Ke Dalam Pusaran Air (2)


Cale melihat keluar melalui jendela kecil di perahu. Warna air yang mengganas itu sama sekali tidak transparan. Warnanya putih dan biru memantulkan dasar laut, dan berubah menjadi warna biru yang menggelap saat semakin mendekati pusat pusaran air.

‘Kau mungkin akan mati jika terjebak di dalamnya.’

Cale memikirkan bom-bom sihir baru di kotak sihir yang ada di huniannya. Dia kemudian mengalihkan pandangan ke depan dan menatap pulau terkecil di gugusan pulau di depannya.

“Tuan Muda, itu pulaunya di sana! Pusaran air di depan pulau itu adalah yang terparah! Anda harus segera mengucapkan selamat tinggal pada dunia ini jika Anda terjebak di sana! Hahaha!”

Nelayan itu benar-benar pemberani. Dia bahkan tidak melihat wajah Wakil Kapten semakin memucat sementara dia terus berbicara.

Cale menahan rasa ingin muntah dan memperhatikan kata-kata nelayan itu.

“Ada legenda yang mengatakan bahwa pusaran air itu muncul karena seorang pencuri yang mencuri sesuatu dari seorang dewa, tapi, aiya!

Perahu itu condong ke satu sisi. Cale menelan ludah setelah melihat air yang berdebur menabrak jendela perahu.

Aigoo, perahunya hampir saja terbalik. Hei bocah semprul, dayung yang benar!”

“Maaf, Yah!”

Duo ayah dan anak ini benar-benar pemberani.

“Karena itulah, Tuan Muda-”

“Hei.”

Pada akhirnya, Cale mengangkat sebelah tangannya untuk menghentikan pak tua itu dan berkata dengan tegas.

“Ayo bicara setelah sampai ke pulau itu dulu.”

“Itulah yang Nona Amiru katakan juga! Kita hampir sampai.”

Pak tua itu mulai mendayung dengan cekatan. Perahu yang terus bergerak saat dia terus mendayung entah bagaimana berputar dan berbelok untuk menghindari semua pusaran air. Cale mengamati setiap pusaran yang mereka lewati.

‘Tanda-tanda angin yang dimuntahkan oleh Suara Angin.’

Kekuatan kuno yang disebut ‘Suara Angin’, menciptakan angin ‘gasing’ dan berputar sekuat mungkin. Dan, seiring waktu, gasing-gasing ini menciptakan gasing-gasing yang baru, menyebabkan begitu banyak pusaran angin yang terlihat hari ini.

“Tu, Tuan Muda, se, seharusnya saya yang melindungi Anda… Ugh.”

Cale mengabaikan perkataan Wakil Kapten saat dia mencengkeram pegangan perahu. Dia tidak ingin mati tenggelam.

Akhirnya, perahu itu tiba di pulau tersebut dan Cale bisa sekali merasakan tanah di bawah kakinya.

“Kita sudah tiba. Ini lebih mudah dibandingkan biasanya.”

Anak nelayan itu mengangguk mendengari ujaran ayahnya. Cale menatap melewati mereka berdua dan melihat Wakil Kapten yang mencondongkan tubuh.

Hooeeek.”

Wakil Kapten menderita mabuk laut parah sampai Cale bertanya-tanya apakah dia akan mati. Cale menepuk lengan Beacrox saat Beacrox berjalan melewatinya dan menunjuk ke arah Wakil Kapten. Beacrox mengerutkan kening sebelum mengeluarkan sepasang sarung tangan putih dari saku dan memakainya saat dia menuju ke Wakil Kapten.

Cale sedikit tersentak saat melihat sarung tangan putih itu.

‘Bukankah itu sarung tangan yang dia gunakan saat menyiksa untuk menjaga dirinya tetap bersih?’

Beacrox sepertinya memiliki persediaan sarung tangan putih yang tak terbatas. Setelah mengamati eksistensi sarung tangan putih itu untuk pertama kalinya, Cale berhenti memperhatikan Beacrox dan Wakil Kapten lalu melihat-lihat sekeliling pulau.

Tidak ada pasir di pulau ini, sebagai gantinya, tempat ini dikelilingi oleh bebatuan. Kalau kau melihat sedikit lebih jauh dari garis pantai, kau dapat melihat hutan kecil juga. Yah, mungkin lebih tepat untuk menyebutnya taman daripada hutan karena katanya kau seharusnya bisa berjalan mengelilinginya dalam waktu kurang dari satu jam.

“Pak Tua.”

“Ya, Tuan Muda”

“Lanjutkan ceritamu yang barusan, cerita tentang si pencuri.”

Lelaki tua itu berhenti mengawasi putranya yang sedang menambatkan perahu lalu menunjuk ke jalur yang tadi mereka lalui untuk sampai ke sini. Dia menunjuk ke pusaran air besar di depan pulau ini.

"Dahulu kala, ada seorang pencuri yang lebih cepat dari siapa pun. Langkah pencuri itu begitu ringan dan hati-hati sehingga, konon, dia dapat berjalan di atas air tanpa menimbulkan riak sekecil apa pun."

Itu benar-benar Suara Angin. Tentu saja, berjalan di atas air agak berlebihan.

“Ngomong-ngomong, pencuri itu konon mencuri sesuatu milik seorang dewa. Legenda mengatakan bahwa pencuri itu melompat dari Tebing Angin dengan benda-benda itu. Anda tahu tebing yang mana itu, kan? Begitulah caranya benda milik dewa dan si pencuri itu menghilang dari dunia ini, begitu pula bagaimana pusaran-pusaran air itu muncul.”

Lelaki tua itu tersenyum lembut, sehalus kerutan di lengan berwarna kecoklatannya.

"Itulah sebabnya dulu ada pengorbanan untuk benda milik dewa tersebut."

"Sekarang tidak lagi?"

"Jika itu benar-benar benda milik dewa, mengapa sangt dewa itu mengganggu kita para manusia, alih-alih mengambil kembali benda miliknya?"

Cale setuju dengan pak tua itu.

Benda tersebut bukanlah milik dewa. Itu adalah kekuatan manusia. Itulah sebabnya dewa tidak bisa mengambilnya.

"Kalau begitu aku akan melihat-lihat pulau ini sekarang."

"Baik, Tuan. Saya akan menunggu di sini."

Orang tua itu menuju ke arah putranya sementara Wakil Kapten melompat berdiri.

"Tuan Muda, saya juga, ugh."

Dia pun kembali meringkuk. Cale mendecak dan memberi isyarat agar Beacrox datang. Begitu Beacrox tiba, Cale berbisik di telinga Beacrox.

"Karena kau adalah putra Ron, aku yakin kau juga tidak normal."

"Lalu?"

Cale menepuk bahu Beacrox yang tidak gugup sedikit pun dan melanjutkan.

"Kau tahan Wakil Kapten di sini."

"...Apakah Anda akan baik-baik saja sendiri?"

"Ada hal berbahaya apa di sini? Aku juga punya perisaiku."

“Tolong berhati-hatilah.”

Beacrox setuju mengikuti perintah Cale tanpa banyak keberatan. Itulah sebabnya Cale membawa Beacrox bersamanya. Dia membutuhkan seseorang di dekatnya untuk saat ini, seseorang yang kuat, tetapi tidak merasa sangat bertekad untuk melindunginya. Orang itu juga harus bisa dia perintah-perintah.

Karena itulah kenapa Beacrox sempurna.

“Aku akan segera kembali.”

Cale menuju hutan di tengah pulau.

"Tolong tembakkan perisai Anda ke udara jika Anda dalam bahaya."

"Tuan Muda, saya akan segera menyusul, ugh."

Cale hanya setengah mendengarkan Beacrox dan Wakil Kapten saat dia berjalan ke hutan. Dia kemudian berbicara pelan begitu menjauh dari yang lain.

“Bagaimana menurutmu?” 

Naga Hitam balas menjawab, “Seperti yang kau katakan, ada sesuatu di bawah pusaran air di depan pulau ini. Itu mirip dengan kekuatan dari gua yang terakhir kali.”

Naga Hitam sedang membicarakan saat Cale memperoleh Vitalitas Jantung. Cale dengan santai memasuki hutan. Tidak ada alasan untuk melihat ke dalam. Dia datang ke sini benar-benar hanya untuk melihat pusaran air.

‘Aku perlu tahu sedikit tentang medannya, karena kami akan terbang kembali ke sini saat malam nanti.’’

Cale menanyakan satu hal lagi.

“Tidak ada orang di sini, kan?”

“Tidak ada.”

Tidak ada siapapun selain kelompok Cale di pulau itu. Cale akhirnya bisa menghela napas lega. Dia khawatir tentang kawanan paus kemarin.

"Tapi ada mayat."

"Apa?”

Cale langsung membeku. Dia mulai mengerutkan kening dan menatap ke langit. Naga Hitam itu melepaskan sihir tak terlihatnya dan muncul di hadapan Cale.

“Saat aku memeriksa pulau ini dari atas tadi, ada tiga mayat di sisi lain pulau.”

Mayat-mayat itu sama sekali di luar dugaan Cale. Cale mundur tiga langkah ke arah perahu. Dia punya firasat buruk bahwa hal sial akan terjadi jika dia terus berjalan ke sisi lain pulau. Namun, Naga Hitam itu terus berbicara.

“Tapi, mayat-mayat itu bukan jasad manusia.”

Cale mengangkat kedua tangan untuk menutupi matanya. Jika bukan manusia, itu berarti mayat-mayat itu memiliki ciri khas. Namun, mereka juga tidak menyerupai binatang.

‘Jadi mereka serupa dengan manusia, tetapi tidak sama.

Lalu hanya ada satu jawaban yang tersisa.

"Apakah tangan dan kaki mereka aneh?"

Si Naga Hitam mengangguk dengan penuh semangat.

"Benar sekali! Tangan dan kakinya aneh. Kelihatan seperti sirip!"

Sirip. Itu ciri khas duyung.

Sekawanan paus dan duyung. Cale khawatir dan penuh keraguan. Paus dan duyung seharusnya sekarang belum muncul.

‘Tidak.’

Cale segera memperbaiki alur pikirannya. Pertarungan antara Suku Paus dan duyung memiliki sejarah yang bahkan lebih panjang dari perang tertua manusia. Namun, momen ketika hal ini terungkap dalam novel adalah ketika Choi Han terlibat dengan Suku Paus.

Cale memanggil Naga Hitam.

“Hei, kau.”

“…Jangan panggil aku kau.”

“Lalu aku harus memanggilmu apa?”

“Kau akan segera tahu..”

‘Apa yang sebenarnya dia bicarakan?’

Cale hanya berpikir bahwa si Naga Hitam yang akhir-akhir ini mempelajari bahasa manusia akan memilih nama untuk dirinya sendiri, jadi dia hanya menunjuk ke sisi lain pulau dengan dagunya.

“Apa kau yakin tidak ada seorang pun di sana?”

“Tidak ada sosok yang hidup. Di dalam air pun sama saja.”

“Kalau begitu tunjukkan jalannya.”

Dia harus pergi memeriksa mayat-mayat duyung itu. Hanya untuk memastikan dan menjaga dirinya agar terhindar dari bahaya.

“Kau harus berada di depanku.”

Cale mendorong Naga Hitam di depannya saat mereka menuju sisi lain pulau. Dia pun mulai mengerutkan kening begitu keluar dari sisi lain hutan dan melihat mayat-mayat itu.

“…Aku benar.”

Sesuai dugaan, mereka adalah mayat para duyung. Lebih tepatnya, ada tiga mayat, dan semuanya dengan leher yang patah. Lebih jauh lagi, kaki dan lengan mereka juga terpelintir. Cale semakin mengernyit setelah melihat penampakan duyung-duyung itu dengan matanya sendiri, bukan hanya sebagai teks dalam novel.

Mayat-mayat itu kering sepenuhnya, seolah-olah mereka adalah mumi. Namun, duyung itu benar-benar tampak berbeda dari manusia.

Ada sirip di tangan dan kakinya, sementara kulit mereka tampak tertutup sisik. Mereka juga memiliki insang, bukan telinga.

“Kenapa kau tidak mendekat?”

Naga Hitam itu bertanya penasaran pada Cale, yang mengamati dari kejauhan. Cale dengan mudah balas menjawab si Naga Hitam.

"Itu menakutkan."

“...Benar. Aku lupa kalau ini seorang manusia lemah.”

Naga Hitam mengangguk dan menuju ke mayat-mayat duyung itu. Dia kemudian mulai bergumam pada dirinya sendiri.

“Sepertinya mereka diratakan sampai mati. Mereka juga tampaknya tewas belum lama ini. Lebih jauh lagi, aku bisa melihat sedikit darah merah di bawah sirip mereka. Kurasa mereka tadinya sedang bertempur.”

‘Itu paus. Seekor paus pasti telah membunuh para duyung ini.’

Suku Paus memiliki populasi yang kecil, mirip dengan naga, tetapi mereka adalah makhluk terkuat di lautan. Itulah cara mereka melindungi dunia lautan dari duyung.

Para duyung ingin mendirikan kerajaan di dalam lautan. Namun, Suku Paus tidak mau berbagi wilayah mereka dengan yang lain. Itu karena mereka adalah spesies yang harus bermigrasi mengikuti cuaca.

‘Suku Paus jumlahnya sedikit, tetapi mereka terlalu kuat bagi para duyung untuk bertindak sesuka hati. Namun, entah bagaimana duyung tiba-tiba mulai menjadi lebih kuat.’

Para duyung mulai menjadi lebih kuat, menyulitkan situasi Suku Paus dalam. Saat itulah Choi Han muncul dan membantu para paus. Setidaknya, itulah isi novel pada akhir volume 5.

Cale memberi tahu Naga Hitam bahwa mereka harus kembali dan menjauh dari mayat-mayat duyung itu.

“Bisakah kita biarkan mereka seperti ini?”

“Ya.”

Mayat putri duyung tidak akan lenyao di daratan, hanya akan mengering hampir seluruhnya. Agar dapat lenyap, jasadnya harus berada di dalam air. Setelah itu, baunya akan menyebar ke seluruh lautan, memberi sinyal kepada duyung lainnya untuk datang mengambil mayat tersebut.

Itulah sebabnya Suku Paus sengaja meninggalkan mereka di daratan seperti ini.

‘Aku juga harus segera mengurus semuanya dan pergi.’

Mungkin hanya ada satu anggota Suku Paus yang melawan duyung ini. Jika ada dua, mereka tidak akan meninggalkan mayat-mayat ini di daratan. Mereka akan melemparkannya ke dalam air untuk menarik lebih banyak duyung dan bertarung. Mereka memilih untuk bertindak seperti ini karena mereka sendirian.

Cale kembali ke perahu dan berbicara dengan yang lain.

“Ayo kembali. Tidak banyak yang bisa dilihat.”

Wakil Kapten, yang akhirnya mulai pulih dari mabuk lautnya, kembali memucat, tetapi Beacrox sepertinya sudah membeli banyak ikan dari nelayan itu, karena ia menanggapi dengan gembira.

“Tuan Muda Cale, kita akan makan malam ikan panggang.”

“Kedengarannya enak.”

Setelah kembali ke huniannya, Cale menunggu waktu berlalu dengan perut yang penuh ikan panggang. Begitu kegelapan akhirnya turun di desa kecil tersebut, dia mengeluarkan beberapa peralatan selam dari kotak sihir yang dia dapatkan dari Billos.

Cale berdiri di ambang jendela menghadap Tebing Angin dan Laut Timur Laut saat dia berbicara dengan On dan Hong.

“Jaga rumah baik-baik.”

“Kami tidak akan membiarkan siapa pun masuk.”

“Semoga perjalananmu aman.”

Cale hanya mengangguk menanggapi anak-anak kucing itu sebelum melihat Naga Hitam.

Naga Hitam itu balas menatap Cale dengan percaya diri dan dengan santai mengucapkan mantra.

"Terbang."

Di saat itu juga, tubuh Cale melayang ke udara.

“Ayo.”

Naga Hitam memimpin dan Cale mengikutinya dari belakang. Cale membawa bom sihir saat mereka terbang tinggi di udara agar tidak ketahuan.

Rencana Cale hari ini adalah menghantam pusaran air dengan tepat sebelum melarikan diri. Saat orang-orang keluar dengan kaget, Cale akan sudah menghilang seperti angin yang tak bersuara.

Bom sihir versi Naga Hitam ini adalah bom sihir yang disetel untuk meledak sepuluh menit kemudian.



FB : https://www.facebook.com/kiminovelFP 

Donasi: https://trakteer.id/kiminovel 

Youtube: https://www.youtube.com/c/KimiNovelYT


« Previous | Index | Next  »