, atau semacamnya.
Saat itu Kopral terlihat seperti sudah mengungguli Ani, tapi Ani sudah berada disamping Kopral.
Ani melebarkan tangannya, dan memegang siku dekat lengan baju kanan Kopral.
Ani menghentikan gerakannya saat sedang menahan gerakan Kopral, disaat yang sama ia membelokkan Kopral Haebaru sehingga pertahanannya terbuka.
Tanpa suara sedikitpun, Ani menyerangnya dengan siku kanannya.
Sambil merintih, Kopral terhuyung-huyung maju dua, tiga langkah.
Kapten berteriak ‘Cukup’ menandakan pertarungan itu sudah berakhir.
Selagi sedang mendapat pertolongan, Kopral Haebaru bersalaman dengan Ani, saat semua orang sedang mengerumuni mereka.
Segera setelah decak-decak kagum terdengar lagi di ruangan itu, Kapten segera memotongnya.
Saat itu terjadi, Aku mengikuti Kapten dari belakang.
“Menang melawan Kopral Haebaru merupakan hal yang luar biasa. Kau tahu, dia adalah salah satu tentara terkuat?”
Orang yang berkata seperti itu adalah Letnan Sanada.
“Aku benar-benar tidak mengira kau memiliki kemampuan sehebat ini. Apa kau pernah mendapat pelatihan spesial?”
Kapten Kazama melihat Ani dengan tatapan tajamnya.
“Tidak, tidak ada yang spesial. Masalah kekuatanku, Okaa-sama memiliki dojo dirumah, aku berlatih disitu”
“Hmm….”
Walaupun dia tidak terlihat puas dengan jawaban seperti itu, Kapten mengangguk mendengarnya, kelihatan seperti berkata ‘Mulai sekarang aku tidak akan bertanya lagi’.
“Melihat keadaan seperti ini, harga diri Pangkalan Udara Onna bisa jatuh… apa kau bersedia bertarung sekali lagi?”
Daripada mencoba untuk megkorek-korek informasi dari Ani, sebaliknya Kapten mengatakan sesuatu yang egois. Orang yang mengakak Ani untuk bertarung sekali lagi adalah Kapten sendiri. Dan lagi, sekarang setelah melihat anak buahnya dikalahkan Ani dia mengatakan hal seperti ‘harga diri yang jatuh’.
Berani berkata seperti itu dia pasti punya rencana, mau sejauh apa dia mencoba?
Aku berusaha menolak tawaran Kapten dengan halus.
Karena Ani adalah pengawalku, aku punya hak untuk menolaknya. Kurasa.
“Tolong, biarkan saya saja!”
Tapi aku terlambat selangkah.
Memotongku, ada suara yang terdengar diantara kerumunan. Itu adalah suara yang baru-baru saja ini kudengar.
“Kopral Higaki, aku harus menolak permintaanmu, kalau ini adalah sebuah balas dendam.”
“Ini bukanlah balas dendam, saya hanya mencoba untuk mengangkat kembali harga diri saya!”
Apa bedanya? Itu sama saja!
Aku salah, menganggapnya bukan orang yang kasar.
“Humm… kalau begitu Shiba-kun, seperti yang kau dengar, apa kau bersedia menerimanya? Kopral Higaki masih baru, tapi pengalamannya tidak bisa diremehkan.”
Tidak ada gunanya menolak. Menolak tawaran seperti ini tanpa alasan hanya akan membuatnya makin panjang
“Kuterima.”
Meskipun aku berpikir seperti itu, orang itu segera menjawab dan menerima tawaran kapten.
Kopral Higaki sedikit berjongkok, menaikkan kedua tangannya, dan terlihat seperti orang yang benar-benar berhati-hati.
Walaupun sedikit membungkuk, Kopral Higaki masih lebih tinggi dari pada Ani.
Pemandangan itu terlihat seperti seorang anak yang akan diserang beruang.
Hanya dengan melihatnya, rasanya membuatku tertekan.
Tapi orang itu dengan tenangnya berpindah dari kiri ke kanan, menyeimbangkan badannya dengan kaki kanan dan kirinya, melihat musuhnya yang sedang menunggu kesempatan dengan tanpa ampun.
Perasaan tertekan itu tidak berlangsung lama.
Tubuh Kopral Higaki terlihat berkeringat untuk sesaat.
Tidak lama setelahnya, tubuh Kopral Higaki melesat seperti peluru meriam menuju Ani.
Cepat sekali…..!
Ani menghindarinya dengan sebuah lompatan yang tinggi, tapi tentu saja dia kehilangan pijakannya.
Secepat kilat, Kopral Higaki menyerang lagi.
Berguling di lantai, orang itu entah bagaimana berhasil menghindari serangannya lagi.
Aku benar-benar terkejut dengan kecepatan Kopral Higaki. Tapi tidak mungkin dengan kemampuannya seperti ini dia bisa menjadi kandidat kepala keluarga Yotsuba, yang merupakan salah satu dari Sepuluh Master Clan.
“Menggunakan sihir, bukankah itu pengecut!?”
Aku mengecam Kapten Kazama.
Tidak hanya aku sadar kapan dia menggunakan CAD nya. Gerakannya benar-benar disembunyikan dengan baik. Tapi fakta kalau dia menggunakan sihir, tidak bisa ditutupinya.
Kecepatan Kopral Higaki sekarang, dipercepat oleh Sihir Akselerasi!
Kapten Kazama hanya menengok menghadapku, saat mendengar protes dariku.
Ada sebuah jawaban yang terdengar dari arah pertarungan.
“Sudah cukup, Miyuki!”
Perkataan Ani, membuatku kaget sekali.
Ani, memerintahku.
Ani, memanggilku ‘Miyuki’.
“Tidak ada peraturan yang melarang penggunaan sihir.”
Ani menjawab seperti itu.
Memanggilku tanpa titel, memanggilku Miyuki tanpa honorifik, walaupun itu memanglah perintah Okaa-sama, keputusannya untuk menegurku sepenuhnya adalah keputusan Ani.
Ani, dengan kehendaknya sendiri, menegurku.
Mendengar hal seperti itu, daripada merasa marah atau jengkel, terasa sesuatu yang aneh, ada rasa geli yang muncul didalam hatiku.
“Higaki, akhiri dengan baik!”
Disebelahku, yang hanya terdiam, Kapten Kazama melontarkan perintahnya.
Aku sadar kembali, saat dia mengatakannya.
Hawa disekitar Ani berubah.
Rasanya makin gelap.
Pasti itu hanyalah sebuah ilusi.
Ani mengeluarkan tekanan yang sedalam itu sehingga semua orang yang melihatnya akan merasa terganggu penglihatannya.
Ani merubah posisi berdirinya.
Telapak tangan kanannya menghadap lawan, dia menjulurkan tangan kanannya kedepan.
Tangan kirinya memegang siku tangan kanannya.
Apa ini, posisi untuk Sihir Non-Sistematik milik Ani….?
Sekujur tubuh Kopral Higaki tampaknya berkeringat lagi.
Kali ini, tepat disaat Ani seharusnya terjatuh, disaat itu juga.
Dari tangan kanan Ani, muncul aliran Psion yang kuat kedepan.
Gelombang psion itu mengenai tubuh Kopral Higaki, dan seketika memperlambat gerakannya.

Sihir itu……! Gram Demolition!
Gelombang partikel psion yang kuat itu dengan mudah menghentikan Sihir Akselerasi yang digunakan, dan disaat yang sama memutus hubungan antara tubuh dan kesadaran Kopral Higaki. Serangan dari gelombang psion dapat memberikan dampak yang berbahaya, bukan tentang apa orang itu kuat atau tidak menahan impuls listrik, tapi gelombang psion langsung menyerang kesadaran seseorang bukan tubuhnya.
Hampir seperti, Kopral Higaki lupa bagaimana cara menghindarinya.
Saat Kopral Higaki melemparkan dirinya yang tanpa pertahanan pada Ani, Ani dengan mudah hanya bergeser sedikit dan memberikan satu serangan kepadanya.
Tubuh besarnya, berputar sekali, dikalahkan dengan cara yang agak konyol.
Ani berjalan kesamping Kopral Higaki, yang tergeletak dilantai sambil memandang langit-langit.
Kopral Higaki hanya tergeletak di lantai, nafasnya terengah-engah, tidak ada tanda-tanda dia bisa bangkit lagi.
Ani dengan ekspresi datarnya, menjulurkan tangannya.
Jangan katakan, itu hanya jebakan!?
Itu hanya pikiranku saja.
Meskipun berat badannya berat, Kopral Higaki dapat berdiri sendiri tanpa bantuan Ani.
“Aku kalah. Jujur saja. Aku sudah mengerti sekarang tentang kejadian kemarin lusa, saat itu aku bukan hanya tidak fokus.”
Dia tidak mengatakannya dengan lantang, tapi entah mengapa aku dapat mendengarnya dengan jelas.
“Persilahkan aku memperkenalkan diri kembali. Aku Kopral Higaki Joseph, tentara Pangkalan Onna, Angkatan Udara Sakishima, dari Angkatan Udara Nasional di Okinawa. Apa kau bisa memberitahuku siapa namamu?”
“Aku Shiba Tatsuya.”
“OK, Tatsuya. Panggil saja aku Joe. Apa kau masih lama di Okinawa? Kalau kau bosan, panggil saja aku. Walaupun aku tidak kelihatan seperti berasal dari sini, tapi aku kenal banyak orang disekitar sini.”
“Sudah cukup, Joe. Kita sedang ditengah-tengah latihan.”
Kapten Kazama menegurnya sambil tertawa, dan dengan terkejut, Kopral Higaki segera berdiri tegap setelah mendengarnya.
Hmm… jadi dia adalah seorang bawahan yang disayang atasannya. Aku rasa dia memang bisa dipercaya….?
Menyusahkan sekali bagiku untuk merubah kesanku kepadanya lagi dan lagi.
Yang paling penting dia bukanlah orang yang akan sering bertemu denganku, dan karena aku mungkin tidak akan bertemu dengannya lagi, aku tidak mempermasalahkan orang seperti apa dirinya itu.
“Maafkan aku sudah meminta banyak darimu. Dan juga sepertinya bawahanku agak kasar denganmu. Karena itu maukah kau ikut minum teh denganku? Aku juga ingin bertanya tentang ‘tooate’mu barusan.”
Tooate, mungkin maksudnya adalah Sihir Non-Sistematik milik Ani.
Perasaanku tiba-tiba berubah sangat tidak enak, tapi tidak mungkin kita bisa menolak tawaran seperti itu di situasi seperti ini.
“Jadi, apa benar gelombang psion tadi itu Gram Demolition?”
“Memangnya apa hanya itu saja? Kurasa ada juga beberapa Sihir Kuno didalamnya, ada ‘Tendan’ juga didalamnya.”
Walaupun mereka sebenarnya mengajak kita minum teh, tapi yang mereka suguhkan adalah kopi.
Aku dan Ani duduk bersebelahan.
Didepanku ada Kapten Kazama dan Letnan Sanada.
Aku dan Ani sedang istirahat minum kopi dengan mereka berdua.
Walau begitu, suasananya agak canggung.
Kapten Kazama sedang berbicara dengan Ani.
Sebagai adiknya, aku hanya bisa duduk diam.
Disini tokoh utamanya adalah Ani, dan aku hanya sampingan.
“Dari apa yang kulihat, Shiba-kun, kau tidak membawa CAD bukan?”
Saat mereka menyebut nama Shiba, maksudnya adalah Ani. Aku adalah adik Shiba-kun.
“Jadi apa yang kau gunakan saat itu?”
Ini pertama kalinya aku mengalami hal seperti ini.
Rasanya aneh, dan tidak nyaman.
“Aku memang menggunakan CAD khusus, tapi rasanya agak susah untuk mengatakannya…. tapi aku buruk dalam sihir yang memerlukan CAD.”
“Ohh, jadi begitu. Tapi kalau kau sudah bisa dengan mudah mengendalikan psion seperti itu, seharusnya kau sudah tidak ada masalah dalam menggunakan CAD.”
Topiknya sudah berubah dari sihir Non-Sistematik milik Ani menjadi CADnya.
“Shiba-kun, apa kau ingin mencoba CAD yang sedang kukembangkan?”
“Letnan Sanada bisa mengembangkan CAD?”
“Pekerjaanku adalah mengembangkan peralatan sihir, termasuk CAD. Ini adalah purwarupa CAD yang menggunakan peluru.”
Aku mendadak merasa kalau mata Ani berbinar-binar. Reaksi seperti itu rasanya cukup sederhana bagi kebanyakan orang, tapi orang seperti Ani sampai menunjukkan ketertarikan seperti ini rasanya benar-benar aneh.
“Aku mau.”
Mungkin ini pertama kalinya, aku melihatnya menunjukkan keinginannya dengan jelas.
Kami diajak ke tempat yang kurasa sudah tidak di pangkalan lagi, sebuah laboratorium yang rapi dan bersih.
Bagiku, yang selalu menganggap semua pangkalan militer itu kotor, membosankan, dan tidak bisa membuatku kagum. Senyuman samar Kapten Kazama dan Letnan Sanada yang mereka tunjukkan kepadaku mungkin karena itu.
Ani melihat sekeliling ruangan dengan penuh kekaguman, atau mungkin keterkesanan.
Rasanya seperti hari ini, aku melihat banyak sisi dari orang ini untuk pertama kalinya.
Tapi seperti yang kuduga, orang ini memang  acuh terhadap segala hal, tapi tetap saja dia pasti memiliki hal-hal yang dia minati…..
Aku penasaran, apa pendapatnya tentangku?
Pertanyaan itu, tiba-tiba terlintas di pikiranku.
Dan jawabannya datang secara otomatis.
Sayangnya, aku melawan getaran yang mencoba untuk merobohkan tubuhku, mencoba menguatkan diriku sebisaku.
“…..Miyuki, apa kau tidak enak badan?”
Tubuhku, yang hampir roboh, tiba-tiba berhenti setelah mendengar suara Ani. Tidak hanya tubuhku, bahkan hatiku hampir berhenti. Saat dimana dia memanggil namaku, Miyuki, terasa seperti dia menjawab pertanyaanku tadi. Sikap dingin dan acuhnya memastikan jawaban di hatiku.
Tapi suara Ani tidak terasa dingin, untuk alasan tertentu rasanya seperti penuh akan kasih sayang.
“Tidak, aku baik-baik saja. Kurasa aku hanya sedikit lelah. Kalau aku duduk sebentar, aku pasti akan tidak apa-apa. Apa boleh aku duduk di kursi itu?”
Bertanya kepada Kapten, aku dipersilahkan duduk di kursi dekat tembok.
Berpisah dari sisi Ani, aku merasa lebih baik.
Ani sedang memegang CAD berbentuk pistol besar, dan sedang mendengarkan penjelasan dari Letnan Sanada.
Melihat Ani keraguanku sebelumnya muncul lagi, membesar, dan membebaniku lagi.
Tidak peduli apa yang kulakukan, aku tidak bisa menghilangkannya dari pikiranku.
Bagaimana pendapatnya, tentangku…..?
Aku tidak yakin kalau itu cinta.
Tidak mungkin itu kasih sayang.
Mungkin bisa dianggap, dia membenciku.
Kalau aku tidak ada, kalau aku tidak lahir, Ani yang merupakan murid teladan, yang merupakan atlet yang hebat, yang mungkin akan segera menjadi seorang penyihir militer, dapat hidup bebas.
Tapi, saat ini, selagi saat berpaling dari Ani, seperti saat melepaskan tangannya, seperti saat memikirkan hal itu, adalah sesuatu yang sangat menakutkan.
“Alat ini memiliki akselerasi kecepatan dan gerakan yang terpasang padanya, membuat peluru 7.62 mm dapat melesat sejauh 16 km.”
“Itu luar biasa. Tapi, tetap praktis.”
Selagi ia memegang CAD berkaliber besar dan sedang berbicara dengan antusias, suara Ani terdengar tidak karuan.
Diruangan yang sama, tidak dapat menutup mata dan telingaku, aku dipaksa untuk diam menahan awan hitam yang ada di pikiranku .
Sebuah keinginan muncul dalam kepalaku, ingin ini segera berakhir.
Sementara itu, untuk mencegah keegoisanku muncul, aku menjaga ekspresi kosongku sebisa mungkin.