Saat kamu
berpikir tentang monster, kamu pasti akan terpikir tentang hutan.
Aku tidak tahu siapa yang memulainya, tapi
hal itu sepertinya adalah bagian dari pola pikir yang keliru dari dunia ini.
Ngomong-omong, kami juga berpikir seperti itu
saat pertama kali datang ke dunia ini. Sedikit jauh dari jalan raya terdapat
sebuah padang rumput dan lebih jauh lagi terdapat hutan lebat.
Di sana, kemungkinan bertemu dengan monster
sangat tinggi, adalah apa yang salah satu rekan kami yang merupakan jagoan
gamer katakan.
Tapi itu tidaklah benar.
Memang, di hutang memang terdapat monster.
Tapi sebenarnya, padang rumput dan tanah lapang itu jauh lebih merepotkan.
Khususnya, goblin yang gadis dengan rambut
berwarna madu itu cari.
Mereka hidup berkelompok. Mereka pasti takkan
berkeliaran sendirian. Setidaknya mereka akan bergerak dalam kelompok
beranggotakan tiga ekor tapi terkadang mereka juga bergerak dalam kelompok
beranggotakan sepuluh ekor.
Kalau di dalam gua, mereka dapat di atasi
tanpa risiko terkepung oleh mereka.
Tapi di tanah lapang dan padang rumput,
mereka akan mengepungmu secara berkelompok dan menyerangmu dari titik buta.
Apa gadis itu menyadari hal itu?
[Sifatmu tak pernah berubah.]
“Benar sekali... walaupun hal ini takkan
memberi keuntungan apapun bagiku.”
Karena aku tidak dapat membantahnya, aku
menyetujuinya.
Sudah berapa kali aku bekerja cuma-cuma
seperti ini.
Walaupun aku sedang mengalami masalah
keuangan, aku masih melakukan hal yang tidak menghasilkan apapun untukku.
Dan juga, rasanya agak berat saat semua orang
di sekitarmu menempatkan kepercayaan mereka padamu.
Tidak peduli apa yang orang katakan, memburu
monster adalah pekerjaan yang paling menguntungkan bagi seorang petualang.
Petualang yang tidak bertarung akan ditatap
dengan tatapan rendah.
Khususnya diriku, yang tidak pernah mengambil
pekerjaan lain selain mengumpulkan tanaman herbal yang jauh dari kata
berbahaya.
Tapi itu karena aku tetap dapat memenuhi
kebutuhanku hanya dengan itu.
Aku takkan berjalan mendekati bahaya.
Kalau tidak, aku takkan mampu bertahan hidup.
Khususnya diriku, yang merupakan orang terlemah dari kami bertiga belas.
[Haah]
Jangan mengeluh, aku juga akan menjadi sedih.
Peri penyelamat takkan datang, dan aku juga
tidak meminta tolong pada siapapun.
Jadi, aku takkan mendapatkan imbalan. Ini
hanya akan menjadi pekerjaan untukku.
Aku mengerti kalau kamu ingin mengeluh. Aku
mengerti tapi tolong maafkan aku.
Bukankah menyelamatkan orang lain adalah hal
yang mulia? Tapi aku tetap berharap agar aku dapat mendapatkan imbalan.
Kalau aku dapat menyelamatkan gadis cantik
itu, aku pikir aku akan mencoba memintanya.
Aku bukanlah seorang petapa suciSaint. Dan aku juga tidak dapat
hidup hanya dengan menghirup udara.
Aku membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hariku. Untuk makan, menyewa kamar di penginapan, dan juga untuk membeli
perlengkapan, aku membutuhkan uang.
...yang benar saja, kami sepenuhnya bekerja
secara cuma-cuma saat kami menjadi pahlawan.
Semua itu memang demi semua orang, tapi tidak
termasuk kami.
Itu adalah kenyataan yang membuatku sangat
sedih.
[Oi, Renji, di dekat kakimu.]
Tumben sekali. Si medali terkutuk Ermenhilde
berkata dengan nada ceria.
Seperti yang suara itu katakan, saat aku
melihat ke sekitar kakiku, aku melihat sebuah koin tembaga.
Di dunia ini, urutan nilai mata uangnya
adalah koin tembaga -> emas -> perak.
Biasanya kamu pasti akan berpikir kalau emas
lebih berharga, tapi emas tidak dapat dialiri dengan sihir dan juga cukup
berat.
Yaah, perak juga berat tapi perak dapat
dialiri dengan sihir dan juga ampuh untuk melawan hantu dan undead, dan dapat
menghilangkan kekuatan regenerasi mereka atau mengubah mereka menjadi abu.
Karena itu, di dunia ini, berbeda dari dunia
fantasi pada umumnya, nilai perak dan emas tertukar.
Hal itu membuatku berpikir kalau zirah emas
yang muncul di dunia fantasi pasti sangat berat.
Aku ingin mencoba memakainya sekali saja.
Walaupun aku pikir aku takkan mampu bergerak setelahnya.
Yaah, bagaimanapun juga, kesampingkan hal
itu, aku memungut koin tembaga itu dari tanah.
“Kerja bagus.”
[Dengan ini kamu akan dapat membeli dua
potong roti.]
Untuk sementara, masalah makan malamku
teratasi.
Ngomong-omong, satu keping koin tembaga dapat
membeli dua potong roti atau satu potong asinan.
Untuk makan siang di restoran yang sedikit
bagus, setidaknya kamu memerlukan dua puluh keping koin tembaga.
Fufun, sambil bersenandung, aku berjalan
melewat dataran dengan langkah ringan.
[...Ah, rasanya aku ingin menangis.]
“Memangnya kamu bisa menangis dengan tubuh
seperti itu?”
[Diam... hidup miskin seperti ini, sangat
menusuk hatiku.]
Sepertinya, dia merasa sedih.
Mungkin, karena kebanggaan diri yang sangat
tinggi, dia tidak dapat menerima kenyataan kalau dia merasa bahagia hanya karena
menemukan uang recehan di jalan.
Hal itu sudah sering terjadi jadi aku hanya
perlu mengabaikannya.
Bahkan setelah merasa sedih seperti itu, jika
dia merasa senang karena menemukan uang recehan, maka dia sudah tidak tertolong
lagi.
Dan juga, kenyataannya Ermenhilde
menemukannya lebih cepat dariku, jadi apa boleh buat.
Saat aku berjalan sambil menjentikkan koin
tembaga itu dengan ibu jariku, aku mendengar suara pelan benturan pedang.
“Sudah ku duga...”
Aku mengeluh.
Kenapa anak muda sangat suka melakukan hal
gila.
Saat aku menolehkan kepalaku, aku tidak dapat
melihat gadis itu. Yang terlihat adalah batu besar berukuran tidak meter yang
telah di beri tanda oleh penduduk desa.
Aku pikir dia akan pergi ke tempat yang
terkenal, dan sepertinya aku benar.
Mungkin, gadis itu berada di balik batu besar
itu.
Untuk memastikan kalau aku masih belum
terlalu terlambat, aku berjalan mendekati batu itu dan memutuskan untuk
mengintip dan melihat keadaan.
Hal pertama yang terlihat di pandanganku
adalah gadis dengan rambut berwarna madu yang baru saja aku temui tadi.
Beberapa bagian dari pakaiannya sobek, tapi
setidaknya dia masih baik-baik saja. Aku menghembuskan nafas lega.
Dan yang sedang di lawannya adalah monster
setinggi anak SD dengan kulit berwarna abu-abu, itu adalah sekelompok goblin.
Makhluk itu memegang pedang panjang, kapak
dan palu yang kemungkinan adalah hasil rampasan dari para petualang.
Makhluk itu memiliki hidung besar nan mancung
yang tidak sesuai dengan wajahnya dan juga telinga yang besar. Kalau kamu
menyatukan kedua telinga itu mungkin ukurannya akan setara dengan muka makhluk
itu, mungkin.
Menurutku goblin terlihat seperti makhluk
yang memiliki kebanggaan diri yang tinggi.
Tapi itu hanyalah pendapat pribadi yang ku
dapatkan setelah berulang kali bertarung melawang mereka.
Para goblin itu mengayunkan senjata mereka
dan perlahan mulai memojokkan gadis itu.
[Fumu. Jadi dia masih hidup.]
“Oh, kamu sudah kembali seperti biasanya?”
[Diam, akan ku bunuh kau.]
“Baik, baik.”
Sambil mengabaikan ancaman dan ejekan medali
itu, aku mengamati gadis itu yang sedang bertarung melawan sekelompok goblin.
Belum banyak waktu yang terlewat sejak
pertarungan itu dimulai.
Tadi gadis itu tidak memiliki senjata apapun
tapi saat ini dia memegang senjata yang kelihatannya cukup bagus.
Dia pasti pergi ke toko senjata setelah
berpisah denganku dan setelah itu langsung pergi berburu.
Mungkin, pertarungan itu sudah berlangsung
sekitar sepuluh menitan.
Tapi, gadis itu sudah mulai bernafas dengan
berat dan memegang pedang pendeknya dengan kedua tangannya.
Ada lima ekor goblin dan mereka semua
terlihat cukup tenang.
Itu karena mereka unggul dalam jumlah dan
juga kemampuan.
Jika mereka menyerang sambil mengepung
seseorang, bahkan seorang petualang kelas menengah dapat di kalahkan.
Mereka dapat dengan mudah mengalahkan
petualang pemula dalam sekejap. Tapi tanpa terburu-buru, mereka menunggu sampai
musuh mereka kehabisan tenaga dan berhenti bergerak.
Itu adalah bagian yang paling merepotkan dari
monster. Mereka memiliki kecerdasan untuk mengungguli musuh mereka.
Kali ini, mereka menggunakan perbedaan jumlah
mereka untuk melemahkan musuh mereka.
Karena berada di padang rumput terbuka, jika
mereka mengepung musuh mereka, mereka dapat menyerang dari titik buta dan
bahkan jika musuhnya mampu untuk menahannya, dia akan cepat kehabisan
konsentrasi dan juga daya tahannya.
Saat di dalam gua, terkadang mereka juga
memasang jebakan. Sergapan maupun lubang jatuh, dan lain sebagainya. Itu
menunjukkan seberapa cerdas mereka.
Khususnya monster berbentuk manusia memang
pasti seperti itu.
[Kelihatannya dia takkan mampu bertahan lebih
lama lagi.]
“Aku tahu.”
Dalam area pandangku, gadis itu terus tertekan.
Satu-satunya alasan kenapa mereka belum
membunuhnya adalah karena mereka sedang mempermainkannya.
Saat musuhnya hanyalah seorang diri dan hanya
seorang petualang pemula, tidak aneh kalau mereka menunjukkan sisi sadis
mereka.
Yaah, tapi berkat itu aku masih sempat untuk
mencapai tempat ini.
Aku tahu kalau itu adalah sebuah keajaiban
baginya untuk mampu bertahan melawan lima ekor goblin selama sepuluh menit.
Sambil memikirkan hal itu, aku mengeluarkan
medaliku dari dalam saku dan menggenggamnya dengan tangan kiriku.
“Pinjamkan aku kekuatanmu, Ermenhilde.”
[Baik, tuanku.]
Suasana muram tadi sudah sepenuhnya
menghilang.
Saat bertarung, dia selalu serius. Musuhnya
hanyalah kerocoan tapi hasilnya akan jauh berbeda antara saat melakukannya
dengan tenang dan dengan ceroboh.
Aku tahu kalau nyawa seseorang dapat lenyap
begitu saja hanya karena kesalahan kecil.
Di tangan kiriku, aku mulai merasakan rasa
hangat. Kekuatan sihir sumber dari kekuatan cheat milikku, Ermenhilde, menunjukkan
bentuknya.
Sebuah pisau, dan lima buah dagger( pisau lempar).
Tidak terdapat hiasan apapun. Ini hanyalah
senjata sederhana yang hanya ditujukan untuk bertarung.
Memastikan senjataku, aku memasukkan kembali
medali itu ke dalam sakuku.
Memegang pisau itu dengan tangan kiriku, aku
meletakkan kelima dagger di sabukku.
“Seriusan, selama aku memilikimu, aku tidak
perlu membeli senjata apapun.”
[Jangan lupakan kegunaanku, jangan pernah.]
“Aku tahu.”
Aku adalah seorang [Pembunuh Dewa] dan kamu
adalah [Senjata Pembunuh Dewa].
Aku takkan melupakan hal itu seumur hidupku.
Saat aku mengatakan hal itu, aku melompat
keluar dari bayangan batu dan melemparkan sebuah dagger.
Tanpa mampu menyadariku, dagger itu menembus
kepala salah satu goblin dan mati. Darah merah mewarnai rerumputan.
Mengeluarkan sebuah dagger lagi, aku sekali
lagi melemparkannya. Dagger itu membunuh goblin satunya. Dua ekor mati.
Satelah itu mereka akhirnya menyadari
keberadaan penyusup di mana dia adalah diriku dan segara meningkatkan
kewaspadaan mereka.
Aku melemparkan sebuah dagger lagi tapi di
tahan dengan pedang panjang goblin itu.
Aku ingin menghabisi semua goblin itu hanya
dengan dagger tapi... aku pikir itu lah.
Dunia tidak semudah itu.
“Ah.”
Aku mengabaikan gadis yang sedang
menghembuskan nafas lega.
Tiga ekor tersisa. Aku berada di posisi yang
kurang menguntungkan jika kita memperhitungkan jumlahnya.
Aku cukup percaya diri dengan kemampuanku,
tapi jika aku terkepung, aku pasti akan kalah.
Memindahkan pisau ke tangan kananku, aku
memegang sebuah dagger di tangan kiriku.
Gaya dua pedang. Tapi, sayangnya, aku
pengguna tangan kanan.
“Shaa!!”
Aku menghentikan serangan pedang panjang
goblin itu dengan daggerku.
Berhasil membelokkan serangan itu, tangan
kiriku mati rasa tapi aku mengayunkan pisau di tangan kananku dan memotong
leher goblin itu.
Ketajaman senjata yang dibuat oleh Ermenhilde
sangat luar biasa. Aku sama sekali tidak merasakan tahanan.
Cipratan darah menodai pakaianku dan juga mukaku.
Aku mengerutkan keningku karena hal yang tidak menyenangkan itu.
Saat aku menghabisi goblin itu, kedua goblin
lainnya menyerangku dari dua arah secara bersamaan.
Aku melemparkan dagger di tangan kiriku pada
salah satu dari mereka.
Karena tanganku sedang mati rasa, jangankan
mengenai sasaranku, mata pisaunya saja tidak berada di depan.
Tapi, itu berhasil menghentikan pergerakan
goblin itu untuk menahan dagger itu dengan senjatanya.
Dan serangan kerjasama mereka juga terganggu.
Dalam sesaat, aku menghadapi goblin lainnya
yang datang menyerangku.
Goblin itu mengangkat palunya ke atas tapi
sebelum makhluk itu dapat mengayunkannya, aku memotong gagangnya.
Goblin itu, yang memegang palu itu dengan
kedua tangannya, kehilangan keseimbangannya dan palu miliknya juga kehilangan
kegunaannya.
Mungkin makhluk itu tidak pernah membayangkan
kalau gagang besinya akan terpotong, goblin itu terlihat panik dan berhenti bergerak
di hadapanku.
Dalam sekejap, aku memotong lehernya.
Tinggal satu yang tersisa—saat aku berbalik,
goblin yang tersisa melarikan diri sekuat tenaga.
“Fuu.”
Aku menghembuskan nafas lega.
Entah bagaimana aku berhasil.
Aku membersihkan darah yang menempel di pipi
dan pakaianku.
Ini, apa nodanya akan hilang jika di aku
mencucinya?
Jika aku harus membeli pakaian baru, itu
berarti biaya tambahan.
[Bagus, bagus. Sepertinya kemampuanmu masih
belum berkarat.]
“Apanya.”
Aku hanya sedang beruntung.
Aku tidak tahu kenapa tapi medali ini selalu
salah sangka dan menganggapku sebagai seseorang yang sangat kuat.
Tolong jangan menganggapku seperti itu.
Hanya karena sama-sama mengemban julukan
Pembunuh Dewa seperti kedua belas orang lainnya tidak berarti kalau aku juga
sama kuatnya dengan mereka.
Tidak seperti mereka, aku tidak terlalu kuat.
Kekuatan fisikku hanya sedikit lebih kuat
dari penduduk dunia ini berkat kompensasi perpindahan dunia, tapi aku yakin
kalau aku pasti akan kalah melawan ahli pedang maupun penyihir kelas satu.
Bahkan untuk bertarung melawan goblin, mereka
dapat melakukannya jauh lebih baik dari ku.
Menghabisi dengan satu pukulan. Itu yang akan
mereka lakukan.
Jika dia adalah penyihir, maka dia hanya
membutuhkan satu serangan dari jarak jauh.
Orang-orang seperti merekalah para [Pembunuh
Dewa].
“Aku tidak terlalu hebat dalam bertarung.”
Saat aku mengatakan hal itu, aku berjalan
menuju gadis itu, yang merupakan tujuan utamaku kali ini.
Karena kejadian yang sangat tiba-tiba, dia
duduk di rerumputan sambil mengangkat wajahnya menatap terkejut padaku.
Sikap itu sangat manis.
[Kamu menyeringai lagi.]
“.....”
Aku ingin percaya kalau itu tidaklah benar.
Aku menyembunyikan mulutku dengan lengan
bajuku dan *Ahem* membersihkan tenggorokanku.
“Aku tidak tahu kenapa kamu sangat terpaku
dengan pembasmian monster tapi jika kamu terus memaksakan diri seperti ini kamu
pasti akan mati, tahu?”
Mati. Gadis itu terlihat takut saat mendengar
kata itu.
Mungkin, saat berada di guild, dia tidak
sedikitpun berpikir kemungkinan kalau dia akan mati.
Hal itu cukup umum bagi para pemula. Dan
juga, kenyataan kalau dia masih hidup membuatnya cukup beruntung.
Biasanya, tanpa pertolongan dari siapapun,
dia pasti akan dianiaya sampai mati oleh para goblin itu.
Aku memotong taring dari para goblin dengan
pisauku. Jika kamu menyerahkannya pada pihak guild, kamu akan mendapatkan
imbalan karena telah menghabisinya.
Bukan cuma goblin, setiap monster juga sama
seperti itu.
Biasanya kamu akan mengambil setiap bagian
yang berguna sebagai bahan maupun bagian yang takkan membusuk.
Untuk sesuatu sebesar naga, bahkan jika kamu
tidak menghabisinya, kamu dapat mendapatkan banyak uang hanya dengan menjual
sisiknya.
Yaah, imbalan untuk satu ekor goblin adalah
sekitar sepuluh keping koin tembaga, aku pikir.
Tapi, karena aku tidak menerima permintaan
secara resmi, mungkin imbalannya akan sedikit lebih rendah.
Ngomong-omong, membunuh monster memang
menghasilkan banyak uang tapi tidak baik untuk kesehatan jantung.
Aku tidak menyukainya.
“Jika kamu sudah mempelajari sesuatu, maka
pertama tingkatkan dulu kemampuan dan pengalamanmu dengan melakukan pekerjaan
yang diberikan oleh guild—mengerti?”
Sambil menaruh taring goblin itu ke dalam
kantungku dan berbalik... gadis itu sedang menangis.
Dia menangis sangat keras dan air mata dan
berbagai cairan lainnya bercucuran.
Aku terkejut dan segera memalingkan wajahku
karena gadis itu menunjukkan ekspresi yang tidak sesuai untuk orang dewasa.
[Kamu membuatnya menangis, kamu membuatnya
menangis.]
“Memangnya kamu ini bocah apa?”
Aku mengatakannya dengan pelan, aku memukul
medali di dalam sakuku.
Aku menggeledah perlengkapan para goblin
untuk mencari sesuatu yang berharga sambil menunggu gadis itu berhenti
menangis.
[...Itu namanya perampokan.]
Benar sekali, kalau musuhnya bukanlah monster
ini pasti disebut sebagai perampokan.
“Karena ini akan memberiku sedikit uang.”
[Hal ini membuatku ragu apakah kamu
benar-benar seorang pahlawan atau bukan.]
Pedang panjangnya patah, gagang palunya
terpotong, jadi kedua itu takkan terlalu berharga.
Tapi itu masih akan tetap memberiku sedikit
uang jadi aku memutuskan untuk tetap membawanya.
Kapaknya masih cukup bagus jadi seharusnya
harganya masih lumayan. Penemuan yang cukup bagus.
Ada peralatan seperti kain kulit dan
pelindung dada tapi... itu sangat bau jadi aku bingung apa yang harus ku
lakukan.
Apakah benda itu akan berguna jika aku membawanya?
Bahkan jika aku meninggalkannya di sini,
bangkai goblin itu pasti akan dimangsa oleh monster lain dan peralatannya akan
digunakan oleh goblin lain atau kobold yang memiliki kecerdasan.
Umm, saat aku sedang memikirkannya, aku
merasakan keberadaan di belakangku.
Saat aku berbalik, gadis itu sudah berdiri.
“Apa kamu sudah merasa baikan?” (Renji)
Pada pertanyaanku, gadis itu mengangguk.
Sepertinya dia masih merasa sedih. Yaah, hal
itu memang wajar jadi apa boleh buat.
Justru yang aneh adalah jika ada seseorang
yang dapat cepat pulih setelah mengalami hal seperti itu.
“Kalau begitu, ayo segera kembali ke desa.
Aku akan mengantarmu.”
Memanggul kapak itu, aku memegang pedang dan
palu dengan tanganku yang satunya.
Aku memutuskan untuk meninggalkan perlengkapannya.
Seharusnya aku dapat mendapatkan cukup uang hanya dari senjatanya saja.
Aku juga tidak dapat membiarkan gadis ini
mencium bau busuk seperti itu.
Senjata, dan empat buah taring goblin di
dalam kantungku.
Aku akan dapat hidup tenang untuk dua hari
dengan semua itu. Langkah kakiku menjadi jauh lebih ringan saat aku menyadari
hal itu.
Walaupun tujuanku seharusnya adalah untuk
menyelamatkan gadis ini tapi aku juga tidak berpikir kalau tujuanku berubah.
[...Menyedihkan.]
“Itu menjadi kalimat kesukaanmu dalam satu
tahun belakangan kan, kata itu?”
“?”
Saat gadis itu menatapku dengan tatapan
bingung karena aku berbicara sendiri, aku menjawabnya dengan berkata tidak ada
apa-apa.
Tanpa disengaja aku mengatakannya dengan
keras.
Aku sama sekali tidak dapat menahannya.
Aku pikir, adalah sesuatu yang normal untuk
menjawab saat seseorang berbicara padamu.
2 Comments
ga terlalu OP MC nya..... T_T
BalasHapusterima kasih atas translate dan publikasinya, sangat menyenangkan membacanya
BalasHapusPosting Komentar