5 AGUSTUS 2092 / OKINAWA – VILA ~ PANTAI ONNA
(Translater : Fulcrum)

Pesta kemarin sore berlangsung sampai larut malam. Sampai di Okinawa lalu datang ke pesta sampai hampir tengah malam, cukup melelahkan untuk hari pertamaku di Okinawa.
Walau begitu, bangun sebelum matahari terbit, sudah menjadi kebiasaanku.
Sejujurnya, aku ingin tidur lebih lama, tapi aku tidak ingin kelihatan seperti orang yang malas. Dengan sekuat tenaga, aku mencoba untuk bangun dari tempat tidurku, membuka gorden, lalu membuka jendela untuk merasakan udara segar pagi. Karena ruanganku di lantai dua yang menghadap ke halaman, aku tidak perlu khawatir kalau ada orang yang melihatku masih memakai baju tidurku. …Walaupun sebenarnya merapikan penampilanku terlebih dulu adalah hal yang lebih tepat untuk etika seorang gadis terhormat..
Mencium aroma angin laut dalam-dalam, membusungkan dadaku.
Dan di saat aku melihat kebawah, di sana ada Ani yang sedang latihan pagi.
Membungkuk rendah, dia lalu maju dengan kaki kanannya, memukul dengan tangan kanannya, lalu diikuti dengan tangan kirinya.
Lalu setelah itu dia akan melangkah lagi dengan kaki kirinya, dan seperti yang kuduga dia akan memukul dengan tangan kirinya lagi lalu dengan cepat menariknya kembali, dan seakan bersilangan, memukulkan tangan kanannya..
Membalik badannya dengan segera saat dia melangkahkan kaki kanan dan kirinya, tangan kanannya dengan kuat bergerak dari dalam ke luartangan kiri dari luar ke dalam, tangan kanan naik, tangan kiri turun, dan sebaliknya.
Aku tidak tahu, tapi itu terlihat seperti karate atau sejenis bela diri.
Di masing-masing tangannya, dia memegang beban seberat satu kilogram.
Setelah mengulang gerakan itu beberapa kali, Ani akhirnya berhenti bergerak, lalu menarik nafas yang dalam dan dikeluarkannya.
Eh, sudah selesai…?
Aku sangat sedih saat melihat Ani sudah selesai, ingin dia mengulang ‘tarian’ indahnya itu lagi. Aku ingin melihatnya lagi. Sekali saja.
Gerakan itu, bagiku sangat….
Apa!
Aku sadar kembali.
Tidak-tidak, aku tidak mungkin terpesona dengan hal seperti itu?
Aku segera menutup gorden setelahnya.
Gorden itu membuat suara yang cukup keras, tapi seharusnya suaranya tidak mungkin terdengar sampai ke halaman…mungkin.
Aku menyandar di dinding dan duduk di lantai.
Wajahku merah sekali.
Hatiku berdebar sangat kencang dan tidak mau tenang.
Dia tidak sadar, ‘kan?
Ani tidak melihat keatas sama sekali.
Dia seharusnya tidak melihatku berdiri dibelakang jendela.
Walau begitu, saat aku terpesona dengan Ani, aku merasa kalau dia sebenarnya menyadariku.
◊ ◊ ◊
Seperti biasa, sarapanku dimasakkan oleh Sakurai-san. Vila ini sebenarnya mempunyai mesin masak otomatis HAR, tapi Sakurai-san sendiri berkata ‘orang yang bergantung dengan mesin seperti itu akan tidak bisa apa-apa’ dan semacamnya, semua makananku selalu dibuatkannya kecuali sedang dalam kondisi tertentu.
Akhir-akhir ini, aku juga ikut membantunya, tapi jujur saja, keahlianku masih jauh dibandingkannya.
“Apa anda punya rencana untuk hari ini?”
Saat aku sedang meminum teh setelah sarapan, Sakurai-san menanyakan pertanyaan itu kepadaku. Seharusnya itu ditujukan kepada Okaa-sama, tapi aku tahu kalau memang tidak apa-apa kalau ditanyakan kepadaku.
“Kalau masih panas, aku ingin ke pantai.”
Saat aku masih berpikir, Okaa-sama menjawab pertanyaan itu.
“Apa harus saya siapkan kapal pesiar?”
“Hmm…. aku rasa akan lebih baik kalau itu yatch.”
“Saya mengerti. Apa jam 4 sore tidak apa-apa?”
“Ya, tolong disiapkan.”
Dengan ahli, Sakurai-san menebak pikiran Okaa-sama dengan tepat untuk menentukan jamnya.
Itu berarti jadwalku untuk jam 4 sore nanti sudah ditentukan. Okaa-sama mungkin ingin untuk menghabiskan waktu sampai sore hanya di vila.
Sekarang, apa yang enaknya kulakukan?
“Miyuki-san, apa anda tidak punya rencana khusus hari ini, bagaimana kalau pergi ke pantai? Walaupun hanya berjemur, aku rasa itu cukup untuk menyegarkan diri anda.”
Melihatku bingung akan apa yang akan kulakukan, Sakurai-san menawarkan sesuatu padaku.
“…..Aku rasa itu bagus juga. Kalau begitu, aku akan ke pantai nanti siang.”
“Saya akan menyiapkannya. Ufufu, jika anda akan memakai baju renang maka anda harus memakai sunscreen di seluruh tubuh anda.”
…..Eh? ‘Ufufu’, itu berarti……
“….Tidak, terima kasih. Aku bisa melakukannya sendiri.”
“Tenang saja, tidak perlu sungkan.”
….Sakurai-san sepertinya menyembunyikan sesuatu.
“Sinar matahari disini sangat panas. Jika anda tidak berhati-hati, maka akan tidak baik bagi kulit anda.”
….Sakurai-san, tatapan matamu sangat mencurigakan.
“Ufufu….kita juga harus mengolesi bagian tubuh yang ada dibalik baju renang juga”
“Uh, uhmm, Sakurai-san?”
Sakurai-san, untuk alasan tertentu, dia terlihat menakutkan sekali!
“Ayo ayo, kita lakukan.”
Aku bermaksud untuk melarikan diri diam-diam, tapi sebelum aku sempat melakukannya, Sakurai-san sudah menggenggam tanganku.
Genggamannya sangat erat sampai menyakitkan, dan sudah tidak ada yang bisa menghentikannya lagi.
Dia menarikku sampai ke lantai dua, dan saat aku melihat Ani, aku punya perasaan kalau dia tertawa dibalik ekspresi datarnya.
….Walaupun dia seharusnya sudah tidak mempunyai perasaan seperti itu lagi.
◊ ◊ ◊
Ditangan Sakurai-san, sunscreen itu dioleskan diseluruh tubuhku, dan saat aku akan berangkat ke pantai, rasanya tubuhku lemas sekali.
“…..Kenapa aku harus seperti ini?” aku mengeluh seperti itu dalam hati.
Apapun yang terjadi, sesampainya di pantai, aku melepas jubahku, lalu aku berbaring diatas matras dan dibawah parasol yang telah dipasang oleh Ani.
Baju renang yang kupakai sekarang ini memiliki model seperti bikini, tapi untungnya masih belum seterbuka bikini. Baju renang ini bukan pilihanku, tapi sekali lagi ini adalah pilihan dari Sakurai-san.
Itulah yang sedang kupikirkan, tapi kulihat, Ani tidak bergerak sedikitpun. Ani mengenakan celana pendek dibawah parka nya, dia duduk disampingku sambil menatap cakrawala.
Menekuk lutunya, sepertinya dia melamun.
Saat aku mencuri pandang padanya, dia terlihat seperti tidak sadar akan itu. Aku penasaran apa dia bosan?
Dia adalah siswa SMP yang sehat dan bugar, tapi melihat laut didepannya, apa yang dilakukannya hanya duduk. Hanya itu saja.
Apa ini normal? Memikirkan pertanyaan itu, aku sedikit menggeser sikuku, dan mencuri pandang pada parasol-parasol lain.
Itu….itu keluarga bukan. Seorang Ayah dan Ibu, dan seorang anak perempuan yang mungkin masih kelas satu atau dua SD.
Seperti yang kuduga, seorang anak anak laki-laki yang sedikit lebih tua dari anak perempuan itu berlari dari pantai.
Anak itu memegang tangan ayahnya, dan seolah-olah mencoba untuk menarik ayahnya ikut ke laut.
Parasol lain yang ada disebelahku kosong. Walau begitu ada banyak barang bawaan yang ditaruh dibawahnya, sepertinya itu milik dua orang…. Karena disitu ada dua parka, yang berarti itu milik dua orang, ‘kan?
Mereka berdua mungkin sedang berenang di laut.
Selain itu ada…..whoawhoawhoa!
Aku segera menutupi wajahku dan segera menghadap kebawah.
Setelah mencoba untuk mencuri-curi pandang lagi, aku terpaksa menghentikannya lagi.
Disitu, ada seorang lelaki mungkin siswa SMA, kurasa dia belum kuliah, dia sedang mengolesi minyak pada seorang wanita.
Didaerah yang agak berbahaya pula. Hey, apa dia akan mengolesi sekujur tubuh gadis itu?
Dan di tempat umum seperti ini, apa, apa mereka tidak merasa malu sedikitpun?
Orang itu tidak terlihat khawatir dilihat orang lain. Selagi mengolesi minyak pada tubuh gadis itu, dia kelihatannya senang sekali. Itu bukanlah pemandangan yang enak dilihat.
Apa semua laki-laki senang melakukan hal seperti itu?

Orang itu pasti akan tertawa, kalau Sakurai-san ada disini dia pasti akan tertawa, tapi aku pernah membaca di majalah kalau pria memang senang untuk menyentuh tubuh wanita. Aku juga pernah mendengar dari temanku di sekolah kalau ada kakak kelas yang memiliki masalah saat sedang berkencan, mereka merasa terganggu dengan pacar mereka yang ingin menyentuh tubuh mereka. Memangnya apa yang mereka pikirkan tentang wanita, begitulah perasaanku waktu itu. Masa-masa buruk tentang ‘seks bebas’ sudah berakhir setengah abad yang lalu! Disamping itu, kau sedang melakukannya pada gadis SMP!
….Ini tidak bagus, ini tidak bagus. Tenanglah. Aku tidak bisa tiba-tiba membekukan sesuatu di pantai di Okinawa ditengah-tengah musim panas.
Tapi, gadis itu tidak terlihat terganggu sama sekali.
Itu mungkin karena dia sedang berbaring sepertiku dan tidak bisa melihat wajah lelaki itu, tapi kurasa dia benar-benar tidak mempermasalahkannya karena dialah yang memperbolehkan lelaki itu untuk menyentuhnya.
…………‘Sepertiku’?
Disini aku berbaring, dan ada seseorang yang duduk disampingku.
Aku penasaran, apa dia juga berpikir hal yang sama? Apa dia bisa berpikir seperti itu?
Aku sedikit memiringkan leherku, melihat wajah Ani, dan Ani juga sedang melihatku.
Mata kami bertemu.
Berbanding terbalik dengan diriku yang masih terdiam menanggapi apa yang baru saja terjadi, dia dengan mudahnya segera melihat hal yang lain setelah dua atau tiga detik kemudian, sebelum kembali menatap cakrawala.
Aku telah sadar kembali dan, langsung menutupi wajahku yang merah.
Aku sempat berpikir untuk mengurai rambutku dan menggunakannya untuk menutupi wajahku, tapi rasanya itu hanya akan menyusahkanku.
Terbaring diam, aku hanya bisa menunggu hingga diriku kembali tenang.
Dia, sejak kapan dia melihatiku?
Apa yang dia lihat?
Punggungku? Kakiku? atau….
Aku penasaran, apa orang ini bisa seperti itu? apa dia ingin sekali untuk menyentuh tubuhku, atau semacamnya….?
Aku tahu aku seharusnya tidak berpikir seperti itu tentang kakak kandungku. Tapi Ani dan aku benar-benar berbeda.
Walaupun kami tinggal di rumah yang sama, kami jarang sekali bertemu satu sama lain.
Kami hanya bersama-sama saat berangkat dan pulang sekolah.
Bersama-sama dengannya seperti ini hanya terjadi saat liburan.
Sejauh yang bisa kuingat, aku tidak ingat pernah mandi bersamanya, main bersamanya, atau semacamnya.
Bagiku, Ani seperti bukanlah keluargaku, tapi hanya sebagai seseorang yang kukenal yang lebih tua setahun dariku. Itulah perasaan sesungguhku.
Mungkin dia juga merasakan hal yang sama. Baginya, mungkin aku hanyalah orang yang satu sekolah dengannya, dan setahun lebih muda darinya…..
Secara tak terduga, aku mendengar suara-suara kasar di pasir.
Aku tahu itu pasti Ani sedang berdiri.
Aku tidak bisa mengangkat kepalaku.
Rasanya aku malas sekali mengangkat wajahku yang sedang tidur diatas lenganku yang sebagai bantal.
Aku berusaha untuk mencoba berdiri, mendorong tangan, kaki, dan punggungku untuk berdiri.
Tapi pada akhirnya aku tetap tidak bisa berdiri, rasanya hatiku berdebar-debar.
Aku merasa Ani sedang ada di atasku.
Aku tidak bisa bernafas.
Kepalaku pusing.
Rasanya tidak mungkin aku kehabisan oksigen, pikirku.
Tubuhku, yang tidak mau bangun, sedang ditutupi olrh kain tipis.
Eh?
Aku merasa ada kain, yang ditaruh diatas bahu hingga pahaku.
Itu adalah jubah yang sebelumnya kupakai.
Entah bagaimana, tiba-tiba, aku merasa aman.
Semua ketakutanku hilang, dan mungkin karena itu kepalaku tiba-tiba pusing.
Tanpa berpikir panjang, diriku terbawa dengan rasa nyaman yang kurasakan saat itu.
Pada akhirnya, aku harus berterima kasih kepada Sakurai-san. Walaupun aku sedang dibawah parasol, aku tetap saja masih terkena sedikit sinar matahari. Kalau aku tidak memakai sunscreen di sekujur tubuhku, maka kakiku pasti akan terbakar sekarang.
“Panas sekali….”
Menyalahkannya atas alasan aku terbangun dari tidurku, Ani, seperti yang kuduga, masih ada disampingku menatap cakrawala.
“….Berapa lama aku tidur?”
“Sekitar dua jam”
Aku bertanya kepadanya secara tidak sadar.
Dan tetap saja, dia menjawabnya tanpa ada keraguan sedikitpun.
Jawabannya cepat sekali, berasa seperti dia tidak ingin memberi waktu kepadaku untuk berpikir.
“Aku mengerti.”
Aku segera mencoba bangun, tapi kepalaku masih sedikit terasa pusing karena baru bangun tidur, dan jariku masih mati rasa.
Saat aku berdiri, jubahku terjatuh.
Walaupun aku berbaring diatas matras, tubuhku sedikit gatal, mungkin karena angin laut itu meniup pasir kemana-mana,
“Aku akan berenang.”
Tanpa pikir panjang, aku segera memakai sandalku.
Disekitar matrasku, ada banyak sekali jejak kaki. Apa tadi ada banyak jejak kaki seperti ini. Beberapa darinya sudah agak hilang, mungkin karena ada orang yang terjatuh di situ. Apa mungkin ada orang yang sedang bermain voli pantai…?
Jumlah parasol yang ada juga sudah lebih sedikit.
Sepertinya banyak yang terjadi saat aku tertidur, pikirku, saat aku berjalan menuju ke air.
◊ ◊ ◊
Setelah makan siang, aku ingin membaca di ruanganku. Namun, setelah dua jam aku merasa bosan sekali. Bukan berarti aku tidak senang membaca,tapi entah mengapa rasanya aku tidak ingin melakukannya hari ini.
Aku rasa aku akan menunjukkan hasil latihan sihirku kepada Okaa-sama.
Setelah berpikir seperti itu, aku segera pergi ke ruangannya.
Ruanganku berada di tengah lantai dua.
Ruangan Okaa-sama berada diseberang tangga.
Ruangan di depanku kosong, dan ruangan yang disebelah tangga adalah ruangan Ani.

Saat aku melintasi kamarnya, aku mendengar suara dari dalam.
Tanpa kusadari, aku berhenti sesaat.
Vila ini agak seperti rumah normal, maksudku tidak seperti rumah kami, vila ini tidak memiliki peredam suara, walau begitu, suaramu harus sangat keras agar bisa terdengar hingga keluar ruangan.
Tanpa perlu berpikir panjang suara itu barusan, itu suaranya Sakurai-san? Mengikuti kata hatiku, aku menempelkan telingaku di pintu.
“Bagaimana bisa kau membiarkan luka seperti ini tidak diobati!”
Sakurai-san mungkin sedang memarahi Ani.
“Ini tidak apa-apa. Tidak ada tulang yang patah.”
“Jangan berpikir kalau tidak ada tulang yang patah berarti itu tidak apa-apa! Bukankah itu sakit!?”
“Memang sakit. Tapi, itu sudah resiko dari perbuatanku.”
Sakit?
Resiko?
Apa yang mereka bicarakan?
“Haa…. kau selalu seperti ini…. Tatsuya-kun, aku sudah menyerah mengubah pemikiranmu yang seperti itu tapi…… setidaknya biarkan aku menyembuhkannya dengan sihirku, karena itu tolong lepaskan bajumu.”
Selalu?
“Tidak perlu. Kalau memang separah itu, aku akan menyembuhkannya sendiri."
“….Tatsuya-kun, bahkan seorang Guardian juga memiliki harinya sendiri. Karena kita bukanlah mesin petarung. Contohnya saja, pada insiden ini, bukankah lebih baik kalau kau membangunkan Miyuki-san dan pergi. Sebagai seorang Guardian, memang kita perlu menghormati permintaan dan perintah yang diberikan kepada kita, tapi itu bukanlah alasan untuk berkelahi hanya karena kau tidak ingin mengganggu tidur siang Miyuki-san.”
…….Eh? Aku?
“Aku menyesal.”
“Yang benar saja, tolong renungkanlah lagi kejadian ini? Melarikan diri juga merupakan taktik yang bermanfaat. Tatsuya-kun, kau harus belajar lebih fleksibel.”
Aku tidak mendengar adanya suara sedikit pun, tapi merasa kalau Sakurai-san sedang mendekati pintu.
Segera, diam-diam aku kembali ke ruanganku.
◊ ◊ ◊
Yatch yang sudah disiapkan Sakurai-san bisa muat untuk enam orangyacth ini dilengkapi dengan motor elektrik pada mesinnya.
Kami berempat ditemani dengan kapten dan asistennya naik ke yatch.
Selagi menunggu keberangkatan, aku duduk di tempat duduk yang berhadap-hadapan. Didepanku adalah Okaa-sama, dan disebelahku adalah Ani.
Sambil berpura-pura melihat kapten sedang bersiap-siap, aku mencuri-curi pandang pada Ani.
Karena dia fokus dengan pekerjaannya, dia tidak sadar dengan pandanganku.
Sejak aku mendengar pembicaraan itu, aku tidak bisa melupakannya dari pikiranku.
Ani adalah pengawalku.
Terluka karena melindungiku adalah tugasnya.
Tapi sampai sekarang, aku jarang sekali melihat Ani terluka.
Hal yang terjadi kemarin juga jarang sekali terjadi.
Itulah mengapa aku, meskipun aku seorang kandidat kepala keluarga Yotsuba selanjutnya, aku selalu beranggapan kalau hanya sedikit sekali orang yang akan merasa bersalah walaupun memilih untuk berhadapan dengan anak kecil seperti kami.
Hal-hal seperti itu memang terjadi di novel-novel, tapi kenyataannya tidak.
Di tempat Fumiya-kun, tidap seperti Yotsuba, pekerjaan Oji-sama sepertinya terlihat lebih baik.
‘Guardian’ yang ada didekatku menunjukkan aku sebagai kandidat kepala keluarga Yotsuba.
Walau begitu sebagian dari diriku selalu berpikir tentang Ani yang dijadikan sebagai Guardian hanya agar memiliki tempat di Yotsuba. Dan sebagian diriku yang lain merasa bersalah melihatnya diperlakukan seperti itu.
Tapi dari percakapan mereka berdua, terluka sudah menjadi hal biasa bagi mereka.
“Miyuki-san, apa ada sesuatu yang mengganggumu?”
“Ah, tidak, tidak apa-apa.”
Suara itu mengagetkanku.
Aku membuat Okaa-sama cemas.
“Rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kali aku ke laut…..”
“Ah, itu benar sekali.”
Aku berpura-pura melihat kapten yang sedang bersiap-siap untuk berangkat.
Tapi alasan itu tidakn akan bisa mengalihkan Okaa-sama semudah itu, maka dari itu aku memutuskan untuk mengalihkan pikiranku untuk saat itu.
Pada jam 4 sore tepat, kita mulai berangkat.
Walaupun kita tidak menggunakan motor biasa, kita berangkat dari pelabuhan dengan kecepatan yang lebih cepat dari yang kubayangkan.
Aku memfokuskan pandanganku pada ombak laut.
Menghadap tiupan angin barat, kami sedang berlayar menuju kearah barat laut.
Aku tahu kalau selama musim panas di Okinawa, angin tenggara sedang bertiup, aku sudah menanyakan tentang hal ini kepada kapten sebelumnya, dan dia mengatakan kalau angin itu bertiup menuju ke arah Laut Timur.
Dia juga mengatakan kalau kemungkinannya kecil sekali terjadi topan, jadi aku tidak perlu khawatir.
Aku sudah tidak memikirkannya lagi, jadi kekhawatiranku hilang… tapi karena aku jarang sekali ke laut, itu mungkin hanyalah sebuah kekhawatiran yang berlebihan saja.
Berlayar rasanya lebih nyaman dari yang kukira.
Rasanya seperti hatinya yang gundah ini tenang terkena tiupan angin laut.
Kalau seperti ini, aku pasti ingin pergi dari tadi.
Aku menutup mataku, dan untuk sesaat mendengarkan suara angin dan deburan ombak laut.
Jika kita bisa mengakhiri hari seperti ini, aku seharusnya bisa tidur dengan tenang malam ini.
‘Seharusnya’, karena aku tahu tidak mungkin seperti ini
Mendadak aku merasa ada angin yang aneh, aku membuka mataku.
Sakurai-san sedang melihat keluar ke laut.
Apa yang diucapkan oleh asisten kapten itu terasa sangat putus asa, dia berbicara melalui radio tentang kapal selam? Di situasi seperti ini, aku rasa itu bukan kapal selam milik Angkatan Laut. Apa mungkin itu milik luar negeri? Ini adalah teritori laut Jepang. Jangan katakan…. mereka mencoba melakukan agresi!?
Bukan hanya aku saja yang mulai panik. Saat kapten menekan panic button, mesin yacth itu berdecit keras sampai yacth itu berhenti bergerak.
Saat kemudi yacth ini dibanting, aku segera memegang pegangan yang ada dengan sekuat mungkin.
Tolong pergi ke depan, Ojou-sama.”
Walaupun aku tahu ini bukan waktu yang tepat, kakakku tiba-tiba memanggilku ‘Ojou-sama’ membuatku terkejut.
Ini sudah sering terjadi, tapi dipanggil seperti itu rasanya membuatku sedih.
“Aku tahu!”
Setelah menjawab seperti itu, aku segera berdiri meninggalkan tempat dudukku.
Aku segera melihat ke laut.
Walaupun Ani ada di depanku, aku tidak bisa melihat wajahnya. Tapi aku tahu bagaimana sorot matanya saat aku memegang tangannya.
Dia tidak melotot ataupun menatap.
Tatapannya datar sekali tidak berekspresi, matanya kosong.
Sakurai-san berdiri di bagian belakang kapal, melindungi Okaa-sama.
Okaa-sama adalah penyihir yang hebat, tapi akhir-akhir ini kekuatannya melemah. Interaksi antara sihir dan tubuhnya masih belum bisa dipecahkan, tapi yang pasti kalau dia menggunakan sihir yang kuat maka tubuhnya akan terbebani.
Dia tidak diperbolehkan menggunakan sihir.
Mengingat hal itu, aku segera mengeluarkan CAD dari kantungku.
Sakurai-san juga sudah siap dengan CAD miliknya.
Dan Ani dengan tangan kosong, hanya berdiri ditempatnya.
Dari belakang kami, ada dua bayangan yang mendekati kami dengan cepat.
Lumba-lumba? Tapi mana mungkin itu terjadi!
Aku dapat mengetahuinya dengan cepat.
Torpedo!? Tanpa peringatan sedikit pun!?
Saat aku terdiam, Ani yang berdiri didepanku segera membuat gestur yang tak bisa dijelaskan. Dia mengangkat tangan kanannya menghadap ke laut, menghadap kedua bayangan itu.
Tanpa menggunakan CAD, tidak ada gunanya melakukan gerakan seperti itu, bukan?
Walaupun kau tidak bisa menggunakan sihir, tetap saja kau adalah penyihir ‘kan!?
Didalam hati aku kesal. Aku tidak hanya kesal pada apa yang dilakukan Ani, tapi juga atas ketidakbergunaannya.
Karena itu, aku melihat Sakurai-san. Sebagai Guardian Okaa-sama, tentu saja dia pasti akan melakukan sesuatu, menggantikan ketidakbergunaan Ani.
Tapi aku salah.
Lebih cepat daripada Sakurai-san dapat, Ani, segera mengeluarkan sihir, dengan cepat sekali seperti kilat.
Hal itu terjadi sangat cepat, aku bahkan tidak menyadari adanya sihir yang diaktifkan saat itu juga.
Dua torpedo itu segera tenggelam ke dasar laut.
Saat torpedo itu tenggelam, bayangannya juga ikut menghilang. Apa torpedo itu hancur?
Apa yang baru saja dilakukan orang ini…..?
Tanpa alat bantu sihir apapun….?
Tanpa keraguan sedikitpun, aku yakin sekali kalau hal ini dilakukan oleh Ani, yang baru saja menggunakan sihir yang hebat untuk merubah struktur informasi dari torpedo tersebut dan mendekomposisinya.
Orang ini, selain kemampuan untuk menetralisir sihir seseorang, seharusnya dia tidak memiliki kemampuan sihir apapun, bukan...?
Apa mungkin aku tidak tahu sedikit pun tentang kakakku saat ini?
Apa aku tidak mengenalnya sama sekali?
Selagi Sakurai-san mengaktifkan sihirnya didalam air, aku hanya bisa menatap punggung Ani, kembali melihatnya hanya sebagai seorang anak kecil.