Pada
penghujung bulan September, Sabtu sore, sepulang sekolah.
Di
dalam hutan sekitar lima menit dari jalan yang menghubungkan bangunan SMA dan
bangunan SMP, aku sedang memegangi sekop, berselimut lumpur, mencoba membuat
sebuah jebakan.
Kedalaman
lubang ini lebih tinggi dibanding tinggi orang.
Ini
sudah jebakan ketiga yang aku gali, maka dari itu ini jadi lumayan mudah.
Jika
kau menghitungkan juga jebakan yang sudah digali dan diisi jebakan, ini sudah
yang kelima. Setelah menggali begitu banyak jebakan, kurang lebih kau akan
menjadi mahir dalam hal tersebut.
Saat
aku merasa sudah cukup, aku menancapkan tombak-tombak yang aku sudah siapkan ke
dalam jebakan. Tombaknya adalah sebuah bambu yang sudah kupotong dan
diruncingkan sehingga menjadi tombak sederhana. Aku memposisikan bagian
tajamnya menghadap atas dan menusuknya ke dalam lubang. Satu per satu. Dengan
keras, satu per satu.
Aku
menarik tali yang diikatkan ke pohon terdekat dan memanjat keluar dari lubang.
Lalu secara hati-hati menutupi jebakan dengan dedaunan, sebagai penyembunyinya.
Aku
harus lebih gesit, tidak ada banyak waktu yang tersisa.
Pemuda
itu datang.
Aku
mengelap keringat dari dahiku. Sekarang pukul 2.30 sore.
Untuk
pemuda itu, aku bahkan meninggalkan jejak. Aku meninggalkan sebuah pesan untuk
menuntunnya ke tempat ini.
Aku
tebak pemuda itu barangkali tidak
menyadari bahwa itu adalah 「message」(Pesan
yang sebenarnya.). Dia mungkin akan berpikir bahwa itu adalah kesalahan yang
tidak sengaja aku buat dan berpikir bahwa aku menyembunyikan sesuatu yang
berharga di sini.
Dan
karena barang berharga itu, adalah alasan mengapa aku datang ke tempat ini
setiap hari—— dia mungkin akan berpikir seperti itu.
Dia
pasti berpikir bahwa akhir-akhir ini aku menghilang segera setelah sekolah
berakhir adalah karena aku datang ke sini.
Dari
sudut pandang tertentu, cara berpikir seperti itu tidak lah salah. Karena aku
sudah menggali banyak lubang di sini.
Jebakan
pertama, karena aku merasa tidak puas dengan jebakan ini, maka dari itu aku
menguburnya.
Jebakan
kedua, meskipun lumayan, tapi aku berpikir ini bisa lebih baik lagi, maka dari
itu aku mengubur juga jebakannya. Karena apa yang akan kulakukan tidak boleh
gagal.
Aku
akan membunuh seseorang.
Aku
akan membuat pemuda itu jatuh ke dalam jebakan dan membunuhnya.
Hanya
menaruh tombak kayu mungkin tidak akan bisa membunuhnya, maka dari itu aku
memiliki beberapa kontainer plastik tersembunyi di bawah sebuah pohon terdekat
dan semua terisi dengan bensin.
Aku
berniat menunggu pemuda
itu jatuh ke dalam jebakan dan kemudian menuangkan bensin dari atas, sebelum
memasukkan sebuah obor.
Jika
pemuda itu begitu beruntung atau mungkin itu tidak cukup untuk membuatnya mati.
Maka
dari itu aku menyiapkan sebuah tombak bambu yang panjangnya sampai lima meter.
Aku memotong bambunya secara diagonal, lalu mengupas bagian yang dipotong
supaya lebih tajam, aku akan menggunakan tombak bambu ini dan menusuk dia dari
atas. Tanpa berhenti, sampai dirinya tidak bergerak lagi.
Dengan
begini semuanya akan berakhir dan balas dendam selesai di sini.
Lalu
apa yang akan kulakukan? Aku tidak terlalu peduli dengan hal itu.
Jika
ini berlanjut, aku pasti akan dibunuh oleh pemuda itu suatu saat.
Aku
akan diperolok olehnya sampai aku mati dan aku juga akan dibuang dari
masyarakat.
Pemuda
itu sangat kuat dan tentu saja kekuatan pergelangan tangannya sangat kuat, tapi
tidak hanya itu.
Kedua
orangtua pemuda itu merupakan orang yang berpengaruh yang mendanai sekolah.
Kedengaran
seperti alur dalam sebuah manga, tapi itu benar-benar apa yang terjadi di dunia
nyata.
Apa
yang sudah siswa ini lakukan, bahkan guru sekolah pun tidak berani melawannya.
Benar-benar ada orang seperti itu di sekolah kami.
Dan
aku menjadi target orang busuk ini.
Sekolah
ini menerapkan sistem seluruh kegiatan sekolah di bangunan asrama dan sekolah
itu sendiri terletak di sebuah gunung.
Sebuah
komunitas desa yang tertutup dan kepala desa memperhatikanku.
Pemuda
itu memperolokku demi meningkatkan kualitas hidupnya.
Selamanya
aku akan diperolok sampai mati.
Karena
itu akan terjadi, aku hanya bisa membunuhnya sebelum dibunuh, benar bukan?
Aku
menahan napasku dan menunggu dengan sabar.
Aku
tidak tahu apakah karena aku curiga, tapi suara kicauan burung-burung yang
berisik, serangga-serangga, tidak ada hari ini. Hutan dalam kondisi sunyi.
Sebentar
lagi, pemuda itu datang sesegera mungkin.
Aku
mendengar langkah kaki.
Itu
adalah suara seseorang menginjak daun yang gugur, itu adalah suara langkah kaki
pemuda itu yang datang ke sini.
Aku
sangat gugup dan dengan lembut menahan tanganku yang gemetaran. Keringatku
menggulung turun ke pipiku.
Meski
ini sudah penghujung bulan September, namun gunung tidak seharusnya sepanas
ini. Aku tidak tahu apakah itu karena aku melakukan beberapa latihan barusan,
tapi aku berkeringat, dan bahkan sekarang aku masih berkeringat.
Tidak,
itu pasti karena aku gugup.
Tapi
mau bagaimana lagi. Tentu saja aku gugup, lagipula aku hendak membunuh seseorang
dan tanganku juga kaki semuanya gemetaran. Sekali aku berpikir tentang itu, aku
tidak bisa menahan —— menunjukan senyum licikku.
Aku
bisa membunuh pemuda itu. Hanya dengan berpikir itu, aku cukup bahagia
berlinang air mata.
Karena
pemuda itu——
Mendadak,
tubuhku bergetar. Aku dengan cepat menaruh tanganku di atas daun yang
berguguran.
Saat
aku menyadarinya, aku mulai khawatir jika suara itu baru saja terdengar oleh
pemuda itu?
Tidak,
ini——
Pohon
tempat aku bersandar juga bergetar. Hanya melihat cabang-cabang pohon dan
dedaunan bergetar.
Ini
gempa bumi. Dan sangat besar.
Ada
sebuah gelombang kejut yang bergema dari daerah perutku. Itu adalah getaran
hebat, tapi setelahnya itu berhenti.
Getarannya
berhenti. Kelihatannya tidak ada pohon yang tumbang tidak pula tanah longsor.
Aku bernapas lega.
Jebakannya
juga baik-baik saja, itu bagus. Tapi ada sebuah masalah.
「Ini
gempa bumi!」
Aku
mendengar suara pemuda itu dan suara mengecapkan bibir. (Semacam suara menekan
lidah dan bersuara tsu!)
Ini
tidak bagus—— Mau bagaimana lagi, aku berpikir.
Jika
pemuda itu mengubah pikirannya, maka apa yang sudah aku siapkan tidak akan
mereka——
Suara
langkah kaki malah semakin lama semakin menjauh.
Seseorang
yang mengecapkan bibirnya adalah aku. Aku menggigit bibirku dan mengepalkan
tinju.
Tidak,
ini belum berakhir.
Pemuda
itu mungkin hanya khawatir bahwa tanah longsor akan terjadi atau semacamnya.
Mungkin
dia akan kembali beberapa saat lagi.
Aku
dengan diam berdoa dan menunggu dengan sabar.
Aku
tidak tahu sudah berapa menit yang berlalu.
Aku
merasa sudah lama waktu berlalu, tapi mungkin baru sekitar sepuluh menit atau
lebih.
Suara
langkah kaki mulai mendekat kembali.
Itu
bagus, aku mengepalkan tinjuku erat-erat, ingin membuat gaya kemenangan.
Pemuda
itu kembali lagi. Kali ini dia pasti berjalan melewati itu.
Langkah
kaki semakin mendekat. Apa yang terjadi? Suara langkah kaki terdengar lebih
berat dari sebelumnya.
Aku
rasa, mungkin karena aku terlalu memikirkannya. Aku menggoyangkan kepalaku dan
fokus.
Aku
merasa bahwa bahkan napas pemuda itu jadi lebih berisik. Suara "Fuuhi...
Fuuhi...." saat menarik napas mirip seperti seekor babi.
Apa
yang sebenarnya terjadi, apakah pemuda itu kelelahan?
Sunggh
laki-laki yang tidak berguna. Biasanya terlihat arogan tapi pada akhrnya dia
hanya sebatas ini.
Aku
tersenyum sinis. Sepertinya
ini akan jadi hal bagus.
Jika
dia sudah kelelahan, maka kewaspadaannya mulai melemah.
Langkah
kakinya juga menjadi lebih tidak beraturan.
Lihat
saja.
Dan
jatuh.
Sebuah
jeritan melengking keluar.
Aku
bergegas keluar dari balik batang pepohonan dan membawa kontainer plastik
sambil dengan gagahnya menuju jebakan. Bahkan tanpa melihat situasi di dalam
jebakan, aku menuangkan cairan yang ada di dalam kontainer.
Bensin
mengalir ke dalam jebakan dengan suara doshi doshi. Terus mengalir, membuat
seseorang merasa ini seperti berlebihan.
Selanjutnya
adalah bunga api. Aku menggunakan pemantik api untuk membakar selembar confetti
(Kertas kecil-kecil yang biasa digunakan saat sulap) dan melemparkan ke dalam
jebakan.
Suara
teriakan bergema ke telinga.
Itu
adalah perjuangan terakhir pemuda tersebut, itu membuatku merasa tenang.
Aku
mengambil tombak bambu dan menusuknya ke dalam jebakan, memberikan pemuda itu
pukulan fatal.
Sensasi
tombak menusuk daging dikirimkan melalui telapak tangan. Jadi perut manusia
selembut itu, ini jauh dari apa yang kubayangkan.
Aku
menutup mataku dan secara terus-menerus menusuk tombak bambu ke bawah.
Akhirnya,
perlawanan berhenti.
Aku
dengan takut membuka mataku dan melihat ke dalam jebakan.
Mayat
pemuda itu——
Tidak
ada di dalam jebakan.
Apa
yang menggantikannya adalah makhluk gendut seperti babi dan menggunakan dua
kaki untuk berjalan, berlumuran darah dan mati di dalam sana.
Itu
adalah makhluk gendut dengan kulit coklat kemerahan.
Dan
darah yang mengalir keluar berwarna biru. Hanya melihatnya dilumuri sepenuhnya
dalam darah berwarna biru.
「Ha?」
Mau
bagaimana lagi selain membuat suara kebingunga seperti orang bodoh.
Aku
melepaskan tombak bambu di tanganku.
Pada
saat itu babi gendut berbentuk manusia itu mengeluarkan suara lain seperti
suara bengek.
Tubuh
babi berbentuk manusia itu perlahan mulai mengabur. Tidak, tubuhnya menghilang
seperti asap.
Aku
berkedip.
Baru
saja aku tersentak diam atas semua ini, tubuh babi berbentuk manusia itu menghilang seluruhnya.
Suara
musik terompet pembukaan berdering di telingaku.
「Kau
naik level!」
Aku
mendengar suara netral mengatakan itu dan pandanganku menjadi putih seluruhnya.
4 Comments
njirr kau naik lepel :V
BalasHapussayang gak ada prolognya, jadi sy agak bingung awalnya gmn
BalasHapusdih mc nya sadiiiss...
BalasHapuspas akhir..
eeehh *terkejut
Mungkinkah MC tidak sadar bahwa dia telah berada di suatu game atau isekai? Ohh.. mungkin gempa bumi tadi sebagai pertanda pemindahannya, kali ya :v
BalasHapusPosting Komentar