PAHLAWAN DAN PETUALANG PEMULA (4)
Apa hal paling
penting yang dibutuhkan saat melakukan perjalanan panjang?
Saat aku baru
datang ke dunia ini, aku pikir perjalanan adalah suatu hal yang mudah seperti
hanya kamu harus berjalan dari satu desa ke desa lain atau dari satu kota ke
kota lainnya. Mengendarai kereta kuda yang terus bergejolak di dunia lain juga
akan menjadi sangat menyenangkan.
...Tapi
kenyataannya itu bukanlah pengalaman yang menyenangkan.
Hal yang paling
penting adalah bahan makanan dan perlengkapan. Dan juga, hal seperti daging kering
dan biskuit yang tahan lama. Tapi rasanya tidak terlalu enak.
Daging kering di
asinkan dengan garam jadi rasanya tidak perlu ditanyakan lagi. Terlebih
teksturnya yang alot. Sangat alot.
Aku sudah
merindukan masakan empuk dari dunia modern hanya dalam satu minggu berada di
dunia ini.
Biskuitnya
hambar. Makanan itu hanya berfungsi untuk mengisi perut.
Bisa dibilang
kalau aku sudah terlalu meremehkan dunia lain.
Mengingat kalau
makanan di dunia modern yang sudah di kalengkan, disterilkan dan dikemas dengan
rapi, aku merasa seakan penduduk dunia asal kami adalah para jenius yang setara
dengan Dewa.
Kami harus
mempersiapkan makanan kami sendiri. Makanan takkan tiba-tiba muncul entah dari
mana.
Bisa dibilang
kalau kalau kami sangat naif, tapi dulu kami memang berpikir seperti itu.
“Baiklah, ayo
pergi membeli barang-barang persiapan untuk perjalanan besok.”
Setelah
berbicara dengan Fransisca-san tentang hal itu, kami memutuskan untuk melakukan
persiapan bersama.
Tentu saja, aku
menghilangkan bagian tentang dunia lain.
Itu karena
sepertinya tidak ada seorang pun yang pernah mengajarinya hal yang berkaitan
dengan perjalanan dan petualangan.
Tapi itu cukup
masuk akal. Biasanya, hal semacamnya itu diajarkan oleh petualang senior di
guild atau mempelajarinya melalui pengalaman bertahun-tahun.
Seorang
petualang pemula seperti dirinya tidak memiliki seseorang seperti senior di
guild dan tentu saja dia juga tidak memiliki pengalaman.
Yaah, kalau
seperti ini aku akan bertindak sebagai senior, tapi...
“Walaupun aku
berkata seperti itu...”
Aku hanya
memerlukan beberapa pakaian ganti dan bahan makanan untuk beberapa hari. Lalu
sebuah selimut dan kantung air, itu saja.
Yaah, karena aku
tidak dapat menggunakan sihir, aku pikir aku juga akan membutuhkan pemantik dan
juga minyak.
Mereka juga
menjual sesuatu seperti tenda tapi karena ukurannya yang terlalu besar jadi aku
belum pernah membelinya karena aku biasanya berpetualang seorang diri.
Setiap kali
cuaca sedang buruk, aku hanya perlu berteduh di bawah batu atau pohon besar
sampai cuacanya kembali cerah. Karena itu juga berguna untuk menghemat uang.
Tapi karena kali
ini seorang wanita juga akan berpetualang bersamaku, aku pikir aku harus membelinya
juga. Tentu saja, bahkan seseorang seperti diriku takkan tega membiarkan
seorang wanita tidur di luar. Terlebih, dia adalah seorang bangsawan.
“Kalau
dipikir-pikir, kalau kamu adalah murid dari akademi sihir, jadi seharusnya kamu
juga dapat menggunakan sihir, kan?”
“Ah, ya, kurang
lebih...”
Saat dia
mengatakannya, Fransisca-san terlihat seperti agak malu.
Dengan sikap
seperti itu, dia terlihat sangat lucu.
[Oi, berhenti
menyeringai.]
Oops.
“Jadi, apa kamu
bisa membuat api?”
“Ya.”
Kalau begitu
kita takkan membutuhkan pemantik.
Jika dia dapat
membuat api dengan sihir, maka kita takkan menemui masalah selama kita dapat
menemukan ranting kering di sekitar tempat kita berkemah.
Penyihir memang
sangat berguna dalam perjalanan.
Mereka dapat
membuat api saat tidur di luar dan juga dapat membuat air bersih.
Sihir memang
sangat berguna. Kamu bahkan dapat menyebutnya sebagai alat serba guna.
Penyihir di
dunia ini menggunakan sihir dengan membayangkan perwujudan sihir itu di dalam
pikiran mereka.
Berbeda dengan
game, biasanya mantra tidaklah diperlukan. Tapi untuk membuat dan untuk
menembakkan sebuah bola api adalah dua hal yang berbeda. Itulah bagian yang
paling sulit dalam membayangkan perwujudan sihir. Itu adalah apa yang penyihir
agung dunia ini dan si paranormal abal-abal katakan padaku.
Untuk membuat
bola api, kamu hanya perlu membayang sebuah bola api di atas telapak tanganmu.
Sisanya, kamu hanya perlu menggunakan kekuatan sihirmu untuk mewujudkannya.
Tapi untuk
menembakkan sebuah bola api, pertama kamu harus membayangkan sebuah bola api
lalu kamu juga harus membayangkan arahnya dengan tepat dan akurat.
Semakin tinggi
tingkatan sihir yang digunakan, seakan rumit detil yang harus dibayangkan.
Dan juga, jumlah
kekuatan sihir yang digunakan jugalah penting.
Seorang penyihir
sepertinya harus membayangkan banyak hal secara bersamaan.
Untuk
mempermudah hal itu, digunakanlah mantra.
Dengan
mengucapkan kata kunci sihir itu, bayangannya akan menjadi lebih mendalam dan
juga lebih jelas dan akurat.
Semakin tinggi
tingkat konsentrasi si penyihir, semakin detil bayangannya, semakin baik dan
juga semakin kuat sihir yang digunakan.
Seperti itulah
sihir di dunia ini bekerja.
Sebenarnya, ada
banyak perhitungan rumit di balik semua itu tapi rekan-rekanku adalah pengemban cheat pembunuh Dewa.
Mereka
mengabaikan semua hal itu dan dapat menggunakan sihir yang sangat kuat semudah
membalikkan telapak tangan.
“Jika kamu dapat
menggunakan sihir, aku pikir seharusnya kamu mampu untuk setidaknya mengalahkan
goblin setelah mengumpulkan sedikit pengalaman.”
“Uu... maafkan
aku.”
“Ah, tidak, kamu
tidak perlu meminta maaf.”
Sihir sangatlah
berguna dan juga sangat kuat.
Dia pernah
berkata kalau dia pandai dalam urusan belajar, berarti tidak hanya bola api dia
seharusnya juga dapat menggunakan pedang es atau angin. Kekuatannya jauh lebih
kuat dibandingkan dengan pedang biasa.
Bola api dapat
membakar tubuh mereka, pedang es dapat menembus kulit dan pelindung kulit
dengan mudah. Dan pedang angin dapat memotong musuhnya tanpa terlihat.
Tapi ada saat di
mana seorang penyihir tidak berguna dalam sebuah pertarungan.
Itu karena saat
mereka bertarung dengan musuh di hadapannya, mereka tidak memiliki kesempatan
untuk memikirkan hal lainnya.
Saat seseorang
menyerang untuk membunuhmu, kamu memang takkan mampu membayangkan gambaran bola
api.
Itulah kenapa
saat menghadapi seorang penyihir, segera menyerangnya dari jarak dekat adalah
tindakan yang paling tepat.
Yaah, tapi
memang ada juga penyihir kelas atas yang tetap mampu menggunakan sihir walaupun
dalam pertarungan jarak pendek.
Tapi akan
terlalu berlebihan untuk mengharapkan sesuatu seperti itu dari seorang
petualang pemula sepertinya.
“Sisanya tinggal
senjata, ya?”
Dia memiliki
pedang baru tapi aku tidak memiliki apapun.
Aku memang
memiliki cheat senjata pembunuh Dewa – Ermenhilde –
tapi itu bukanlah sesuatu yang dapat begitu saja ku tunjukkan pada orang lain.
Gelar ‘pahlawan’
itu sangat merepotkan, itulah kenapa aku memutuskan untuk berpetualang seorang
diri. Aku tidak memiliki niatan untuk mengatakan kalau aku adalah seorang
pahlawan sekarang.
Saat aku
memikirkan tentang apa yang harus ku beli, aku mengeluh.
Andai saja aku
tahu kalau kejadiannya akan jadi seperti ini, seharusnya aku tidak menjual
pedang usang yang ku dapatkan dari para goblin itu.
Saat aku
mengantar Fransisca-san pergi membeli beberapa pakaian dan juga pakaian dalam
untuk digunakan selama dalam perjalanan, aku berkeliling untuk mencari senjata
untuk diriku sendiri.
[Ini akan
memberikan luka fatal pada kantungmu.]
Benar sekali.
Aku melihat pada
pedang dan kapak baru yang disandarkan di dinding.
Semuanya sangat
mahal. Biasanya, satu buahnya dihargai sekitar puluh keping tembaga. Yang lebih
mahal lagi sekitar beberapa keping emas.
Yang paling
murah adalah sebuah pisau besi. Harganya hanya delapan keping tembaga.
Daripada pisau
untuk bertarung, pisau ini lebih mirip seperti alat untuk melakukan pekerjaan
rumah tangga.
Tanpa pikir
panjang aku memutuskan untuk membeli pisau itu.
Sebenarnya, aku
tidak terlalu membutuhkan senjata apapun dari toko seperti itu. Karena aku
sudah memiliki rekan senjataku yang dapat ku percayakan hidupku padanya,
Ermenhilde.
Tapi aku takkan
pernah mengatakan hal itu.
Kalau aku
mengatakannya, medali milikku ini pasti akan mulai bertingkah sombong.
Dulu aku pernah
tanpa sengaja mengatakan hal seperti itu... dan rekan-rekanku menatap curiga
padaku.
Aku dimarahi
karena seakan-akan aku sedang mengibarkan bendera kematian sebelum pertarungan
kami melawan Dewa Iblis.
Aku pikir aku
sudah terpengaruh terlalu banyak oleh rekan-rekanku.
Aku merindukan
kenangan saat-saat itu. Apa mereka semua baik-baik saja?
Saat aku
mengeluh sekali lagi, aku mengambil satu buah pisau lagi.
Tiba-tiba,
pandanganku terpaku pada pedang yang ku jual saat aku baru datang ke desa ini.
Itu adalah
pedang terkenal yang ku dapatkan sebagai hadiah dari raja [Imnesia].
Pedangnya
terbuat dari mithril dan ditempa oleh seorang dwarf. Hiasannya dibuat oleh
seorang elf dan mendapatkan perlindungan suci dari roh bumi dan hutan.
Sebuah permata
ditanamkan di gagangnya, lambang [Imnesia] akan muncul saat kamu menuangkan
kekuatan sihir ke dalamnya. Hanya ada tiga belas buah pedang seperti itu di
dunia ini.
Pedang seperti
itu seharusnya sangatlah berharga.
Itu bukanlah
sesuatu yang dapat dijual dengan harga aslinya di desa terpencil seperti ini.
Mungkin, pedang
itu akan terjual dengan harga yang sepantasnya saat pedagang keliling datang ke
desa ini nantinya.
Jika mereka tahu
kalau aku menjual pedang terkenal seperti itu di tempat terpencil seperti ini,
aku mungkin akan dipenjara untuk lese majeste(Penghinaan
terhadap raja).
Mungkin ini
sudah sedikit terlambat tapi tanpa kusadari aku menjadi sedikit berkeringat
saat aku memikirkan tentang hal itu.
“Ini adalah
pedang yang sangat luar biasa... kamu dapat mengetahuinya hanya dengan
melihatnya kalau pedang ini adalah barang kelas atas.”
“Aku tahu.”
Fransisca-san
berkata padaku saat dia melihat pedang itu.
Dia pasti baru
selesai membeli pakaian seperti yang kukatakan, karena dia membawa sesuatu yang
terbungkus oleh kain di tangannya.
Di dunia ini,
kertas sangatlah berharga. Mereka memiliki cara untuk membuat kertas tapi cara
itu tidak terlalu stabil.
Karena di dunia
ini tidak terdapat mesin jadi kertas dibuat dengan tangan, dan produksinya
tidak dapat bertahan.
Itulah kenapa,
saat berbelanja jika seseorang membeli sesuatu benda yang kecil, maka dia akan
menerima benda itu begitu saja. Dan jika benda yang dibeli itu agak besar,
benda itu akan diberikan setelah dibungkus rapi dengan selembar kain.
“Ini adalah
sebuah pedang yang sangat langka. Setiap ahli pedang di dunia ini pasti
menginginkannya.” (Renji)
“Kelihatannya
pedang ini terbuat dari mithril, pedang ini pasti buatan seorang dwarf... aku
juga dapat merasakan sihir. Apa mungkin pedang ini diasah oleh seorang elf?”
(Fran)
“Yaah... aku belum pernah mendengar tentang
cara yang digunakan oleh elf yang mampu mempertajam mithril.”
Aku sedikit menyombongkan diriku.
“Jika
tidak ada label harga, itu berati mereka tidak berniat untuk menjualnya.”
Pada
kenyataannya pedang itu dibuat bersama oleh seorang dwarf dan elf yang terkenal
saling bermusuhan.
Jika mereka
mengetahui cerita dibalik pembuatan pedang itu, tidak mungkin ada harga yang
pantas untuk pedang itu.
Aku tersenyum
kecut saat Fransisca-san membicarakan pedang itu dengan tatapan berbinar-binar.
Dia pasti cukup
percaya diri dengan pengetahuannya jika dia dapat membahas tentang mithril dan
bahan sekelas itu.
--Aku pikir dia
memang benar-benar pandai dalam belajar.
Mungkin
sebaiknya aku mencoba berbicara dengannya tentang hal seperti itu kapan-kapan.
Sambil
memikirkan sesuatu seakan pedang itu tidak ada kaitannya denganku, aku membawa
pisau besi itu ke kasir.
[Apa, apa kamu
masih tertarik dengan pedang itu?]
“Yaah, mau
pedang mithril maupun pisau besi sama saja bagiku.” (Renji)
“Aku pikir itu
tidak benar. Mithril sangatlah ampuh melawan hantu dan undead(Zombie dan keluarga).
Menyamakannya dengan besi itu...” (Fran)
Fransisca
menanggapi apa yang ku katakan pada Ermenhilde.
Di dalam sakuku,
Ermenhilde mulai tertawa pada percakapan yang tidak padu ini.
“Benar juga. Aku
pikir pedang itu tidak setara dengan pedang besi.” (Renji)
Tapi keduanya
hanyalah senjata. Mereka takkan pernah mampu menggantikan rekanku Ermenhilde.
Aku meletakkan
pisau besi itu bersama dengan tenda dan berbagai benda lainnya di meja kasir
dan meletakkan dua puluh keping koin tembaga.
Ini benar-benar
akan melukai kantungku.
Penjaga toko
yang mengetahui tentang keadaan keuanganku, tersenyum kecut dan memberiku
beberapa tambahan daging kering secara gratis.
[Pahlawan macam
apa yang menerima sumbangan dari penduduk.]
“Terima kasih
banyak.”
Aku mendengar
sebuah kalimat filosofis dari dalam sakuku.
Kenapa medali
itu sangat menginginkanku untuk menjadi seorang pahlawan? Aku sangat tidak
menginginkan gelar seperti seorang ‘pahlawan’.
Saat aku
mengeluh, penjaga toko itu salah sangka dan menganggapnya sebagai keluhan
karena pengeluaranku yang besar jadi dia juga menambahkan beberapa biskuit
secara gratis.
Mataku lebih
terpaku pada koin yang diambil oleh si penjaga toko daripada pedang mithril
itu.
Aku merasa
seakan mendengar keluhan yang hanya bisa ku dengar tapi aku mengabaikannya.
Bagi seorang
manusia, untuk bertahan hidup uang jauh lebih penting daripada senjata.
Sambil membawa
barang yang cukup banyak di tanganku, aku mengeluh sekali lagi.
Mungkin
sebaiknya aku memang harus bekerja sedikit lebih keras untuk mendapatkan uang.
---
Saat kami pergi
dari toko itu, kami langsung menuju ke penginapan untuk meletakkan barang
bawaan kami. Tentu saja, membawanya terus ke mana-mana pasti akan sangat
merepotkan. Lalu kita juga memutuskan untuk beristirahat di sana.
Aku tidak
memesan susu tapi air putih yang bebas biaya. Adanya biaya tambahan akan
mempengaruhi makan malamku malam ini.
Aku merasa tidak
enak pada Fransisca-san tapi aku harus memintanya untuk membayar minumannya
sendiri.
[... Tidak dapat
diandalkan seperti biasanya.]
Diam.
Sambil merasa
kesal pada suara yang terdengar menikmati semua ini, aku meminum air di
gelasku.
Airnya agak
hangat.
Aku pikir memang
sedikit berlebihan untuk mengharapkan air dingin dari sebuah penginapan di desa
terpencil seperti ini.
Di ibukota
kerajaan atau kota yang agak besar, penyihir akan membuat es tapi tidak mungkin
ada penyihir yang tinggal di desa seperti ini.
Yaah, memang ada
satu di hadapanku tapi dia bukanlah pegawai penginapan.
“Besok, kita
akan meninggalkan desa ini.” (Renji)
“Baik.” (Fran)
Itu adalah
konfirmasi terakhir.
Aku sudah
menjelaskan semua hal lainnya sebelum kami pergi berbelanja.
Setelah
meninggalkan desa ini, kita akan berjalan menuju ke desa tetangga.
Kita takkan
menggunakan kereta untuk meningkatkan stamina dan ketahanannya dan juga untuk
memberinya pengalaman berpetualang.
Setelah memburu
seekor orc dia memang akan kembali ke akademi tapi saat ini dia adalah seorang
petualang.
Jadi, untuk saat
ini, aku berniat untuk mengajarinya layaknya seorang petualang pada umumnya.
Hal itu
seharusnya akan meningkatkan bayaranku dan dia sendiri juga setuju dengan hal
itu.
“Kalau begitu,
untuk kedepannya mohon bantuannya.” (Fran)
Sambil
mengatakan hal itu, dia menundukkan kepalanya.
Sebenarnya aku
akan mengalami masalah kalau kami bepergian menggunakan kereta jadi aku juga
merasa berterima kasih.
Tentu saja,
maksudku masalah adalah keuanganku.
Kereta hanya
digunakan oleh mereka yang memiliki dana berlebih. Dan juga mereka yang ingin
tetap aman selama perjalanan.
Pedagang dan
pebisnis biasanya yang menggunakan kereta. Mereka cukup sering meletakkan misi
pengawalan di guild jadi ada kalanya aku juga mengawal mereka.
Mereka cukup
kaya jadi mereka juga mempersiapkan makanan selama perjalanan, jadi itu
tidaklah terlalu buruk.
Yaah, terkadang
ada juga pedagang yang bersikap sok dekat dan ada juga yang berbisnis seputar
perbudakan juga.
“Tidak perlu khawatir.
Staminamu sangat kurang jadi hal ini akan menjadi latihan yang sangat bagus.”
(Renji)
“uu.”
Aku hanya dapat
tersenyum saat melihatnya tidak dapat berkata apa-apa.
Malahan, jarang
ada seorang pelajar yang pergi berpetualang. Karena mereka selalu belajar
sambil duduk di kursi mereka, wajar saja kalau mereka tidak memiliki stamina
yang kuat.
Sambil
memikirkan hal itu, aku melihat keluar jendela.
Aku melihat
seorang anak yang terlihat seperti seorang gelandangan.
Duduk di tepi
jalan, sepertinya dia duduk melamun sambil menunggu seseorang memberinya uang
atau makanan.
Ada banyak
sekali gelandangan di dunia ini.
Sebelum Dewa
Iblis dikalahkan, monster sering menyerang pemukiman penduduk, membakar rumah
dan membunuh penduduknya.
Karena itu,
bahkan setelah satu tahun berlalu, masih ada banyak gelandangan seperti
dirinya.
Di dunia ini
juga terdapat panti asuhan, tapi jumlahnya sangatlah terbatas.
Cukup banyak
dari rekan seperjuanganku yang sepertinya bekerja untuk mengubah keadaan ini
tapi kelihatannya masih belum berjalan lancar.
Malahan, konsep
kesejahteraan masyarakat tidak ada di dunia ini, jadi tidak mungkin mereka
dapat membuat perubahan yang signifikan hanya dalam satu tahun.
Bahkan jika
salah satu dari pahlawan yang menyelamatkan dunia ini yang menjalankannya.
Mereka yang
memiliki uang adalah para bangsawan. Untuk membuat mereka memahaminya, kami
masih belum cukup mampu untuk menjelaskannya dengan baik.
Bahkan pahlawan
pengemban cheat pembunuh Dewa tetaplah seorang manusia
biasa dalam urusan itu.
Yaah, tapi ada
juga seseorang yang menghasilkan banyak uang dengan memanfaatkan cheatnya itu yang
juga berusaha mengubah dunia.
Contohnya adalah
catur, atau shogi.
Dunia ini, yang
telah lupa akan cara untuk bersenang-senang karena ancaman dari para monster,
sangat menyukai permainan itu.
Sebagai sarana
hiburan, satu set dari permainan itu dijual untuk mendapatkan uang.
Aku pikir hal
itu tindakan yang cukup cerdas.
Andai saja aku
menjalani hidup dengan sedikit lebih bijak, apakah hidupku akan menjadi lebih
mudah?
Aku pikir
mungkin itu ada benarnya.
Entah karena aku
yang memang tidak mampu melakukan hal seperti itu atau apakah karena kekuatan cheat miliki mereka.
Yaah, aku pikir
mungkin alasan yang pertama.
Sambil
memikirkan hal itu, aku diberi sebuah koin emas.
“Ini untuk uang
muka imbalannya.” (Fran)
“M, terima
kasih.” (Renji)
Satu keping koin
emas. Setara dengan seratus keping koin tembaga. Ngomong-omong, seratus keping
koin emas setara dengan satu keping koin perak.
Aku rasa aku
belum pernah melihat koin perak dalam satu tahun ini. Malahan, tidak ada orang
yang membutuhkan pecahan uang sebesar itu dalam kehidupan sehari-hari.
Aku pikir sudah
cukup lama juga sejak terakhir kali aku melihat koin emas.
Ngomong-omong,
aku tahu kalau ada cukup banyak koin emas berada di dalam kantungnya.
Aku hanya
kebetulan melihatnya saat kami berbelanja. Aku sama sekali tidak memiliki
niatan buruk.
Aku pikir memang
apa boleh buat karena aku tidak sengaja melihatnya tapi, namanya juga bangsawan.
Dia sangat
ceroboh dan juga tidak waspada, aku pikir cepat atau lambat dia pasti akan
menjadi korban pencurian.
Dan juga,
mungkin ini agak sedikit terlambat untuk mengatakannya, tapi, aku pikir akan
jauh lebih baik kalau aku mendapatkannya sebelum kami mulai berbelanja.
Mungkin aku
dapat membuat persiapan yang sedikit lebih baik untuk perjalanan nanti.
Yaah, tapi kita
tetap harus bergantung pada daging kering.
Aku merasa
sangat ingin mengubah kenyataan itu.
Aku sudah
berulang kali berpikir hal seperti itu setelah datang ke dunia ini tapi
seseorang seperti diriku yang bahkan tidak dapat memasak takkan mampu melakukan
apapun dalam urusan ini.
[Haah.]
Aku penasaran
apakah keluhan itu ditujukan pada Fransiscaa-san yang sangat ceroboh atau pada
tindakan menyedihkan dari seorang pahlawan yang mengintip isi kantung orang
lain. Atau mungkin dia memikir hal bodoh lain.
... bagaimanapun
juga, hal itu pasti ada kaitannya denganku.
“Mulai besok
kita akan menempuh perjalanan dengan berjalan kaki. Jadi beristirahatlah yang
cukup untuk hari ini.” (Renji)
“Baik. Untuk
kedepannya mohon bantuannya, Renji-san.” (Fran)
Saat dia
mengatakannya dengan senyum lebar seperti itu, bahkan aku mulai merasa senang
dengan hal ini.
Itu pasti juga
semacam bakat.
[Kamu membuat
wajah menjijikkan itu lagi, sangat menyedihkan.]
“Setiap
laki-laki memang seperti itu.” (Renji)
Kami sangat
lemah pada senyuman dari seorang wanita cantik. Jadi apa boleh buat.
“Bagaimana
dengan tempat beristirahatmu malam ini?” (Renji)
“Aku juga sudah
menyewa kamar di penginapan ini.” (Fran)
Saat dia
mengatakan hal itu, aku menatap pada ibu pemilik penginapan dan dia tersenyum.
Yaah, dia juga
yang menjalankan penginapan ini. Jadi itu adalah keputusan yang cukup tepat.
“... aku bukan
orang yang biasa bangun pagi jadi...” (Fran)
Aku juga begitu.
Keputusanku
sepertinya memang sangat tepat.
Sepertinya kali
ini akan menjadi perjalanan yang menyenangkan.
[Mukamu,
mukamu.]
Oh diam kau.
--------------------------------------------------------
Prev - TOC - Next
--------------------------------------------------------
Prev - TOC - Next
--------------------------------------------------------
2 Comments
Mukamu mukamu .... wkwkkw
BalasHapusBookmark
yah... pedangnya ga dibeli balik
BalasHapusmdhan ketemu iblis/demon jadi tau sbrpa kuat si Renji ini
Posting Komentar