Chapter
1: Suatu hari,
bahkan Zaimokuza Yoshiteru akan
menemukan pekerjaan sederhana yang bisa dilakukannya, mungkin.
Seperti yang semua orang tahu, di
Chiba jarang turun salju saat musim dingin. Tentu saja, itu tidak berarti
udaranya tidak dingin karena sebenarnya disini sangat dingin, namanya juga
musim dingin. Aku bahkan bisa mengatakan kalau dinginnya udara Chiba jauh
melampaui dinginnya udara di berbagai daratan musim dingin lainnya di seluruh
belahan dunia.
Tentu saja, aku sendiri juga tidak
begitu tahu karena aku belum pernah menghabiskan waktu sekitar akhir januari
dan awal februari selain di Chiba.
Satu-satunya perbandingan yang
bisa kugunakan hanyalah nilai yang tertera pada thermometer dan laporan cuaca
tentang suhu udara, tapi bagaimanapun juga, aku takkan pernah mengetahui
seberapa dinginnya sesuatu sebelum aku merasakannya sendiri.
Di sisi lain, sebenarnya nilai
yang tertera di thermometer tidak selalu menunjukan seberapa dingin udara di
Chiba.
Di dunia ini, ada sesuatu yang
disebut heat index.
Saat kamu mengalami sesuatu,
resapi, pahami, dan untuk pertama kalinya, kamu akan benar-benar bisa merasakannya.
Contohnya, saat ini, aku bisa
merasakan adanya perbedaan antara nilai di thermometer dengan heat index
milikku.
Alasannya adalah karena adanya
sesosok makhluk dihadapanku.
Keringat bercucuran dari seluruh
tubuhnya meskipun sekarang ini sedang di tengah musim dingin, mulutnya berisik,
dan dia sedang mengelap keringat di dahinya dengan punggung tangannya yang
dilapisi sarung tangan tanpa jari.
“...Mu.”
Lalu dia mengeluh dengan nada
berat, sosok itu – Zaimokuza Yoshiteru – menundukkan kepalanya. Saat dia
melakukannya, dia membenamkan wajahnya di jaket yang sepertinya sangat
dibanggakannya itu sehingga dia terlihat seperti patung selamat datang. Sepertinya
dia bisa saja tanpa sengaja diletakan di depan pintu masuk suatu apartemen
kelas atas di area sekitar Musashi Kosugi.
Hanya dengan satu keluhannya itu,
Zaimokuza menjadi diam dan ruang klub sukarelawan kembali menjadi zona tanpa
suara.
Selain Zaimokuza dan diriku, ada
beberpa orang lain yang juga berada di ruang klub, tapi semuanya sedang sibuk
dengan urusannya masing-masing: ada yang sedang membaca buku sambil satu tangannya
memegang cangkir, ada yang sedang bermain HP sambil memakan kue, dan ada juga
yang sedang merapikan poninya sambil menatap cermin.
“...Muuuuun.” Zaimokuza mengerang
lagi sambil menatap langit langit. Kali ini, suaranya lemah berbeda dari yang
tadi. Tapi, meskipun begitu, tidak ada satupun yang menanggapinya.
Karena tidak seorangpun – bahkan
tidak satupun – yang menanggapinya, Zaimokuza terus menerus mengerang, lagi dan
lagi.
Akhirnya, karena merasa risih
dengan semua itu, sebuah keluhan pendek terdengar dari ujung meja yang
berseberangan dengan tempat dudukku.
Saat aku melirik ke arah itu,
kutua klub sukarelawan, Yukinoshita Yukino, meletakkan cangkir di piring lalu
memijat dahinya.
Yukinoshita melirik sejenak pada
Zaimokuza lalu mengalihkan pandangannya padaku. “... Untuk saat ini, bagaimana
kalau kita dengarkan dulu apa keperluannya?”
“Ehh...? Tapi orang yang mampu
berkomunikasi dengan si chuuni itu kan hanya Hikki.”
Orang yang dengan berat hati
menjawabnya sambil memakan rice cracker adalah Yuigahama Yui. Sambil meletakkan
badannya di atas meja, dia mentap padaku.
Yaah, untuk Yukinoshita dan
Yuigahama yang mau menanggapi Zaimokuza yang tiba-tiba muncul, meskipun butuh
waktu yang cukup lama sampai mereka mau menanggapinya, mungkin ini bisa disebut
sebagai salah satu bentuk belas kasihan.
Tapi, permasalah utamanya justru
berasal dari orang yang dari tadi sepenuhnya mengabaikannya sambil terus
menatap cermin, Isshiki Iroha. Oyy,
lagian kenapa kamu ada disini? Maksdudku, bukannya aku ada masalah atau apa,
tapi, aku takkan bertanya maupun melakukan apapun.
Isshiki tidak terlalu memperdulikan
Zaimokuza. Setelah selesai merapikan poninya, dia mengambil krim tangan dari
sakunya dan mulai merawat tangannya sambil bergumam. Dia mengoleskan krim itu
dengan ujung jarinya, dan aroma jeruk menyebar memenuhi ruangan.
Oh
ya, kalau tidak salah Zaimokuza dan Isshiki itu tidak begitu saling kenal, kan?
Tapi, entah kenalan atau bukan,
sepertinya Isshiki takkan sedikitpun memperdulikan Zaimokuza. Tentu saja,
begitupula sebaliknya.
Itu
berarti... Aku pikir, tapi Yuigahama yang sedang membaringkan
tubuhnya di atas meja berkata, “Hikki, bagaimana kalau kamu coba bertanya
padanya?”
Yukinoshita mengangguk seakan memang
sudah seharusnya begitu. “... Itu benar. Karena memang Hikigaya-kun yang
seharusnya bertanggung jawab dengan hal semacam ini.”
“Jangan seenaknya melimpahkan
semuanya padaku hanya karena kalian merasa ingin seperti itu...”
Satu-satunya orang yang menjadi
tanggung jawabku hanyalah Totsuka-tan, tahu? Aku adalah penggemar fanatiknya
yang bahkan akan menghimpun banyak penggemar untuk mendukungnya saat konser live, tahu? Tapi keimutan saat memanggil
Totsuka-tan memang sangat luar biasa.
Bagaimanapun juga, satu-satunya
orang di dalam ruangan ini yang mampu
berkomunikasi dengan Zaimokuza hanyalah diriku. Aku punya firasat tentang
seberapa merepotkan nantinya hal ini berkembang, tapi sepertinya dia tidak
berniat meninggalkan ruangan ini sebelum aku berbicara dengannya.
“Zaimokuza, ada urusan apa kamu
datang kesini...?” Aku menguatkan tekadku dan mengatakannya.
Lalu dia mengangkat wajahnya,
menunjukkan semacam senyum bahagia. “Ohh, Hachiman! Kebetulan sekali!”
“Tidak, kamu benar-benar tidak
perlu bersikap seperti itu...”
“Hapon, seperti yang kamu katakan.
Aku sedang sedikit mengalami kegalauan...” Zaimokuza berhenti untuk sejenak.
Dia memperbaiki posisi duduknya seperti bersiap untuk melanjutkannya. Aku yang
sedang mendengarkannya juga melakukan hal yang sama.
“Apa kamu ingat percakapan kita
tentang kekhawatiranku untuk menjadi seoarang editor?”
“Ya. Tentu saja, kebetulan ini
juga pertama kali aku mendengarnya.”
Ini
dia, mengatakan sesuatu seenak jidatnya lagi... Pikirku.
Yuigahama yang juga medengarkannya
berkata, “Bukannya itu sesuatu yang berkaitan dengan light novel atau
semacamnya...?”
Ya ampun, Yuigahama memang sangat
baik karena mau menanggapinya. Dibandingkan dengan dua orang yang lainnya,
mereka hanya menatap dingin padanya. Bahkan Yukinoshita yang tadinya terlihat
tertarik, merasa tidak ada gunanya untuk mendengar kelanjutannya dan mulai membalik
halaman bukunya, kembali membaca sambil ekspresi acuh. Sedangkan Isshiki yang
memang tidak sedikitpun tertarik pada Zaimokuza, ekspresinya terlihat rumit saat
merapikan bulu matanya dengan curler.
Tapi, apa yang Yuigahama katakan
memang benar. Impian Zaimokuza kalau tidak salah adalah menjadi seoarang
penulis light novel. Dia juga pernah berkata ingin menjadi pembuat game. Tapi
dia segera banting stir dan kembali bercita-cita menjadi penulis light novel
lagi. Sifat plin-plannya itu membuatku berpikir kalau dia mungkin jauh lebih
cocok untuk menjadi politisi.
Bagaimanapun juga, aku manatap
Zaimokuza untuk mencari tahu alasan kenapa dia tiba-tiba berpaling hati lagi,
dia sedang menyilangkan tangannya dengan ekspresi bingung.
“Hmmm, itu karena penulis light
novel hanyalah sampah di dunia hiburan. Itu adalah pekerjaan yang tidak
membutuhkan dasar untuk bekerja, pekerjaan yang bisa dilakukan oleh siapa saja.
Terlebih, takkan ada satu orangpun yang iri padaku jika aku menjadi seorang penulis
light novel, dan light novel diperlakukan layaknya sampah hanya karena menjadi
sebuah light novel...”
Zaimokuza terlihat muram saat
mengatakannya, tapi saat dia mengangkat wajahnya, dia berkata dengan nada
tenang. “... Dan itulah saat dimana aku menyadari sesuatu.”
“Y-yaitu...?” Meskipun aku bisa
merasakan sesuatu yang menjengkelkan hanya dari sekilas matanya yang terlihat
dibalik kaca matanya, aku harus menanyakannya. Setelah aku bertama, Zaimokuza
tiba-tiba berdiri, menghempaskan kursi yang tadi didudukinya.
“Jika kamu menulis sesuatu kamu
pasti akan mendapatkan kritikan! Jika kamu berisitrahat maka kamu akan dilupakan!
Dalam dunia bisnis, kamu hanyalah kerikil kecil di tepi jalan! Apa gunanya
pekerjaan seperti itu!?”
Suara lantangnya bergema di
seluruh ruangan dan juga di kepalaku. Saat gema itu berhenti, Zaimokuza kembali
duduk dengan tenang dan ruang klub
kembali sunyi lagi.
Meskipun dia berkata dengan
lantangnya, tak satupun penghuni ruangan yang memperdulikannya. Bahkan
Yuigahama yang tadi ikut mendengarkan celoteh Zaimokuza, kembali sibuk bermain
dengan HPnya.
Satu-satunya orang yang mau
mendengarkan cerita Zaimokuza hanyalah diriku seorang. Aku mungkin sudah biasa
sendirian, tapi diabaikan seperti ini rasanya sedikit menyakitkan.
“B-Begitu... Cukup luas juga
pengetahuanmu...” Aku tidak tahu bagaiamana aku harus menanggapi luapan
perasaannya itu, jadi aku hanya menjawab seadanya.
Zaimokuza menyeringai. “Itu karena
aku melihatnya di internet.”
Wow.
Internet sangat luar biasa. Sepertinya apa saja ada di internet.”
Pembicaraan kami sejauh ini
sepertinya mulai membangkitkan pusat gravitasiku sampai membuatku merasa mual,
tapi Zaimokuza melanjutkan dengan pendapatnya yang luar biasa. “Seperti yang
kukatakan tadi, menjadi editor itu jauh lebih keren! Tidak hanya mereka
mendapatkan gaji tetap, mereka berada dalam industri kreatifitas. Sepertinya,
pekerjaanya juga berkaitan dengan pembuatan anime! Dengan begitu, aku akan bisa
menikahi seoarang seiyuu! Fuahahahaha!”
“Kamu pasti sudah gila karena mencampur
adukkan kemungkian di dunia nyata dengan dasar impianmu itu...”
Hal itu takkan pernah terjadi
bahkan jika natal, tahun baru dan haru ulang tahunmu berlangsung bersamaan.
Tch, sekalian juga masukkan Halloween dan Velentine. Oh ya, “Selamat hari
Halloween” dan “Selamat hari Valentine” biasa dirayakan diseluruh penjuru
dunia, tapi apanya yang bagus saat hari itu? Hari Valentine adalah peringatan
meninggalnya Paus Valentine, tahu... apa orang-orang akan mulai berkata
“Selamat hari April Fools!” saat April Fools juga?
Sama seperti trend saat ini untuk
menambahkan kata selamat pada apapun, pemikiran Zaimokuza juga tidak terlepas
dari aturan itu. Semuanya sangat bagus sampai-sampai semuanya terasa sangat
buruk. Apanya yang buruk? Semuanya sangat buruk.
Lagian, tujuannya untuk menikahi
seorang seiyuu sangatlah absurd.
Saat ini, pemerintah sedang
mengalami permasalahan tentang rendahnya prosentase pernikahan penduduknya,
jadi, bagaimana mungkin seorang penulis light novel bisa menikah dengan
seoarang seiyuu? Hadapilah kenyataan!
Aku tidak perduli jika Zaimokuza
akan tersakiti maupun menyesal karena terus hidup mengikuti impiannya yang
mustahil itu, tapi setidaknya aku harus megingatkannya. Itulah apa yang orang
sebut sebagai niat baik teman sekelas.
“Zaimokuza.”
“A-Ada apa...?”
Entah karena nada suaraku yang
tanpa kusadari semakin dalam atau karena perasaanku yang menyebar saat aku mengatakannya,
tapi saat aku memanggil nama Zaimokuza, dia duduk tegap dan menatap serius
padaku. Sambil menatap matanya, aku perlahan berkata.
“Cuma untuk memastikan. Saat kamu
masih SMP, kamu pikir saat kamu masuk SMA, kamu akan bisa mendapatkan pacar,
kan?”
“Nugh!”
Dengan mata terbelalak; Zaimokuza
mengucurkan keringat dingin dan terdiam tanpa kata. Aku menekannya lagi. “Dan
ini pasti apa yang kamu pikirkan saat ini. Yaitu... ‘saat aku kuliah, aku pasti
akan bisa mendapatkan pacar!”
“Nnnnngh! B-Bagaimana kamu bisa
tahu...!?”
Dia tidak perlu menanyakannya,
jawabanku sudah pasti.
“Karena semua orang juga pernah mengalami
masa itu...” kataku, tanpa kusadari mengatakannya dengan nada berat. Ya, aku
juga pernah berpikir seperti itu. Itu saat dimana aku masih bocah, bocah
belasan tahun yang tidak tahu apapun tentang dunia maupun posisinya sendiri.
Kamu pasti akan bermimpi menikah diusia dua puluh lima tahun, lalu punya anak
dan seterusnya. Tapi saat kamu naik kelas dari SMP menjadi SMA, perlahan kamu
akan bisa melihat sistem kerja dan kenyataan di dunia ini. Itu akan membuatmu
menurunkan standar impianmu. Kamu takkan pernah bisa melihat impian kecilmu
menjadi kenyataan, seperti itulah dunia ini, aku jamin*...
[TL Note: Parodi lagu POISON, “Dunia ini adalah tempat dimana kamu takkan bisa mengatakan apa yang ingin kamu katakan.]
Saat aku memikirkan hal itu, tanpa
sadar aku tertawa kecil. Zaimokuza mengeluh dalam dan kaku karena setuju.
Tapi, saat itu, aku bisa mendengar
beberapa suara pelan.
“Semua orang.... Jadi begitu.”
“Mmmm...”
Aku menatap kearah Yukinoshita
yang seharusnya sedang membaca buku, tapi malah sedang menatap kearahku. Tapi,
saat tatapan kami saling bertemu, dia segera memalingkan wajahnya. Di sisi
lain, Yuigahama yang dari tadi sedang memainkan HPnya, jarinya terhenti dengan
ekspresi muka bermasalah.
Lalu, ruang klub kembali sunyi. Hah? Apa-apaan dengan kesunyian ini...?
Saat aku duduk sabil merasa
gelisah karena suasana canggung ini, Isshiki mengalihkan pandangannya dari
cermin dan menatap pada kami. Lalu dia mengeluh pendek. “... Sebenarnya aku
tidak begitu peduli, tapi, apakah memasuki industri penerbitan itu mudah?”
Aku kira dia tidak memperhatikan
karena dia terus mengabaikan Zaimokuza, tapi sepertinya percakapan kami juga mencapai
telinganya.
Saat Isshiki bertanya, suasana
tegang ini akhirnya menghilang. Mungkin dia tidak bertanya langsung pada
seseorang, tapi Yukinoshita memiringkan kepalanya sambil berpikir. “Aku pernah
dengar katanya ada persaingan yang ketat untuk memasuki industri penerbitan...”
“Ohh, kedengarannya cukup sulit, hah?”
Aku ragu apakah Yuigahama
benar-benar memahami tentang permasalahan ini. Malahan, aku penasaran apakah
dia tahu tentang apa yang dilakukan perusahaan penerbitan...
Bagaimanapun juga, abaikan dulu
Yuigahama, apa yang dikatakan Yukinoshita memang ada benarnya. Kalau tidak
salah, aku pernah mendengarnya dari ayahku kalau sekarang ini cukup sulit untuk
mencari pekerjaan di bidang media massa. Untuk
sekarang, ayo coba lihat seberapa besar tekad Zaimokuza untuk menantang tempat
itu... Aku manatap Zaimokuza, dan tidak kusangka dia terlihat cukup tenang.
“Memang benar. Aku, juga, sudah
menjelajah di internet dan kelihatannya melamar ke penerbitan memang cukup
sulit.” Zaimokuza mengatakannya sambil menyilangkan tangannya dan menolehkan
kepalanya. “Tapi, aku sama sekali tidak bisa memahaminya...
Apanya yang membuatnya begitu
sulit...? Editor LN bisa bekerja bahkan sambil tertidur. Itu adalah pekerjaan
sederhana yang bisa dilakukan oleh siapapun. Yang perlu kamu lakukan hanyalah
membaca naskah yang sudah jadi, lalu mengirim pesan pada para petinggi di
‘Let’s Be A Novelist’* dan meminta mereka
untuk menerbitkannya, kan?”
[TL Note: Sebuah website dimana ada banyak penulis buku, cerita dan semacamnya yang memiliki sistem peringkat.]
“B-Begitu...”
Aku takkan curiga kalau dia adalah
seseorang yang pernah bercita-cita menjadi seorang penulis LN hanya dari
pernyataan idiotnya itu, tapi, yaah, itu benar kalau pekerjaan editor LN memang
tidak begitu jelas, jadi kesalahpahaman seperti ini memang bisa dimaklumi.
Pada umumnya, editor LN adalah
pekerjaan yang melelahkan. Coba bayangkan, kalau mereka harus bekerja dengan
orang yang berpikiran menyedihkan semacam Zaimokuza, bayangkan saja rasa mual, sakit
hati dan Yamanouchi* yang harus
mereka alami... Semakin buruk seoarang penulis LN, akan semakin banyak dia
menyalahkan editornya...
[TL Note: Sebuah perusahaan medis.]
“Yaah, kamu takkan pernah tahu
sebelum kamu mencobanya.” Kataku.
Lalu Zaimokuza menggoyang-goyangan
jarinya sambil mencetikkan lidahnya. Orang
ini benar-benar menjengkelkan...
“Tentu saja, aku sudah membuat
rencana untuk melemar pekerjaan ini.”
“Tidak kusangka... Coba ceritakan.”
“Tidak diragukan lagi kalau
mencari pekerjaan saat baru lulus sekolah pasti akan sulit. Tapi, lain
ceritanya jika untuk orang yang beralih pekerjaan. Dengan kemampuan yang
kumiliki, aku hanya perlu melamar kerja ke perusahaan penerbitan atau jasa
penerbitan kelas bawah dan mencoba agar diterima sebagai pelamar yang
berpengalaman,” kata Zaimokuza, sambil tertawa dengan ekspresi bangga. Aku
tidak tahu apa alasan kenapa dia bisa begitu percaya diri dengan kemampuannya.
“Ohh, tidak kusangka dia
benar-benar telah memikirkannya...”
Yuigahama dengan mudah terpedaya
dengan apa yang diucakannya.
“Tidak, permasalahan utamamu
sekarang adalah bagaimana caramu untuk memasuki perusahan editorial maupun
penerbitan...”
Pendapatnya memang sangat cocok
sebagai rancangan rencana kerja. Tapi, masalahnya adalah besarnya khayalan
serta jauhnya jauhnya rencana itu dari kenyataan. Seakan menyadari kesalahan
itu, Yukinoshita memalingkan mukanya sambil membuat ekspresi bingung. “Malahan,
kalau kita membahas perusahaan kelas
menengah kebawah, sepertinya mereka tidak terlalu aktif mencari
pekerja...”
“Aku juga sudah
mempertimbangkannya. Kalau aku bisa megumpulkan cukup banyak pengalaman, aku
bisa dengan mudah mendapatkan pekerjaan di GaGaGa Bunko...”
“Kamu terlalu meremehkan
GaGaGa...”
Enteng
banget kamu ngomongnya, tapi kita sedang membicarakan salah satu dari tiga
perusahaan terbesar seantero Jepun, Shogakukan, tahu... Bagaimana
dia sangat meremehkan dunia ini memang membuatku merasa tenang, tapi, ayo kita
kesampingkan hal itu dulu.
Tapi permasalahannya baru dimulai
dari sini.
“Selanjutnya, untuk mengumpulkan
pengalaman itu, aku berencana untuk membuat sebuah doujinshi.”
“Ah hah. Mmm, yaah, berjuanglah.”
“Umu... Tapi saat ini, aku masih
belum memiliki ‘teman sejati’* dalam
membuat doujinshi... ‘Teman sejati’ yang bisa melihat apa yang kulihat dan
mendengar apa yang kudengar...”
[TL Note: Tales of Zestiria.]
“B-begitu...”
Apa-apaan
denga kalimat pasaran yang kamu gunakan itu... ? Aku bisa merasakan firasat
buruk darinya... Saat aku mulai gelisah karena pertanda
buruk yang kurasakan, seakan untuk menghentikan rasa gelisahku, Zaimokuza
meletakkan tangannya di bahuku.
Lalu dia tersenyum dengan senyum
secerah matahari yang mampu menyinari dunia.
“Jadi... Hachiman, ayo kita buat
doujinshi bersama!”
“Ogah. Dan juga, aku bukan
temanmu.”
Rayuan mautmu yang seakan-akan
kamu katakan seperti “Isono, ayo main baseball”* itu masih belum cukup untuk menyinari duniaku. Aku ingin
mengundurkan diri untuk selamanya sekarang juga. Tapi, aku tidak keberatan
membantu asalkan aku mendapatkan bayaran.
[TL Note: Sazael-san.]
“Hachimaaaaaaan! Bukankan kita
selalu berteman!? Kenapa kamu selalu sekejam ini!?” Zaimokuza tanpa henti
memanggilku kejam, terus menerus. Apa
kamu pikir aku akan terus mengikuti permintaan tak bergunamu? Saat aku
terus mengabaikan rengekan Zaimokuza, aku mendengar suara cermin ditutup.
Saat aku melihat ke arah sumber
suara itu, Isshiki yang entah sudah selesai merawat dirinya maupun merapikan
penampilannya, memasukkan cerminnya ke dalam sakunya. Lalu, dia menekan dagunya
dengan jari telunjuknya sambil memiringkan kepalanya karena bingung. “Ummm, apa
itu ‘doujinshi’?”
“Yaah, gampangnya, buku buatan
pribadi. Kamu bisa membuat manga atau semacamnya sendiri lalu membukukannya.”
“...Benar.”
Isshiki masih kelihatan bingung
bahkan setelah mendengar penjelasanku. Aku sendiri bukan ahli dibidang ini,
jadi aku tidak tahu bagaiamana aku harus menjelaskan hal ini padanya.
Saat aku kebingungan bagaimana
untuk menjelaskannya, duduk bereberangan dengaku, Yuigahama mengacungkan
tangannya sambil berkata “aku, aku!”
“Aku tahu apa itu! Namanya comiket
atau semacamnya, kan? Tempat dimana kamu menggambar manga milikmu sendiri. Aku
pikir Hina pernah membicarakannya.”
“Itu adalah penjelasan yang sangat
kacau. Dan juga, hobi Ebina-san itu agak spesial, tapi, yaah, kamu ada
benarnya.” Kataku.
Kali ini, Yukinoshita terlihat
tidak yakin dan ragu. “Itu tidak hanya berlaku untuk manga. Saat aku mendengar
masalah ini, menurutku lebih condong ke arah bidang sastra dan seni.”
“Ya, itu juga benar.”
Malahan, jika kita mengusut
masalah ini sampai akarnya, bahkan penulis hebat dan terkenal pernah membuat
buku mereka sendiri. Sastra seperti Shirakaba* dan Garakuta Bunko bahkan ada di buku perlajaran sekolah.
[TL Note: Majalah sastra yang dibuat oleh sebuah kelompok bebas para penulis.]
Saat ini, doujnshi sudah menyebar
luas dan tidak melulu untuk manga, tapi juga review buku, buku panduan belajar,
atau bahkan album foto. Ada banyak gaya dan berbagai macam jenisnya di luar
sana.
Dan juga, saat aku menyebutkan
buku review, itu terbagi menjadi berbagai jenis mulai dari buku kritikan
tentang permasalah militer sampai review tentang ringkasan anime yang telah
tayang. Bahkan ada juga buku tentang pemenang adu batu-kertas-gunting antar
anime hari minggu*. Terlebih, secara
keseluruhan, kegiatan doujin tidak hanya berkecimpung di dibang perbukuan, ada
juga cosplay, anime buatan pribadi, drama CD, dan aksesoris karakter. Jadi,
sekalanya memang sangat luas.
[TL Note: Dua acara Tv yang berjudul Sazae-san dan Smile Precure tayang setiap hari munggu dan mereka melakukan lomba adu batu-kertas-gunting itu.]
“Benar, Comiket... Karena kamu
membahasnya, aku rasa aku juga pernah mendengarnya.”
Jadi
kamu tentang hal itu, Raiden?*
Yaah, Comiket sekarang ini menjadi berita panas di Tv dan di acara khusus akhir
akhir ini, jadi tidak aneh jika kamu setidaknya tahu tentang keberadaan Comiket.
[TL Note: Meme Jepun yang berasal dari Sakigake! Otokojuku karya Akira Miyashita. Intinya adalah, orang yang bertindak sebagai Raiden adalah orang yang selalu mengatakan sesuatu seakan dia memahami hal itu, tapi sebenarnya dia hanya nyerocos gaada isi saat menjelaskannya.]
Tapi, Isshiki sepertinya memiliki
pemahamannya sendiri tentang hal ini.
“Bukankah itu tempat dimana kamu bisa
mendapatkan buanyaaak uang?” tanyanya, sedikit mencondongkan tubuhnya dengan
mata berkilauan karena penasaran. Sikapnya memang terlihat seperti seorang
gadis polos, hanya saja kata-kata yang diucapakannya sangat buruk...
“Tidak, itu tidak sepenuhnya
benar. Aku dengar mereka tidak terlalu memperhitungkan keuntungan mereka.”
Doujinshi pada dasarnya, “Aku
membuatnya karena aku menyukainya”, jadi tujuan mereka pada umumnya bukanlah
untuk mencari keuntungan. Bukannya aku tahu tentang hal ini, karena aku sendiri
juga tidak terlalu paham tentang detail masalah ini. Tapi, dari berbagai macam
perkumpulan pembuat doujinshi, jika kamu memperhitungkan serba serbi biaya
pengeluaran mereka, mereka biasanya berada di sekitar merah dan hijau, plus dan
minus, atau nol.
“... Mereka tidak mencari
keuntungan... tapi tetap melakukannya?” Sambil mengakhiri perkataannya, Issiki
mengeluh dan mulai memegangi kepalanya. Sepertinya dia kesulitan untuk
memahaminya...
“Jadi sesuatu seperti dunia hobi.”
Yukinoshita mengangguk. Yaah, untuk Yukinoshita yang bisa aku bayangkan
menghabiskan uangnya untuk membeli teh, Pan-san si Panda dan aksesoris bertema
kucing, bisa dibilang hal ini mungkin memang masih sejalan dengannya.
“Hal semacam itu cukup luar biasa,
kah?” kata Yuigahama, sambil mengunyah permennya. Membayangkan hal itu, dia terlihat sediktit
terkesan meskipun sepertinya tidak seperti itu. Dia mengeluh pendek.
“Kegiatan doujin bukanlah hal yang
aneh lagi. Malahan, bukan cuma otaku yang membuat buku sendiri, tahu.”
“Menurutmu begituuuu?” Isshiki
masih berkata dengan acuh. Jika kita membahas tentang permasalahan budaya
semacam doujinshi yang masih asing bagi seseorang seperti Isshiki, pendapatnya
bisa dibilang normal.
Tapi ada contoh lain dengan konsep
yang sama.
“Ada juga sesuatu seperti koran
lepas yang dibuat oleh mahasiswa. Bayangkan hal semacam itu,” kataku.
Yuigahama menepukkan tangannya.
“Oh, sesuatu seperti yang mereka buat saat festival sekolah.”
“...Oh, kalau itu aku tahu.”
Isshiki mengangguk seakan dia mendapatkan gambaran tentang hal itu.
“Begitu? Singkatnya, koran lepas
adalah bentuk over PD* dari
doujinshi.”
[TL Note: Over PD ((overly-aware) sacara harfiah Jepun, orang-orang dengan keGRan yang tinggi) adalah orang-orang yang biasa berbicara seakan mereka lebih tahu dari apa yang orang lain ketahui, bersikap seakan orang-orang selain mereka tidak tahu, dll. Mirip orang yang banyak gaya, tapi bukan cuma dalam fashion. “Klo di Indo mungkin yang biasa disebut ‘Songong’, ‘sok tahu’, etc.]
“Mendengar kamu mengatakannya
seperti itu membuat koran itu sangat meragukan, tapi itu memang sangat cocok
untuk menggambarkannya...” seakan mengingat sesuatu yang kelam, Yukinoshita menekan
pelan dahinya.
Kebetulan banget, saat aku berkata
“over PD”, kepalaku juga serasa nge-hang.
“Bagaimanapun juga, ada
kemungkinan terjadinya PRASANGKA (BIAS)
jika berkaitan dengan KORAN LEPAS (FREE
NEWSPAPAER), tapi aku pikir kita berhasil memperoleh KEPUTUSAN (CONSESNSUS) bersama. Tentu saja, jika
kita membicarakan tentang KORAN LEPAS (FREE
NEWSPAPER), itu BERBASIS KASUS PER KASUS (CASE BY CASE BASIS), jadi agar kita bisa mencapai PERSETUJUAN (AGREEMENT) yang jelas, hal yang bisa
lakukan setelahnya hanyalah memeriksanya satu persatu dengan PENGUJIAN DAN KESALAHAN
(TRIAL AND ERROR) sebagai PEMBANDING
(INFLUENCER), dengan begitu, kita
bisa MELAKUKAN (COMMIT) sesuatu
dengan hasilnya.”
[TL Noe: Tulisan yang di Capslock berarti di novelnya sono ditulis pake katakana. BtW, Fak yeah, Tamanawa dengue.]
“Senpai, kamu ngomong apaan
sih...?” kata Isshiki. kelihatannya dia mundur beberapa sentimeter dari
belakang kursiku.
“Oh, maaf. Sepertinya kesadaranku
tiba-tiba tersesat tadi...”
“Mungkin akan lebih baik kalau nyasarnya
ke tempat yang lain...” Yukinoshita mengeluh heran.
Bagaimanapun juga, sekarang kita
punya pemahaman yang sama kalau doujinshi adalah bagian dari hobi.
Orang-orang yang membuat koran
lepas kurang lebihnya juga tidak jauh berberda dari kelompok doujin. Dengan
kata lain, mereka adalah jenis otaku untuk “jenis over PD”.
Bisa dibilang, doujinshi ada hanya
pada jumlah gaya dan jumlah orangnya.
“Jadi, buku seperti apa yang ingin
kamu buat?” aku bertanya pada Zaimokuza.
Dia sejenak terdiam dan berpikir. Lalu,
dia mengangkat wajahnya dengan ekspresi kaku dan membuka mulutnya.
“Fumu. Aku pikir memang harus
novel... Pengetahuanku tidak terlalu luas dan aku juga tidak bisa menggambar.”
Alasannya terlalu sangat
menyedihkan.
Bukankah sekarang ini sudah
saatnya kamu menghentikan pola “karena aku tidak bisa menggambar, aku akan
menjadi penulis LN!”mu yang sudah kuno itu...? Setidaknya, aku ingin kamu
bercita-cita menjadi seorang penulis LN dengan alasan yang bagus, seperti “Aku
pikir aku takkan bisa mendapatkan pekerjaan, jadi aku memutuskan untuk menjadi
penulis LN!”
“Pada akhirnya, ujung-ujungnya tetap
LN... Jika kamu memang ingin menulisnya, ada banyak cara agar mereka
menerbitkannya di internet. Seperti yang tadi kamu sebutkan, ‘Let’s Be a Novelist!’
atau apalah tadi. Sebenanya, aku pikir peluang debutmu akan lebih besar jika
kamu berusaha di sini.”
Sepertinya sangat jarang bagiku
untuk memberi Zaimokuza saran yang membangun, tapi sepertinya Zaimokuza tidak
terlalu memperhatikannya. “Mmm... Aku tidak bisa bilang kalau aku menyukai
tempat seperti itu.”
“Kenapa? Coba saja, hal seperti
ini sedang sangat populer, kan? Parallel Universe Reincarnation Peerless
CheaRem.”
“...Hah?”
Sesaat setelah aku mengatakannya,
Isshiki mengatakannya dengan pelan seakan sedang berkata, “Apa-apaan yang orang
ini katakan...?”
Apa-apaan
dengan ekspresimu itu? Sangat menjengkelkan... apakah aku baru saja mengatakan
sesutu yang aneh? pikirku, dan kelihatannya memang
seperti itu.
Para gadis merapatkan kursi mereka
dan mulai berbisik sesuatu.
“Paralel, Universe? Chea? Apa yang
baru saja dikatakannya...?”
“CheRem... apa itu?”
“Mungkin maksudnya cheetaras?”
Hebat sekali kamu bisa begitu saja
bergabung di sana, Isshiki.
Paraller Universe Reincarnation
Peerless CheaRem adalah cerita dimana tokoh utama yang dilahirkan kembali di
sebuah dunia paralel lalu membentuk sebuah harem menggunakan kekuatan IMBAnya,
kekuatan yang licik. Sial, mencoba untuk
menjelaskannya sepertinya juga tidak ada gunanya untukku.
[TL Note: Contoh novel yang 90% cocok ama deskripsi tadi, ‘Jingi wo Suberu Waka Kami-sama’.]
Yaah, itu memang sesuatu yang
seharusnya hanya dinikmati mereka orang yang menyukainya saja. Tidak ada
kewajiban untuk menjelaskannya pada orang yang tidak tertarik dan hal ini juga
bukan sesuatu yang harus semua orang tahu.
Cerita dimana tokoh utama terlahir
kembali di Dunia paralel dan memiliki kekuatan IMBA pada dasarnya memang mirip
dengan LN, jadi tidak ada masalah asalkan orang yang menyukainya merasa senang
dengan itu.
Dan hukum itu tidak hanya berlaku
untuk LN.
Hukum itu berlaku untuk semua hal.
Perkataan atau bahkan perasaan.
Asalkan sesuatu itu berhasil
mencapai orang yang ingin kamu tuju maupun orang yang ingin kamu bahagiakan,
itu sudah lebih cukup.
Tapi kenapa? Sesuatu itu sama
sekali tidak bisa mencapai Zaimokuza.
Bahkan sekarang, dia mengabaikan
apa yang kami katakan dan sedang menekan lengan dan kakinya seakan sedang
menahan sesuatu.
“Aaaargh, bukan di situ
permasalahannya! Hal ini bukan tentang seberapa terkenal maupun seberapa bagus
respon pembaca! Aku sama sekali tidak peduli denga hal seperti itu, hal itu
sama sekali tidak kupermasalahkan! Hanya saja, um, itu lah? Bagaimana aku harus
mengatakannya? Aku tidak suka dibatasi oleh sesuatu seperti peringkat dan posisi!
Gampangnya, aku tidak ingin orang-orang mengkritik hasil karyaku dari balik
layar atau semacamnya!”
Aku hampir saja terpedaya dan
berpikir kalau dia sedang mengatakan sesuatu yang keren, tapi barusan rasanya
ada beberapa kata aneh yang keluar dari mulutnya. Dan hanya ada satu jawaban
yang bisa kupikirkan.
“Ahh. Hah? Apa mereka juga
menampilkan peringkatnya disana? Yaah, aku pikir rasanya memang agak
menyakitkan untuk melihat seberapa tidak terkenalnya hasil karyamu, hah?”
“Tidak! Bukan begitu! Peringkat,
posisi, rating, dan review tidak sedikitpun mempengaruhiku! Sesuatu seperti
peringkat tidaklah lebih dari sekedar angka! Selebihnya, kamu hanya perlu
menutupinya dengan tekad!” kata Zaimokuza, dengan semangat.
Tapi, pada akhirnya, ada sesuatu
yang tidak bisa kamu tutupi hanya dengan tekad. Dengan seberapa jelasnya dia membicarkan
tentang hal yang menjadi perhatiannya, dia sangat mudah terbaca!
“...Oh. Jadi, semangatmu hancur
karena kamu benar-benar pernah mengirimkan sesuatu, hah?”
“Itu juga bagian dari
pertumbuhannya, mengingat seberapa banyak tekad yang harus kamu kumpulkan untuk
menampilkan sesuatu seperti itu pada
publik.”
“Ya, benar, dia cukup bernyali.”
Yukinoshita dan Yuigahama terlihat
terkejut dan terkesan sambil memuji Zaimokuza. Tapi, hanya untuk memastikan
saja, kalian sedang memujinya, kan? Kan? Karena, aku merasa seperti kalian
sedang menyindirnya! Malahan, kita sedang membicarakan Yukinoshita, tentu saja
dia sedang menyindirnya!
Tapi, aku, merasa sedang ingin
memuji Zaimokuza.
Kita sedang memicarakan orang yang
tidak pernah bisa menyelesaikan naskahnya, kurang lebih untuk mengajukan
sesuata pada penghargaan tahunan untuk pemula. Meskipun cuma di internet, tapi
dia tetap saja menampilkan karyanya pada publik. Saat aku membayangkan tentang adanya
orang lain yang akan merasakan penderitaan saat membaca karyanya selain diriku,
aku merasa sangat bahagia. Semua orang seharusnya lebih menderita lagi. Jika
semua orang menderita, dunia pasti akan menjadi damai.
Itu yang aku pikirkan, tapi
Zaimokuza melambaikan tangannya kedepan dan belakang untuk menolaknya. “Bukan,
aku tidak melakukan hal seperti itu. Itu hanyalah pendapat pribadiku setelah
melihat hasil karya orang lain dibully habis-habisan.”
“Oh, begitu...”
Sepertinya
kita masih jauh dari perdamain dunia.
Zaimokuza gitu loh. Julukannya
sebagai wibu menyedihkan memang bukan cuma isapan jempol belaka. Tidak, tunggu
dulu, ayo coba kita pikir seperti ini; baginya untuk begitu terguncang hanya
karena melihat karya orang lain dibully adalah bukti dari kesensitifannya.
Mengejutkannya, dia mungkin punya bakat untuk menjadi seorang penulis...
Tapi, secara pribadi aku percaya
kalau bagian terpenting untuk menjadi penulis LN bukanlah kemampuan untuk
menulis maupun merangkai kata, dan pastinya juga bukan seberapa besar
imajinasinya; untuk tidak menjadi sensitif.
Yang paling penting adalah harus
memiliki mental baja.
Kamu takkan goyah tidak peduli apa
yang orang katakan padamu; kamu takkan menyerah meskipun karyamu tidak terjual;
kamu takkan mengatakan hal ga jelas di blog maupun twitter; kamu takkan terlena
hanya karena beberapa karyamu berhasil terjual; kamu takkan marah saat orang
lain mengejekmu; kamu takkan terganggu dengan berbagai masalah yang terjadi; kamu
takkan mencari jalan pintas untuk menyelesaikan pekerjaanmu; kamu takkan
melebih-lebihkan kemampuanmu; dari awal kamu takkan percaya dirimu sendiri;
kamu takkan khawatir pada masa depan dan bertambahnya usia; kamu takkan
menangis di kesendirian malam; kamu takkan terlalu berharap saat mendengar
berita baik; kamu takkan membiarkan angka dari pihak lain mempengaruhimu; kamu
takkan berhenti bahkan jika kamu tidak bisa menulis; kamu takkan kabur dari
deadline; dan kamu takkan lupa untuk menghargai orang-orang di sekitarmu.
16 NAI-NAI* diatas adalah bagian penting dari pelatihan mentalmu untuk menjadi seoarang penulis
LN.
[TL Note: Idol grup cowok dari Jepun.]
Yang paling penting adalah
kekuatan mentalmu. Aku pikir hal itu juga tertulis di LN Selama Aku Memilik Seorang Adik Perempuan. Tidak, sepertinya tidak.
Ya, sepertinya tidak.
Tapi, karena Zaimokuza bukanlah
seorang pro dan juga tidak bernyali, aku harus membimbingnya menuju jalan yang
lurus! Ketahanan mentalnya hanya sekuat tofu jadi aku sarankan untuk memakan
hot pot (nabe) musim ini.
Aku duduk tegap lalu kubersihkan
tenggorokanku. Dengan nada yang lebih tenang dari biasanya, aku berkata,
“Zaimokuza. Sepertinya doujinshimu takkan terjual satupun. Bukankah akan lebih
baik jika kamu mulai belajar untuk menghadapi kenyataan?”
Zaimokuza tergagap, membayangkan kemungkinan
yang terjadi. Baik itu menahan panasnya musim panas maupun dinginnya musim
dingin, sendirian di lapakmu, mendegarkan suara ramah pada gadis cosplay di
lapak tentangga, melihat panjangnya antrian di lapak di depanmu, lalu menatap
atap sambil meratapi nasib karena tidak satupun doujinshimu terjual... mampukah
Zaimokuza menangani keadaan seperti itu? Tidak. Aku yakin pasti tidak.
Lalu, bahu Zaimokuza turun dan
sambil mengumpulkan suaranya, dia berkata, “... Kamu benar juga.”
“Jika kamu ingin menjadi seorang
editor, akan lebih baik jika kamu memikirkan cara lain selain membuat
doujinshi.”
“Fumu... Jadi begitu, Jadi begitu...” Zaimokuza menjawabnya dengan
jujur karena semangatnya sudah hancur dari tekanan perkataanku tadi. Bagus, bagus, sekarang aku tidak perlu
khawatir lagi tentang membuat doujinshi dengan Zaimokuza...
Setelah Zaimokuza yang biasanya sangat
berisik berubah menjadi diam, ruang klub menjadi sangat tenang. Aku mengeluh
lega karena kami telah menyelesaikan masalah ini. Lalu, aku mendengar suara
biskuit di kunyah.
“Tapi, hey, sebenarnya bagaiamana
cara untuk menjadi seorang editor?” kata Yuigahama, sambil mengunyah.
Zaimokuza mengangkat wajahnya.
“Memang, sebenarnya...”
Karena mereka membahasnya, aku
juga merasa tertarik.
“Aku rasa kita harus mencari
tahunya...”
Seperti apa yang baru saja
Zaimokuza katakan dengan tamvannya, semuanya ada di internet. Bahkan sesuatu
yang seharusnya tidak ada disana.
“Yukinoshita, izinkan aku memakai
komputernya.”
“...Kita bukan sedang di Lab
komputer.” Yukinoshita berkata sambil berdiri. Dia mengambil laptopnya dan
mulai mempersiapkannya untukku.
Aku menghadap laptop dan bersiap
untuk bertanya beberapa pertanyaan pada Google-sensei, lalu sebuah kursi
diletakkan di sampingku.
Saat aku melihat ke sisi kananku,
Yukinoshita sedang duduk di kursi itu dan sedang merogoh tasnya untuk mengambil
kacamatanya.
Setelah dia merapikan dengan pelan
rambut hitam berkilaunya, dengan hati-hati dia memakai kacamatanya seakan
sedang memakai sebuah mahkota.
Jari ramping nan gemulainya
perlahan menjauh dari frame kacamatanya. Kapanpun dia berkedip, alis panjangya
terlihat seperti hampir menyapu lensanya. Saat dia persiapannya selesai, tanpa
menghadap pada seseorang tertentu, dia mengangguk dan dengan tenang segera
mengatur kursinya menghadap ke laptop.
Saat dia melakukannya, ramutnya
berayun dan menimbulkan semerbak aroma manis dari SABON*.
[TL Note: Suatu perusahaan pembuat sabun mandi dengan aroma khas.]
Dekat...
Karena dia duduk di sebelah
kananku, aku merasakan suatu kejanggalan dan kegelisahan jadi aku menggeser
tubuhku ke sebelah kiri agar aku bisa merasa tenang. Tapi, saat aku
melakukannya, hidungku disambut dengan semerbak aroma jeruk.
Tanpa kusadari, Yuigahama sudah
duduk di sebelah kiriku.
Dia mencondongkan tubuhnya kedepan
mencoba untuk meletakkan dagunya di meja. Setiap saat bahu kami bersentuhan,
kami akan saling menatap satu sama lain mengisyaratkan untuk agak sedikit geser
menjauh.
Tapi, saat aku kira dia akan
bergeser sedikit, Yuigahama malah memalingkan wajahnya jadi posisi kami tetap
seperti ini. Kalau begitu, aku yang harus bergerak, tapi saat melakukannya, aku
bisa merasakan kalau lengan jaketku bersentuhan dengan roknya, jadi aku tidak
bisa bergerak lebih dari itu.
Terlebih, ada sosok lain di
belakangku.
Sandal dalam ruangan berdecit saat
bergesekan dengan lantai.
Saat aku memutar kepalaku, Isshiki
sedang berdiri di belakangku. Dia mengintip layar laptop dari sisi bahuku.
Perasaan dari tangannya yang
diletakkan di bahuku untuk menopang tubuhnya dan panas tubuhnya membuatku
merasa waspada, dan bahkan suara nafasnya bisa terdengar di telingaku. Karena
itu, aku bisa merasakan merinding di sekujur punggungku.
...Sudah
kubilang, kamu itu terlalu dekat.
Karena sisi kanan kiri dan belakangku
sudah berpenghuni, satu-satunya pilihanku adalah untuk bergerak maju.
Tapi, bahkan sisi depanku sudah
terkunci.
Zaimokuza segera datang ke depanku
dan melihat ke layar laptop, dia terlihat seperti seekor raksasa, Jin botak.
Kamu
terlalu dekat, cepat menjauh dariku.
Tertekan dari berbagai arah, aku
membungkukkan bahuku sambil mengetikkan kata yang kupikirkan. Ada banyak hasil
pencarian yang muncul.
“Situs pencarian pekerjaan dengan papan
berita pencarian kerja... Ohh, sekolah persiapan pencarian kerja... Ternyata
ada banyak macamnya, hah?”
“Oh, Hikki, bagaimana dengan yang
ini?”
Saat aku membaca sekilas berbagai
link yang ada, Yuigahama mencondongkan tubuhnya sambil menunjuk ke layar. Lalu,
Yukinoshita juga mencondongkan kepalanya untuk membaca apa yang ditunjuk oleh
Yuigahama.
“Catatan tentang pengalam
sukses... kelihatannya seperti... blog milik seseorang yang mendapatkan
penawaran tidak resmi dari suatu penerbitan. Aku pikir itu lumayan bagus.”
“Senpai, cepat, cepat.” Isshiki
memerintahku sambil menepuk bahuku.
Sekali
lagi, kamu terlalu dekat. Keringatku juga mulai bercucuran, jadi, bisakah kamu,
seperti, mundur lima belas sentimeter atau semacamnya...?
Aku menatap Zaimokuza menanyakan
bagaimana pendapatnya, lalu dia mengangguk. “Umu, ayo coba kita lihat.”
Aku mengklik link tadi dan pada
bagian atas halaman catatan pengalaman sukses termuat di layar.
Di bagian atas halaman menampilkan judul “Jaminan Penawaran Tidak Resmi Terbaik!
Catatan Pengalaman “Suskses” Pencarian Kerja di penerbitan Oleh Kenken!!”.
“...Hey, apa maksud dari ‘penawaran
tidak resmi terbaik’? Apakah ada penawaran terbaik dan penawaran terburuk atau
semacamnya?”
“Tunggu sebentar.”
Saat aku bertanya, Yukinoshita
menjulurkan tangannya menuju ke mouse di sampingku. Dia membuka tab baru dan
mulai mencari tentang tawaran tidak resmi terbaik atau semacamnya. Saat dia
melakukannya, rambut hitam panjangnya akan menyapu dan menggelitik punggung
tanganku. Tentu saja, aku memindahkan tanganku ke lutuku dan duduk tegap.
Saat pencariannya membuahkan hasil,
dia berkata “Sepertinya hal itu mengacu pada sebuah tingkatan yang tidak di
publikasikan tentang prospek mendatang setiap pekerjaan di dalam perusahaan
itu. Tawaran terbaik sepertinya mengacu pada pekerjaan yang berada di puncak
peringkat itu. Saat melamar ke perusahaan, mereka akan diperlakukan sebagai
anggota pelatihan pelaksana (executive
trainee) dan mereka akan mendapatkan keuntungan sesuai tempat dimana mereka
ditempatkan... katanya, kurang lebih seperti itu.”
“Kamu tahu, hanya mendengar kata ‘anggota
pelatihan pelaksana’ membuatku sedikit cemas...”
Rasanya terdengar seperti pekerja
keras (kuli). Terdengar sama meragukannya seperti slogan “Serasa seperti berada
di rumah!” atau “Para pemuda bekerja dengan semangat!” sekarang aku menjadi
penasaran dengan kebohongan apa yang akan muncul di masa depan si kenken.
Tapi, yaah, karena kita telah
melihat sesuatu yang mengerikan, mungkin lebih kita juga coba mengikuti petuah
suskses mencari kerja versi si kenken atau siapalah itu untuk melihat apakah
dia benar-benar berhasil menjadi budak perusahaan di penerbitan menggunakan
penawaran tidak resmi terbaik miliknya.
Kami menscroll layarnya kebawah
dan memutuskan untuk membaca isi catatan itu satu per satu.
“Jaminan Penawaran Tidak Resmi Terbaik! Catatan Pengalaman “Suskses” Pencarian Kerja di penerbitan Oleh Kenken!!”
Blog ini akan membahas tentang tata cara untuk mendapatkan penawaran tidak resmi terbaik dari penerbitan!
All right reserved @kenken
1. Mengisi Lembar Lamaran Pekerjaan.
LP adalah singkatan yang aneh, kan (lol)?
Pada lembar lamaran, ada beberapa pertanyaan standar yang memintamu untuk membuat CV pendek, pengalaman kerjamu, dan alasan kamu melamar kerja disana. Selain itu, ada juga pertanyaan khas untuk setiap perusahaan, seperti: tulis sebuah cerita atau lelucon pendek dengan tiga tema, berita baru-baru ini yang menarik bagimu, tiga orang yang saat ini menjadi pusat perhatian, cerita pengalaman memalukanmu, dll... Terkadang, mereka juga melakukan sesuatu yang tidak diduga, seperti menyiapkan satu lembar kertas kosong dengan pertanyaan, “Tolong gunakan kertas ini untuk meceritakan tentang dirimu.”
LP bekas dari Kantor dan juga toko, jadi salah satu trik ampuhnya adalah dengan bertanya pada senior saat seminar atau klub agar mengizinkanmu untuk melihat milik mereka!
Sebagai tambahan, berkaitan dengan CV...
Akhir-akhir ini, ada banyak lembar lamaran yang tidak menyediakan kolom untuk nama universitas, jadi kamu takkan selalu mengalami seleksi akademis. Malahan, dari awal aku sudah menguasai teknik untuk menghadapi adanya seleksi akademis. Ada banyak pelajar Universitas terkenal yang mendapatkan tawaran kerja dari berbagai perusahaan terkenal, tapi aku rasa satau-satunya alasan hal itu adalah karena pelajar itu kebetulan sedang belajar di Universitas yang terkenal itu, dan mereka terpilih karena kemampuan terpendam mereka bukan karena nama besar maupun pengaruh almamater mereka.
Mungkin banyak perusahaan akan mulai mencari pekerja dengan menilai kemampuan setiap orang sama rata tanpa ada kesenjangan.
Sebaliknya, mungkin kita, sebagai si pencari pekerjaan, seharusnya juga jangan menilai suatu perusahaan hanya dari nama besar dan julukannya. Ada kemungkinan kalau kesadaran kita akan adanya kesamaan posisi antara perusahaan maupun si pencari kerja memiliki dalam mencari apa yang diinginkan mungkin adalah kunci dari kesuksesan.
Aku ingin mengatakan ini pada kalian.
“Saat kamu menatap ke dalam kegelapan, maka kegelapan itu juga akan menatap padamu.” (Nietzsche)
Hoh...
Sekilas ternyata catatanan ini ditulis dengan cukup bagus. Tapi, kenapa kenken
mengirimkan petuah Nietzsche pada kita? Sejujurnya aku lebih berharap Nietzsche
sendiri yang melakukannya.
Yukinoshita yang juga melihat blog
itu mengangguk-anggukkan kepalanya sambil membacanya. Tapi Yuigahama dan
Isshiki memasang ekspresi jijik dan terlihat ragu untuk membacanya.
“Ada terlalu banyak kalimatnya...”
kata Yuigahama.
Kamu
takkan pernah bisa membaca manga Conan jika cuma sebatas ini saja sudah
membuatmu menyerah. Memang kalimatnhya cukup banyak, tapi sesuatu yang menarik
tetaplah menarik!
Saat aku memikirkan hal itu,
bahuku ditepuk berulang kali karena kesal.
“Rasanya agak menjengkelkan,
kan...?” kata Isshiki dengan kesal dan terus menepuk bahuku dengan ujung
jarinya. Baiklah, tolong berhenti menepuk
bahuku, okay?
Tapi, yaah, aku bisa memahami
perasaan Isshiki. Entah kenapa, aku juga merasa ada yang aneh pada tulisan
orang itu.
Aku tidak tahu kenapa dia bersikap
sombong seperti itu, tapi apa yang dituliskannya terdengar seperti apa yang
biasanya kamu dengar dari mahasiswa ‘over PD’. Hanya dengan membayangkan kalau
di Universitas nantinya akan ada banyak orang seperti itu membuatku ingin...
Meskipun begitu, dari awal, catatan si kenken atau siapalah ini memang
sudah terasa agak janggal. Niatku akan benar-benar lenyap jika poin selanjutnya
juga hanya berisi kalimat penuh semangat seperti tadi. Aku pikir hanya Kinki
Kids* atau Yoshida Terumi* yang memiliki energi sebanyak ini.
[TL Note: KK : Pasangan duet asal Jepun, YT : Aktor Jepun]
“Fumu... Jadi begitu, jadi begitu.
Aku paham sekarang, kurang lebihnya. Hachiman, yang selanjutnya.”
Aku ragu apakah Zaimokuza
benar-benar memahami sesuatu, tapi aku mengangguk dan mengklik menuju ke
halaman selanjutnya.
2. Ujian Tulis
Ada beberapa ujian di penerbitan tentang pengetahua umum, tapi ada juga yang memberikan ujian SPI. Mereka menjual buku panduan untuk kedua ujian itu, jadi pilihan yang bijak adalah untuk mempersiakannya terlebih dahulu. Pada perusahaan pada umunya, SPI sangat dibutuhkan. Dan juga, sepertinya kamu juga harus mengambil ujian SPI jika kamu ingin berganti pekerjaan. Tidak ada ruginya untuk melakukan persiapan. Untuk ujian tulis, berdasar dari pengalamanku, Perusahaan S dan Perusahaan K memberikan pertanyaan yang bagus sedangkan Toko buku K menanyakan pertanyaan buruk yang berfokus untuk menggagalkanmu. Jadi untuk mereka yang mencoba melamar ke Toko buku K, berhati-hatilah!
Meskipun
dia terkesan tenang, dia menyelipkan beberapa dendam pada Toko buku K...
Berdasar hal ini, si kenken atau siapalah itu sepertinya gagal melamar di Toko buku K.
“Hachiman,
apa itu SPI? Apa maksudnya spy (mata mata)?”
Saat
suara Zaimokuza terengar dari atas, Yuigahama menanggapinya. “Bukannya itu
semacam majalah? Karena disana kan penerbitan, aku rasa kamu harus membacanya,
hah?”
“Yang
kamu sebutkan adalah majalah ‘SPA!’...”
Ujian
“SPA!”? Apa-apaan itu? Apa mereka akan bertanya
“Sebutkan tiga puluh besar toko gyoza @shinabashi” atau semacamnya? Hal
yang mengerikan adalah pihak penerbitan bisa begitu saja bertanya tentang
pertanyaan yang biasanya kamu temui di Quiz Champion*.
[TL Note: Salah satu jenis acara Tv jepun.]
Tapi
aku sendiri juga tidak terlalu paham tentang ujian SPI, jadi, saat aku sedang
kebingungan untuk menjawabnya, Yukinoshita perlahan mengambil laptopnya. Dia
membuak tab baru dan mulai mencari tentang ujian SPI.
Saat
dia menemukan web dengan jawaban yang luamyan bagus, dia perlahan memindahkan
tangannya ke dagunya dan mengangguk. “Gampangnya, SPI adalah sautu bentuk ujian
kecerdasan. Kelihatannya seperti... Mereka menilai kemampuan logika, matematis,
dan kemampuan berbahasa, tidak lupa juga sifatmu berdasar deskripsi dirimu.”
Yukinoshita
menggabungkin poin pentingnya saja dan menjelaskannya sambil mengangkat
kacamatanya dengan jari tengahnya. Tapi untuk Yuigahama, kelihatanya hal itu sulit
dipahami karena mulutnya ternganga.
“Ohhh...
Jadi maksudnya ujian ini semacam tes psikologi atau semacamnya? Aku sangat
memahaminya!” kata Yuigahama dengan semangat, lalu dia menatap pada
Yukinoshita.
Lalu
Yukinoshita menghadap ke arah yang berlawanan seakan sudah pasrah. “... Yaah,
aku pikir pemahaman seperti itu sudah cukup bagus.”
“Tidak,
itu jelas tidak bagus.”
“Yukinoshita-senpai,
tolong jangan menyerah untuk menjelaskannya...” kata Isshiki.
Sambil
mempertimbangkannya lagi, Yukinoshita menutup matanya dan mulai berpikir ulang.
“A-Aku
pikir, aku yakin bahkan Yuigahama-san bisa memahaminya jika aku memperbaiki
cara penjelasanku. Agar Yuigahama-san bisa memahaminya...” Yukinoshita
mengatakannya sambil berbisik karena kebingungan.
Melihat
hal itu, bahu Yuigahama turun, “Kebaikan dari Yukinon rasanya agak
menyakitkan...”
Yaah,
mencoba untuk menjelaskan maupun memahami ujian yang belum pernah kamu alami
memang cukup sulit. Kalau begitu, kamu harus mencoba sendiri ujian itu agar
kamu bisa memahaminya. Entah suka atau tidak, suatu saat kita semua juga akan
mengambil ujian itu. Ughh, Aku
benar-benar tidak ingin mencari pekerjaan...
Tapi,
cukup melegakan jika kamu bisa membuat persiapan untuk menghadapi ujian tulis
itu sebelumnya.
Jika
ada sesuatu yang sulit pada proses ini, itu pasti adalah “wawancara” yang
menjadi poin selanjutnya.
Yosh, bagaiamana
kenken akan melewati rintangan ini? Aku menuju ke poin selanjutnya untuk
melihat apa yang sudah dipersiapkannya untuk kita.
3. Wawancara Pertama
Terkadang kamu akan diwawancarai secara berkelompok.
Ada seseorang di Big K yang terus berusaha untuk menggangguku dan mencoba untuk memancingku. Dia sangat menjengkelkan. Akan ku kutuk dia seumur hidupnya.
Hanya itu yang ditulisnya. Kamu tiba-tiba saja mengabaikan
penjelasannya, kan, kenken? Tapi, kamu tidak lupa untuk menyelipkan kutukanmu
disana, kan, kenken?
Zaimokuza membaca ulang poin ini.
“Ooohn? Hachiman, apa tidak ada
yang ditulisnya lagi?”
“Sepertinya tidak. Ayo kita coba
lihat poin selanjutnya.”
Karena hanya sedikit yang
dituliskannya, tidak banyak informasi yang bisa kita dapatkan.
Setelah memastikan dengan
Yukinoshita dan yang lainnya, aku menggerakkan mousenya dan mengklik menuju
halaman selanjutnya.
4. Wawancara Kedua
Saat aku mengatakan alasanku untuk melamar kerja disana, orang dari Perusahaan F ini mencoba untuk membuatku marah dengan berkata, “Baiklah, kerja bagus karena kamu berhasil mengatakannya! ^o^”. Yaah, sepertinya dia seorang ketua editor atau semacamnya. Aku pasti takkan pernah memaafkan orang ini.
Isi dari poin ini, dia mengabaikan
penjelasannya dan hanya berfokus pada dendamnya.
Karena pengalaman pencarian kerja
si kenken ini yang perlahan semakin suram, tawa kering perlahan muncul dalam
diriku.
Aku bisa mendengar keluhan dari
Yukinoshita yang berada di sampingku. “Semakin kesini penjelasannya semakin
sedikit.”
“Malahan, dia hanya semakin fokus
pada hal yang sama sekali tidak ada gunanya...” Isshiki tersenyum kecut karena
bingung.
Seperti
apa yang mereka berdua katakan, semakin lama informasi dari si kenken perlahan
semakin sedikit dan kelihatannya semangatnya juga sudah mulai hancur. Bahkan
aku juga hampir pingsan saat membacanya. Mencari
pekerjaan kelihatannya sangat sulit...
Tapi, sekarang ini baru di
wawancara kedua. Masih ada beberapa hal lain di catatan pengalaman suksesnya.
Aku meregangkan tubuhku,
mempersiapkan diriku, lalu menuju halaman selanjutnya.
5. Wawancara ketiga
Tekanan wawancara. Ada sekitar 10 lelaki paruh baya bekerja di Perusahaan K. Ah, gawat. Atau bahkan mungkin ada sekitar 20 orang. Benar-benar gawat.
Sekarang kenken sudah tidak lagi
mengeluh. Semangatnya sudah pudar dan dia sudah berada di ujung taduk. Tapi,
aku ingin memuji ketahanan mentalnya dalam berulang kali menjalani semua itu
demi mengumpulkan semua informasi ini.
Hanya dengan menyebutkan tekanan
wawancara saja mumbuatmu juga bisa merasakan tekanan sama seperti apa yang
mereka alami. Bahkan dalam poin singkat ini, ketakutan dan rasa putus asa
tentang seberapa mengerikannya wawancara terasa cukup jelas.
Kita hanya bisa membayangkannya,
tapi wawancara dengan pekerja perusahaan kedengarannya sangat sulit. Jika kamu
berhadapan dengan beberapa pak tua dengan pengalaman kerja puluhan tahun dan
memakai jas hitam dengan gelar besar seperti anggota senior, eksekutif
perusahaan, direktur manajer, dan direktur eksekutif duduk yang saling
berjajar, bukankah itu sangat SEELE?*
Hal itu bukan sekedar guncangan biasa, itu adalah guncangan ke tiga.
[TL Note: Evangelion.]
“Kedengarannya cukup sulit...”
Yuigahama berbisik, suaranya campuran antara simpati dan kesedihan. Aku, juga, turut
berduka.
“Kelihatannya masih ada lagi...”
kata Yukinoshita, sedikit kesakitan. Suaranya hampir terdengar seperti dia
tidak ingin melihatnya lagi.
Tapi, kita sudah menempuh
perjalanan sejauh ini, jadi kita sebaiknya- tidak, kita harus melanjutkannya sampai
akhir. Aku menggerakkan mousenya sambil gemetar dan mengklik menuju poin
terakhir.
6. Wawancara Terakhir.
Para cecunguk dari Mass-res itu berbohong tentang wawancara yang terakhir itu hanya bertujuan untuk menguji tekadmu dalam melamar kesana dan bukan sesuatu yang akan membuatmu gagal. Yang benar saja. Mereka begitu saja menggagalkanku.
Catatan pengalamannya selesai
sampai disini.
Pada akhirnya, apa yang sebenarnya
terjadi pada si kenken? Hanya memikirkan tentang nasibnya saja membuat hatiku
ngilu.
Sepertinya bukan hanya diriku,
semua orang juga mengeluh panjang.
Rasanya seperti perasaan bersalah
karena melihat catatan pendek kehidupan seseorang atau rasa pasrah setelah
menyaksikan keangkeran medan perang perburuan pekerjaan.
Lebih dari itu, aku merasakan
keinginan yang kuat untuk tidak bekerja dengan orang yang menulis catatan ini.
Pada awalnya dia sangat bersemangat, tapi di tengah perjalanan, yang
dilakukannya hanya megutuk dan mengeluh...
“Um... jadi, seperti, apa orang
ini bahkan berhasil lolos?” Isshiki bertanya dengan sopan.
Lalu Yuigahama menyadarinya dan
kembali melihat ke layar. “Kamu benar! Dia bahkan menyebutnya sebagai catatan
‘pengalaman suskses’!”
“Ahh, mungkin itu. Pada dasarnya
mereka menuliskan ‘suskses’ hanya sebagai pemanis. Seperti halnya penarik
perhatian dan hal ini juga bisa dijadikan sebagai contoh gambaran bagi kaum over
PD.”
“Kedengarannya lebih cocok sebagai
pencerahan pribadi daripada sebagai contoh gambaran...” kata Yukinoshita sambil
menekan dahinya.
Yaah, ada bagian tentang pencarian
kerja ini yang mungkin berkaitan dengan pencerahan... Maksudku, saat kita
menjelajah internet tadi, ada juga kalimat lain seperti gambaran pribadi, PR
pribadi, keinginan untuk tumbuh, dan lain sebagainya. Tentu saja, hal ini
memang tidak bisa dihindarkan karena pihak perusahaan juga ingin mencari tenaga
kerja dengan tekad dan mental yang kuat, tapi cara orang-orang mencoba untuk
menunjukkan kesamaan mereka, sifat yang penuh warna itu akan sangat aneh bahkan
mengerikan.
Setelah mengetahui semua ini,
kelihatannya disini bukan bidang yang cocok untukku... Saat niat bekerjaku
sudah mencapai dasarnya, Zimokuza yang berdiri di depanku berkata dengan pelan.
“Hachiman, apa itu mass-res? Apa itu sama dengan Chiba-dog* ?”
[TL Note: Bahasa Jepunnya マス犬 (masu-ken), kata ken berarti anjing. Chiba-dog ditulis 千葉犬 (Chiba-ken).]
“Mereka tidak sama, Chiba-dog mana
yang kamu bicarakan?”
Chiba-dog adalah maskot dari
Yayasan Lingkungan Perfektur Chiba dan bentuk anjingnya adalah berdasar pada
bentuk geografis perferktur Chiba. Kesampingkan itu dulu, kamu mungkin berpikir
hal itu mirip dengan CHI-BA+KUN, tapi mengejutkannya mereka jauh berbeda.
Chiba-dog memiliki kata anjing di namanya, meskipun bentuknya sama sekali tidak
mirip dengan seekor anjing. Malahan, makhluk misterius berbentuk anjing yang
bernama CHI-BA+KUN jauh lebih mirip dengan anjing. Apa-apaan dengan selera
orang Chiba? Perfektur ini terlalu bebas.
Mendenga hal itu, Yukinoshita
memiringkan kepalanya sambil berfikir. “Yaah, mungkin singkatan dari mass media
research seciety*.”
[TL Note: perhimpunan penelitian media massa.]
“Research...
kedengarannya seperti mereka malakukan semacam percobaan.” Yuigahama
mengatakannya sambil menatap langit-langit. Dia mungkin sedang membayangkan
memakai jas sambil memegang botol labu dan gelas kimia yang mungkin terbalik,
menurutku!
Tapi,
memang benar kalau kata “research” tidak mengacu pada sesuatu yang pasti, jadi
agak sulit untuk membayangkannya. Akan lebih mudah kalau berkaitan tentang
teknik ilmiah maupun sejarah, tapi kalau penelitian media massa, aku tidak
begitu tahu.
“...
Aku pikir kita harus mencari tahu tentang mass-res.”
“Memang.
Lakukan apa yang seharusnya kamu lakukan!”
Karena
Zaimokuza memberiku persetujuannya sambil mengibaskan jaketnya yang mirip dengan
jas profesor itu, aku segera bertanya pada Google-sensei.
Aku
memasukkan secara acak nama salah satu Universitas, lalu spasi, dan tambahkan
“mass-res”.
Seteleh
memasukkan kata itu, kita mendapatkannya, kita berhasil mendapatkannya. Di
layar laptop bertebaran berbagai kalimat over PD. Ada juga foto mereka yang
dihiasi dengan motto mereka dan perkenalan diri mereka. Setelah itu, ada banyak
sekali komen dukungan dari teman mereka.
Malahan,
ada juga dari foto mereka yang berkelana ke India, mendaki Gunung Fuji, BBQ
saat pelatihan pencarian kerja, jadi kurang lebih aku punya gambaran tentang
apa yang mereka teliti.
Aku
menutup setengah mataku karena aku tidak kuasa menatap langsung semua itu.
Tapi, aku punya gambaran tentang apa sebenarnya kelompok itu.
Intinya,
itu adalah kelompok orang yang mencari pekerjaan di bidang pertelivisian,
Perusahaan surat kabar, maupun penerbitan, mereka saling bertukar informasi
serta mengajarkan ilmu dan skill yang mereka miliki untuk mendapatkan
pekerjaan.
“H-hey,
hachiman, apa aku harus bergabung salah satu klub mass-res itu untuk memasuki
penerbitan? Apakah itu harus? Mutlak?” Zaimokuza gemetar ketakutan saat dia
melihat foto yang dipenuhi keceriaan itu.
“Yaah,
aku tidak bisa bilang harus. Aku pikir lebih baik kamu tidak bergabung dengan
sesautu seperti itu hanya karena melihat gambar di internet...”
Aku
yakin dari berbagai kelompok yang menyebut dirinya sebagai kelompok peneliti
media massa maupun surat kabar, ada beberapa yang benar-benar melakukan apa
yang seharusnya mereka lakukan.
Tapi,
hanya dengan mendengar hal over PD seperti itu membuatku teringat pada sosok
Tamanawa, ketua OSIS SMA Kaihin Sogo, jadi aku tidak punya sedikitpun gambaran
bagus tentang hal itu.
Saat
aku sedang melihat web itu, ada beberapa kata yang menarik perhatianku.
“...Sebenarnya,
Zaimokuza, aku pikir kamu takkan pernah bisa bergabung dengan mereka.”
“Hmm,
kenapa?”
Aku
menunjuk pada pojok halaman. Yang tertulis adalah “Ujian masuk.” Mereka
mengadakan ujian tulis tentang pengetahuan umum dan ada juga beberapa nama
anggota klub selain ketua klub yang harus di wawancarai.
“Sepertinya,
kamu perlu mengambil ujian tertulis dan melewati tes wawancara untuk bergabung
dengan klub mass-res atau apalah itu.”
Aku
mengetuk pada bagian yang berkaitan dengan hal itu dengan jariku dan Isshiki
melihat kebawah. Dengan nada acuh, dia berkata, “Ahh, kalau begitu memang mustahil...”
“Hmmm...
Hachiman. Aku tidak terlalu percaya diri dengan kemampuan wawancaraku...”
“Aku
tahu.”
Lebih
dari apa yang ingin ku ketahui... Tapi, kebetulan aku juga cukup payah dalam
wawancara. Aku pernah gagal saat wawancara kerja paruh waktu, jadi tidak hanya
aku mengabaikan pekerjaanku, aku juga kabur dari wawancara.
Saat
aku sedang mengenang kenangan burukku sebagai manusia di kehidupan lampauku,
Isshiki menjulurkan tangannya ke laptop dari belakangku dan memainkannya. Lalu
dia berkata pelan karena menyadari sesuatu yang dia yakini atau semacamnya.
Aku
bertanya-tanya apa yang terjadi dengannya. Lalu Isshiki mengangguk. “Tapi, itu
lho, bukankah Yui-senpai pasti bisa lolos di tes seperti ini?”
“Hah,
kenapa? Tapi, aku juga sangat payah dalam ujian...” Terkejut karena tiba-tiba
disebut, Yuigahama berkata dengan terpatah. Saat dia menatap Isshiki dengan
heran, Isshiki menscroll kebawah layar laptopnya.
“Ah,
bukan. Saat melihat foto ini, rasanya mereka cukup mirip dengan kita, jadi aku
pikir itu akan sangat mudah karena mereka pasti akan dengan mudahnya membiarkan
orang cantik masuk.”
“Yaah,
benar juga.”
Jika
kita mengesampingkan ujian tertulis, Yuigahama kelihatannya takkan punya
masalah dengan wawancara. Dia mungkin akan berbicara dengan penuh semangat
bersama mereka.
Saat
aku mengangguk pada perkataan Isshiki, Yuigahama yang merasa terkejut karena
dinilai seperti itu mukanya menjadi kemerahan. Sambil memegangi bulatan rambut
di kepalanya, dia mentapku. “B-benarkah?”
“Ya,
jika itu dirimu, Yuigahama, sepertinya kamu akan sangat cocok dengan suasana ceria
dan penuh semangat mereka yang menjengkelkan itu.”
“Jadi
itu alasanmu? Sia-sia saja aku merasa bahagia...” Yuigahama menurunkan bahunya
dan memalingkan wajahnya. Tidak, tidak,
bukannya aku bilang kalau kamu tidak cantik atau semacamnya, kan. Aku hanya
ingin bilang kalau itu kamu, kamu pasti akan sangat cocok dengan mahasiswa
bersemangat seperti mereka. Hanya saja, itu lah, aku pikir tidak baik kalau
membiarkan mereka membuatmu mengikuti apa yang mereka inginkan!
“Yaah,
bagaimana kalau begini? Um, orang-orang menilaimu dari penampilan luarmu, tapi
apa yang paling penting adalah sifatmu... malahan, aku pikir lebih baik untuk
menghindari klub seperti itu yang menilai seseorang hanya dari penampilan dan
semangatmu. Mungkin, aku sendiri juga kurang tahu.”
“Eh?
Mm, yaah, aku pikir juga begitu. Ya...” Kelihatannya Yuigahama tidak sepenuhnya
setuju, tapi dia dengan ragu mengangguk dan kembali menghadap kemari.
Mendengarkan
semuanya, Isshiki berkata dengan pelan. “... Senpai, kamu sangat buruk dalam
menyanggah pendapat.”
Berisik. Kalau aku menguasai hal itu, aku
takkan pernah kabur dari wawancara.
“Sifat,
hah...? kalau begitu, aku tdak tahu bagaimana harus menanggapi kelompok yang
hanya berisi orang yang sama seperti mereka. Aku tidak bisa membayangkan
bagaimana mereka bisa berkembang kalau mereka tetep berkutat di lingkungan yang
sama dan tetap...” Yukinoshita yang dari tadi hanya mendengarkan, berkata
dengan penuh penasaran.
Lalu
Zaimokuza memukulkan tangannya. “... Hapon. Jadi apa yang ingin kamu katakan
adalah, jika aku harus mengambil perumpamaan, sebuah produser di suatu
perusahaan game membuat suatu game yang seharusnya sangat terkenal karena dia
sudah memutuskan untuk membuat suatu game berdasar hasil kerja perusahaan lain,
tapi dia menolak untuk merilis gamenya karena sulitnya menangani hak cipta
dengan perusahaan tetangga, sebuah perusahaan sangat besar yang memonopoli
majalah game...! Aku pikir sesuatu semacam itu?”
“Aku
tidak tahu apa yang kamu bicarakan karena kamu berbicara tentang hal yang
berbelit seperti itu, tapi aku yakin kalau kamu membicarakan sesuatu yang sepenuhnya
berbeda, tapi mungkin juga seperti itu.”
Aku
menjawab seadanya seakan berkata apa yang kamu katakan- singkatnya, apa-ap- dan
Zaimokuza pun mengangguk. “Hmm, sudah kuduga! Semua kebenaran memang
tertuliskan di internet.”
Wow, internet
sangat luar biasa. Apa yang sedang kamu cari? Sialan master pencari ini. Tapi,
bagi generasi mendatang, aku rasa pencarian ahli akan menjadi sesuatu kebutuhan
pokok. Itu adalah bakat dari generasi saat ini.
Saat
aku terkesan- pada suatu tingkat- padanya, Zaimokuza memancarkan aura hitamnya.
“...Sialan Mereka! Jadi alasan kenapa kemampuanku ini terus terpendam dan
gagalnya semua usahaku untuk debut ternyata karena ulah kerajaan iblis itu,
suatu perusahaan penerbitan besar yang monopoli pasar, kan!?”
“Gundulmu. -_-”
Ya, ya, awali dulu dengan menulis sesuatu,
okay?
× × ×
Kami
berisitirahat sejenak untuk meminum teh, lalu berkumpul lagi di depan laptop.
Karena
“Jaminan Penawaran Tidak Resmi Terbaik! Catatan Pengalaman “Suskses” Pencarian
Kerja di penerbitan Oleh Kenken!!” tidak terlalu berguna, jadi kami memutuskan
untuk mencari situs yang mirip dengan itu.
Di
sebuah web pencarian kerja lainnya, ada beberapa komentar dari orang yang
bener-benar memiliki pekerjaan dan juga paham tentang sistem lamaran pekerjaan
di suatu perusahaan, jadi mereka bisa dijadikan sebagai acuan yang bagus.
Dari semua itu, kami menyadari
sesuatu yang sangat mengejutkan.
“Rataan lolos di dari perusahaan
besar sangat gila... Dari ribuan orang yang malamar, dan hanya lima belas orang
yang diterima...?”
“Tidak ada jumlah pasti dari total
pelamar karena tidak secara resmi diumumkan, tapi seharusnya kurang lebih
sekitar dua ratus sampai tiga ratus kali dari jumlah itu.”
Setelah mendengar jumlah perkiraan
perhitungan oleh Yukinoshita, Yuigahama terkagum. “Woow, menjadi seorang editor
kelihatannya sangat sulit.”
“Itu hanyalah total pekerja yang
diterima, jadi jika kita membaginya lagi berdasar area kerjanya, orang yang
diterma bekerja di bidang penerbitan akan jauh kebih sedikit.”
Apa yang dikatakan Yukinoshita
memang ada benarnya, sepertinya ada orang yang bertugas di bidang humas dan
juga bidang penjualan, departemen editorial juga beragam. Untuk bidang editor
LN yang diimpikan oleh Zaimokuza, paling hanya menerima dua atau tiga orang.
Untuk pekerja baru, kalau mereka sedang sial, bisa saja kalau mereka tidak di
masukkan departmen manapun.
“M-Mmph... G-Gunununu... kalau
begitu, menjadi penulis LN kelihatannya jauh lebih mudah...”
“Mungkin.”
Jika kita hanya mempertimbangkan
kemungkinan sukses, mungkin akan jauh lebih mudah untuk menjadi penulis LN
seperti di GaGaGa Bunko. Karena mereka tidak mewawancarai penulis LN disana.
Karena kita sedang membahas hal
ini, mungkin sebaiknya kita juga memeriksa preosentase keberhasilan untuk
melakukan debut sebagai penulis LN di GaGaGa Bunko. Saat aku menjulurkan
tanganku untuk mengetik, tanganku di pegang dari belakang.
“S-Senpai, T-Tuggu sebentar.”
Suara Isshiki gemetar saat
menhentikan tanganku.
“A-Ada apa?” tanyaku.
Berkata “Mm! Mm!”, Isshiki menutup
mulutnya sambil menunjuk ke layar.
“Lihat ini! Lihat!”
Memangnya
ada apa...? pikirku. Saat aku melihat ke layar,
yang sedang di tunjuk oleh Isshiki adalah sebuah komentar yang dibuat oleh
seorang pekerja di suatu penerbitan. Dia memperkenalkan dirinya dan memberikan
informasi tentang pekerjaannya; dia lulusan Universitasnya mana, seperti apa
pekerjaannya, perkiraan waktu kerja tiap minggunya, dan sebagainya. Saat aku
membacanya kata per kata, matakau tiba-tiba terhenti karena sesutu.
“Gaji sepuluh juta yen di usia dua
puluh lima tahun...”
Yang
benar saja, tidak mungkin. Penerbitan besar memang luar biasa... hanya tiga
tahun lulus kuliah dan dia sudah bisa mendapatkan sebanyak itu? Terlebih, dia
mendapatkan kenaikan saat mendapatkan bayaran itu? Orang itu benar-benar
beruntung...
Aku duduk gemetar karena terkejut
dan aku bisa mendengar suara nafas yang dalam dari belakangku. Saat aku
berbalik, Isshiki meletakkan tangan kirinya di pipinya sambil tersenyum manis.
“Aku akan menikah dengan editor penerbitan.”
“Tidak, tunggu dulu, tenanglah.
Aku yang akan menikah dengan editor penerbitan.”
“Kamu yang seharusnya perlu
menenangkan diri...”
Saat Yukinoshita mengatakannya
dengan heran, aku kembali ke akal sehatku. Memang, aku baru saja kehilangan
ketenanganku. Kalau dipikir-pikir, sepuluh juta yen tidaklah terlalu luar
biasa. Aku adalah Hachiman, jadi berarti ada delapan puluh juta yen untukku.
Itu pasti sudah cukup untuk seratus dua puluh lima diriku. Bayangkan sebarapa
merepotkannya dunia ini jika ada diriku sebanyak itu. Oleh karena itu, sepuluh
juta yen bukanlah apa apa! Aku sendiri sudah lebih dari cukup dan karena di
dunia ini hanya ada satu diriku sehingga membuatku berharga.
Saat aku mengangguk dengan logika
aneh yang kugunakan untuk meyakinkan diriku sendiri, Yuigahama yang berada di
sampingku bergumam. “Editor... Editor, hah... Mmmm...”
“Yaah, itu bagus kan kalau kamu
memiliki suatu tujuan? Karena aku juga sudah berusaha semampuku untuk meraih
tujuanku.”
“Hooh, tujuan...” aku menatap Isshiki
untuk mencari tahu apa tujuannya yang sebenarnya saat mengatakan sesuatu yang
tidak seperti dirinya itu.
Tapi, dia meletakkan jari telunjukanya
di dagunya dan memiringkan kelapanya. “Tentu saja, aku berencara untuk berhenti
setelah beberapa tahun menikah, tahu?”
“Sebenarnya apa yang sedang kamu kejar...?”
kata Yukinooshita, mengeluh.
Isshiki menggembungkan pipinya.
“Maksudku, aku tidak terlalu pandai dalam pelajaran dan juga tidak ada hal yang
ingin kulakukan...”
“Aku sangat memahaminya. Aku juga
seperti itu...” Yuigahama menurunkan bahunya dan mencondongakn tubuhnya ke
meja. Isshiki setuju dengannya dari belakang. Seakan menyadari sesuatu, dia
mengangkat wajahnya dan menatap Yukinoshita.
“Oh, tapi Yukinoshita-senpai, kamu
sepertinya akan langsung terjun ke dunia kerja.”
Yukinoshita terkejut pada
perkataan tiba-tibanya itu.
“Aku...” Yukinoshita kebingungan.
Mulutnya terbuka seakan ingin mengatakan sesuatu tapi segera tertutup lagi.
Saat dia memalingkan pandangannya,
alis matanya terlihat condong kebawah. Saat itu, rambutnya perlahan beryaun,
menunjukkan sekilas lehernya yang ramping yang juga menunjukkan kulitnya yang
putih, membuatku tanpa sadar menahan nafasku.
Tangannya yang terlgeletak di
pangkuannya dengan posisi tegap perlahan bergerak dan dengan pelan dia mengepalkan
jari jemarinya.
“Entahlah. Dulu aku memang
berpikir seperti itu... Tapi sekarang, aku masih belum yakin.” Kata Yukinoshita
setelah mengangkat wajahnya, sambil tersenyum malu.
“Yaah, aku pikir juuga begituuu.
Karena hal ini memang sesuatu yang masih jauh di masa depan.” Kata Isshiki
dengan acuh.
Isshiki mengatakannya dengan
acuhnya, tapi tidak ada kata lain yang mengikutinya.
Aku pikir Yuigahama dan aku tidak
terlalu memperhatikannya.
Karena jawaban dari Yukinoshita
yang sedikit mengejutkan.
Tidak banyak siswa yang bisa menjawab
dengan yakin tentang masa depan mereka. Tapi, aku pikir-hanya sesuatu
perkiraan-kalau Yukinoshita sudah memikirkan dengan matang tentang masa
depannya. Mungkin aku hanya seenaknya memaksakan harapanku padanya, tapi,
meskipun begitu, aku merasakan adanya suatu kegelisahan di hatiku.
Aku menyandarkan pipiku pada
tanganku di meja sambil melirik pada Yukinoshita. Saat dia menyadarinya, dia
memiringkan kepalanya karena penasaran, menungguku mengatakan sesuatu.
Dia menatapku dengan penasaran
sambil berkata “um...” lalu aku sedikit menggelengkan kepalaku, menunjukkan
kalau tidak ada apa-apa. Lalu dia mengangkat
dagunya dan mengangguk.
...Yaah, bahkan Yukinoshita juga
hanyalah siswa kelas dua SMA. Tidak ada salahnya kalau dia masih belum
menentukan apa yang dia inginkan di masa depan. Jika dia memilih untuk tidak
mengatakan apapun karena dia sendiri masih belum jelas, mungkin itu juga
alasannya.
Saat aku mencapai pendapat itu di
pikiranku, aku menelan rasa gelisahku dan mengalihkan pandanganku ke depan.
Pandanganku tertuju pada Zaimokuza
yang dari tadi bergumam sambil menyilangkan lengannya. “Hachiman, bagaiamana
denganmu?”
“Hmm, aku?”
“Aku pikir tidak ada gunanya
bertanya pada Hikki...” Yuigahama menatap dingin padaku, lalu aku mengangguk.
“Yaah, aku pikir. Pada dasarnya,
aku ingin menjadi bapak rumah tangga.”
“Ya, aku tahu...”
“Aku sarankan coba cari tahu apa
arti dari kata ‘Pada dasarnya’...”
Yuigahama menundukkan kepalanya
sedangkan Yukinoshita menekan dahinya sambil menutup mata. Lalu Isshiki menepuk
bahuku. Saat aku berbalik, matanya bersinar, seperti ingin mengatakan sesuatu yang
rahasia dia meletakkan tangannya di mulutnya dan berbisik di dekat telingaku.
“Senpai, aku sarankan untuk menjadi editor.”
“Tidak akan, aku tidak ingin
bekerja, dan aku takkan mencari pekerjaan.” Jawabku, sambil menggerakkan
tubuhku untuk mejauh dari aroma lembut Anna Sui dan rasa geli karena nafasnya.
“Terlebih, tidak mudah untuk
menjadi editor di penerbitan. Yaah, tapi jika kamu mulai berusaha sekarang,
lain lagi ceritanya.”
“Umu, berapa tahun aku harus
berusaha jika mulai dari sekarang... sepertinya cukup menyakitkan...”
Zaimokuza memegangi kepalanya
sambil bergumam. Tiba tiba, matanya tebuka lebar, punggungnya menjadi tegak,
dan dia berteriak.
“...Memang, menjadi penulis LN
memang bukan pekerjaan yang mudah! Aku tahu itu, penulis LN memang NUMBER ONE!
Begitulah, Hachiman, kita tidak boleh membuang-buang waktu lagi! Ayo kita
segera membuat karya baru!”
Sebelum dia selesai mengatakannya,
dia berlari menuju pintu. Dia berhenti di depan pintu lalu berbalik.
“Hachimaaan! Cepat, ayo cepat!”
Karena dia memanggilku sambil
berlompatan, dia terlihat seperti orang yang sangat mencurigakan, tapi
melihatnya tersenyum ceria seperti itu, entah kenapa membuatku merasa senang.
“Bagaiamana kalau kamu ikut dengannya?”
“Benar, benar.”
Yukinoshita dan Yuigahama
mengatakannya dengan senyum kecut.
“...Yaah, karena aku yang
bertanggung jawab mengurusnya, jadi aku pikir aku akan pergi.” Dengan tenang
aku menyerah, membulatkan tekadku, lalu berdiri.
Disaat bersamaan, untuk Irohasu,
dia sedang bermain dengan lapotop dan sepertinya sedang mencari sesuatu.
“Apakah koran lepas cukup mudah
untuk dilakukan...?”
Kamu itu terlalu acuh pada
Zaimokuza, tahu...
× × ×
Langit
yang kupandang dari kursi di dekat jendela sangatlah cerah dan berwarna biru.
Tapi, entah kenapa, terasa sangat suram tanpa sedikitpun kehangatan. Mungkin
ini karena suasana sepi di dalam perpustakaan.
Karena tidak adanya pengujung
selain kami, perpusatkaan sepulang sekolah memang sangat kosong. Seharusnya ada
seoarang asisten perpustakaan, tapi tidak ada tanda kalau orang itu akan
muncul.
Duduk berseberangan denganku,
Zaimokuza dari tadi terus menggesekkan pensilnya di buku catatannya, meskipun
terkadang berhenti.
Entah karena lelah maupun
kehabisan ide, terkadang Zaimokuza duduk sambil termenung disana. Tiba-tiba,
dia berkata, “Fumu, pada akhirnya, apa aku memang harus menjadi penulis LN...?
Tapi aku takkan bisa menikahi seiyuu.”
“Kamu mengesampingkan banyak
pekerjaan jika menikahi seiyuu adalah sayarat mutlaknya, tahu... Editor di
penerbitan juga sama.”
“Begitu. Menjadi penulis LN itu kurang
bagus sedangkan menjadi editor itu mustahil...” kata Zaimokuza, bergumam. Tapi,
lalu, matanya terbuka lebar lalu dia bersdiri sambil berteriak dengan suara yang
aneh.
“Aku tahu! Kalau begitu, dia era
modern ini yang paling penting adalah direktur! Aku akan membuat anime!
Don-don-donuts, let’s go nuts!*”
[TL Note: Shirobako – kalimat khas Aoi. (ane kaga ngikutin Shirobako jadi ane kaga tau gimana TLnya).]
Teriakannya menggema di seluruh
ruangan perpustakaan. Aku tidak bisa menahan diri untuk tersenyum pahit saat
gema itu berhenti.
“...Yaah, tidak apa asalkan itu
membuatmu bahagia.” Kataku.
Zaimokuza terkejut. “Mu, kenapa
kamu mengatakan sesuatu seperti yang biasanya dikatakah oleh sang mantan...?
H-hey, hentikan itu. H-Hubungan kita tidak seperti itu, kan...?”
“Jangan jadi malu dan gerogi
seperti itu, itu sangat menjijikan. Aku hanya sudah pasrah tentangmu, bodoh. Terserahlah,
cepat segera menulis lagi. Aku jadi tidak bisa pulang.”
“Mu, benar... Baiklah, ayo kita
mulai menulis lagi.”
Tenaga Zaimouza saat dia berteriak
tadi telah menghilang entah kemana dan dia menjadi sangat penurut. Saat dia
menekan bahunya, dia mulai menuliskan sesuatu di buku catatannya. Ohh, aku pikir kamu masih berencana menulis
LNmu, hah? Sangat mengejutkan.
Bahkan Zaimokuza yang tidak
menunjukkan tanda-tanda berkembang, perlahan mulai berubah. Meskipun dia sudah berkelana
di berbagai tempat seperti jalan melarikan diri, jalan pintas, jalur berputar,
dan sejenisnya, dia bertujuan menggapai cita-citanya. Meskipun, saat kita
membicarakan Zaimokuza, mimpinya untuk menikahi saiyuu kurang lebih sudah
kandas.
Tapi, meskipun begitu, seperti
halnya bagaimana dia menyelesaikan karyanya dengan menuliskan kata demi kata, terus
bertambahnya usia di kehidupannya yang suatu saat akan menjadi tanda keluarnya
dia dari sarangnya.
Kurang lebih hanya tinggal satu
tahun lagi sampai aku lulus SMA. Setelah itu, jika aku berhasil menempuh les
dan diterima di Universitas tanpa masalah, kira-kira sekitar lima tahun lagi
sampai aku terjun ke masyarakat.
Lima tahun.
Kedengarnnya sepertnya waktu yang
sangat lama, tapi semua itu akan berlalu dalam sekejap begitu saja tanpa kita
menyadarinya. Aku pikir selama kita tumbuh, waktu pertahun perlahan terasa
semakin pendek. Dan aku yakin, lamanya tahun ini takkan sama dengan lama
tahun-tahun mendatang.
Dan aku yakin hal itu bukan Cuma
tentang lamanya, tapi juga nilainya.
0 Comments
Posting Komentar