RAKUDAI KISHI NO EIYUUTAN
JILID 1 EPILOG
JANJI SINAR BULAN

Ikki terbangun dengan cahaya yang menyebar di atas kelopak matanya yang terlihat kabur, dan dia membuka kelopak matanya tanpa kesulitan. Langit-langit dengan cahaya redup yang tidak dia kenal melayang masuk ke dalam matanya.
'Aku ada di bangsal rumah sakit?
Dugaannya tepat sekali. Ikki pingsan setelah pertandingan, dan luka-luka beratnya segera dirawat dengan kapsul. Lalu dia dibawa ke rumah sakit dan diletakkan di atas ranjang. Mengangkat kepalanya, Ikki melihat ke luar jendela. Bulan purnama menandakan dia telah tidur berjam-jam.
Aku rasa karena aku terlalu memaksakan diri.
Tetapi sudah tidak ada rasa sakit di tubuhnya, jadi luka-lukanya telah sembuh sepenuhnya. Meskipun telah dihajar dengan keras, luka-luka setingkat itu tidak akan membekas jika sebuah kapsul digunakan untuk merawatnya. Tetapi, kelelahan dari keletihan akan tetap ada.
"…*zzz*."
"Hmm?"
Yang membuat dia terkejut, Ikki mendengar suara yang akrab di telinganya di suatu tempat di dalam kegelapan ini. Apa itu? Dia mengangkat tubuhnya yang masih terasa berat.
"Stella…."
Dia tertidur di bangku di sebelah kasur. Dalam ingatannya tepat sebelum benar-benar kehilangan kesadaran, dia diangkat ke atas tandu, dan di sana ada sosok seorang gadis yang memanggilnya ketika dia dibawa.
…Apa dia terus bersamaku sejak itu?
Memikirkan itu, Ikki merasakan tekanan yang manis menggenggam dadanya.
"Ah."
Ketika dia melihat dari dekat, dia melihat sedikit air liur menggantung dari bibir Stella karena dia tertidur. Tampaknya bahkan seorang putri tidak punya pertahanan ketika tertidur, tetapi mungkin ini sesuatu yang dia tidak mau dilihat orang lain. Ikki meraba kantongnya, mengambil sapu tangan, dan dengan lembut melap air liur yang tergantung sambil berhati-hati agar tidak mengganggunya. Tetapi―
"Nn…uu, …fuaa."
Apa dia tidur tidak terlalu lelap? Stella membuka matanya pada saat sapu tangan tersebut menyentuh bibirnya.
"Maaf. Aku rasa aku membangunkanmu?"
"Ikki…?"
Stella masih belum sadar sepenuhnya dan bergerak seperti melamun, tetapi perlahan matanya terfokus pada sapu tangan yang basah oleh air liurnya. *Puf!* Mukanya menjadi merah dan dia mengambil sapu tangan dari tangan Ikki.
"Apa kamu melihat sesuatu?"
Ikki terkejap mendengar pertanyaan yang menusuknya dengan galak.
"A-Aku tidak melihat apa-apa."
"Kamu bohong."
"…Ya. Maaf."
"Ooh―!"
Dengan patuh dia menjawab, dan muka Stella menjadi semakin ungu seperti terong, mulutnya bergertak maju mundur.
"Kamu yang terburuk! Bangun pada saat seperti ini! Ini terlalu memalukan!"
"…Sulit sekali menjawab kritik seperti itu."
"Berisik, idiot! Aku akan membeli sapu tangan lain untuk mengembalikannya nanti!"
"Eh? Tidak perlu. Jangan khawatir."
"Aku harus khawatir mengenai itu, tahu!"
"Ah, oke. Mohon maafkan aku."
Ikki harus mundur ketika Stella menggeram dan menunjukkan taringnya, tetapi ketika pembicaraan berhenti, *grrrrr grrrrrr*, suara lucu datang dari perut Stella dan bergema di bangsal rumah sakit yang sunyi.
"Tidaaaaaaak! Apa lagi sekarang!?"
"Stella, tenang. Mungkin tidak ada orang lain di sini, tetapi ini tetap kamar rumah sakit."
"Dilihat seperti ini pada saat kamu bangun, itu akan membuatmu mau menangis juga! Semuanya sepenuhnya salahmu! Apa ini, kamu!? Mendengarku membuat suara lapar seperti bukan apa-apa! Idiot, idiot!"
Stella memukul Ikki berulang-ulang dengan kepalan tangannya, tetapi dia tidak bisa protes kepada Stella yang tetap di sisinya cukup lama sampai tidak makan. Ikki menundukkan kepalanya mendengar teguran Stella.
"…Aku sungguh-sungguh minta maaf. Aku hanya menunjukkan padamu hal yang payah, dan membuatmu cemas."
"Aku tidak cemas sama sekali! Luka-luka seperti itu seperti garukan setelah tertidur di dalam kapsul…!"
"Tetapi kamu bersamaku selama ini, ‘kan?"
Meletakkan pandangannya ke atas perut yang beberapa saat lalu bersuara, Stella dengan canggung mengalihkan mukanya.
"A-Apa boleh buat, kamu tahu! Apa kamu lupa? Aku pelayanmu, dan sudah sewajarnya bagi seorang pelayan untuk menjaga tuannya yang sakit. Itu bukan sesuatu yang perlu kamu ucapkan terima kasih!"
"Tidak, aku mau mengatakannya. Kalau kamu tidak ada di sana hari ini, keadaannya akan benar-benar berbahaya."
Ketika dia hampir menyerah, Stella berteriak mengatakan dia menyukai seseorang yang begitu tidak memiliki kemampuan, dan itu sebabnya Ikki tidak meninggalkan harapannya sementara banyak orang lain memanggilnya tidak bernilai. Bahkan dalam kegetirannya, dia mengingat kata-kata cinta tersebut, dan sekarang Ikki harus menyampaikan sesuatu tanpa peduli apapun.
"Hey. Stella."
"Aku bilang aku tidak perlu terima kasih―"
Tidak. Apa yang mau dia sampaikan bukan terima kasih.

"Aku juga―menyukaimu."

Menghadapi wanita yang mengatakan dia menyukai caranya hidup, Ikki mengatakan perasaannya yang sesungguhnya, dan semua ekspresi hilang dari muka Stella terhadap pernyataan yang mendadak. Karena terlalu mendadak, pada awalnya dia tidak paham, tetapi pemahaman perlahan mengisi otaknya.
"Hyau…!"
Stella berteriak, terjatuh dari bangku, dan mendarat di punggungnya.
"Apa, apa kamu baik-baik saja Stella!?"
"Id-, i-i-idiot! A-Apa kamu tahu apa yang baru saja kamu katakan padaku!?"
"Ya, aku tahu. Aku menyukaimu, Stella."
Entah apakah Ikki sudah mempersiapkan diri sebelumnya, kata-katanya tidak memiliki keraguan. Tetapi Stella, yang tidak mengharapkan pengumuman seperti ini, mukanya merah tidak bisa dibandingkan dengan beberapa saat lalu, dan hanya bergumam tanpa bisa dipahami.
"Me-Membiarkanmu mengatakan itu, tetapi, i-itu!? Ah, itu dia, cara Ikki hidup, kemauannya, sesuatu seperti itu, aku bilang aku menyukai itu, tahu!? Bu-Bukan tentang dirimu sendiri, yang… sebagai la-la-laki-laki, apakah aku menyukaimu, aku tidak mengatakan soal itu, tahu!? Intinya adalah aku adalah putri dari negara lain, dan kasih sayang dari orang biasa, hal seperti itu, i-itu mustahil!"
Ikki mengangguk.
"Ya, aku juga tahu itu. Aku orang tak berakar yang bahkan tidak bisa pulang ke rumahnya, dan kamu punya keadaanmu sendiri, posisi, dan sebagainya. Kata-kata dari mulutku tidak bisa menjadi sesuatu yang lebih. Tetapi hari ini, aku tidak bisa menyimpannya di dalam diriku juga."
Rasa manis ini, menyembunyikannya terlalu sulit.
"Kalau aku tidak memberitahumu ini sekarang, aku tidak akan bisa melakukannya nanti, jadi… aku mau kamu tahu bahwa bertemu denganmu telah membuatku benar-benar bahagia. Tentu saja, kamu tidak perlu menjawab."
Dia tahu dia akan ditolak, tetapi kepahitan itu lebih baik dari pada tidak menyampaikan rasa terima kasihnya yang teramat sangat, dan itu sebabnya Ikki menawarkan perasaannya seperti ini. Tetapi―
"…Curang."
Dia menatap Stella yang mengembangkan pipinya.
"Curang?"
"…Hanya kamu yang jujur, itu curang."
Ikki tidak paham apa yang Stella maksud. Dia hanya memiliki firasat kemarahan Stella luar biasa terusik. Seperti yang dia duga, Stella mungkin kesal mendengar pernyataan oleh seseorang yang bahkan lebih rendah dari orang biasa. Dia sungguh terlihat kesal.
"Tutup matamu sebentar."
Dia akan memukulku!?
"Ah,hmm, maaf Stella. Kalau aku membuatmu tidak nyaman―"
"Aku bilang tutup matamu!"
"Ba-Baik!"
Ada saatnya suara Stella mengeluarkan kekuatan yang memaksa dan serius. Mungkin itu kemampuan milik keluarga kekaisaran? Ikki menutup matanya sambil membuat suara gugup, dan setelah terdiam beberapa saat―

*cup*


―dia merasakan sensasi lembut dan lembab di pipinya.
Eh…?
Ikki membuka matanya terkejut, dan perempuan yang dia lihat, pipinya merah seperti apel merah cerah.
"S-Stella… baru saja…."
Dia tidak menyelesaikan pertanyaannya. Meskipun dia lamban, Ikki paham bahwa Stella telah menciumnya. Tetapi karena Ikki tidak berharap Stella melakukan hal seperti itu, dia hanya bisa melihatnya tercengang dalam diam. Mata Stella menjadi lembab melihat reaksi Ikki.
"Ja-Jangan salah paham. Baru saja, pelayan atau tuan, putri atau orang biasa… semua itu tidak ada hubungannya. Aku melakukannya karena aku mau melakukan itu. A-Aku bilang padamu sekarang, bahkan kalau kamu memberiku perintah, aku sudah pasti tidak melakukan sesuatu seperti ini…."
"…Dengan kata lain, kamu mengatakan ini tidak apa-apa?"
Stella menyembunyikan mata lembabnya dari pertanyaan itu, sementara pipinya menjadi semakin merah karena malu. Sedikit, sangat sedikit―tetapi dia jelas-jelas mengangguk.
"…Ta-Tapi, kamu tahu? Itu… karena aku tidak pernah bersosialisasi dengan laki-laki sebelumnya, kamu mungkin akan benar-benar kecewa."
"Ti-Tidak! Lagipula, aku belum pernah melakukan sesuatu seperti bersosialisasi dengan perempuan juga."
Ikki belum pernah memiliki hubungan seperti ini sebelumnya. Ciuman pertamanya… yah, sudah dicuri oleh adik perempuannya beberapa waktu lalu, tetapi pengalaman dengan lawan jenis bisa dibilang tidak ada, dan dia mengakuinya dengan jujur.
"Kalau begitu aku kekasih pertama Ikki?"
"I-Iya."
"Benarkah? …Ehehe. Entah kenapa, aku senang…."
Stella menyipitkan matanya karena bahagia, dan menenangkan pipinya. Ikki tidak bisa menahan dirinya melihat itu.
"Maaf. Sekarang, kamu terlalu lucu dan aku tidak bisa menahannya."
"Kyaa!?"
Tanpa menunggu Stella menyelesaikan kata-katanya, Ikki menarik tubuhnya, dan menggenggamnya erat.
"Terima kasih, aku sangat bahagia."
"…Uhh, aku hanya membiarkanmu selancang ini hari ini, tahu? Kalau kamu tidak lembut dari sekarang, aku akan menggigitmu, oke?"
Menghela napas takjub, Stella juga perlahan meletakkan kedua tangannya melingkari punggung Ikki dan menerima pelukannya. Tubuh Stella hangat, lembut… tetapi dia merasa sebuah api yang kuat membara di dalamnya. Rasa panas yang luar biasa manis.
Dan… untuk alasan itu―
"Hey, Stella."
"…Apa?"
"Tadi, kamu bilang kalau kamu bersamaku kamu mau mengikutiku ke manapun aku pergi, kan?"
"Ya."
"Aku juga. Kalau denganmu, aku merasa aku bisa menjadi cukup kuat untuk pergi ke manapun."
Jadi―
"Jadi mari kita pergi bersama, kita berdua, setinggi mungkin yang bisa dicapai seorang ksatria."
Dan―

"Dan untuk pertandingan terakhir di puncak tersebut―aku mau melawanmu."

Sedikit memisahkan dirinya dari Stella, Ikki mengumumkan itu sambil memandang mata Stella. Berjalan bersama, saling mendorong maju, menghadapi satu sama lain sekali lagi. Awalnya, pupil Stella yang merah terbuka lebar terkejut, tetapi sebuah api perlahan mulai bergoyang di sana, bersinar dengan semangat bertarung yang kuat.
"…Aku juga mengharapkan hal yang sama, tahu. Karena berikutnya, aku pasti tidak akan kalah."
Apa yang Ikki inginkan, Stella juga menginginkannya dari dalam hatinya. Dia menyukai Ikki lebih dari siapapun. Dia menghormati Ikki lebih dari siapapun. Untuk alasan itu, dia mau melawan ksatria ini sekali lagi. Seperti Ikki, dia adalah seseorang yang mau meraih titik tertinggi. Ada satu puncak, dan dia tidak mempunyai niat menyerahkannya. Mereka berdua, di tengah kesunyian yang begitu kuat sampai membuat telinga sakit, berjanji kepada bulan yang bersinar. Mulai sekarang, mereka mungkin akan menghadapi banyak pertarungan dengan lawan-lawan tangguh yang belum pernah mereka lihat.
Tetapi agar tidak kalah kepada siapapun―
Dan bertemu rival tertinggi dan paling dicintai di arena bertarung di mana Seven Stars Sword King dinobatkan―

"Janji."